Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia mempunyai lahan rawa seluas 33,40 juta hektar yang terdiri atas rawa
pasang surut dan rawa lebak dan umumnya tersebar di Pulau Sumatera, jawa, Kalimantan dan
Papua. Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau
musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika,
kimiawi dan biologis. rawa juga dapat diartikan semua macam tanah berlumpur yang terbuat
secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara
permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat
air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah
gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga
disebut "pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau
pencemaran lingkungan alam.
Dengan alasan itulah dilaksanakan praktikum biota dan lingkungan pada ekosistem
rawa atau lentik. Rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan
hidup dan lain-lain, sehingga rawa tersebut perlu dipelajari agar dapat mengetahui
komponen-komponen di rawa serta mengetahui apa saja unsur-unsur dominan yang terdapat
di rawa.

B. Tujuan Praktikum :
1. Mengenali karakteristik ekosistem.
2. Menguasai teknik pengambilan dan analisis sampel.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Rawa merupakan istilah yang digunakan untuk semua lahan basah yang senantiasa
memiliki kepekaan tergenang air, baik pada kurun waktu tertentu maupun sepanjang tahun,
bervegetasi, baik yang berair tawar, asin maupun payau, berhutan maupun ditumbuhi
tanaman semak. Berdasarkan sumber airnya, ekosistem rawa di Indonesia dapat dibedakan
menjadi rawa pasang surut dan rawa non pasang surut. Rawa pasang surut meliputi rawa-
rawa pesisir yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan rawa non pasang surut meliputi
rawa-rawa pedalaman yang tidak dipengaruhi pasang surut air laut. Berdasarkan vegetasinya,
rawa dapat dibedakan menjadi rawa berhutan dan rawa tak berhutan, atau bahkan
berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, misalnya rawa bakau, rawa nipah dan rawa rumput
(Irwan, 1997).
Rawa pening merupakan salah satu rawa yang ada di wilayah Kabupaten Semarang
dengan luas genangan kurang lebih 2020 ha. Rawa pening terletak pada ketinggian kurang
lebih 463 meter dpl, dan berada di antara wilayah Kecamatan Banyubiru, Ambarawa, Bawen
dan Tuntang. Pemanfaatan Rawa pening selain untuk perikanan, juga untuk kegiatan irigasi,
wisata dan pembangkit tenaga listrik. Ekosistem rawa ini termasuk ekosistem air tenang
(letik) berbeda dengan hutan rawa gambut, yaitu tidak terdapatnya kandungan gambut yang
tebal dan sumber airnya berasal dari air hujan dan air sungai. Ekosistem yang ada di rawa
condong ke arah ekosistem yang subur, fluktuasi ketinggian air dapat menjaga stabilitas dan
fertilitas air. Nutrisi yang terlarut dalam air meningkatkan produktivitas. Bila terjadi
pendangkalan, maka rawa cenderung untuk ditumbuhi vegetasi berkayu. Oleh karena itu
peranan manusia penting didalam mengendalikan pendangkalan rawa (Arika, 2005).
Luas genangan Rawa pening sekitar 24,5 persen atau 613 hektar ditumbuhi eceng
gondok dan gulma lainnya. Luasan tutupan eceng gondok ini lebih luas lagi karena
kemampuan berkembangnya 2,6 kali lipat lebih cepat di perairan bebas, hal ini menyebabkan
nelayan semakin sulit mencari ikan karena laju perahu terhambat eceng gondok. Penetrasi
cahaya ke perairan terhambat dan populasi ikan menjadi menurun karena konsentrasi oksigen
menurun. Akan tetapi sedimentasi akibat gulma air bisa dijadikan pupuk yang diambil dari
dasar danau. Gulma air secara ekologis berperan sebagi tempat berlindung dari fauna-fauna
dibawahnya dan sebagai penyerap logam berat sehingga ekosistem rawa tersebut dapat
mengurangi bahan pencemar (Arika, 2005).
Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi
air tawar yang kaya akan mineral dengan pH sekitar 6, kondisi permukaan air tidak selalu
tetap. Ekosistem air tawar berupa rawa memiliki habitat dengan ciri-cirinya adalah variasi
temperatur atau suhu rendah, kadar garam rendah, penetrasi cahaya yang kurang, dipengaruhi
iklim dan cuaca di sekitar, dan memiliki tumbuhan tumbuhan tingkat tinggi (dikotil dan
monokotil), tumbuhan tingkat rendah (alga, jamur, gulma, ganggang hijau) yang berfungsi
sebagai produsen, serta memiliki ikan air tawar yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan
protein hewani (Irwan, 1997).
Komponen pembentuk ekosistem rawa ini terdiri dari abiotik dan biotik. Abiotik atau
komponen tak hidup adalah komponen fisik dan kimia yang berupa medium atau substrat
tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen abiotik dapat
berupa suhu, air, garam, cahaya matahari, tanah dan batu, serta iklim. Komponen biotik atau
disebut dengan komponen hidup adalah suatu komponen yang menyusun suatu ekosistem
selain komponen abiotik (tidak bernyawa) (Irwan, 1997).
Menurut penelitian tentang plankton di Rawa pening menyebutkan bahwa
fitoplankton lebih banyak ditemukan di bagian permukan dan tengah . hal ini karena
fitoplankton suka terhadap cahaya untuk proses fotosintesis. Sedangkan zooplankton lebih
banyak ditemukan pada semua kedalaman air, karena mereka memiliki kemampuan untuk
bergerak. Organisme di Rawa pening misalnya Caridina laevis Heller (Udang air tawar) dan
ikan nila. Pertumbuhan ikan misalnya sangat tergantung pada ketersediaan pakannya
khususnya pakan alami. Pakan alami merupakan pakan hidup bagi larva ikan yang mencakup
fitoplankton, zooplankton, perifiton, dan bentos (Arika, 2005).
Pada ekosistem ini, maka terbentuklah suatu rantai makanan. Rantai makanan adalah
peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai
makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai konsumen, dan produsen. Rantai
makanan ini dimulai dari gulma atau lumut sebagai peghasil atau produsen yang dapat
dimakan oleh komponen heterotrof berupa ikan nila. Pakan Alami dapat mempercepat
pertumbuhan ikan nila, seperti pitoplankton dan zooplankton. Selain itu ikan nila adalah jenis
ikan pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora). Komponen heterotrof yang mati diuraikan oleh
dekomposer yang ada di air tawar berupa cacing dengan bantuan sinar matahari membentuk
komponen baru autotrof seperti gulma. Keberadaan dekomposer sangat penting dalam
ekosistem. Hewan atau tumbuhan yang telah mati akan diuraikan oleh dekomposer dan
dikembalikan ke tanah menjadi unsur hara (zat anorganik) yang penting bagi pertumbuhan
tumbuhan. Aktivitas pengurai juga menghasilkan gas karbondioksida yang penting bagi
fotosintesis. Proses rantai makanan ini selalu berjalan untuk mempertahankan kehidupan
pada ekositem air rawa. Akan tetapi, siklus dalam rantai makanan dapat berjalan seimbang
apabila semua komponen tersedia. Apabila salah satu komponen didalamnya tidak ada maka
akan terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan dalam rantai makanan tersebut
(Susanto, 2000).
Tujuan dari pengambilan sampel / contoh adalah untuk mengumpulkan sebagian
material / bahan dalam volume yang cukup kecil yang mewakili material / bahan yang akan
diperiksa secara tepat / teliti untuk dapat dibawa dengan mudah dan diperiksa di
laboratorium. Sampel air yang diambil harus dalam keadaan steril. Hal ini dimaksudkan agar
air yang diambil mengandung bakteri yang murni berasal dari air tersebut, sehingga
diperlukan teknik- teknik pengambilan air sampel yang benar.

Faktor-faktor pembatas abiotik pada ekosistem lentik adalah sebagai berikut:


a. Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut,
waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air.
Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya.
Peningkatan suhu perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia dan
evaporasi. Selain itu, peningkatan suhu juga mengakibatkan peningkatan kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air, selanjutnya mengakibatkan peningkatan
konsumsi oksigen. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan
adalah 20-30oC. Berdasarkan suhu, ekosistem lentik dibedakan menjadi tiga, yaitu:
epilimnion (suhu pada lapisan permukaan atas), metalimnion (suhu pada lapisan di bawah
epilimnion) dan hipolimnion (suhu pada lapisan dasar).

b.Kedalaman
Kecerahan merupakan penyerapan yang dihasilkan dari kilauan sasaran penglihatan.
Pengukuran kecerahan ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk.Nilai
kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, dan padatan tersuspensi serta
ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Kondisi kecerahan pada kolam
yang hendak digunakan untuk pemeliharaan ikan adalah lebih besar dari 10% penetrasi
cahaya sampai dasar perairan (Susanto, 2002). Kecerahan yang mendukung untuk kehidupan
organisme akuatik adalah > 45 cm (Asmawi, 1983).
c. Intensitas cahaya

Intensitas cahaya matahari ke dalam perairan akan mempengaruhi produktifitas primer.


Kedalaman penetrasi cahaya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat
kekeruhan, sudut datang cahaya matahari dan intensitas cahaya matahari. Bagi organisme
perairan, intensitas cahaya yang masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang akan
mendukung kehidupan organisme pada habitatnya. Penentuan penetrasi cahaya secara
visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

d. pH

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan
menunjukkan apakah suasana air tersebut bereaksi asam atau basa.Air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 – 7,5.Air
dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya
konsentrasi ion hidrogen di dalam air.Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan
industri yang dibuang ke air akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat
mengganggu kehidupan organisme di dalam air tersebut.

e. DO (Dissolve Oxygen, Oksigen terlarut)

Oksigen terlarut merupakan jumlah oksigen yang diikat oleh molekul air. Sumber utama
DO adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan penyerapan secara langsung oksigen
dari udara melalui kontak langsung permukaan air dengan udara.Berkurangnya DO dalam
suatu perairan adalah karena terjadinya respirasi organisme perairan.Oksigen terlarut
sangat penting bagi penapasan zoobenthos dan organisme-organisme akuatik
lainnya.Berdasarkan nilai DO, kualitas perairan dikelompokkan menjadi empat yaitu
tidak tercemar (>6,5 ppm), tercemar ringan (4,5-6,5 ppm), tercemar sedang (2,0-4,4 ppm)
dan tercemar berat (<2,0 ppm).

Faktor-faktor pembatas abiotik pada ekosistem lentik adalah sebagai berikut:


a. Jumlah Karnivora atau Predator

Ekosistem lentik memiliki kergaman organisme yang sebagian besar adalah anggota dari
kelompok Pisces. Faktor biotik karnivora pada ekosistem ini meliputi ikan – ikan besar
yang makanan utamanya adalah ikan – ikan kecil. Banyaknya karnivora apabila tidak
seimbang dengan jumlah ikan – ikan kecil maka akan menyebabkan populasi ikan kecil
semakin sedikit dan membuat ekosistem tidak stabil.
b. Jumlah Produsen

Produsen di ekosistem perairan lentik sebagian besar berasal dari fitoplankton, ganggang
dan algae. Tumbuhan air lain seperti teratai dan eceng gondok juga dapat menjadi
produsen pada ekosistem ini. Jumlah organisme autotrof seperti tumbuhan tersebut sangat
mempengaruhi rantai makanan ekosistem ini. Apabila jumlahnya sedikit, maka proses
rantai makanan akan terganggu. Begitu juga apabila jumlah produsen terlalu banyak
(blooming) maka akan terjadi ketidak seimbangan rantai makanan pada ekosistem
tersebut.

c. Jumlah Herbivora

Pada ekosistem lentik yang berperan sebagai herbivora adalah ikan-ikan pemakan lumut
dan ganggang, serta zooplankton. Keberadaan herbivora tersebut mempengaruhi jumlah
dari karnivora, dengan adanya herbivora maka hewan karnivora dapat tetap hidup dengan
memangsa hewan herbivora. Jika jumlah herbivora sedikit atau bahkan lebih sedikit
dibandingkan dengan karnivora, akibatnya akan terjadi penurunan jumlah karnivora
karena ketidak tersediaan makanan yang cukup pada eksistem tersebut.

d. Jumlah Parasit

Inventarisasi parasit telah dilakukan dengan metode survei pada ikan hias air tawar yakni,
ikan cupang (Betta splendens Regan), ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) dan ikan
rainbow (Melanotaenia macculochi Ogilby). Pada ikan cupang ditemukan parasit
Trichodinid (Ciliophora), Daclylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes); pada
ikan gapi ditemukan Trichodinid (Ciliophora), Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes) dan
Lerneae sp. (Crustaceae); pada ikan rainbow ditemukan parasit Trichodinid (Ciliophora),
Dactylogyrus
sp., Gyrodactylus sp. (Platyhelminthes), Acanthocephala, Lerneae sp. (Crustacea) dan
kista. Parasit yang ditemukan tergolong ekto, meso dan endoparasit. Keberadaan parasit
tersebut mempengaruhi produktivitas dan jumlah organisme di ekosistem tersebut. Parasit
yang menyerang organisme akan menyebabkan tingkat kesehatan dan usianya menurun,
sehingga jumlahnya dapat menurun (Saktiyono, 2004).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat :
1. Termometer
2. Kertas pH
3. Botol sampel air
4. Labu Erlenmeyer
5. Pipet tetes
6. Kertas label
7. Van Dorn Sampler
8. Grabb
9. Plastik UV
10. Kantong plastik
11. Secchi Disk
12. DO Kit
13. Injektor
14. Toples kecil untuk sample
15.
B. Bahan :
1. MnSO4
2. H2SO4
3. NaOH-NaI
4. Na2S2O3
5. Amilum
6. Alkohol
7. Air (Sampel)
3.3 LANGKAH KERJA
Pengukuran DO
Diambil 40 mL sampel dan dituangkan ke dalam Erlenmeyer.

Ditambahkan 8 tetes larutan MnSO4.

Ditambah 8 tetes NaOH-NaI.

Digojok sampai larutan berwarna kuning kecokelatan.

Ditambahkan 8 tetes H2SO4 dan 8,8 mL sample.

Didiamkan selama 15 menit.

Dititrasi dengan larutan N2S2O3 hingga kuning pucat.

Ditambahkan 3 tetes amilum 1 %.

Dititrasi dengan larutan N2S2O3 hingga jernih.

Pengukuran Nitrat
Diambil 5 ml masing-masing sampel (Pinggir 1, tengah, pinggir 2).

Ditambahkan 2 sendok NO3- Kemudian dihomogenkan selama 5 menit.

Ditambahkan 2 sendok NO3- Kemudian dihomogenkan selama 5 menit.

Dicatat besar kandungan Nitrat yang tertera di kertas ukur dengan membandingkan
warna yang terbentuk dengan warna pada kertas ukur
Pengukuran Phosphat
Diambil 5 ml masing-masing sampel

Ditambahkan 5 tetes PO4-, kemudian dihomogenkan selama 2 menit

Dicatat kandungan Phosphat yang tertera di kertas ukur dengan


membandingkan warna yang terbentuk dengan warna pada kertas ukur

Pengukuran Kecerahan

Disiapkan alat untuk pengukuran kecerahan air yaitu Secchi disk. Kemudian
dimasukkan Secci disk ke dalam air.

Pertama, dimasukkan Saccidisc hingga warna hitam pada Saccidisc tidak


terlihat. Diberi tanda pada tali Saccidisc kemudian diukur menggunakan
meteran berapa kedalaman yang didapat.

Kedua, dimasukkan kembali Saccidisc ke dalam air hingga warna putih pada
Saccidisc tidak terlihat. Diberi tanda pada tali Saccidisc kemudian diukur
menggunakan meteran berapa kedalaman yang didapat.

Dicatat hasil pengukuran yang didapat. Jumlahkan kedua hasil tersebut dan
dibagi dua untuk mendapatkan kedalaman zona tengah.

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 HASIL

Parameter RAWA PENING Rata - Rata


Lokasi Perairan Lokasi
Enceng Terbuka Hydrila
Gondok
Fisikawi Suhu 24o C 28o C 29o C 27oC
Kecerahan 89 cm 0,6 m 1,18 m 0,89 m
Kedalaman 3,41 m 3,89 m 1,95 m 1,027 m
Kimawi pH 6–7 7 7 7
DO Permukaan 1,6 ppm 22,4 ppm 15,68 ppm 4,408 ppm
DO Tengah 2,24 ppm 20 ppm 14 ppm 4,026 ppm
Nitrat 75 – 100 50 50 50
Phospat 0 – 0,25 0 – 0,25 0 – 0,25 0,25
Biologi Nekton Ikan Gabus Channa Striata
Ikan Mujair Oreochromis mossambicus
Ikan Nila Oreochromis niloticus
Ikan Toman Channa micropeltes
Siput Air Tawar Lymnea javanica
Makrofita Enceng Gondok Eichhornia crassipes
Kangkung Air Ipomoea aquatica Forks
Lumut

Lokasi Enceng Perairan Terbuka Lokasi Hydrila Rata -


Gondok Rata
Plankton P T D P T D P T D

Pediastrum boryanum 1 1
Gloeocapsa 42 20 3
Nitzchia sp 4 1 1
Nitzchia capitalia 10
Cyanophyta 6 2 5
Synedra flugens 20 8 1
Crhoococcus dispersus 6 16
Flagilaria capuciana 18 1
Mougeotia sp 6
Microspora 2 4 2
Oocystis 6 10
Spiadima 10 8 1
Oscilatoria 12 1
Agmenllum 3 1 1
Anagytis 6
Rivularia 1 1
Tribonema 6
Tabrllaria 3 1
P. Simplex Meyen 3 9
Dactylococcpsis 2
Streblonema 25 5 8
Spirogyra 10 5
Calanodia sp 1 1
Coleodnaete Scutata de 1
Brebision
Conchaecissa plinthina 2 1
P = Permukaam

T = Tengah

D = Dalam

4.2 PEMBAHASAN

Danau Rawapening merupakan ekosistem yang relative tertutup dengan Sungai Tuntang
sebagai pintu air keluar (outlet) danau. Dibandingkan dengan ekosistem lenthik (sungai), maka pada
ekosistem lotik (danau) memiliki waktu tinggal yang lebih lama. Air yang tersimpan di danau hanya
0,009% dari total air keseluruhan dengan waktu tinggal air cukup singkat yaitu 6-7 tahun (Wetzel, 2001).
Namun iklim, vegetasi, topografi, geologi, pemanfaatan lahan dan karakteristik tanah
sangat mempengaruhi waktu tinggal ini. Danau Rawapening mempunyai fungsi sebagai irigasi
pertanian, perikanan, pembangkit listrik tenahga air, dan pariwisata . keberadaan dan
manfaat danau ini telah dirasakan penduduk sekitar sebagai sumber mata pencaharian.
Namun seiring dengan perkembangan industry dan perkotaan, telah memberikan dampak
nyata pada Danau Rawapening yaitu problem eutrofikasi. Hal ini dpat dilihat dari tidak
terkontrolnya tumbuhan air, khususnya enceng gondok (Eichomia crassipes). Dari aspek
limnologis, hal ini mempercepat proses pendangkalan danau, api disisi social dan
ekonomi, memberikan penghasilan tambahan dengna dihasilkannya barang-barnag
bebahasn dasar encenng gondok. Pertumbuhan yang tidak terkontrol ini menyebabkan
penutupan permukaan perairan yang memicu munculnya pulau teapung, pendangkalan
danau akibat terperangkapnya sedimen di akar tanaman, dan terakumulasinya
seresah/busukan enceng gondok di dasar perairan.

a. Parameter Fisika
Berdasarkan parameter fisika dapat diketahui bahwa suhu setiap zona berbeda-
beda, pada zona enceng gondok 24oC, perairan terbuka 28oC, dan lokasi Hydrilla
29oC, sehingga didaptkan suhu rata-rata dari ketiga zona baik zona eceng gondok,
perairan terbuka, maupun zona Hydrilla yaitu 27oC . perbedaan suhu dari masing-
masing zona tidak jauh berbeda disebabkan salh satunya Karen waktu pengukuran di
ketiga lokasi tidak persis sama. Akan tetapi kisaran suhu ini masih dalam batas yang
layak untuk kehidupan hewan makrobhentos, adapun suhu yang baik untuk
organisme perairan adalah berkisar antara 25oC – 30oC. Kecerahan merupakan
parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada suatu ekosistem
perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang
jauh ke dalam perairan. Tingkat kecerahan perairan dapat menunjukkan smapai
sejauh mana penetrasi cahaya matahari menembus kolom perairan. Pada zona enceng
gondok tingakt kecerahan 89 cm, perairan tebuka 0,6 m, dan lokasi Hydrila 1,18 m,
ini menunjukkan bahwa tingkat kecerahan dipengaruhi kekeruhan perairan, semakin
tinggi kekeruhan perairan, maka akan semakin rendah penetrasi cahaya yang
menembus kolom air, sehingga tingkat kecerahan semakin rendah. Kekeruhan
(turbidity ) air sangat berpengaruh terhadap ikan. Kekeruhan terjadi karena plankton,
humus dan suspensi lumpur, tau bisa juga diakibatkan oleh suspensi hidroksida besi.
Kekeruhan perairan dapat menghambat pertumbuhan ikan budidaya baik langsung
maupun tidak langsung. Kecerahan di Rawa Pening ini kurang dari 2 meter. Perairan dengan
kecerahan kurang dari 2 meter termasuk kategori eutrofik. Rendahnya kecerahan ini karena
tingginya partikel-partikel tersuspensi dalam badan air (diindikasikan oleh turbiditas).
Partikel ini berasal dari busukan tumbuhan air seperti eceng gondok dan Hydrilla, ataupun
sedimen yang terbawa masuk ke badan air. Kedalaman dan kecerahan merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, karena kecerahan juga dipengaruhi oleh kedalaman.
Kedalaman perairan berpengaruh terhadap jumlah cahaya matahari yang masuk dan
mencapai dasar perairan. Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas
air di Rawapening. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan
dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih
dari 3 m dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih dari
dasar jaring berdasarkan hasil data yang diperoleh kedalaman pada lokasi enceng
gondok mencapai 3,41 m, perairan terbuka 3,89 m, dan lokasi Hydrilla 1,95 m. dari
ketiga zona tersebut tingat kedalaman paling tinggi berda di perairan tebuka.

b. Parameter Kimia
Hasil pengukuran derajat keasaman pada ketiga lokasi menunjukkan nilai pH
dari ketiga zona rata-rata 7. Ini menandakan bahwa kisaran pH tersebut berada dalam
atas yang layak bagi kehidupan organisme perairan yaitu 6,6 – 8,5. Nilai DO pada
lokasi penelitian yang terbuka, tidak ada tumbuhan airnya memiliki kandungan
oksigen terlarut (DO) yang tinggi baik di permukaan maupun tengah yaitu 22,4 ppm,
dan 20 ppm, sementara pada lokasi enceng gondok dan lokasi Hydrilla kandungan
DOnya masing-masing 1,6 ppm, 2,24 ppm dan 15,68 ppm, 14 ppm. Kemungkinan
rendahanya DO tersebut berkaitamn dengan peningkatan aktivitas dekomposisi
sehingga meningkatkan laju metabolisme konsumsi oksigen terlarut oleh
dekomposer. Eutrofikasi adalah proses pengkayaan perairan, terutama oleh Nitrogen dan
Fosfor, tetapi juga elemen lainnya seperti silikon, potassium, calcium dan mangaan yang
menyebabkan pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air yang dikenal dengan istilah
blooming. Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tumbuhan dan algae. Nitrat nitrogen
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Danau Rawa Pening memiliki nilai
nitrat berkisar antara 50-100 mg/l. Dari hasil pengukuran tersebut maka kandungan
nitrat tidak melebihi ambang baku mutu air berdasarkan PP No. 28 tahun 2001 yakni
tidak melebihi 10 mg/l. Fosfat (PO4) merupakan bentuk fosfor yang berfungsi sebagai
unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi
faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta mempengaruhi tingkat
produktivitas perairan nilai fosfat yang didapatkan dari ketiga zona yaitu berkisar
antara 0 – 0,25. Artinya bahwa kandungan fosfat yang terdapat di Rawapening
termasuk tinggi, dilihat dari banyaknya tanaman dan ganggang yang tumbuh.
Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan
ekosistem perairan. Apabila kadar fosfat dalam air rendah (,0,01 mg P/L),
pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan ini disebut oligotrop.
Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang
tidak terbatas lagi (keadaan eutrop), sehinga dapat mengurangi jumlah oksigen
terlarut air, hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan. Batas
optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/L.
c. Parameter Biologi
Dari sisi biologi,,diketahui bahwa ada beberapa nekton yang terdapat pada
perairan rawa pening, yakni ikan gabus, ikan mujair, ikan nila, ikan toman, dan siput
air tawar, kemudian disusul dengan makrofita yakni eceng gondok, kangkung air,
lumut. Selanjutnya terdapat pula begitu banyak jenis plankton yang ada pada perairan
rawa pening seperti yang tercantum dalam hasil dan masing-masing ada di tiga zona
yakni zona enceng gondok, zona perairan terbuka, dan zona hydrilla. Pada zona
enceng gondok hampir semua jenis plankton yang ada mendominasi bagian
permukaan air, itu disebabkan karena plankton merupakan tumbuhan yang hidupnya
mengapung atau melayang tidak melawan arus yang menempati zona pelagik
samudera, laut, atau air tawar. Meskipun berukuran relatif sangat kecil plankton
memiliki peranan ekologis sangat penting. Penting karena mereka membentuk dasar
dari jaring makanan air. Artinya, plankton adalah sumber makanan penting bagi
organisme akuatik lainnya (seperti ikan) yang hidup di lingkungan air tawar dan laut.
Tapi jika pertumbuhannya tidak terkendali akan merugikan Kemudian di bagian
tengah hanya ada 4 jenis plankton dan bagian dalam sama sekali tidak ada jenis
plankton bisa saja dimungkinan karena plankton tidak dapat hidup menyelam
didalam air dan pada dasarnya bahwa plankton hidupnya mengapung di atas
permukaan air. Selanjutnya pada zona perairan terbuka hanya ada 10 jenis plankon
yang diketahui juga hidup di permukaan perairan terbuka, bisa saja karena perairan
terbuka tidak terlindung sehingga pada saat ada arus mengalami turbulensi. Akibat
turbulensi ini, perairan terbuka mengalami gangguan terhadap stabilitas substrat
dimana partikel substrat dapat teraduk dan tersuspensi kembali, selain itu juga
menyebabkan berkurangya intensitas cahaya matahari yang masuk akibat air yang
keruh sehingga mempengaruhi produktivitas pada perairan tersebut, dan otomatis
berpengaruh pula pada keberadaan plankton karena plankton tidak melawan arus
sehingga pada saat terjadi arus maka plankton akan berpindah lewat arus tersebut
sehingga pada perairan terbuka tidak di temukan begitu banyak jenis plankton,
melainkan hanya beberapa jenis saja. Pada bagian tengah hanya terdapat 4 jenis
plankton, dan bagjian dalam tidak ditemukan adanya plankton. Zona yang terahir
yaitu zona hydrilla, lokasi dimana tumbuh jenis tanaman air yang hanya terdiri dari
satu spesies yang disebut dengan Hydrilla, Pada bagian permukaan hanya terdapat 11
jenis plankton yang diketahui, kemudian pada bagian tengah dan dalam tidak
didapatkan adanya jenis plankton. Tidak ditemukannya jenis plankton pada bagian
tengah dan dalam kemungkinan bisa saja dipengaruhi oleh tumbuhan Hydrilla ini,
karena Hydrilla merupakan tanaman produktif dalam air yang dapat tumbuh dengan
cepat dan dapat berkembang dalam air dari beberapa sentimeter sampai 20 meter,
sehingga tidak terdapat adanya jenis plankton. Dapat di simpulkan bahwa zona yang
memiliki hampir semua jenis plankton yang diketahui adalah zona enceng gondok.

Pada praktikum kali ini didapatkan data yang berbeda dari tiga zona perairan yang
diamati. Data yang didapatkan dikelompokkan menjadi data scara fisikawi, kimiawi, dan
biologi. Secara fisikawi kelompok kami mengukur suhu, kecerahan dan kedalaman dari rawa
pening. Secara kimiawi kelompok kami mengukur pH, DO pada permukaan air rawa pening,
DO pada tengah permukaan air rawa pening, nitrat yang terkandung dalam air pada rawa
pening, dan phospat yang terkandung dalam air pada rawa pening. Secara biologi kami
mencari adanya nekton, makrofita, dan plankton. Pada masing-masing makhluk hidup yang
kita amati secara biologi memiliki jumlah yang beragam. Dapat dihasilkan hasil yang
beragam dari praktikum ini adalah keadaan air yang berbeda-beda walaupun pada satu lokasi
pengamatan.

Pada pengukuran suhu yang kami dapatkan dari zona perairan enceng gondok, zona
perairan terbuka, dan zona perairan hidrila didapatkan hasil yang beragam. Suhu pada zona
perairan enceng gondok ini didapati bersuhu 24oC. Suhu pada zona perairan terbuka didapati
bersuhu 28o C. Suhu pada zona hidrila didapati bersuhu 29 oC. Suhu yang berbeda-beda ini
disebabkan karena perbedaan cahaya matahari yang dapat masuk dan menembus kedalam air.
Pada suhu perairan enceng gondok (24oC) ini bisa dibilang lebih rendah dari zona perairan
terbuka dan zona perairan hidrila dikarenakan cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam
air dengan baik karena terhalang enceng gondok yang bergerombol dalam jumlah banyak.
Secara otomatis jika matahari tidak dapat masuk ke dalam air suhu air itu sendiri lebih rendah
dari zona perairan dimana matahari dapat masuk langsung ke dalam air. Pada zona perairan
terbuka dan zona perairan hidrila didapatkan hasil yang tidak beda jauh dikarenakan sinar
matahari masih dapat masuk ke dalam air dan mempengaruhi suhu di air sehingga suhu air
lebih tinggi dari zona perairan enceng gondok.

Pada pengukuran kecerahan pada tiga zona perairan di rawa pening ini mendapatkan
hasil yang berbeda-beda. Pada zona perairan enceng gondok 89 cm, pada zona perairan
terbuka 0,6 meter, dan pada zona perairan hidrila 1,18m. perbedaan kecerahan pada ketiga
zona ini dikarenakan perbedaan cahaya matahari yang masuk . jadi Kecerahan dan
kekeruhan air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang masuk
kedalam perairan atau disebut juga dengan intensitas cahaya matahari. Cahaya matahari
didalam air berfungsi terutama untuk kegiatan asimilasi fito/tanaman didalam air,. Oleh
karena itu daya tembus cahaya kedalam air sangat menentukan tingkat kesuburan air. Dengan
diketahuinya intensitas cahaya pada berbagai kedalaman tertentu, kita dapat mengetahui
sampai dimanakah masih ada kemungkinan terjadinya proses asimilasi didalam air.
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari
didalam air dapat dilakukan dengan menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan
untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah
cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada intensitas cahaya
matahari yang masuk kedalam permukaan air dan daya perambatan cahaya didalam air.
Masuknya cahaya matahari kedalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity).
Sedangkan kekeruhan menggambarkan tentang sifat optic yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat didalam
perairan. Faktor faktor yang menyebabkan bisa

a. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur sb)

b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton

c. Warna air

Pada pengukuran kedalaman pada tiga zona perairan di rawa pening ini mendapatkan
hasil yang berbeda-beda pula. Zona perairan enceng gondok 3,41m, zona perairan terbuka
3,89m, dan pada zona perairan hidrila 1,95m. Perbedaan kedalaman ini dikarenakan adanya
sedimentasi yang berbeda-beda pada tiap lokasi. Pada zona perairan hidrila kedalamannya
bisa dikatakan jauh lebih dangkal daripada zona peraira terbuka dan zona perairan enceng
gondok karena sedimentasi yang ada pada zona perairan hidrila lebih banyak. Karena zona
perairan hidrila dekat dengan lokasi pelabuhan perahu dan lokasi wisata maka tanah-tanah
yang ada pada sekitar lokasi turun dan mengendap pada zona hidrila. Sedangkan pada zona
perairan terbuka dan enceng gondok kedalamannya sendiri dapat dikatakan jauh lebih dalam
dari zona perairan hidrila karena pada zona ini endapan lumpur lebih sedikit karena
cenderung berlokasi lebih jauh dari pelabuhan perahu dan tempat wisata
Pada pengukuran pH, pH yang didapatkan dari ketiga zona sama, pada perairan
enceng gondok pH 6-7, pada perairan terbuka pH 7, dan pada perairan hidrila pH 7. Keadaan
pH yang netral yaitu pH 7 ini menunjukkan bahwa keadaan rawa pening ini berair netral dan
tidak asam ataupun basa.

Pada pengukuran DO permukaan air rawa pening dan DO tengah air rawa pening ini
mendapatkan hasil yang berbeda. DO permukaan air rawa pening ini pada zona perairan
enceng gondok 1,6ppm, pada zona perairan terbuka 22,4 ppm, dan pada zona perairan hidrila
15,68ppm. DO tengah air rawa pening ini pada zona perairan enceng gondok 2,24ppm, pada
zona perairan terbuka 20ppm, dan pada zona perairan hidrila 14ppm. DO yang didapatkan
antara satu perairan dengan perairan yang lainnya dikarenakan perbedaan tanaman yang ada
serta perbedaan makhluh yang hidup di tiap tiap zona

Pada pengukuran nitrat, zona enceng gondok memiliki hasil yang berbeda dari zona
perairan terbuka dan zona perairan hidrila. Zona enceng gondok 75-100 sedangkan zona
perairan terbuka dan zona perairan hidrila 50. Hal ini disebabkan karena sifat nitrat yang
stabil , juga perbedaan jumlah penyerapan nitrat oleh makrofita atau tumbuhan air .

Pada pengukuran phospat hasil yang didapatkan dari ketiga zona perairan yang
diamati ini sama yaitu 0,25. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan masukan fosfat dari
kegiatan pertanian,peternakan , keramba jaring apung . Serta perbedaan proses biogeokimia
yang terkandung dalam rawa pening itu sendiri .

Pada praktikum kali ini menurut kelompok kami jika dilihat secara kasat mata
keadaan rawa pening yang terletak di daerah Salatiga cukup bersih dari sampah sampah
plastik atau bisa dikatakan juga tidak tercemar oleh limbah plastic, diketahui juga kondisi
rawa pening yang terawat dengan baik. Namun jika melihat dari keberadaan tumbuhan-
tumbuhan yang ada pada rawa pening ini kondisi rawa pening ini mengalami eutrofikasi yaitu
kelebihan nutrisi yang bisa saja berasal dari pupuk tanaman yang ada di sekitar rawa pening
yang berlebihan lalu hanyut bersama dengan air dan masuk ke dalam rawa pening. Dari
pupuk itu sendiri mengandung berbagai macam organic yang dapat menyebabkan
eutrofikasi.

Pada praktikum ini daerah rawa pening ini terbagi menjadi beberapa zona. Beberapa
zona tersebut adalah zona perairan eceng gondok, zona perairan hidrila dan zona perairan
bebas. Pada zona perairan enceng gondok ditemukan banyak enceng gondok yang
mengapung dan menggerombol pada suatu titik yang menandakan bahwa keberadaan air
disana mengalami eutrofikasi atau kelebihan nutrient. Posisi zona perairan enceng gondok ini
sendiri tidak pasti tempatnya tetapi pada praktikum ini diketahui posisi zona perairan enceng
gondok berada pada sisi kiri dari tempat berlabuhnya perahu. Pada zona perairan hidrila
ditemukan banyak sekali hidrila yang berada pada permukaan air rawa pening ini.
Keberadaan hidrila ini juga bisa sebagai penanda bahwa air pada rawa tersebut mengalami
eutrofikasi atau kelebihan nutrisi. Sama seperti enceng gondok, hidrila juga merupakan
tanaman yang ada karena adanya eutrofikasi atau kelebihan nutrisi. Hidrila ini kita jumpai
pada zona perairan di dekat pelabuhan perahu. Pada zona perairan bebas ini tidak ditemukan
adanya enceng gondok maupun hidrila yang menandakan air yang ada pada zona perairan
bebas ini tidak mengalami eutrofikasi atau kelebihan nutrisi.

Perlu diketahui salah satu faktor penyebab cepatnya pertumbuhan eceng gondok
adalah air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama kaya akan potasium, fosfat dan
nitrogen.Jadi bisa disimpulkan bahwa rawa ini banyak mengandung potassium, fosfat, dan
nitrogen . Adanya eceng gondok pada suatu rawa membawa dampak buruk bagi perairan
Karena pertumbuhan yang begitu cepat tumbuhan ini bisa menutupi seluruh perairan,
akibatnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam air akan semakin berkurang dan tingkat ke-
larutan oksigen pun akan berkurang.Juga eceng gondok merusak lingkungan disekitar dan
menjadi penyebab kedangkalan, itu karena Eceng Gondok yang sudah mati akan menumpuk
sedikit demi sedikit ke permukaan, sehingga seiring berjalannya waktu perairan-pun akan
menjadi dangkal . Mengganggu Lalu Lintas di Perairan , Bagi para nelayan tumbuhan Eceng
Gondok sangat mengganggu sekali, karena perahu mereka sering terjebak dan sulit untuk
bergerak. Meningkatnya Habitat Baru karena Dengan semakin bertambah banyak tumbuhan
Eceng Gondok, membuat banyak habita-habita baru yang akan bermunculan. Dilain sisi juga
bisa menjadi faktor penyebab timbulnya penyakit. Eceng gondok juga bisa Merusak
Keindahan Perairan , kalau pada daratan Eceng Gondok ini seperti rumput liar, cuma bedanya
Eceng Gondok ini tumbuh di perairan, untuk itu perlu adanya penanganan, supaya perairan
tetap terlihat indah. Selain dampak buruk eceng gondok juga membawa dampak baik
contohnya tumbuhan eceng gondok bisa menyerap logam berat yang terdapat pada perairan .
Juga Dari hasil penelitian, Eceng Gondok ini kaya akan asam humat yang menghasilkan
senyawa fitohara yang berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan akar pada tanaman, selain
itu juga mengandung asam triterpenoid, sianida, alkaloid dan kaya akan kalsium. Dengan
begitu Eceng Gondong sangat memungkinkan untuk dijadikan pupuk organik. Pupuk organik
Eceng Gondok bisa dimanfaatkan untuk jenis sayuran seperti bayam, wortel,cabe, terong dan
buah-buahan.

Pada zona perairan hidrila dapat disimpulkan bahwa hidrilia dapat tumbuh
dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor tersebut adalah terdapat intensitas cahaya
yang cukup karena laju fotosintesis akan berjalan dengan maksimum ketika terdapat banyak
cahaya, konsentrasi karbon dioksida yang cukup pada perairan karena semakin banyak
karbon dioksida maka semakin banyak jumlah bahan yang dapat digunakan hidrila untuk
melangsungkan fotosintesis, suhu yang baik atau suhu yang sesuai dengan enzim yang
bekerja pada proses fotosintesis karena enzim akan bekerja pada suhu optimalnya, kadar air
yang baik karena jika kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup dan
akan menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis, dan
yang terakhir adalah kadar fotosintat (hasil fotosintesis) jika kadar fotosintat seperti
karbohidrat berkurang maka laju fotosintesis akan naik dan jika kadar fotosintat bertambah
atau bahkan sampai jenuh laju fotosintesis akan berkurang.dari factor-faktor yang sudah
dijelaskan ini menunjukkan bahwa hidrila dapat berfotosintesis . Factor lain yang
menyebabkan adanya tumbuhan hidrila pada rawa pening ini adalah eutrofikasi. Eutrofikasi
adalah keadaan dimana tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan
yang normal karena terdapat pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang
berlebihan ke dalam ekosistem air. Dapat disimpulkan bahwa air di rawa pening mengandung
nutrient yang berlebih.

Pada zona perairan bebas , tidak ditemukan hidrila dan eceng gondok . Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada zona ini tidak banyak terkandung nutrien yang tinggi, potasium,
fosfat dan nitrogen. Sedangkan yang bisa diketahui dari tidak adanya tumbuhan hidrila terjadi
karena tidak terkandungnya nutrient berlebih pada zona ini .

Solusi yang kelompok kami dapat berikan untuk danau rawa pening :

 Mengadakan kegiatan pengelolaan dan pengurangan sampah


 Limbah dari rumah tangga berupa sisa cucian agar tidak dialirkan ke danau,kalaupun
harus,gunakan sabun atau deterjen yang ramah lingkungan yakni yang terbuat dari
bahan-bahan alami
 Masyarakat mengurangi membuang sampah seperti obat-obatan kimiawi karena
senyawa kimia yang terkandung di dalamnya berpotensi dalam mengontaminasi air
danau
 Mengadakan pemisahan sampah organik dan non-organik di tempat pembuangan
akhir agar tidak menimbulkan senyawa kimia oleh bakterial yang dapat merusak
ekologi air danau
 Menggalang kegiatan pengelolaan limbah rumah tangga dengan mengalirkan saluran
pembuangan limbah ke tempat yang jauh dari sumber air danau
 Mengurangi kegiatan budidaya di sekitar danau yang dapat mengalih fungsikan
danau
 Melakukan pengendalian terhadap pertumbuhan gulma air di sekitar danau yang
berlebihan karena dapat mempengaruhi air danau baik secara kualitas dan kuantitas.
Jenis pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan mekanik dan biologis yang
tentunya ramah lingkungan (yang tidak menimbulkan pencemaran air)
 Jika ingin menjadikan danau sebagai daerah wisata maka hal yang perlu diperhatikan
yakni perencanaan yang bijak dan memikirkan secara jangka panjang. Perencanaan
yang baik akan menghindari kerusakan lingkungan sekitar danau dengan tidak hanya
mengutamakan kepentingan untuk mendapatkan keuntungan namun danau tetap
terjaga seperti mengadakan rambu-rambu bagi pengunjung yang ingin berwisata
sehingga tetap terkontrol pengelolaan danau
 Mengadakan proses penertiban pengawasan,perizinan bila danau digunakan sebagai
sarana transportasi air yakni penggunaan perahu bermotor yang tentu saja sisa bahan
bakarnya dapat mencemari air danau
 Mengadakan pengawasan secara intensif pada penangkapan ikan di danau yang
dapat merusak ekosistem seperti menggunakan racun, bahan peledak dan zat kimia
lain. Selain membuat ikan punah juga dapat mencemari air
 Mencanangkan penertiban pembangunan di sekitar danau
 Melibatkan masyarakat dalam pelestarian danau dengan mengadakan kegiatan yang
bisa menyadarkan masyarakat betapa pentingnya menjaga kelestarian danau seperti
mengadakan seminar kemasyarakatan yang menghadirkan pakar atau ilmuwan yang
mengetahi seluk-beluk dan hasil penelitiannya sehingga masyarakat mengenali
masalah yang dapat merusak danau dan cara menanganinya
 Meningkatkan hubungan secara rutin antara instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam program perlindungan danau
 Pengembangan dan peningkatan kesadaran bagi masyarakat dan pengelola danau
akan pentingnya danau
 Mengatur susunan prioritas dalam mengendalikan dan memulihkan kerusakan yang
terjadi pada ekosistem danau
 Pedoman pengelolaan danau selalu dikembangkan dari waktu ke waktu
 Pemerintah dapat membentuk kelompok atau komunitas tertentu dari masyarakat
untuk peduli danau lalu pemerintah sendiri memfasilitasi mereka. Tak terlupa
koordinasi antar komunitas ,komunitas dan pemerintah daerah tetap dijaga
 Menertibkan budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA)
 Mengadakan pengukuran dan inventarisasi danau
 Penyusunan sistem perizinan penggunaan danau baik untuk sarana transportasi,
pemanfaatan sumber daya danau maupun sarana wisata alam
 Para generasi seperti pelajar diberi pemahaman tentang kelestarian danau dan
menggalang sebuah kegiatan dalam pelestarian danau atau memasukkan ke
kurikulum pendidikan tentang pentingnya pelestarian danau.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Arika, Y. 2005. Rawapening dan Berubahnya Ekosistem. http://www.
Kompas.Com/kompas-cetak/0505/27/tanah air/1767459.html. [11 desember 2016].
Irwan D. 1997. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem & Komunitas Lingkungan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta : Kanisius.

Susanto, R.2002. Penerapan Pertanian Organik, kanisius, Yogyakarta.

Asmawi, Suhaili. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Jakarta: Gramedia.

Saktiyono, 2004, IPA Biologi SMA dan MTs Untuk Kelas VIII, Jilid 2, Esis, PT. Gelora
Aksara Pratama, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Wetzel, R.G. 2001. Limnology. 4th. W. B. Saunders. Co. Philadelphia. Pensylvania.


BAB V

KESIMPULAN

Dilihat dari data diatas pada lokasi enceng gondok, perairan terbuka, dan hydrilla.
Perbedaan suhunya tidak jauh berbeda. Nilai pH di enceng gondok, perairan terbuka, dan
hydrilla berkisaran 6 – 7.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa distribusi nilai konsentrasi nitrat, fosfat
dalam perairan Rawa pening pada zona enceng gondok, perairan terbuka, hydrilla
menunjukkan kecenderungan yang sama. Dilihat dari nilai kecerahan.

Komposisi di Rawa Pening didominansi oleh Gloeocapsa. Komposisi tersebut


menunjukkan bahwa di perairan Rawa Pening sedikit tercemar serta pertanda telah terjadi
eutrofikasi yang terindikasi dari adanya Gloeocapsa tersebut. Karena Gloeocapsa dapat
menagkap nitrogen menjadi ammonia untuk diggunakan tumbuhan sebagai bahan untuk
mensintesis senyawa organik (asam amino) sehingga dapat menyuburkan tanah. Oleh sebab
itu terjadi pendangkalan serta suburnya enceng. Kriteria kesuburan perairan Rawa Pening
berdasarkan kemelimpahan fitoplankton dan kualitas air adalah eutrofik menuju ke
hipereutrofik (status trofik air rawa yang mengandung unsurhara dengan kadar tinggi).
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTA dan LINGKUNGAN

EKOSISTEM LENTIK

OLEH :

PEREMPDITA W. K (31160001)

NOVIANTI BARLIN (31160017)

MARIA SETIYO C. (31160037)

AGNES HELLEN (31160069)

JEAN JECK Q.D.B (31160025)

JONLY L. (31160041)

EUNIKE SONIA H. (31160059)

ANTONIUS ADHYMAS P. (31160071)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS BIOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2016

Anda mungkin juga menyukai