Anda di halaman 1dari 4

A.

Perifiton
Perifiton adalah mikroalga penempel yang umumnya merupakan sumber energi
utama diperairan, keberadaannya sangat melimpah dan memiliki peranan yang lebih besar
dalam menentukan produktivitas primer dibanding fitoplankton (Hill dan Webster, 1982).
Komunitas perifiton umumnya terdiri dari alga mikroskopis yang menempel, baik satu sel
maupun alga benang terutama dari jenis diatom, jenis alga Conjugales, Cyanophyceae,
Euglenophyceae, Xanthophyceae, dan Chryssophyceae (Wetzel, 1982). Zonasi yang
berperan untuk pembentukan struktur komunitas perifiton yaitu zona eutoral, zona
sublitoral, zona sublitoral bawah dan zona air gelap (Ruttner, 1974) . Berdasarkan substrat
penempelannya, perifiton dapat dibedakan atas:
(1) Epipelik, yaitu perifiton yang menempel pada permukaan sedimen
(2) Epifitik, yaitu perifiton yang menempel pada permukaan tumbuhan
(3) Epilitik, yaitu perifiton yang menempel pada permukaan batuan
(4) Epizoik, yaitu perifiton yang menempel pada permukaan hewan (Wetzel, 1982).

Perifiton mempunyai peranan penting baik di perairan tergenang maupun perairan


mengalir. Di perairan tergenang peranan perifiton lebih rendah dari fitoplankton,
sedangkan untuk perairan mengalir peranan prifiton lebih besar kecuali diperairan yang
keruh (Barnes & Mann, 1982). Krisanti (1993) menyatakan bahwa komunitas perifiton
pada substrat di perairan mengalir terdiri atas alga dan mikroorganisme heterotrof. Rutner
(1974) dalam Supriyanti (2001) menjelaskan mengenai zonasi dalam struktur komunitas
perifiton, yaitu:
1. Zona eulitoral, adalah daerah pinggiran yang masih mendapat percikan air.
Daerah ini ditumbuhi perifiton yang dapat bertahan terhadap perubahan
lingkungan yang cukup ekstrim.
2. Zona sublitoral atas, yaitu zona perairan yang masih dapat ditembus sinar
matahari, perubahan suhu kecil dan tidak berarti. Zona ini memiliki komposisi
perifiton yang paling kaya.
3. Zona sublitoral bawah, yaitu zona air yang kurang mendapat sinar matahari.
Intensitas cahaya dan suhu menurun menurut wilayah termoklin. Dengan
kondisi demikian, jenis alga hijau secara kuantitatif menurun, namun masih
layak bagi alga coklat, alga biru, dan alga merah.
4. Zona air gelap, pada zona ini komunitas perifiton jenis alga autotrof semakin
menghilang dan digantikan oleh jenis-jenis heterotrof.

Pembagian zona diatas umumnya digunakan dalam perairan tergenang sedangkan


pada perairan mengalir zona yang ada hanya zona 1 dan zona 2. Fitoplankton, perifiton,
dan makrofita merupakan biota utama yang menentukan produtivitas primer perairan.
Komunitas perifiton berperan dalam menetukan produktivitas primer perairan baik pada
perairan mengalir maupun perairan tergenang. Di perairan tergenang peranan komunitas
perifiton lebih rendah dari pada komunitas fitoplankton, sedangkan untuk perairan
mengalir peranan komunitas perifiton lebih besar kecuali di perairan mengalir yang keruh
(Barnes dan Mann, 1992 dalam Supriyanti, 2001).

B. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Perifiton


Produktivitas dan biomassa perifiton dikontrol oleh energi dan input atau masukan
nutrien. Faktor dasar yang mengontrol produktivitas fitoplankton dan perifiton adalah
suhu, cahaya, pH dan substrat. Pada daerah yang dalam biasanya cahaya menjadi faktor
pembatas pertumbuhan perifiton.
1. Substrat
Keberadaan perifiton tidak terlepas dari adanya substrat tempat hidupnya.
Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan
oleh kemantapan substrat. Substrat buatan merupakan benda yang secara
sengaja dibuat untuk dijadikan media tumbuh suatu organisme, misalnya
perifiton. Menurut Collins dan Weber (1988) dalam menggunakan substrat
buatan ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Waktu pemaparan, yang akan mempengaruhi perluasan pertumbuhan
b. Kecepatan arus, yang dapat menguntungkan beberapa taksa
c. Musim.
2. Suhu
Organisme diperairan umumnya memiliki toleransi yang sempit terhadap suhu.
Perubahan suhu mengakibatkan perubahan pola sirkulasi dan stratifikasi yang
jelas berpengaruh besar atas kehidupan organisme akuatik, suhu optimum pada
perairan berkisar antara 30-35 oC (Odum 1971). Menurut (APHA 1995), suhu
air dipengaruhi oleh substrat, kekeruhan, suhu, tanah dan air hujan, serta
pertukaran panas udara dan permukaan air. Organisme perairan yang hidup
secara alami di suatu perairan adalah jenis-jenis yang dapat menyesuaikan diri
dengan suhu air dan sifat kualitas atau kondisi air. Suhu berpengaruh terhadap
kelarutan gas-gas dalam air, termasuk oksigen.
3. Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain aktivitas biologi,
suhu, kandungan oksigen, dan adanya ion-ion. Dari hasil aktivitas biologi
dihasilkan CO2 yang merupakan hasil respirasi, CO2 inilah yang akan
membentuk ion buffer atau penyangga untuk kisaran pH diperairan agar tetap
stabil (Pescod, 1973). Ray and Rao (1964) menyatakan pH optimum untuk
perkembangan diatom antara 8,0–9,0. Diatom mulai berkurang
perkembangannya pada nilai pH antara 4,6–7,5, namun demikian pada kisaran
pH tersebut masih didapatkan berbagai jenis diatom.
4. Kecerahan
Cahaya matahari sangat penting dalam proses fotosintesis pada perifiton
autotrof. Sehingga keberadaan cahaya matahari merupakan faktor pembatas
bagi perifiton. Setiap jenis perifiton membutuhkan suhu dan cahaya tertentu
untuk pertumbuhan maksimumnya (Fogg, 1965). Intensitas cahaya matahari
dapat diukur dengan tingkat kecerahan perairan. Kecerahan suatu perairan
mempengaruhi daya tembus cahaya yang memasuki perairan. Sering kali
penetrasi cahaya terhalang oleh partikel-partikel kecil dalam air. Apabila
kekeruhan air disebabkan oleh jasad-jasad hidup, maka nilai kecerahan
merupakan indikasi produktivitas (Odum 1971). Kecerahan menggambarkan
sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
Daftar Pustaka

American Public Health Association (APHA). 1995. Standard Methods of the Examination of
Water and Waste Water. 19th ed. AWWA. WEF. New York.
Barnes,R.S.K. and K.H. Mann. 1982. Fundamental of Aquatic Ecosystems. Blackwell Scientific
Publishing. Oxford, London, Edinburg, Boston.

Fogg, G.E. 1965. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. The University of Winconsin Press.
Madisson, Milk Wauhe.

Hill, B. H. and J. R. Webster. 1982. Periphyton Production in a Appalachian River. Hydrobiology,


97:275-280

Krisanti, M., 1993, Struktur Komunitas Perifiton pada Substrat Kaca di Sungai Cigudig, Skripsi,
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Sounders Company, Philadelphia.

Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standard for Tropical Countries.
London: AIT.

Ray, P., N.O.S. Rao. 1964. Density of Fresh Water Diatom in Relations to Some Physico Chemical
Condition of Water. Indian Journal Fish. 11(1):479-484.

Ruttner, F. 1974. Fundamentals of Limnology 3rd Ed. University of Toronto Press. Toronto.

Supriyanti, S., 2001, Struktur Komunitas Perifiton pada Substrat Kaca di Lokasi Pemeliharaan
Kerang Hijau (Perna viridis L.), Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta, Skripsi, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.

Wetzel, B.E. 1982. Limnology. 2ng Ed. Sounders Collage Publishing Company. New York.

Anda mungkin juga menyukai