Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Ekologi

Perairan Tergenang

Disusun oleh:

Kelompok 5B
Aditya Chandra Nugraha (1306411865)
Aulia Resky Widyaningrum
Harxylen Kinanti Purnomo (1306443854)
Monica (1306365663)
Nursafira Fathaniah (1306397513)
Nurul Utami (1306404405)
Rizka Nur Rachma (1306365770)
Siti Azhyra Dwi Ayu (1306411884)
Zahra Dianing Pertiwi (1306365524)

Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia
Depok
2015

I.

Pendahuluan
Ekosistem berasal dari kata oikos dan system. Oikos berarti rumah sedangkan system
adalah suatu kesatuan yang teratur dan terpadu antara keseluruhan bagian-bagiannya. Secara
ekologi, maka ekosistem dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara makhlukmakhluk hidup dengan lingkungannya dalam satu kesatuan yang tersusun secara teratur
(Siahaan 2004: 20).
Suatu wilayah tempat hidupnya suatu organisme atau disebut habitat terbagi menjadi
daratan dan peraairan (laut, muara, dan air tawar). Habitat perairan merupakan habitat berair
yang merupakan salah satu unsur kehidupan yang sangat penting. Hampir 70% permukaan
bumi tertutupi oleh air. Habitat perairan dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu perairan
tawar, estuarin, dan laut. Perairan tawar dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu air mengalir dan
air tergenang. Air mengalir digolongkan sebagai lotik seperti sungai, sedangkan air tergenang
digolongkan sebagai lentik seperti kolam dan danau. Karena fungsinya yang sangat esensial,
maka penelitian-penelitian perairan tawar mencakup kajian perameter fisika dan kimia air,
serta organisme yang hidup di dalam air tersebut dan interakasi yang terjadi diantaranya.
Perairan tergenang merupakan salah satu contoh dari suatu ekosistem dimana terdapat
komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi secara langsung maupun tidak
langsung. Ekosistem perairan menggenang (lentik) menunjukkan suatu kondisi ekosistem
yang dicirikan oleh ketenangan air yang terdapat di dalam ekosistem tersebut. Selain itu,
ekosistem menggenang dapat juga diartikan sebagai jenis ekosistem perairan yang kecepatan
arusnya sudah berkurang, sehingga lumpur dan materi-materi lepas cenderung mengendap di
dasar perairan yang menyebabkan dasarnya menjadi lunak, sehingga tidak sesuai untuk
makhluk-makhluk bentos, tetapi sesuai untuk beberapa jenis nekton penggali dan plankton
(Odum: 1971).
Menurut Odum (1971), karakteristik ekosistem perairan tergenang antara lain,
arusnya yang stagnan (hampir tidak ada arus), organismenya tidak terlalu membutuhkan
adaptasi khusus, memiliki stratifikasi suhu, substrat dasar berupa lumpur halus, residence
time-nya relatif lebih lama. Selain itu, ekosistem perairan tergenang memiliki kadar oksigen
yang terlarut tidak terlalu besar karena keadaan arusnya yang tenang dan memiliki pH
perairan yang berkisar antara 6,07,0. Organisme yang mendiami perairan tergenang sangat
beragam, seperti nekton, plankton, neuston. Beberapa contoh dari ekosistem perairan
tergenang antara lain, situ, danau, rawa-rawa dan waduk.
Praktikum lapangan mata kuliah Ekologi yang dilaksanakan pada tanggal 23 dan 24
Mei 2015 berlokasi di wana wisata Mandalawangi, Cibodas. Mandalawangi merupakan salah
satu area perkemahan yang berada di kawasan Kompleks Hutan Gunung Gede Pangrango,
Desa Cimacan, Cianjur, Jawa Barat. Kawasan tersebut memiliki luas area 39,5 ha dengan

ketinggian sekitar 1275 mdpl, tempratur rata-rata 20,06C, kelembaban 80,82%, dan rata-rata
curah hujan sekitar 35004500 mm per tahun.
Vegetasi kawasan Mandalawangi didominasi oleh hutan pinus dan hutan alami
dengan keragaman spesies yang tinggi. Flora yang sering dijumpai di kawasan ini antara lain,
pohon Puspa, Rasamala, Jackfruit, Damar, Saninten, Jamuju, Baros, Huju, Connect, Syfrus,
Suren, Kaliandra, Filisium, Salam, Eucalyptus, Kihaji, Alang-alang dan Mahogani.
Sedangkan fauna yang sering dijumpai pada kawasan Mandalawangi antara lain, burung
Gereja, burung Robin, burung Hantu, Kepodang, Alap-alap, Kalajengking, Berang-berang,
Kucing Hutan, Tupai, Rusa, Kelelawar, Monyet kor panjang, Babi Hutan dan Trenggiling.
Selain kondisi alam, keberadaan flora dan fauna tersebut menjadi alasan mengapa danau di
kawasan Mandalawangi dijadikan lokasi pengambilan data dari berbagai parameter, yakni
parameter biologi, fisika, dan kimia dari ekosistem perairan menggenang (lentik).
Parameter fisika dalam ekosistem perairan meliputi suhu, kedalaman, kecerahan, dan
ketinggian. Habitat perairan memiliki lapisan-lapisan suhu yang berbeda. Air di permukaan
biasanya disebut epilimnion yang suhunya lebih hangat daripada lapisan dibawahnya. Adapun
dasar perairan biasanya dingin dan dikenal dengan sebutan hipolimnion. Antara kedua lapisan
tersebut terdapat wilayah peralihan yang disebut dengan termoklin. Suhu berpengaruh
terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup.
Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu. Daerah
perairan yang cukup luas dapat mempengaruhi iklim daerah daratan di sekitarnya. Suhu air
paling baik dan efisien diukur menggunakan sensor elektronis seperti air mempunyai
beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama mengurangi
perubahan suhu sampai tingkat minimal. Dalam hal ini kecerahan merupakan parameter fisika
yang berhubungan dengan fotosintesis karena pengaruh penetrasi cahaya yang masuk ke
dalam danau. Kedalaman suatu ekosistem perairan dapat bervariasi tergantung pada zona
kedalaman dari suatu perairan tersebut, semakin dalam perairan tersebut maka intensitas
cahaya matahari yang masuk semakin berkurang. Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh
zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa, dimana habitat akuatik dibatasi oleh
kedalaman. Warna perairan adalah warna yang secara visual yang dapat kita lihat dari sebuah
perairan. Warna perairan dibagi menjadi dua yaitu warna tampak dan warna asli. Warna
tampak adalah warna dari sebuah perairan yang disebabkan oleh partikel-partikel terlarut dan
tersuspensi. Sedangkan warna asli merupakan warna yang disebabkan oleh bahan-bahan
terlarut dari danau atau kondisi sekitar danau. Warna perairan dipengaruhi oleh kedalaman.
Biasanya jenis substrat juga mempengaruhi warna perairan, dipinggir biasanya berwarna
gelap atau keruh, sedangkan didaerah tengah lebih terang. Semakin dalam suatu perairan
maka semakin pekat warna perairan (Odum, 1971; Michael 1994: 136137)

Parameter kimia di dalam suatu ekosistem meliputi oksigen terlarut atau dissolved
oxygen (DO), salinitas, dan pH. Kandungan DO pada perairan dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti ketinggian dataran, fotosintesis dan respirasi dari organisme perairan, serta kandungan
oksigen pada atmosfer di permukaan air. Salinitas pada perairan dipengaruhi oleh ion-ion
terlarut. Kation yang terlarut ialah Ca 2-, Mg2+, Na+, dan K+, sedangkan anion yang terlarut
ialah CO2-, HCO2-, Cl-, NO3-, dan SO4-. Ion-ion tersebut berasal dari pelapukan batuan dan
proses geologi. Pada ekosistem perairan, pH mempengaruhi kehidupan organisme pada
ekosistem tersebut. Derajat keasaman (pH) merupakan parameter kimia yang menunjukan
salinitas atau derajat keasaman dari suatu perairan dimana biota air dapat hidup didalamnya,
pH yang ideal berkisar antar 6,5-8,5. Dimana setiap organisme air memiliki toleransi pH yang
berbeda. Larutan atau air dikatakan asam jika pH < 7, dikatakan basa jika pH > 7, sedangkan
jika pH = 7 maka larutan tersebut dikatakan seimbang (Lampert & Sommer 2007: 18,30,42).
Parameter biologi yang mempengaruhi ekosistem lentik meliputi plankton, bentos,
epifit, neuston, nekton, dan tumbuhan air. Plankton adalah hewan air yang hidup mengapung
di atas permukaan air dimana pergerakannya tergantung pada arus. Plankton dibagi menjadi
empat golongan utama yaitu fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton dan virioplankton.
Umumnya fitoplankton terdiri atas ganggang, diatom, dan dinoflagelata, sedangkan
zooplankton biasanya terdiri atas rotifera, cladocera, copepoda. Bentos merupakan organisme
yang melekat atau hidup di dasar perairan. Bentos terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu
fitobentos dan zoobentos. Fitobentos merupakan organisme makrofita atau alga yang hidup di
perairan seperti Chara dan Nitella. Zoobentos merupakan kelompok hewan mikroskopis yang
hidup di dasar perairan seperti decapoda, gastropoda, coelenterata, copepoda dan lintah.
Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Dalam ekosistem
perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran
energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Perifiton merupakan
organisme yang berukuran sangat kecil (mikroskopis), sehingga perifiton tidak dapat dilihat
oleh mata tanpa bantuan mikroskopis, serta merupakan organisme yang melekat pada suatu
substrat sehingga bersifat sesil. Perifiton dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu epilitik
(menempel pada batu), epifitik (menempel pada daun dan batang), epizoik (menempel pada
hewan), dan epipelik (menempel pada permukaan sedimen). Neuston merupakan komunitas
dari flora dan fauna yang ada di permukaan air. Contoh dari neuston ialah laba-laba kecil,
nyamuk, capung, dan serangga. Parameter biologi selanjutnya ialah nekton yang merupakan
organisme yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan plankton dan memiliki
pergerakan yang bebas. Umumnya, nekton berupa ikan dan beberapa invertebrata yang
berukuran besar (Nontji 2006: 56; Cole 1994: 6982; Odum, 1971).

Indeks Shannon-Wiener adalah salah satu indeks biologi yang digunakan untuk
menghitung indeks keragaman (diversity index) jenis, indeks keseragaman, dan indeks
dominansi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
s

ln
(
) (N )
H = -
i=1 N
2. Indeks keseragaman

E = H / Hmax
3. Indeks dominansi
s

D=

( N )
i=1

Keterangan:
H

= Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

= Indeks keseragaman

= Indeks dominansi simpson

Ni

= Jumlah individu ke-i

= Jumlah total individu

Hmax

= Indeks keanekaragaman maksimum

(Odum 1998)
II.

Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan teknik sampling, preservasi, dan identifikasi.
2. Mahasiswa dapat mengambil data dengan parameter biologi, fisika, dan kimia air.
3. Mahasiswa dapat mengolah data dengan baik.
4. Mahasiswa dapat menganalisa data hasil yang diperoleh.

III.

Alat, Bahan dan Cara Kerja


a. Alat
Alat yang diperlukan saat pengambilan data adalah:
1. Secchi Disk
2. Botol Film (3 Buah)
3. Termometer
4. Saringan Neuston
5. Lux Meter
6. GPS (Global Positioning System)
7. Ph Indikator

8. Plankton Net
9. Botol Spesimen
10. Ekman Grab
11. Saringan Bertingkat
12. Refraktometer
13. Konduktometer
14. DO Meter
b. Bahan
Bahan yang diperlukan pada saat pengambilan data adalah:
1. Aquades
2. Larutan rose-bengal
3. Formalin
c. Cara kerja
Praktikum

lapangan

dilakukan

di

Danau

Mandalawangi,

Cibodas.

Pengamatan dimulai pada pukul 13.25-15.30 WIB. Cuaca saat pengamatan adalah
cerah dengan sedikit berawan. Secchi Disk merupakan alat yang digunakan pertama
kali oleh kelompok kami. Secchi Disk merupakan alat untuk mengukur transparasi air
di danau. Alat ini berbentuk lempengan cakram yang permukaannya berwarna putih
dan hitam. Cara kerja menggunakan alat ini adalah talinya dipegang, lalu diturunkan
perlahan-lahan ke dalam air hingga warna putih dari Secchi Disk tersebut hilang, lalu
diberi tanda pada tali tersebut di atas permukaan air. Tali tersebut ditarik kembali lalu
saat warna putih terlihat kembali, tali tersebut diberi tanda kembali, lalu batas-batas
di tali tersebut dihitung dan dicatat.
Alat kedua yang digunakan dalam pengamatan adalah termometer.
Termometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur suhu. Termometer yang
digunakan saat pengamatan adalah thermometer celcius. Cara menggunakannya
adalah termometer tersebut digantungkan dengan tali, lalu tali tersebut dipegang.
Termometer dimasukkan ke dalam air danau, lalu ditarik kembali, dan suhu yang
terlihat dicatat hasilnya. Alat ketiga yang digunakan adalah saringan neuston. Cara
kerjanya adalah dengan menyaring neuston yang ada di danau tersebut, lalu diamati
jenis apa saja yang tersaring, dan dicatat hasilnya. Bila diperlukan, jenis neuston yang
diperoleh diberikan sedikit formalin. Alat keempat adalah Lux Meter. Lux Meter
merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui intensitas cahaya. Cara
menggunakan alat ini adalah tombol on ditekan, lalu ke menu, lalu menu untuk
mengetahui intensitas cahaya ditekan, lalu alat tersebut diletakkan di tempat terbuka
yang terpapar udara langsung, lalu hasil yang tertera pada alat tersebut dicatat.

Alat yang kelima adalah GPS (Global Positioning System). Cara kerjanya
adalah dengan duduk pada salah satu tempat lalu alat tersebut akan memunculkan
informasi tentang ketinggian tempat yang menjadi tempat pengamatan beserta titik
koordinatnya, lalu data-data tersebut dicatat. Alat keenam adalah pH indicator. Kertas
pH dicelupakan ke dalam air danau beberpa detik lalu diangkat dan dicocokkan
dengan pH indicator yang ada, lalu hasil pH tersebut dicatat. Alat ketujuh adalah
plankton net. Adapun cara menggunakannya yaitu air danau diambil lalu dimasukkan
ke dalam plankton net. Air yang dimasukkan dihitung volumenya, lalu dibuka ujung
tutup dari plankton net, dan dituang ke dalam botol specimen, serta diberikan sedikit
formalin. Hasil dari sampel tersebut diamati di mikroskop pada pertemuan
selanjutnya dan dicatat hasilnya.
Alat kedelapan adalah ekman grab yang digunakan untuk mengambil
sedimen yang ada di dasar danau. Cara untuk menggunakan alat ini adalah katup
bawah ekman grab dibuka lalu dipegang tali yang ada di atasnya. Alat tersebut
kemudian dimasukkan perlahan ke dalam air sampai ke dasar perairan yang akan
diambil sedimennya, lalu tali ditarik dengan cepat dan diangkat dengan cepat ke
permukaan. Sedimen yang terperangkap dikeluarkan dan diletakkan pada saringan
bertingkat. Sedimen yag ada di saringan bertingkat diberi air secukupnya sambil
diratakan agar sedimen dapat tersaring pada saringan bertingkat tersebut. Hasil di
setiap saringan diamati dan dicatat apa saja yang ada pada saringan tersebut.
Alat kesembilan yang digunakan dalam pengamatan adalah Refraktometer.
Alat ini digunakan untuk mengukur kadar/konsentrasi bahan terlarut berdasarkan
indeks biasnya. Cara kerja menggunakan alat ini adalah pertama alat ini dibersihkan
dahulu dengan tisu kearah bawah. Sampel cairan diteteskan pada prisma 1-3 tetes,
kemudian dilihat tempat yang bercahaya dan dibaca skalanya, kemudian dicatat
hasilnya. Konduktometer adalah alat kesepuluh yang digunakan untuk menentukan
daya hantar listrik suatu larutan dan mengukur derajat ionisasi suatu larutan elektrolit
dalam air dengan cara menetapkan hambatan suatu kolom cairan. Cara
menggunakannya adalah dengan memasukkan ujung alat ke dalam air lalu dibaca dan
dicatat hasil yang didapat pada alat tersebut. Alat yang terakhir digunakan adalah DO
meter. DO meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur oksigen dalam air. Cara
menggunakannya adalah dengan menyelupkan bagian batang sensor dari alat ini lalu
diamati dan dicatat hasil yang ada di alat tersebut.
IV.

Hasil Pengamatan
A. Faktor Fisika
Parameter Fisika
Tempratur (C)

Stasiun 5
19

Kecerahan (m)
Intensitas Cahaya (klx)

0.4725
12.15/17.00/18.70

B. Faktor Kimia
Parameter Kimia
pH
DO (mg/l/%)
Konduktivitas (S)
Salinitas (ppt)

Stasiun 5
5
650
0.05

C. Faktor Biologi
1. Plankton Net
Nama Spesies
Korschikoviella sp.
Coelastrum sp.
Pleurotaenium sp.
Moniraphidium sp.
Spirogyra sp.
Mougeotia sp.
Cymatoplura sp.
Navicula sp.
Surirella sp.
Jumlah

Sampel A
Jumlah Spesies
2
52
2
16
15
4
2
2
8
103

Sampel B
Jumlah Spesies
0
84
0
10
0
0
0
0
0
94

Total Spesies

2. Ekman Grab

Tingkatan Saringan

Jenis Sedimen

Serasah

Kerikil kecil dan serasah halus

Pasir

Pasir

Lumpur dan Pacet

3. Neuston Net

Nama Spesies
sp 1
V.

Jumlah Spesies
3

Analisis data

2
136
2
26
15
4
2
2
8
197

Praktikan melakukan pengukuran parameter fisika di danau Taman Wisata


Mandalawangi dengan beberapa faktor fisika yang diukur. Faktor parameter yang dilakukan
adalah kecerahan air danau, suhu permukaan danau, intensitas cahaya , ketinggian lokasi
danau, komposisi tanah dasar danau, dan daya hantar listrik air danau. Dalam pengukuran
kecerahan air danau digunakan alat Secchi Disk yang menghasilkan angka kecerahan sampai
kekedalaman 47,25 cm dari permukaan danau. Hasil pengukuran Secchi Disk merupakan ratarata dari pengukuran d1 dan d2. Pengukuran d1 merupakan kedalaman cahaya menembus air
danau sampai bagian putih pada disk tidak terlihat dan d2 merupakan kedalaman dari dasar
danau diangkat sampai mulai terlihat kembali bagian putih pada disk. Kecerahan air danau
dipengaruhi oleh tingkat intensitas cahaya yang menyinari danau dan juga zat-zat pengotor
yang terkandung pada danau. Apabila danau berada pada lokasi berintensitas cahaya tinggi
maka kemungkinan kecerahan air danaunya lebih besar. Zat pengotor seperti alga dan lumpur
merupakan faktor yang dapat mengurangi kecerahan air danau pada umumnya.
Parameter suhu yang diukur hanya pada permukaan danaunya saja yang diukur
menggunakan thermometer alcohol yang menunjukkan suhu permukaan berada pada 19 C.
Pada danau suhu pada tingkat kedalaman berbeda mempengaruhi suhu yang berbeda pula.
Semakin dalam danau, maka suhunya akan semakin lebih rendah dibandingkan suhu
dipermukaan danau. Intensitas cahaya di lokasi danau diukur menggunakan alat Lux meter.
Alat lux meter yang dipakai kelompok 5 , memberikan hasil intensitas cahaya pada layar lux
meter yaitu 12,15 klx, 17 klx, dan 18,70 klx.
Lokasi danau Mandalawangi berada pada posisi ketinggian 1344 mdpl dengan garis
koordinat S 06 44,28

dan E 107 00,185 yang diukur menggunakan GPS digital.

Komposisi pembentuk dasar danau terdiri berbagai elemen fisik. Pada saringan yang paling
atas, terdapat serasah yang memiliki molekul yang sangat besar. Penyaringan tingkat kedua
terdapat serasah yang lebih halus dan juga banyak kerikil-kerikil kecil. Pada tingkat
penyaringan yang ketiga dan keempat hanya terdapat pasir halus dan pada penyaringan paling
bawah terdapat lumpur. Komposisi dasar suatu danau dapat saja berbeda-beda tergantung
karakteristik danau tersebut.
Parameter fisika yang terakhir diukur adalah daya hantar listrik atau yang disebut
konduktivitas. Konduktivitas air merupaka ukuran kemampuan air dalam menghantarkan arus
listrik. Konduktivitas air disebabkan karena kandungan ion-ion dalam air. Apabila air hanya
mengandung molekul hydrogen dan oksigen saja tanpa ada kandungan ion , maka dapat
dipastikan bahwa air tersebut tidak dapat menghantarkan listrik. Alat konduktometer yang
digunakan kelompok 5 mengukur konduktivitas air danau Mandalawangi 650 mS. (Azrita
2013 : 29 40).
Ada tiga parameter kimia yang diukur pada air danau Mandalawangi yaitu pH,
tingkat salinitas, dan dissolve oxygen (DO). Tingkat keasaman-kebasaan air danau diukur
dengan menggunakan kertas pH meter. Kertas yang telah ditetesi air danau akan berubah

warna yang kemudian dicocokkan dengan kertas standar pH meter. Frekuensi pengambilan
pH dilakukan sampai tiga kali pengukuran. Pengukuran dengan pH yaitu 5, 4, dan 4 yang
berarti air danau bersifat asam karena pH air berada pada angka dibawah kisaran 7 (netral).
Nilai pH perairan tersebut merupakan parameter yang dikaitkan dengan konsentrasi karbon
dioksida (CO2) dalam ekosistem. Semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida, maka semakin
rendah pH perairan. Konsentrasi karbon dioksida sendiri ditentukan oleh keseimbangan antara
proses fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis merupkan proses yang menyerap CO 2 sehingga
dapat meningkatkan pH perairan, sedangkan respirasi merupakan proses yang menghasilkan
CO2 ke dalam ekosistem sehingga pH perairan akan menurun.
Parameter kedua yang diukur adalah tingkat salinitas air danau yang diukur
menggunakan refraktometer. Salinitas dapat didefinisakan sebagai kadar kelarutan garam
dalam air. Nilai salinitas dari suatu perairan menunjukkan jumlah berat total suatu material
padat yang terkandung dalam 1000 gram air. Salinitas perairan sangat dipengaruhi oleh curah
hujan, penguapan, presipitasi, dan pola sirkulasi arus. Air ditetesi pada kaca refraktometer dan
dilihat di bar indicator menunjukkan tingkat salinitas air berada pada tingkat 5 %. Hal tersebut
berarti tiap 100 mililiter terdapat 5 mililiter ion-ion garam yang terlarut (Hadikusumah 2008:
8283).
Parameter kimia terakhir yang diukur adalah dissolve oxygen (DO) dimana
berdasarkan literatur, DO pada danau lebih rendah dibandinkan di sungai. Rendahnya DO di
danau disebabkan karena kondisi air danau yang diam tidak mengalir sehingga oksigen dari
udara bebas sulit terlarut ke dalam air danau. Apabila air semakin bergerak, maka tingkat DOnya akan semakin tinggi (Ramadani 2008).
Salah satu parameter biologi yang diukur pada saat praktikum adalah keberadaan
organisme plankton. Oleh karena itu, dilakukan sampling terhadap air di lokasi praktikum.
Hasil yang didapatkan dari plankton net menunjukkan bahwa terdapat 103 individu yang
didapat menggunakan plankton net dimana Coelastrum sp. merupakan spesies terbanyak yang
ditemukan, baik pada sampel A dan sampel B, di tempat pengamatan penulis, Stasiun 5 yang
berada di pinggir/tepi danau. Secara keseluruhan, spesies yang didapatkan terdiri dari
Korschikoviella sp., Coelastrum sp., Pleurotoenium sp., Monoraphidium sp., Spirogyra sp.,
Mougeotia sp., Cymatopleura sp., Navicula sp., dan Surirella sp.
Pengamatan bentos dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Ekman Grab.
Bentos merupakan organisme perairan yang hidup di dasar sedimen suatu perairan. Bentos
dapat hidup tepat diatas sedimen (dengan menempel pada sedimen) atau dapat hidup dengan
menguburkan dirinnya pada sedimen. Bentos dapat bersifat sesil atau motil. Pada perairan
lentik, bentos pada umumnya bersifat sesil atau menempel pada permukaan sedimen. Hasil
saringan menggunakan Ekman Grab menunjukkan bahwa pada tingkat saringan pertama jenis
sedimen yang ditemukan adalah serasah, kedua adalah kerikil kecil dan serasah halus, ketiga
dan keempat adalah pasir, dan kelima adalah lumpur dan pacet. Zona litoral pada perairan

lentik seperti halnya lokasi pengamatan merupakan daerah dangkal di tepi danau dan
mendapat paparan cahaya matahari yang cukup atau optimal. Umumnya, terdapat tumbuhan
berakar dan alga yang mengapung, sedangkan untuk hewan yang terdapat pada zona tersebut
umumnya adalah siput, remis, ikan, dan Crustacea. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang
ditunjukkan dari hasil saringan pertama dan kedua yang terdapat serasah, yang merupakan
sisa-sisa bahan organik mati berupa ranting atau bagian-bagian tumbuhan tertentu. (Likens
2010: 153; Odum 1993).
Hasil percobaan menggunakan neuston net menunjukkan terdapat tiga spesies sejenis,
namun tidak dilakukan pengamatan lebih lanjut mengenai spesies tersebut. Berdasarkan
literatur, adanya ikan pada lokasi pengamatan penulis (zona litoral, tepi danau) merupakan hal
yang umum ditemukan, sebab ikan, begitu juga dengan siput, remis, dan Crustacea, adalah
hewan yang umum ditemukan mengisi zona litoral. Adanya ikan pada zona litoral didukung
dengan ketersediaan makanan yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan berakar dan alga yang
umum berada pada zona tersebut (Odum, 1993).
Indeks diversitas Shannon-Wiener (H) dapat menunjukkan keanekaragaman
komunitas plankton di lokasi pengamatan. Menurut Santosa (1995), rentang tinggi rendahnya
diversitas yaitu 1 < H < 3 dimana nilai indeks 1 menunjukkan tingkat diversitas yang rendah
dan nilai indeks 3 menunjukkan tingkat diversitas yang tinggi . Hasil perhitungan indeks
keanekaraman jenis plankton yang diperoleh adalah 1,11479. Hal tersebut menunjukkan
bahwa keanekaragaman planton rendah. Menurut Krebs (1989), tinggi rendahnya nilai indeks
dipengaruhi oleh keberadaan spesies dan kelimpahan individu tiap spesies tersebut. Hal
tersebut menjelaskan rendahnya keanekaragaman di titik lokasi pengamatan penulis, sebab
keberadaan spesies dan kelimpahan individu didominasi oleh Coelastrum sp. Banyaknya
Coelastrum sp. pada lokasi pengamatan tersebut dapat disebabkan Coelastrum sp. lebih
banyak ditemukan di pinggir/ujung perairan danau atau kolam yang kaya akan nutrien
(Algaebase, 2012; United Phosphorus, 2015).
Indeks kemerataan jenis menunjukkan persebaran komunitas plankton di lokasi
pengamatan. Menurut Santosa (1995), kategori kemerataan jenis yaitu apabila nilai indeks E
(evenness/kemerataan) semakin mendekati 1, maka suatu jenis dikatakan semakin tersebar
secara merata. Sebaliknya, apabila nilai indeks E semakin mendekati 0, maka suatu jenis
dikatakan tidak tersebar secara merata. Berdasarkan nilai indeks kemerataan jenis yang
didapat, yaitu sebesar 0.1237, kesimpulan yang dapat diambil adalah kemerataan jenis di
lokasi pengamatan penulis tidak merata.
Berdasarkan hasil indeks dominansi simpson, lokasi pengamatan memiliki nilai 0,502
yang berarti ada spesies yang mendominasi. Dominansi di lokasi pengamatan didukung
dengan nilai keanekaragaman jenis yang memiliki nilai diatas 1. Keanekaragaman cukup
berkaitan dengan dominansi, dimana keragaman sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti ketersediaan makanan, kompetitor, dan persaingan (Dash & Dash 2009: 4335).

VI.

Kesimpulan
1. Setiap parameter fisika, kimia, dan biologi memiliki teknik sampling, preservasi dan
identifikasi yang berbeda-beda.
2. Data parameter fisika yang diambil berupa suhu, kedalaman, intensitas cahaya,
komposisi tanah dan daya hantar listrik air sedangkan parameter kimia berupa pH,
konduktivitas, dan salinitas.
3. Data yang diperoleh diolah dengan metode tertentu untuk mendapatkan indeks
keanekaragaman dan kemerataan.
4. Data indeks keanekaragaman dan kemerataan dapat digunakan untuk menggambarkan
ekosistem danau yang diamati.

VII.

Daftar Pustaka
Algaebase.

2012.

Coelastrum

Nagili,

diakses

dari

http://www.algaebase.org/search/genus/detail/?genus_id=43467, pada 5 Juni 2015


02.50 WIB.
Azrita. 2013. Parameter fisika, kimia, dan biologi penciri habitat ikan bujuk (Channa Lucius,
Channidae). http://www.fpik.bunghatta.ac.id/request.php?380. Diakses 4 Juni 2015
pk. 21:41 WIB.
Cole, G. A. 1994. Textbook of lomnology. Waveland Press, Illinois: xii+412 hlm.
Dash, M. C. & S.P. Dash. 2009. Fundamentals of ecology 3rd ed. Tata McGraw Hill
Education Private Limited, New Delhi: xiii+563 hlm.
Hadikusumah. 2008. Variabilitas suhu dan salinitas di perairan Cisadane. Makara sains 12(2):
8288.
Lampert, W. & U. Sommer. 2007. Limnoecology: The ecology of lakes and streams. Oxford
University Press, New York: xi+335 hlm.
Michael, P. 1994. Metode ekologi untuk penyelidikan ladang dan laboratorium. Terj. dari
Ecological methods for field and laboratory investigations. UI-Press, Jakarta: xv+616
hlm.
Nontji, A. 2006. Plankton laut. LIPI Press, Jakarta: vi+248 hlm.
Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar ekologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Odum, E.P. 1993. Ecology and our endangered society. 2nd ed. Sinauers Associate, Inc.,
Sunderland: 320 hlm.
Ramadani, M. 2008. Analisi kualitas air danau maninjau sekitar keramba ikan terhadap
parameter

fisika

(suhu,

TSS)

dan

parameter

kimia

(pH,DO,BOD,COD).

http://repository.unand.ac.id/13560/. Diakses 4 Juni 2015 pk. 21:42 WIB.


Santosa Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Bogor: Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
United Phosphorus. 2015. Algae: Coelastrum, diakses dari http://www.upi-usa.com/aquaticspage/aquatic-habitat-management/coelastrum, pada 5 Juni 2015, pk. 02.46 WIB.

Anda mungkin juga menyukai