Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan

Dua per tiga bagian dari bumi merupakan daerah perairan yang kemudian membentuk
ekosistem perairan atau disebut juga ekosistem akuatik. Ekosistem akuatik terbentuk karena
adanya interaksi antara makhluk hidup akuatik dengan lingkungannya. Ekosistem akuatik
sendiri merupakan ekosistem yang memiliki substrat berupa cairan. Berdasarkan tingkat
salinitasnya ekosistem perairan dibagi menjadi ekosistem air tawar dengan tingkat salinitas
rendah yaitu kurang dari 5%, air payau dengan tingkat salinitas 5-30% dan air laut dengan
tingkat salinitas tertinggi yaitu antara 30-40% (Odum, 1998).

Ekosistem air laut dibedakan menjadi ekosistem pantai, mangrove, pasang surut
(intertidal), terumbu karang (coral reef), subtidal dan laut dalam. Sedangkan ekosistem air tawar
dibedakan menjadi lotik dan lentik. Lotik merupakan ekosistem air tawar yang airnya mengalir,
sedangkan lentik merupakan ekosistem air tawar yang airnya tergenang. Pada ekosistem lentik
terdapat organisme yang tidak pernah berubah dan tidak memiliki kemampuan adaptasi khusus
karena airnya yang tenang, tidak mengalir bahkan tidak bergelombang. Perairan tergenang atau
lentik meliputi danau, rawa, kolam, waduk dan sebagainya. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut
mengenai ekosistem lentik.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan ekosistem lentik?

2) Apa saja organisme yang terdapat pada ekosistem lentik?

3) Bagaimana siklus materi dan aliran energi yang terjadi pada ekosistem lentik?

4) Apa saja faktor-faktor pembatas pada ekosistem lentik?

1
1.3 Tujuan

1) Mengetahui ekosistem lentik dan apa saja ciri-ciri pada ekosistem tersebut.

2) Mengetahui organisme-organisme yang terdapat pada ekosistem lentik.

3) Mengetahui siklus materi dan aliran energi yang terjadi pada ekosistem lentik.

4) Mengetahui faktor-faktor pembatas pada ekosistem lentik.

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekosistem Lotik

Menurut Odum (1998), ekosistem lentik merupakan ekosistem air tawar yang airnya
tergenang dan cenderung tenang tanpa gelombang. Ciri-ciri dari ekosistem lentik antara lain:
- Ekosistem lentik mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan
perbedaan suhu
- Tidak memiliki arus sehingga organisme di dalamnya tidak membutuhkan adaptasi khusus
- Substrat dasar berupa lumpur halus
- Kadar oksigen yang terlarut tidak terlalu besar karena keadaan arusnya yang tenang
- Organisme pada ekosistem lentik cenderung beragam dan tidak berganti-ganti
- Tumbuhan yang umumnya terdapat pada ekosistem lentik berupa alga dan tumbuhan air
mengapung lainnya (Kembarawati, 2000).

2.2 Faktor Pembatas Abiotik dan Biotik


Faktor-faktor pembatas abiotik pada ekosistem lentik adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut,
waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air.
Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya.
Peningkatan suhu perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia dan evaporasi.
Selain itu, peningkatan suhu juga mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan
respirasi organisme air, selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.
Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton di perairan adalah 20-30oC. Berdasarkan suhu, ekosistem lentik dibedakan
menjadi tiga, yaitu: epilimnion (suhu pada lapisan permukaan atas), metalimnion (suhu pada
lapisan di bawah epilimnion) dan hipolimnion (suhu pada lapisan dasar).

3
b. Kedalaman
Kedalaman menjadi faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Kedalaman akan
berkorelasi dengan banyak faktor fisik dan kimiawi perairan seperti suhu, daya tembus cahaya
matahari, tekanan hidrostatik dan lain-lain.

c. Arus
Pada ekosistem lentik yang relatif dalam akan memungkinkan terjadinya arus vertikal
yaitu pergerakan air dari dasar ke permukaan atau sebaliknya. Hal tersebut karena adanya
stratifikasi suhu pada perairan tersebut. Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan
menurunnya kerapatan molekul air, air akan bergerak dari massa yang memiliki kerapatan
molekul lebih tinggi ke yang lebih rendah. Arus vertikal ini berperan sangat penting terhadap
distribusi gas terlarut, mineral, kekeruhan dan organisme planktonik.
d. Intensitas cahaya.
Intensitas cahaya matahari ke dalam perairan akan mempengaruhi produktifitas primer.
Kedalaman penetrasi cahaya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat kekeruhan,
sudut datang cahaya matahari dan intensitas cahaya matahari. Bagi organisme perairan,
intensitas cahaya yang masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan
organisme pada habitatnya. Penentuan penetrasi cahaya secara visual dengan menggunakan
secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

e. Substrat Dasar
Substrat dasar perairan dapat menjadi faktor pembatas, baik secara sendiri maupun
komulatif terhadap organisme perairan. Substrat dasar akan berpengaruh terhadap distribusi
organisme perairan. Organisme perairan secara morfologi memiliki kekhasan tertentu untuk
dapat hidup pada habitat perairan dengan tipe substrat dasar tertentu. Jenis-jenis gastropoda
banyak ditemukan pada ekosistem perairan dengan substrat dasar berbatu, hal ini karena
gastropoda memiliki kemampuan untuk melekat kuat pada substrat bebatuan dan juga
dilengkapi cangkang yang keras sehingga dapat melindungi tubuhnya apabila terjadi benturan
dengan substrat yang keras. Kelompok bivalvia dan vermes lebih banyak ditemukan pada
ekosistem perairan dengan substrat dasar berpasir atau berlumpur.

4
f. Kekeruhan (Turbiditas)
Kekeruhan air disebabkan oleh partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, garam, bahan
organik terurai, plankton dan organisme lainnya. Perairan yang tidak terlampau jernih dan tidak
terlampau keruh baik untuk kehidupan organisme perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan
adalah menurunya daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya
menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis fitoplankton.

g. pH
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan
menunjukkan apakah suasana air tersebut bereaksi asam atau basa.Air normal yang memenuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 7,5.Air dapat bersifat asam
atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam
air.Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke air akan mengubah
pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air tersebut.

h. COD (Chemical Oxygen Demand)


Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan di dalam perairan untuk
mengoksidasi senyawa kimiawi yang masuk ke dalam perairan seperti minyak,logam
berat,maupun bahan kimiawi lain.Besarnya nilai COD mengindikasikan banyaknya senyawa
kimiawi yang ada di dalam perairan dan sebaliknya rendahnya nilai COD mengindikasikan
rendahnya senyawa kimiawi yang ada di dalam perairan.Menurut Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air bahwa kadar
COD normal air adalah sebesar 50 mg/l.

i. DO (Dissolve Oxygen, Oksigen terlarut)


Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang diikat oleh molekul air. Sumber utama
DO adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan penyerapan secara langsung oksigen dari
udara melalui kontak langsung permukaan air dengan udara.Berkurangnya DO dalam suatu
perairan adalah karena terjadinya respirasi organisme perairan.Oksigen terlarut sangat penting
bagi penapasan zoobenthos dan organisme-organisme akuatik lainnya.Berdasarkan nilai DO,

5
kualitas perairan dikelompokkan menjadi empat yaitu tidak tercemar (>6,5 ppm), tercemar
ringan (4,5-6,5 ppm), tercemar sedang (2,0-4,4 ppm) dan tercemar berat (<2,0 ppm).

j. BOD (Biochemycal Oxygen Demand)


BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk
menguraikan bahan-bahan organik di dalam air.Rendahnya nilai BOD menunjukkan sedikitnya
jumlah bahan organik yang dioksidasi dan semakin bersihnya perairan dari pencemaran limbah
organik.Perairan dengan nilai BOD melebihi 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran.
Berdasarkan nilai BOD, kualitas perairan dikelompokkanmenjadi empat yaitu tidak tercemar
(>3,0 ppm), tercemar ringan (3,0-4,9 ppm), tercemar sedang (4,9-15,0 ppm) dan tercemar berat
(>15,0 ppm).

k. Salinitas
Salinitas merupakan kadar garam pada air. Ekosistem lentik memiliki tingkat salinitas
rendah yaitu kurang dari 5% atau 6-89 ppt (Odum, 1998).

Faktor-faktor pembatas biotik pada ekosistem lentik adalah sebagai berikut:

a. Jumlah Karnivora atau Predator


Ekosistem lentik memiliki kergaman organisme yang sebagian besar adalah anggota
dari kelompok Pisces. Faktor biotik karnivora pada ekosistem ini meliputi ikan ikan besar
yang makanan utamanya adalah ikan ikan kecil. Banyaknya karnivora apabila tidak seimbang
dengan jumlah ikan ikan kecil maka akan menyebabkan populasi ikan kecil semakin sedikit
dan membuat ekosistem tidak stabil.

b. Jumlah Produsen
Produsen di ekosistem perairan lentik sebagian besar berasal dari fitoplankton,
ganggang dan algae. Tumbuhan air lain seperti teratai dan eceng gondok juga dapat menjadi
produsen pada ekosistem ini. Jumlah organisme autotrof seperti tumbuhan tersebut sangat
mempengaruhi rantai makanan ekosistem ini. Apabila jumlahnya sedikit, maka proses rantai

6
makanan akan terganggu. Begitu juga apabila jumlah produsen terlalu banyak (blooming) maka
akan terjadi ketidak seimbangan rantai makanan pada ekosistem tersebut.

c. Stratifikasi Umur
Umur mementukan produktifitas di dalam suatu ekosistem. Apabila dalam suatu
ekosistem terdapat banyak makhluk hidup yang berada pada rentangan batas umur produktif,
maka ekosistem tersebut akan memiliki tingkat keanekaragaman dan peningkatan jumlah yang
tinggi. Sebaliknya jika banyak makhluk hidup di ekosistem tersebut banyak yang tidak berada
pada rentangan usia produktif, maka tingkat keanekaragaman dan peningkatan jumlahnya akan
rendah.

d. Jumlah Herbivora
Pada ekosistem lentik yang berperan sebagai herbivora adalah ikan-ikan pemakan lumut
dan ganggang, serta zooplankton. Keberadaan herbivora tersebut mempengaruhi jumlah dari
karnivora, dengan adanya herbivora maka hewan karnivora dapat tetap hidup dengan memangsa
hewan herbivora. Jika jumlah herbivora sedikit atau bahkan lebih sedikit dibandingkan dengan
karnivora, akibatnya akan terjadi penurunan jumlah karnivora karena ketidak tersediaan
makanan yang cukup pada eksistem tersebut.

e. Jumlah Parasit
Inventarisasi parasit telah dilakukan dengan metode survei pada ikan hias air tawar
yakni, ikan cupang (Betta splendens Regan), ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) dan ikan
rainbow (Melanotaenia macculochi Ogilby). Pada ikan cupang ditemukan parasit Trichodinid
(Ciliophora), Daclylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes); pada ikan gapi
ditemukan Trichodinid (Ciliophora), Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes) dan Lerneae sp.
(Crustaceae); pada ikan rainbow ditemukan parasit Trichodinid (Ciliophora), Dactylogyrus sp.,
Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes), Acanthocephala, Lerneae sp. (Crustacea) dan kista. Parasit
yang ditemukan tergolong ekto, meso dan endoparasit. Keberadaan parasit tersebut
mempengaruhi produktivitas dan jumlah organisme di ekosistem tersebut. Parasit yang
menyerang organisme akan menyebabkan tingkat kesehatan dan usianya menurun, sehingga
jumlahnya dapat menurun (Saktiyono, 2004).

7
2.3 Pembagian Wilayah Ekosistem Lentik
Pada ekosistem lentik faktor yang sangat diperhatikan adalah pembagian wilayah air
secara vertikal yang memiliki perbedaan sifat untuk setiap lapisannya. Ekosistem lentik
memiliki 4 pembagian wilayah air secara vertikal menurut penetrasi cahaya dan organisme air
di dalamnya, yaitu: litoral, limnetik, profundal dan bentik.
Pada zona litoral yang merupakan zona dangkal memiliki tingkat keanekaragaman
makhluk hidup yang sangat tinggi karena pada zona ini terdapat cukup cahaya matahari.
Produsen utama pada zona litoral adalah tumbuhan berakar yang mengapung seperti Eichornia
crassipes dan Hydrilla verticillata, juga tumbuhan paku-pakuan seperti Equisetum sp. dan
Azolla sp. serta tumbuhan yang tidak berakar seperti fitoplankton dan ganggang. Konsumen
primernya meliputi beberapa larva serangga air seperti larva Coleoptera dan Hemiptera, serta
kecebong. Sedangkan konsumen sekundernya meliputi jenis Crustaceae yang berukuran besar,
Platyhelminthes, Oligochaeta, Molusca, Amphibi, Pisces dan sebagainya.

8
Pada zone limnetik yang merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih
dapat ditembus sinar matahari, produsernya meliputi fitoplankton dan ganggang yang terapung
bebas. Konsumen primernya meliputi zooplankton dan nekton (plankton yang berenang secara
aktif). Sedangkan konsumen sekundernya meliputi Crustaceae mikroskopik yang terapung
bebas, Copepoda, Rotifera dan beberapa jenis ikan.

Pada zona profundal yang merupakan zona dalam yang tidak dapat ditembus cahaya,
banyak dihuni oleh jenis-jenis bakteri, fungi, cacing darah (meliputi larva Chironomidae) dan
Annelida, serta jenis-jenis kerang kecil seperti anggota famili Sphaeridae atau Chaoboras
(Corethra). Pada zona ini, tidak ditemukan tumbuhan laut karena sedikitnya intensitas cahaya.
Sehingga organisme yang hidup hanya konsumen dan pengurai.
Terakhir adalah zona bentik yang dihuni bentos dan sisa-sisa organisme mati. Pada zona ini,
cahaya tidak dapat menembus sama sekali (Kembarawati, 2000).

9
Gambar 1. Pembagian zona pada ekosistem lentik

2.4 Siklus Materi Ekosistem Lentik


Pada ekosistem lentik, siklus materi dibagi menjadi 3, yaitu: siklus hidrologi (siklus air),
siklus udara (Oksigen, Karbon Dioksida dan Nitrogen) serta siklus sedimen (sulfur, fosfor dan
logam berat).

1. Siklus Hidrologi (siklus air)

Air merupakan substrat utama dari ekosistem perairan. Air yang ada mengalami siklus yang
disebut dengan siklus hidrologi. Air yang ada di perairan (dalam ekosistem lentik yang
dimaksud perairan adalah danau, rawa, waduk dan kolam) mengalami evaporasi membentuk
awan. Sedangkan air yang ada pada tumbuhan juga akan mengalami transpirasi ke udara
membentuk awan. Ketika awan sudah jenuh dengan kandungan air, maka terjadi presipitasi,
yaitu turunnya bintik-bintik air ke bumi dalam bentuk hujan, salju dan es. Hujan yang turun ke
tanah akan meresap dan menjadi air tanah. Selain turun ke tanah, air juga dapat langsung turun
ke wilayah perairan membentuk danau, waduk, rawa, kolam dan sebagainya untuk kemudian
kembali mengalami evaporasi.

10
Gambar 2. Siklus Hidrologi

2. Siklus Udara -
- Siklus Oksigen dan Karbon Dioksida.
Pada ekosistem lentik juga terdapat aliran O2 dan CO2 seperti pada ekosistem lain. Pada
ekosistem lentik, CO2 dijumpai dalam 4 bentuk, yaitu: CO2 gas bebas, asam karbonat (HCO3),
asam bikarbonat (H2CO3-) dan karbonat (CO32). CO2 yang terdapat di atmosfer maupun CO2
yang terurai dari asam karbonat (HCO3), asam bikarbonat (HCO3-) maupun karbonat (CO32)
mengalami difusi dan agitasi ke dalam air. CO2 yang terlarut dalam air dibutuhkan oleh
tanaman air berklorofil serta fitoplankton untuk fotosintesis, energi yang dihasilkan dari proses
fotosintesis menjadi satu di dalam senyawa organik yang dihasilkan oleh tumbuhan yang
kemudian digunakan oleh konsumen sebagai sumber energi. Selain energi, hasil sampingan dari
fotosintesis adalah O2 yang kemudian akan digunakan oleh tumbuhan itu sendiri ataupun
organisme lain untuk proses respirasi. Hasil dari respirasi berupa CO2 yang kembali digunakan
oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Selain 4 bentuk CO2 tersebut, Tumbuhan juga
memperoleh CO2 dari pembusukan organisme oleh dekomposer dalam periode waktu yang
lama (Ramli, 1989).

11
Gambar 3. Siklus Oksigen dan Karbon Dioksida
- Siklus Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur makro yang dibutuhkan organisme untuk pembentukan
protein. Meskipun komposisi nitrogen pada atmosfer mencapai 80%, namun tumbuh-tumbuhan
baik di darat maupun di perairan tidak dapat memanfaatkannya secara langsung. Nitrogen di
udara akan berikatan dengan oksigen membentuk NO2, Selanjutnya NO2 yang berikatan
dengan air hujan akan membentuk senyawa HNO2 (asam nitrat). Melalui hujan yang turun di
wilayah ekosistem perairan, asam nitrat masuk ke air dan bereaksi dengan oksida dan karbonat-
karbonat logam menjadi garam nitrat dan garam nitrit yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Tumbuhan juga mendapat asupan nitrogen dari kotoran hewan air yang mengandung amoniak
(NH3). Selain mendapatkan energi dari tumbuhan, konsumen juga memperoleh senyawa
nitrogen dari tumbuhan untuk mensintesis protein dalam tubuhnya. Hewan yang memperoleh
senyawa nitrogen dari makanannya akan mengeluarkan senyawa nitrogen tersebut ke
lingkungan dalam bentuk amonia (NH3). Dengan demikian nitrogen di alam akan terus berputar
(Saktiyono, 2004).

12
Gambar 4. Siklus Nitrogen
3. Siklus Sedimen -
Siklus Sulfur
Sulfur merupakan unsur makro yang dibutuhkan organisme dan merupakan bagian
utama dari beberapa asam amino pembentuk protein. Sulfur dapat diabsorbsi dalam bentuk ion
negatif yaitu ion sulfat (SO4). Ion sulfat ini akan diabsorbsi oleh fitoplankton yang merupakan
produsen bagi konsumen akuatik. Ion sulfat yang masuk ke tubuh konsumen dalam bentuk
makanan berfungsi sebagai pembentuk protein. Apabila organisme akuatik ini mati,
dekomposer akan menghancurkan persenyawaan organik sulfur menjadi hidrogen sulfida (H2S)
pada sedimen-sedimen dasar perairan. Berbagai jenis bakteri sulfur kemudian mengoksidasi
hidrogen sulfida kembali menjadi ion-ion sulfat dan daur ini kembali seperti semula (Saktiyono,
2004).

13
Gambar 5. Siklus Sulfur
- Siklus Fosfor
Fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting dalam pembantukan asam nukleat
dan asam ribonukleat. Kedua asam nukleat tersebut berisikan kode genetik yang bertanggung
jawab terhadap sifat organisme. Fosfor diabsorbsi dalam bentuk ion negatif yaitu ion difosfat
(H2PO42-). Ion difosfat ini akan diabsorbsi oleh tumbuhan akuatik dan fitoplankton yang
kemudian mengalami proses sintesis menjadi DNA, RNA dan ATP. Selain mengalami proses
sintesis, tumbuhan akuatik dan fitoplankton juga mengalami proses asimilasi pembentukan
senyawa organik. Senyawa organik yang terbentuk di dalam tubuh tumbuhan akuatik maupun
fitoplankton ini kemudian dimakan oleh konsumen. Konsumen akan menguluarkan fosfat
melalui kotorannya. Kotoran organisme yang mengandung fosfat tersebut akan mengendap di
dasar air. Secara perlahan-lahan fosfat akan mengalami pelapukan dan erosi. Fosfat-fosfat
tersebut dibebaskan ke dalam ekosfer untuk kemudian diabsorbsi kembali oleh tumbuhan
akuatik maupun fitoplankton (Saktiyono, 2004).

- Siklus Logam Berat (Merkuri)


Ada beberapa anggota logam berat yang dapat mengalami siklus, tetapi yang banyak
terjadi di ekosistem perairan adalah siklus merkuri (Hg) karena zatnya yang berupa cairan.
Merkuri merupakan persenyawaan yang terdapat pada ginjal dan hati vertebrata. Namun
merkuri dalam bentuk persenyawaan metil-merkuri dapat membahayan organisme karena dapat

14
menurunkan kemampuan kerja sistem saraf pusat. Merkuri memasuki atmosfer dalam bentuk
gas dan partikel yang terbentuk karena proses alam seperti aktivitas gunung berapi, selain itu
dapat juga terbentuk karena kativitas manusia seperti pembakaran minyak atau penggunaan
pestisida. Merkuri kembali ke alam dibawa oleh hujan yang kemudian mencemari wilayah
daratan maupun perairan. Pada wilayah perairan merkuri berbahaya ini akan diserap oleh
fitoplankton seperti dinoflagellata dan diatomae yang kemudian dimakan zooplankton yang
berperan sebagai konsumen. Zooplankton akan dimakan konsumen tingkat II seperti Copepoda.
Konsumen tingkat II akan mengakumulasikan metil merkuri sehingga kensentrasinya semakin
lama semakin meningkat. Konsumen tingkat II akan dimakan oleh konsumen selanjutnya
sehingga terbentuklah rantai makanan. Jika organisme ini mati, maka dekomposer akan
menguraikan senyawa metil-merkuri dalam tubuh organisme tersebut sehingga merkuri kembali
bebas ke alam. Begitu seterusnya sehingga membentuk aliran energi (Ramli, 1989).

2.5 Macam-Macam Ekosistem Lentik

Berikut ini macam-macam dari ekosistem lentik:

1) Danau
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa
meter persegi hingga ratusan meter persegi. Danau berdasarkan produksi materi organik-nya,
dibedakan menjadi :
Danau Oligotropik merupakan sebutan untuk danau yang dalam dan kekurangan makanan,
karena fitoplankton di daerah limnetik tidak produktif. Ciri-cirinya, airnya jernih sekali, dihuni
oleh sedikit organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun. Danau
oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materi-materi organik yang
masuk dan mengendap. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya
dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau
dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang
atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan
suplai oksigen di danau tersebut. Pengkayaan danau seperti ini disebut "eutrofikasi". Eutrofikasi
membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau.

15
Danau Eutropik merupakan sebutan untuk danau yang dangkal dan kaya akan kandungan
makanan, karena fitoplankton sangat produktif. Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat
bermacam-macam organisme, dan oksigen terdapat di daerah profundal (Ramli, 1989).
Klasifikasi danau menurut geomorfologinya adalah sebagai berikut :
Danau Tektonik
Danau Vulkanik
Danau Longsoran
Danau Glasial
Danau Sungai
Danau Solusi

2) Rawa
Rawa air tawar menurut Irwan (2007) adalah ekosistem dengan habitat yang sering
digenangi air tawar yang kaya mineral dengan pH sekitar 6 dengan kondisi permukaan air yang
tidak tetap, adakalanya naik atau adakalanya turun, bahkan suatu ketika dapat pula
mengering.Lahan rawa merupakan lahan basah, atau wetland, yang terbentuk baik secara
alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak (static) atau mengalir. Air tawar, payau,
maupun air asin.
Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara
sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), karena menempati posisi peralihan
antara sistem perairan dan daratan maka lahan ini sepanjang tahun tergenang dangkal dan selalu
jenuh air. Dalam kondisi alami, sebelum di buka untuk lahan pertanian, lahan rawa ditumbuhi
berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan rushes), vegetasi semak
maupun kayu-kayuan.
Berdasarkan pengaruh pasang surut air, rawa dibagi menjadi 3 (tiga) zona, yaitu:
Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asin atau payau
Zona II : Wilayah rawa pasang surut air tawar
Zona Ill : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut

16
3) Kolam
Menurut Irawan (2007) kolam merupakan ekosistem air tergenang yang dangkal dan
kaya akan vegetasi. Kolam pada dasarnya dibedakan menjadi kolam alami dan kolam buatan.
Kolam alami dapat ditinggali hewan-hewan seluruh filum invertebrata. Sedangkan kolam
buatan hanya ditinggali hewan-hewan yang dikehendaki saja.
Kolam dapat dibagi atas :
1. Kolam berasal dari danau yang luas.

2. Kolam yang tidak berhubungan dengan danau, ukurannya kecil.

3. Kolam buatan manusia

Berdasarkan musim, kolam dapat di bedakan atas :


1. Kolam sementara : hanya ada pada waktu adaair sementara di waktu lain menjadi kering.

2. Kolam permanen : berisi air sepanjang tahun.

4) Waduk
Waduk merupakan perairan menggenang akibat pembendungan beberapa sungai secara
sengaja untuk kepentingan tertentu.Waduk merupakan salah satu contoh ekosistem lentik
buatan yang dibuat untuk berbagai tujuan yaitu sebagai pencegah banjir, pembangkit tenaga
listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi pertanian, untuk kegiatan perikanan baik perikanan
tangkap maupun budidaya karamba dan untuk kegiatan pariwisata. Waduk menerima masukan
air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai ini mengandung bahan
organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk (Wiadnya,et al.,1993).
Menurut Brahmana(1993), waduk dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan status mutu airnya,
yaitu:
a. WadukOligotrofik adalah waduk yang kandungan nutrien dan produktivitasnya sedang.
Waduk dengan status trofik tersebut sangat cocok untuk perikanan.
b. Waduk eutrofik adalah waduk yang kandungan nutrient dan produktivitasnya tinggi.Waduk
dengan status trofik tersebut cocok untuk perikanan dan irigasi.
c. Waduk hipereutrofik adalah waduk yang mengandung banyak material humus,kandungan
oksigennya rendah dan jumlah spesies ganggang sedikit.Waduk dengan status trofik tersebut
hanya cocok untuk irigasi.

17
Berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologinya waduk dibagi menjadi tiga zona yaitu:
a. Zona mengalir cenderung mempunyai arus yang cukup deras,waktu tinggal (residence time)
pendek, ketersediaan hara tinggi (allochtonous),serta penetrasi cahaya minimal yang umumnya
membatasi produktivitas primer. Termasuk lingkungan aerobik karena zona ini umumnya
dangkal meskipun degradasi bahan organik membutuhkan oksigen yang signifikan.
b. Zona transisi memiliki intensitas cahaya lebih tinggi sehingga cukup untuk mendukung
produksi primer dan produksi bahan organik melebihi dekomposisi.

c. Zona menggenang terletak di kawasan waduk dengan intensitas cahaya tinggi,arus bergerak
vertikal,waktu tinggal lama (Brahmana, 1993).

18
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
- Ekosistem lentik merupakan salah satu ekosistem air tawar yang airnya tergenang dan
cenderung tenang tanpa gelombang. Contoh dari ekosistem lentik, yaitu: danau, waduk, kolam
dan rawa.
- Organisme yang hidup pada ekosistem lentik umumnya tidak membutuhkan adaptasi khusus
karena airnya yang cenderung tenang. Selain itu, organisme pada ekosistem lentik tidak pernah
berubah-ubah hal ini dikarenakan faktor air yang tergenang bukan mengalir.
- Berdasarkan intensitas cahaya yang dapat menembus ke dalam air, ekosistem lentik dibedakan
menjadi 4 zona, yaitu: zona litoral, zona limnetik, zona profundal dan zona bentik.
- Faktor-faktor pembatas yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup dalam ekosistem
lentik antara lain: suhu, intensitas cahaya, arus air, kekeruhan air dan tingkat salinitas air.
- Berdasarkan suhunya ekosistem lentik dibagi menjadi 3, yaitu: epilimnion (suhu lapisan
pemukaan), metalimnion (suhu lapisan di bawah epilimnion) dan hypolimnion (suhu lapisan
dasar).
- Ekosistem lentik merupakan bagian dari ekosistem air tawar sehingga tingkat salinitas airnya
sangat rendah yaitu kurang dari 5%.

19
DAFTAR PUSTAKA
Brahmana, Moelyo,M, Rahayu,S. 1993. Eutrofikasi Waduk Saguling, Jurnal litbang
Pengairan 8 (28). Bandung: Puslitbang Pengairan.
Irwan, Djamal. 2007. Prinsip-Prinsip Ekosistem Lingkungan dan Pelaksanaannya. Medan :
USU Press.
Kembarawati. 2000. Penentuan Faktor Biotik-abiotik lingkungan perairan. Online.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2149486-ekosistem-faktor-biotik-dan-
faktor. Diakses 06 September 2013.
Odum, E.P. 1998.Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan Derektoral Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Saktiyono. 2004. Sains Biologi. Jakarta : Erlangga.
Wiadnya,D.G.,SutiniL.,dan Lelono T.F.1993.Manajemen Sumberdaya Perairan Dengan Kasus
Perikanan Tangkap di Jawa Timur.Malang: Fakultas Perikanan.Universitas Brawijaya.

20

Anda mungkin juga menyukai