Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI PERAIRAN

NAMA : FIKRI HARDIANSYAH


NIM : 165080600111036
KELOMPOK : 43
ASISTEN : DIMA YUSROTUL HIDAYAH

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Kasry dan Fajri (2012), Perairan umum adalah perairan di

permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi oleh air, baik air

tawar, air payau, maupun air laut, mulai dari garis pasang terendah ke arah daratan

dan air tersebut terbentuk secara alami maupun buatan. Perairan umum tersebut

diantaranya adalah perairan sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya.

Sekitar 75% dari permukaan bumi ditutupi perairan, terutama perairan asin.

Sedangkan sisanya adalah perairan tawar dan perairan payau. Ekologi perairan

adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang ada dalam perairan

dengan lingkungan perairan tersebut. Air merupakan kebutuhan mutlak bagi

makhluk hidup, termasuk plankton, benthos dan nekton.


Menururt Iriadi, et al. (2015), Kualitas perairan danau yang semakin menurun

akibat terjadinya pencemaran, akan mengganggu kehidupan banyak spesies di

perairan termasuk jenis endemic. Evaluasi status keberlanjutan pengendalian

pencemaran perairan danau harus memperhatikan beberapa aspek terutama

ekologi. Hal ini disebabkan karena danau merupakan sebuah ekosistem yang

dipengaruhi oleh banyak komponen dalam proses pencemaran yang terjadi. Ekologi

sendiri berarti lingkungan, dalam lingkungan ini terjadi hubungan antar organisme.

Hubungan ini yang terkadang saling mempengaruhi satu sama lain


Menurut Suryono, et al. (2014), bahan pencemar yang masuk ke dalam

ekosistem akuatik cenderung terakumulasi dan berikatan di sedimen. Logam berat

merupakan salah satu bahan kontaminasi toksik yang sering dikaji dalam penelitian

toksisitas sedimen. Bahan polutan yang ada di perairan akan terpapar ke biota

akuatik akibat perubahan sifat kimia dan fisika perairan, sehingga baik langsung

maupun tidak dapat mengancam kesehatan manusia maupun hewan predator lain
dan secara umum dapat menurunkan integritas ekologi perairan. Pengaruh dari

perairan ini sangat berpengaruh terhadap organisme yang hidup didalamnya.

Hubungan ini sangat mempengaruhi organisme baik secara langsung maupun

secara tidak langsung.


Ekologi perairan adalah cabang ilmu yang memperlajari tentang hubungan

timbal balik makhluk hidup perairan dengan lingkungannya. Lingkungan sangatlah

memiliki peran penting dalam kelangsungan kehidupan biota perairan. Dalam

ekosistem perairan, sangat dibutuhkan keseimbangan antara makhluk hidup beserta

lingkungannya. Tercemarnya suatu perairan dapat mempengaruhi kualitas hidup

biota perairan itu sendiri. Ekologi perairan adalah kajian yang akan membahas

secara detail mengenai hubungan timbal balik yang dilakukan oleh makhluk hidup
beserta lingkungannya.
1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melatih dan meningkatkan

kemampuan mahasiswa dalam:

1. Untuk mengetahui hasil pengukuran parameter fisika yang

mempengaruhi perairan Sumberrawan


2. Untuk mengetahui hasil pengukuran parameter kimia yang

mempengaruhi perairan Sumberrawan


3. Untuk mengetahui hasil pengukuran parameter biologi yang

mempengaruhi perairan Sumberrawan


4. Untuk menentukan kualitas perairan Sumberrawan berdasarkan hasil
pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi
1.3 Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari kegiatan praktikum ini adalah:
1. Mengenalkan sekaligus menumbuhkan rasa empati mahasiswa terhadap

ekosistem sungai dan ekosistem kolam


2. Meningkatkan kemampuan teknis dalam mengukur parameter fisika, kimia

dan biologi.
3. Bagi peneliti atau lembaga ilmiah, sebagi sumber informasi keilmuan dan

dasar untuk penulisan ataupun penilitian lebih lanjut berkaitan dengan


ekosistem sungai dan ekosistem kolam.
1.4 Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum ekologi perairan shift 1 dilakukan dua kali yaitu

praktikum lapang dan laboratorium. Praktikum lapang ekologi perairan

dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2017 pukul: 06.00-11.30 WIB di mata air

Sumberawan Kec. Singosari, Kab. Malang, sedangkan praktikum laboratorium

ekologi perairan dilaksanakan di Laboratorium Hidrobiologi Divisi Lingkungan

dan Bioteknologi Perairan Gedung C Lantai 1 Fakutas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.


2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekologi Perairan
Menurut Bizzy (2015), ekologi atau ilmu lingkungan merupakan ekspresi dari

adanya dinamika fisiologi mahluk hidup atau mahluk hidup berinteraksi dengan

lingkungannya. Ilmuwan sangat tertarik dengan ilmu lingkungan khususnya perairan.

Hal itu disebabkan karena adanya kerusakan hutan akibat aktivitas penebangan liar

dan banyaknya kawasan hutan yang telah berubah fungsi menjadi lahan

perkebunan. Salah satunya telah menyebabkan tingginya laju erosi di bagian hulu

yang berdampak pada tingginya sedimentasi di bagian hilir aliran sungai. Sehingga

akan mengancam mahluk hidup di sekitarnya dan juga berdampak tingginya biaya

menormalisasi sungai tersebut.


Menurut Spurgeon (2004) dalam Taryati, et al. (2012), ekologi adalah ilmu

yang mempelajari makhluk hidup dengan lingkungan alamnya. Lingkungan alam

yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang hidup dan tidak hidup (tanah, air,

udara, atau kimia-fisika) yang ada di sekitar makhluk hidup. Ekologi perairan adalah

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan yang ada di

sekitarnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa manusia hidup di dunia ini tidak

sendirian tetapi berdampingan dengan makhluk lain. Manusia merupakan bagian

dari lingkungannya, dan selalu berhubungan dengan alam sekitarnya.


Ekologi perairan merupakan ilmu yang fokus dalam mempelajari mengenai

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi

perairan, terdapat beberapa parameter fisika dan kimia yang berperan penting

diperairan. Parameter fisika dalam ekologi perairan meliputi suhu, arus, kecerahan

dan lain lain. Parameter kimia meliputi salinitas, DO, kandungan nutrient di perairan
dan sebagainya. Manusia selalu hidup berdampingan dengan alam sekitarnya.

2.2 Ciri-Ciri Ekologi Sungai


Menurut E. P Odum (1988) dalam Sihombing (2013) ciri-ciri ekologi sungai

yaitu:

1. Ekosistem yang mengalir atau biasanya disebut dengan lotic yang

merupakan bagian dari habitat air tawar.


2. Aliran air tawar yang bersumber alamiah di daratan yang mengalir

menuju dan bermuara di danau, laut atau samudra.


3. Terdapat perbedaan kondisi fisik, biologi dan juga kimia yang

berlangsung secara terus menerus.


4. Dihuni oleh berbagai macam hewan dan tumbuhan yang telah

beradaptasi dengan kondisi aliran air.

Menurut Faza (2012), ciri-ciri ekologi sungai yaitu:

1. Sungai memiliki tiga bagian, yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan

bagian hilir. Bagian hulu merupakan daerah pegunungan yang

mempunyai cukup ketinggian dari permukaan dengan substrat batu.

Hulu merupakan zona antara ekosistem daratan dengan ekosistem

perairan.
2. Bagian hulu memiliki kecepatan aliran yang lebih besar dari pada di

daerah hilir. Bagian hilir mempunyai substrat permukaan berupa

endapan pasir halus, endapan organik, dan jenis endapan lainnya. Alur

sungai bagian hilir berkelok-kelok.


3. Menyediakan relung biologi yang melimpah terhadap organism-

organisme akuatik. Daerah di bawah batu pada dasar perairan terdapat

tempat yang gelap untuk bersembunyi bagi organism akuatik yang

kecil, sedangkan pada permukaan atas batu yang terpapar cahaya

matahari merupakan tempat bagi alga.


4. Energi yang mengalir di dalam sungai terutama diperoleh dari daratan

di sekitar sungai. Energi yang diperoleh merupakan materi organik

aloktonus ke dalam air dari daratan yang digunakan oleh organisme


akuatik. Substansi yang dihasilkan dari proses dekomposisi tidak

tersedia untuk organism produsen, karena substansi tersebut terbawa

ke dasar perairan akibat dari arus yang mengalir. Namun, substansi

tersebut dapat digunakan oleh organisme bentik.

Sungai adalah perairan tawar yang mengalir mengikuti pergerakan arus

dengan membawa unsur hara dari dasar perairan. Pada sungai terdapat perbedaan

fisik,biologi,dan juga kimia yang terus berubah. Air sungai mengalir dari bagian hulu

ke hilir. Aliran air sungai yang berada di hulu biasanya memilki kecepatan arus yang

lebih deras. Sungai merupakan tempat hidup bagi biota perairan, selain itu sungai

juga menjadi sumber minum bagi hewan.

2.3 Ciri-Ciri Ekologi Kolam

Kolam merupakan badan air tergenang buatan manusia yang memiliki ciri

ekologis hampir sama dengan danau. Kolam dibangun sebagai sarana budidaya

berbagai macam jenis ikan dengan sumber air umumnya berasal dari waduk atau

sungai yang dialirkan ke kolam-kolam melalui saluran irigasi, baik yang dibangun

khusus untuk mengairi kolam, maupun saluran irigasi yang dibangun untuk

mememuhi kebutuhan air bagi lahan pertanian secara umum. Tingkat produktifitas

kolam antara lain ditentukan oleh faktor lingkungan, terutama kesesuaian kualitas air

yang digunakan untuk mengairinya. Kualitas air pada sumbernya (sungai dan

saluran irigasi) maupun yang telah digunakan sebagai media budidaya ikan di petak-

petak kolam, yang mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu. Fluktuasi tersebut dapat

terjadi baik sebagai akibat dari kondisi eksternal harian yang berhubungan dengan

cahaya matahari, iklim dan cuaca, juga dapat diakibatkan secara in situ oleh

faktorfaktor operasional kegiatan budidaya itu sendiri seperti pemberian makanan

dan tindakan operasional lainnya (Ningsih, et al., 2013).


Menurut Hasibuan dan Syafriadiman (2013), deskriptif karakteristik tanah

kolam digambarkan melalui pendekatan sifat fisika dan kimiawinya. Diantaranya

kandungan air tanah, berat volume tanah kering, warna tanah (Munsell color chart),

pH tanah kering, berat jenis tanah, bahan organik tanah dan N total tanah. Analisis

karakteristik sifat fisika kimia tanah dasar kolam merupakan perangkat terbaik dalam

mengelola budidaya. Penerapan kapur terhadap peningkatan pH dan kebutuhan

kapur yang optimum dalam meningkatkan kesuburan kolam. Pengelolaan tanah

dasar kolam sebagai media tumbuh pakan alami, dan kajian ini secara komprehensif

masih sangat jarang dilakukan.

Kolam adalah wadah tergenangnya air buatan manusia yang berfungsi untuk

melakukan berbagai macam budidaya. Kolam memiliki ekologi yang hamper sama

dengan danau. Kolam dalam konteks ini dapat dibagi menjadi kolam beton dan

kolam tradisional. Kolam beton/kolam modern lebih mudah dalam perawatan

budidaya dan memiliki ekosistem yang lebih sederhana. Kolam tradisional memiliki

ekosistem yang lebih rinci karena unsur hara yang dihasilkan lebih banyak dari

tanah yang berada didasar.


2.4 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang

terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (out flow).

Penguapan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Uap yang dihasilkan mengalami

kondensasi dan dipadatkan membentuk awan yang nantinya kembali menjadi air

dan turun sebagai presipitasi. Sebelum tiba di permukaan bumi presipitasi tersebut

sebagian langsung menguap ke udara, sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan

(intersepsi) dan sebagian mencapai permukaan tanah. Air yang sampai ke

permukaan tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian lagi mengisi cekungan-

cekungan di permukaan tanah kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah (run

off), masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanannya, sebagian

air akan mengalami penguapan. Air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan

keluar lagi menuju sungai yang disebut dengan aliran antara (interflow), sebagian

akan turun dan masuk ke dalam air tanah yang sedikit demi sedikit dan masuk ke

dalam sungai sebagai aliran bawah tanah (ground water flow) (Perdana, 2015).

Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air ke udara yang kemudian jatuh

ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya

mengalir ke laut kembali. Siklus hidrologi, digambarkan dalam dua daur, yang

pertama adalah daur pendek, yaitu hujan yang jatuh dari langit langsung ke

permukaan laut, danau, sungai yang kemudian langsung mengalir kembali ke laut.

Siklus yang kedua adalah siklus panjang, ditandai dengan tidak adanya

keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Siklus kedua ini memiliki rute

perjalanan yang lebih panjang daripada siklus yang pertama. Proses siklus panjang

adalah sebagai berikut: evaporasi dari air laut mengalami kondensasi pada lapisan

atmosfer tertentu, kemudian tebentuklah awan, awan penyebab hujan dapat


berpindah oleh karena tiupan angin yang membawanya menuju daerah

pegunungan, oleh karena terlalu berat massa air yang dibawa, kemudian awan

mencurahkan hujan yang jatuh ke daratan. Perjalanan air dimulai pada saat curahan

terjadi, selanjutnya air mencari jalannya untuk kembali ke laut (Suharyono, 2012).

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Firdaus, et al., 2016)

Siklus hidrologi merupakan proses naiknya air dengan cara menguap

kemudian jatuh ke permukaan tanah dengan melalui beberapa proses. Siklus

hidrologi memiliki dua siklus yang dapat mempengaruhi ekosistem diperairan.

Pertama adalah siklus pendek, siklus ini menghantarkan air yang menguap langsung

jatuh berupa air hujan menuju permukaan tanah. Kedua adalah siklus panjang, yaitu

siklus yang memiliki rentan waktu berbeda dalam satu waktu dan prosesnya

memakan waktu yang lebih lama. Siklus hidrologi ini memiliki prinsip bahwa air yang

menguap akan kembali lagi ke permukaan tanah dan kembali menguap lagi.

2.5 Rantai Makanan

Rantai makanan merupakan lintasan konsumsi makanan yang terdiri dari

beberapa spesies organisme. Bagian paling sederhana dari suatu rantai makanan

berupa interaksi dua spesies yaitu interaksi antara spesies mangsa (prey) dengan
pemangsa (predator). Model yang mendiskripsi kan interaksi dua spesies yang

terdiri dari prey dan predator adalah model rantai makanan dua spesies. Kehadiran

predator memberikan pengaruh pada jumlah prey. Pada interaksi tiga spesies,

kehadiran predator kedua berpengaruh pada jumlah predator pertama dan prey

sehingga dalam rantai makanan setiap komponennya saling memberikan pengaruh.

Model yang mendiskripsikan interaksi tiga spesies yang terdiri dari prey, predator

pertama, dan predator kedua adalah model rantai makanan tiga spesies (Pratikno

dan Sunarsih, 2012).


Menurut Kusmeri dan Dewi (2014), plankton adalah mikroorganisme yang

hidup melayang di perairan. Mikroorganisme ini baik dari segi jumlah dan

spesiesnya sangat banyak dan sangat beranekaragam serta sangat padat. Plankton

juga merupakan salah satu komponen utama dalam sistem mata rantai makanan

dan jaring makanan. Plankton menjadi pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem

mata rantai makanan dan jaring makanan tersebut. Plankton baik fitoplankton

maupun zooplankton memiliki peranan penting bagi perairan atau ekosistem

perairan, karena plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan

perairan lainnya. Peranan zooplankton sebagai konsumen pertama sangat

berpengaruh dalam rantai makanan suatu ekosistem perairan. Sebaran dan

keanekaragaman zooplankton juga merupakan salah satu indikator kualitas biologi

suatu perairan.
Gambar 2. Rantai Makanan (Campbell, et al., 2004)
Rantai makanan ialah tingkatan makanan dari organisme tingkat rendah ke

organisme tingkat tinggi. Kegiatan sederhana dari rantai makanan adalah adanya

interaksi antara organisme pemangsa dan juga mangsa. Salah satu sumber rantai

makanan di perairan adalah plankton. Plankton menjadi salah satu bahan makanan

bagi organisme yang hidup di prairan. Selain itu, plankton juga menjadi salah satu
indikator kualitas biologi di suatu perairan.

2.6 Hubungan Interaksi Antar Organisme dalam Ekologi Perairan

Menurut Olem dan flock (1990) dalam Augustsa dan Evi (2014), danau

adalah perairan lentik atau badan air yang merupakan bagian dari ekosistem air

tawar yang selalus dihubungkan dengan keadaan nutrient. Air danau dipengaruhi

oleh kondisi hidrologi dan parameter fiskia-kimia yang mendukung komunitas biota

yang keberadaanya memperkaya ekosistem danau. Flora (vegetasi) dan fauna

terutama fitoplankton dan ikan sangat berperan penting dalam perairan.

Kelangsungan hidup ikan kecil tergantung pada banyakanya zooplankton yang

tersedia. Biota-biota tersebut tidak hanya membentuk mata rantai antara satu

dengan yang lainnya, tetapi mempengaruhi sifat kimia-fiskia danau.

Menurut Suzyanna (2013), Danau merupakan perairan lentik yang terdapat

flora dan fauna didalamnya. Kondisi dalam perairan danau dipengaruhi oleh
parameter fisika dan kimia. Kelangsungan hidup biota sangat berperan penting

dalam keberadaan memperkaya ekosistem danau. Biota tidak hanya membentuk

mata rantai makanan tetapi mempengaruhi parameter danau tersebut. Pembahasan

ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen

penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air,

kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup

yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga

berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu

populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu

sistem yang menunjukkan kesatuan.

Hubungan interaksi antar organisme dalam ekologi perairan sangat memiliki

peranan penting dalam kelangsungan hidup biota perairan. Dalam ekologi perairan,

interaksi biota dengan lingkungannya dipengaruhi faktor fisika dan kimia perairan itu

sendiri. Selain faktor tersebut, komponen penyusun ekosistem juga dibutuhkan.

Faktor penyusunnya ialah biotik dan abiotik. Ekologi juga berhubungan dengan

tingkatan organisasi makhluk hidup. Tigkatan mahkluk hidup dalam ekologi perairan

yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem.

2.7 Faktor-Faktor Ekosistem Sungai

2.7.1 Fisika

Menurut Sahami, et al. (2014), salah satu faktor ekosistem sungai adalah

kecepatan arus. Kecepatan arus adan pergerakan air sangat dipengaruhi oleh jenis

bentang alam (landscape), jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin rumit

bentang alam, semakin besar ukuran batuan dasar, dan semakin banyak curah

hujan maka pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus cepat. Pergerakan air

pada perairan mengalir terjadi karena adanya perbedaan tinggi tempat yaitu dari
daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Diketahui bahwa air bersifat

selalu mengalir ke tempat yang rendah.

Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,

dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas

dalam air. Selain itu, menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan

respirasi organisme air. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen

(Effendi, 2003 dalam Burdames dan Ngangi, 2014).

Faktor faktor fisika dalam ekosistem perairan sangat beragam, yakni

kecepatan arus, suhu, dll. Kecepatan arus memiliki peran penting dalam ekosistem

perairan. Arus adalah pergerakan massa air yang dipengaruhi beberapa faktor

seperti angi dan curah hujan. Kemudian adalah suhu, yaitu derajat panas dinginnya

suatu perairan. Suhu mempengaruhi metabolisme biota perairan. Selain itu suhu

juga memppengaruhi proses fotosintesis biota laut.

2.7.2 Kimia

Kualitas suatu perairan dapat diketahui dengan mengukur parameter fisika,

kimia dan biologi perairan tersebut. Parameter kimia antara lain seperti salinitas,

derajat keasaman atau pH, oksigen terlarut, zat hara atau nutrien, sedangkan

parameter biologi diantaranya kelimpahan plankton. Zat hara atau nutrien utama

yang digunakan untuk mengetahui kualitas perairan yaitu nitrogen (N) dan fosfat (P).

Di perairan, nitrogen terdapat dalam bentuk nitrogen molekular sebagai garam

inorganik (nitrat, nitrit dan ammonia), sementara fosfat terdapat dalam bentuk

ortofosfat. Senyawa-senyawa tersebut adalah bentuk nutrien yang siap digunakan

oleh fitoplankton berkhlorofil untuk melakukan fotosintesis, sehingga biasanya

menjadi faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan. Silikat juga


merupakan senyawa yang penting bagi produktivitas primer, terutama untuk

pembentukan struktur ekstraselular diatom (Kusumaningtyas, et al., 2014)

Menurut Gusmaweti dan Deswanti (2015), Perairan mengalir merupakan

habitat yang baik untuk organisme perairan misalnya alga perifiton karena perairan

tersebut banyak substrat tempat menempelnya alga perifiton. Kehidupan organisme

perairan sangat berhubungan dengan kualitas air baik secara fisik dan kimia,

maupun secara biologi . Parameter kualitas air dipengaruhi oleh tata guna lahan dan

intensitas kegiatan manusia di sekitarnya. Penambahan material ke dalam perairan

akan berpengaruh terhadap kondisi perairan sungai baik secara biologi, fisik

maupun secara kimia. Oleh karena itu penelitian ditekankan kepada analisis

parameter fisika kimia dalam suatu perairan. Perubahan kandungan perairan

ditentukan oleh kandungan senyawa kimia dan material yang masuk ke dalam suatu

perairan dan merupakan faktor penting dalam mempelajari perkembangan

komunitas perairan terutama diat perifiton. Faktor fisik dan fantor kimia

mempengaruhi beberapa jenis perifiton yang merupakan indikator biologi pada

pencemaran air sungai di antaranya Oscillatoria, Ulothrix, dan Gyrasima. Parameter

kualitas air secara fisik dan kimia, misalnya oksigen terlarut, (DO), pH air,

kandungan organik total, temperatur air, kandungan ion-ion terlarut dan lain-lain

akan mempengaruhi kehidupan organisme lain di perairan. Parameter tersebut

dipengaruhi oleh tata guna lahan dan intensitas kegiatan manusia.


Faktor kimia yang mempengaruhi ekosistem sungai antara lain adalah

oksigen terlarut dan karbondioksida. Oksigen terlarut merupakan bahan yang sangat

dibutuhkan oleh organisme di perairan. Kadar oksigen terlarut dipengaruhi oleh

suhu, tekanan uap air, dan salinitas. Selain oksigen terlarut, ekosistem sungai juga
dipengaruhi oleh faktor kimia, yaitu karbondioksida. Sistem karbondioksida berupa

ion bikarbonat merupakan sistem kompleks yang dapat menentukan keseimbangan


ekosistem air sungai.
2.7.3 Biologi

Plankton merupakan penyumbang perairan, semakin banyak plankton maka

semakin banyak jumlah ikan dan organisme pemakan plankton, sehingga perairan

tersebut menjadi produktif. Suhu yang tidak tinggi memungkinkan plankton untuk

mendiami daerah ini, karena planton menyukai suhu yang tidak terlalu panas dan

tidak terlalu dingin. Kadar pH, alkalinitas, CO2 bebas yang tinggi, menunjukkan

bahwa pada perairan ini banyak mengandung ion karbonat dan bikarbonat, yang

berguna sebagai bahan penyuplai nutrien dan bahan utama fotosintesis bagi

plankton. Tingginya DO, mengakibatkan plankton mudah mendapat oksigen sebagai

bahan dasar respirasi dalam aktivitasnya. Kecerahan yang sedang berhubungan

dengan penetrasi cahaya matahari. Plankton cenderung menyukai daerah yang

penetrasi cahaya mataharinya sedang, agar aktivitas plankton berjalan secara

optimal (Madyaluha, 2015).

Benthos digolongkan berdasarkan ukurannya, makrobenthos dan

microbenthos. Macrobenthos adalah organisme yang hidup pada lumpur, pasir, batu

dan krikil didasar perairan. Microbenthos adalah oraganisme dasar yang berukuran

microscopis. Semula macrobenthos digolongkan sebagai fitobenthos dan

zoobenthos. Macrozoobenthos merupakan organisme yang hidup pada dasar

perairan dan merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya

bergantung pada populasi organisme yang tingkatya lebih rendah (Putro, 2014).

Kondisi sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh

lingkungan disekitarnya. Analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas

hewan benthos, dapat memberikan gambaran yang jelas trntang kualitas perairan.
Salah satu aspek biologi yang mempengaruhi ekosistem sungai adalah

makrozoobenthos. Makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup menetap

(sesile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan

sehingga sangat baik digunakan sebagai indikator pencemaran. Makrozoobenthos

juga merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dan

paling banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Dengan adanya

makrozoobenthos, ekosistem sungai menjadi semakin baik.

2.8 Faktor-Faktor Ekosistem Kolam

2.8.1 Fisika

Menurut Hutabarat (2010) dalam Nisa, et al. (2015), bahwa tingginya suhu

disebabkan oleh tingginya cahaya dan adanya pencampuran air, serta oleh faktor

aktifitas yang ada pada stasiun tersebut. Tingginya suhu air berkaitan dengan

besarnya ntensitas cahaya matahari yang masuk keperairan, karena intensitas

cahaya yang masuk menentukan derajat panas. Semakin banyak sinar matahari

yang masuk maka suhu semakin tinggi dan bertambahnya kedalaman akan

mengakibatkan suhu menurun bahwa suhu suatu badan perairan dapat dipengaruhi

oleh waktu, cuaca, aliran serta kedalaman.

Menurut Andayani, et al. (2016), ada beberapa faktor yang dapat

menyebabkan masalah pada kolam budidaya. Faktor tersebut adalah kotoran di

kolam yang disebabkan oleh residu pakan atau pembuangan metabolisme ikan dan

udang. Hal ini akan berdampak negatif pada lingkungan budidaya termasuk

terjadinya penyakit pada budidaya. Munculnya mikroorganisme menyebabkan

penyakit dan blooming plankton yang dapat menyebabkan gagal panen. Oleh sebab

itu, sangat penting untuk memperhatikan pengelolaan kualitas air pada kolam

melalui parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan lain-lain).


Parameter fisika pada kolam terdiri dari suhu air, transparansi dan total

padatan. Suhu air yang memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur

aktifitas hewan budidaya dan kebutuhan oksigen terlarut dari hewan air lebih tinggi

pada perairan bersuhu sangat hangat daripada periaran bersuhu dingin. Suhu suatu

badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut,

waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman

badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi

badan air. Suhu sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Tinggi

rendahnya suhu dapat mempengaruhi kehidupan-kehidupan organisme perairan

didalamnya.

2.8.2 Kimia

Menurut Augusta (2016), pada kolam, kualitas air merupakan salah satu

faktor penting yang berpengaruh terhadap kualitas organisme didalamnya. Kondisi

air sebagai media hidup biota air, harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi

biota yang dipelihara. Kualitas perairan tersebut meliputi fisika, kimia dan biologi.

Faktor kimia tersebut diantaranya pH, DO, CO 2 dan NH3. Fluktuasi kandungan

oksifen dalam air kolam dipengaruhi oleh perubahan suhu air kolam. Sebara pH

pada perairan menggambarkan kondisi asam basa perairan tersebut.

Tingkat keasaman atau kekuatan asam (pH) termasuk parameter untuk

menentukan kualitas air. Untuk air yang belum terpolusi atau air bersih berada pada

skala pH 6,0-8,0. Sedangkan pada kelarutan oksigen (DO) di dalam air merupakan

indicator kualitas air karena kadar oksigen yang terdapat di dalam air sangat

dibutuhkan oleh organisme air dalam kelangsungan hidupnya. Kelarutan maksimum


mg
oksigen dalam air terdapat pada suhu 0 C, yaitu sebesar 14,16 /l. Pada
kandungan fosfat akan mempengaruhi eutrofikasi sehingga dapat menyebabkan

blooming alga (Sinambela dan Sipayung, 2015).

Parameter kimia dalam perairan antara lain oksigen terlarut, derajat

keasaman, nitrat dan fosfat perairan. Derajat keasaman (pH) merurapakan satu dari

parameter kimia perairan yang dapat dijadikan indikasi kualitas perairan. Selain (pH)

ada juga faktor kimia lain yang mempengaruhi suatu perairan yaitu oksigen terlarut.

Nilai pH pada perairan umunya berkisar antara 6,5 sampai 9,0 dan nilai pH air

normal sekitar 6-8. Seperti yang kita ketahui bahwa pH, BOD, dan Nitrat merupakan

bagian dari siklus hidroekologis yang tentunya antara faktor lingkungan dan plankton

saling berinteraksi. Kandungan oksigen terlarut dipengaruhi oleh aktivitas organisme

yang ada pada perairan. Kandungan optimal DO pada suatu perairan adalah 5

sampai 20 ppm.

2.8.3 Biologi

Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu.

Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan

penggunaan. Sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki standar

mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Sebagai parameter biologi,

makroinvertebrata mempunyai peranan penting dalam rantai makanan di ekosistem

aquatic. Makroinvertebrata juga sering dijadikan sebagai indikator kestabilan,

kesuburan dan kualitas perairan (Sutanto dan Purwasih , 2012).

Plankton secara langsung maupun tidak langsung merupakan faktor yang

begitu penting bagi kehidupan ikan dan segala macam biota yang hidup di dalam air.

Air itu baik air tawar, payau maupun air laut, karena plankton khususnya

phytoplankton merupakan primary producer. Plankton merupakan organisme

penghasil makanan yang pertama dalam siklus rantai makanan. Plankton dapat
dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton terdiri

dari tumbuhan air yang bebas melayang dan hanyut dalam air serta mampu

berfotosintesis dan zooplankton ialah hewan-hewan air yang planktonik (Agustini

dan Madyowati, 2014).

Faktor biologi yang mempengaruhi perairan antara lain yaitu organisme

perairan, salah satunya fitoplankton. Plankton secara langsung maupun tidak

langsung merupakan faktor yang begitu penting bagi kehidupan ikan dan segala

macam biota yang hidup di dalam air, baik itu air tawar, payau maupun air laut,

karena plankton khususnya fitoplankton merupakan primary producer. Unsur nutrisi

berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan atau kolam akan

menyebabkan terjadinya ledakan populasi atau kelimpahan fitoplankton dan proses

ini akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas

perairan atau kolam. Perubahan terhadap kualitas perairan dapat ditinjau dari

kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di suatu perairan

dapat memberi informasi mengenai kondisi perairan tersebut.


2.9 Benthos

2.9.1 Definisi Benthos

Benthos adalah organisme perairan yang habitat hidupnya berada didasar

perairan. Benthos juga mendiami daerah dengan kedalaman air tertentu. Biasanya

organisme benthos mendiami daerah intertidal dengan kedalaman daerah yang

cukup bervariasi. Dengan mempelajari berbagai jenis bentos akan diketahui

berbagai jenis mahluk hidup yang ada di perairan perairan. Kehidupan benthos

dipengaruhi oleh beberapa faktor adapun faktor yang mempengaruhi yaitu tipe

sedimen, salinitas dan kedalaman dibawah permukaan, sehingga tercipta

keanekaragaman jenis benthos yang menghuni perairan. Organisme benthos

meliputi gastropoda dan bivalvia (Sinyo dan Idris, 2013).

Benthos merupakan hewan yang hidup didasar perairan atau dipermukaan

dasar perairan. Berdasarkan ukurannya bentos dapat dibedakan menjadi tiga yaitu

makrobentos, mesobentos dan mikrobentos. Hewan yang hidup didasar dan

ukuranya 3-5 mm termasuk dalam makrobentos. Hewan yang berukuran 0,1 1 mm

termasuk dalam mesobentos sedangkan yang berukuran dibawah 0,1 mm termasuk

dalam mikrobentos. Peranan bentos diperairan sangat penting dan dalam penelitian,

bentos berperan dalam menentukan indikator kualitas perairan karena sifat bentos

yang diam atau menetap. Kehidupan bentos dipengaruhi oleh berbagai macam

faktor, adapun faktorfaktor yang mempengaruhi kehidupan bentos tersebut yaitu

tipe sedimen, salinitas dan kedalaman (Dwirastina, 2013).

Benthos merupakan hewan yang hidup di dasar perairan atau permukaan

dasar perairan. Berdasarkan ukurannya benthos dapat dibedakan menjadi tiga yaitu

makrobenthos, mesobenthos dan mikrobenthos. Hewan yang hidup di dasar dan


ukuran 3-5 mm termasuk dalam makrobenthos. Hewan yang ukurannya 0,1-1,1 mm

termasuk mesobenthos. Sedangkan yang ukurannya dibawah 0,01 mm termasuk

dalam mikrobenthos.

2.9.2 Ciri-Ciri Benthos

Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup di dasar baik yang hidup di

permukaan maupun di bawah permukaan. Benthos hidup dengan menempel

maupun bergerak di dasar perairan. Benthos merupakan salah satu parameter

biologi yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas perairan. Hidup benthos

relatiftif menetap, tidak bermigrasi walaupun ada perubahan kondisi lingkungan.

Benthos juga mudah diambil, dan sensitif terhadap polusi organik dan anorganik

(Prihartianingsih, 2004 dalam Magfirah, et al., 2014).

Menurut Jhonatan, et al (2016), Bentos adalah organisme yang hidup di

dasar perairan, baik berupa hewan maupun tumbuhan. Karakteristik dari bentos

adalah hewan yang selalu hidup pada dasar permukaan subtrat seperti lumpur, pasir

dan batu-batuan. Jenis bentos yang sering ditemukan pada dasar perairan yaitu dari

Kelas Polychaeta, Moluska dan Insekta. Hewan makrozoobentos mempunyai

peranan yang sangat penting sebagai kunci dalam jaringan makanan yang berfungsi

sebagai predator, suspension feeder, detritivor dan parasit. Makrozoobentos juga

dimanfaatkan sebagai bioindikator perairan, karena memiliki sifat yang sangat peka

terhadap perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya.

Benthos merupakan hewan avertebrata yang hidup di dasar perairan.

Epifauna adalah hewan benthos yang hidup di atas substrat dasar atau menempel di

dasar. Foraminifera merupakan salah satu kelompok zoobentos yang memiliki

respons cepat terhadap perubahan lingkungan atau perubahan akibat aktivitas

manusia. Salah satu contoh foraminifera bentik adalah Miliolina subrotunda dengan
ciri-ciri: Spesies ini memiliki cangkang berwarna putih susu sampai coklat muda,

berbentuk bulat, tipe susunan kamar quinqueloculina, bentuk kamar bulat

memanjang, memiliki 1 aperture (bukaan) terminal, bentuk aperture setengah

lingkaran, terdapat gigi berbentuk scoop. Memiliki ornamen berbentuk seperti garis
garis tulang, proloculus lonjong dan kecil, sutura jelas.
2.9.3 Peran Benthos di Perairan

Menurut Adri, et al. (2012) dalam Minggawati (2013), Benthos merupakan

organisme yang memiliki habitat di dasar perairan. Salah satu macam benthos yaitu

makrozoobenthos. Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok biota air yang

terpenting dalam ekosistem perairan. Sehubungan dengan peranannya dalam

jarring makanan, dan berfungsi sebagai degradator bahan organik. Dengan kondisi

demikian biota makrozoobentos memiliki fungsi sebagai penyeimbang nutrisi dalam

lingkungan perairan. Dapat juga digunakan sebagai biota indicator kondisi

lingkungan perairan khususnya rawa banjiran di Sungai Rungan.

Menurut Gitarama, et al. (2016), komunitas makrozoobentos yang hidup di

ekosistem perairan sungai dapat menggambarkan tekanan lingkungan yang terjadi.

Hal ini dikarenakan habitat hidupnya berada di sekitar sedimen, terpapar langsung

dengan cemaran, dan bersifat immobile atau menetap. Oleh karena itu, penilaian

pada komunitas makrozoobentos dapat digunakan sebagai bioindikator dan dapat

mengevaluasi dampak dari akumulasi logam berat Cr yang terjadi pada suatu

perairan sungai. Komunitas makrozoobentos dapat digunakan sebagai penelitian

untuk menkaji dan akumulasi kandungan kromium (Cr) pada air serta sedimen dari

pengaruh aktivitas manusia. Umumnya yang sering dipakai sebagai bioindikator

pencemaran sungai adalah komunitas makrozoobentos dari kelas Gastropoda.

Benthos memegang beberapa peranan penting dalam ekosistem suatu

perairan. Peran benthos di perairan ditentukan oleh organisme yang hidup di


perairan seperti makrozoobenthos sangat peka terhadap perubahan kualitas air

tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan

kelimpahannya. Hal tersebut tergantung toleransinya terhadap perubahan

lingkungan. Sehingga terjadi organisme ini sering dipakai sebagai indikator tingkat

pencemaran suatu perairan. Biota perairan yang digunakan sebagai indikator biologi

tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain hidupnya relatif

menetap, jangka hidupnya panjang dan mempunyai toleransi spesifik terhadap

lingkungan. Selain itu benthos dapat membantu proses awal dekoposisi material

organik di dasar perairan yang dapat mengubah material organik berukuran besar

menjadi potongan yang lebih kecil.

2.9.4 Jenis Benthos di Perairan


Organisme benthos adalah semua organisme yang melekat atau menetap

pada dasar atau hidup di dasarendapan. Benthos meliputi organism nabati

(fitobentos) atau organism hewani (zoobentos). Zoobentos merupakan hewan yang

sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sessil,

merayap maupun menggali lubang. Umunnya zoobentos adalah makro invertebrata

yang meliputi insekta, mollusca, oligochaeta, crustacean dan nematode.

Keanekaragaman hewan bentik ini dapat memiliki pengaruh kuat pada proses

pertukaran material antara kolom air pada zona bentik (Cummins, 1975 dalam

Budihastuti, 2015).
Makrozoobentos adalah organisme yang sering digunakan sebagai indicator

pencemaran dan berperan juga dalam biomonitoring dari suatu perairan. Karena

hidupnya yang cenderung menetap pada sedimen dasar perairan baik substrat lunak

maupun substrat keras, memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan

pencemar, mobilitas yang rendah. Makrozoobentos berkontribusi sangat besar

terhadap fungsi ekosistem perairan dan memegang peranan penting seperti proses
mineralisasi dalam sedimen dan siklus material organik, serta berperan dalam

transfer energi melalui bentuk rantai makanan, sehingga hewan ini berfungsi

sebagai penyeimbang nutrisi dalam lingkungan perairan. Komposisi

makrozoobentos dapat merespon perubahan variasi karakteristik fisika kimia air di

atasnya. Makrozoobentos sering digunakan dalam menilai kualitas lingkungan

perairan (Oktarina dan Syamsudin, 2015).

Gambar 3. Anadara granosa (Sinyo dan Idris, 2013)

Organisme benthos dapat dibagi menjadi 3 kelompok menurut ukuran

tubuhnya. Pertama makrobenthos, berukuran antara 0,2 mm 2,0 mm yang hanya

bisa bertahan dalam saringan berukuran tersebut. Kedua mesobenthos, organisme

ini dapat tertahan dalam jaringan berukuran 0,04-o,q mm. Yang terakhir adalah

mikrobenthos yaitu organisme benthos paling kecil yang hanya dapat lolos pada

saringan berukuran kurang dari 0,04 mm. Pada perairan terdapat banyak benthos

seperti Littorina scabra , dan sebagainya. Semua jenis benthos yang teridentifikasi

termasuk ke dalam 7 kategori taksonomi atau taksa (Gastropoda, Diptera, Bivalvia,

Odonata, Coeloptera dan Decapoda).

2.9.5 Kelimpahan Benthos

Menurut Sagala (2012), Secara keseluruhan pada perairan terdapat paling

sedikit sebanyak 11 spesies organisme benthos dengan kelimpahan berkisar 4 - 12

individu per liter substrat dasar air atau setara dengan 80 240 individu/m 2 luas

dasar sungai. Kekayaan spesies per stasiun pengambilan sample berkisar 3 - 7


spesies. Kekayaan spesies ini tergolong rendah hingga sedang untuk perairan yang

mengalir dan kondisi ini cukup baik sebagai indikator pencemaran lingkungan

perairan untuk waktu yang akan datang. Kekayaan spesies rendah pada daerah ini

disebabkan pada lokasi itu arus air lebih cepat, sehinga keberadaan komunitas

benthos terganggu oleh kondisi fisik perairan, yakni substrat dasar sungai sebagai

mikrohabitat benthos tercuci oleh arus.

Menurut Nugroho (2006) dalam Windy (2015), jenis benthos yang memiliki

kelimpahan tertinggi yaitu Thiara scabra, dan terendah yaitu Planaria sp.

Kelimpahan benthos di perairan dapat dikatakan cukup tinggi karena kondisi

perairan yang belum tercemar berat. Sebagai organisme dasar perairan, benthos

mempunyai habitat yang relatif tetap. Sifatnya yang demikian menyebabkan

komposisi jenis mau-pun kelimpahannya sangat dipenga-ruhi oleh perubahan-

perubahan kuali-tas air dan substrat tempat hidupnya. Rumus perhitungan

kelimpahan dari benthos yaitu :


K=

Keterangan :

K = Jumlah Organisme mkarozoobentos (Idv/ ).

a = Jumlah makrobentos yang disaring (Idv).

d = Luas transek X jumlah Ulangan ( ).

Komposisi dan kelimpahan jenis benthos pada dasar suatu perairan akan

mengalami sekresi yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti tingkat

pertumbuhan yang tinggi dan perubahan kondisi sedimen. Selain itu, kelimpahan

benthos akibat dari aktivitas masyarakat yang berada di daerah aliran sungai secara

langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak negatif terhadap

kualitas air sungai seperti faktor fisika, kimia maupun biologi yang selanjutnya dapat

mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan. Kandungan bahan organik mempunyai

hubungan yang sangat erat terhadap kelimpahan makrozoobenthos yaitu sebagai

sumber nutrien. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan bahan organik pada

substrat dasar berpengaruh terhadap kelimpahan makrozoobenthos.

2.10 Perifiton

2.10.1 Definisi Perifiton

Menurut Masitho (2012), perifiton adalah kompleks biota akuatik sesil (imobil)

terasosiasi dengan detritus yang menempel pada substrat terendam. Kompleks biota

tersebut berupa campuran mikroalga, cyanobacteria, heterotrophic mikroba,

protozoa, dan detritus. Perifiton adalah mikroalga penempel yang umumnya

merupakan sumber energi utama diperairan. Keberadaannya sangat melimpah dan

memiliki peranan yang lebih besar dalam menentukan produktivitas primer. Jika

dibandingkan dengan fitoplankton, peran perifiton lebih besar dalam perairan.


Menurut Dewi (2012), perifiton adalah algae mikroskopis bersel tunggal di

perairan. Perifiton memiliki fungsi sebagai salah satu produsen di perairan. Perifiton

juga ditemukan menempel pada tumbuhan air. Mikroalga tersebut melengkapi

keadaan ekosistem perairan. Peran perifiton bagi ekosistem perairan ialah

penunjang produksi primer dalam suatu komunitas perairan. Asosiasi antara perifiton

dan tanaman air sangat bermanfaat bagi ekosistem perairan.

Perifiton adalah organisme yang tumbuh dan menempel pada subtrat namun

tidak melakukan penetrasi kedalam subtrat tersebut. Perifiton ini merupakan salah

satu organisme yang dapat digunakan sebagai indikator biologi suatu perairan.

Organisme ini hidup menempel pada batuan, kayu, akar tumbuhan, atau benda

lainnya yang terendam didalam air. Komunitas dari perifiton terdiri dari alga

mikroskopis yang menempel berupa alga bersel satu maupun alga benang terutama

dari jenis diatom. Perifiton merupakan salah satu organisme yang menjadi makanan
bagi organisme lain misalnya seperti ikan.
2.10.2 Ciri-Ciri Perifiton

Menurut Yuniarno, et al. (2015), bahwa Perifiton merupakan aufwuchs yaitu

sekelompok organisme (umumnya mikroskopis) yang hidup menempel pada benda

atau pada permukaan tumbuhan air yang terendam; tidak menembus subtrat; diam

atau bergerak dipermukaan subtrat tersebut. istilah aufwuchs dipergunakan secara

umum untuk seluruh organisme yang berasosiasi dengan permukaan padat tetapi

tidak sampai menembus subtrat tersebut. Komunitas perifiton umumnya terdiri dari

alga mikroskopis yang menempel, baik satu sel maupun alga benang terutama dari

jenis diatom, jenis alga Conjugales, Cyanophyceae, Euglena-phyceae,

Xanthophyceae dan Chryssophyceae.

Perifiton merupakan kumpulan dari mikroorganisme yang tumbuh pada

permukaan benda yang berada di dalam air. Perifiton dapat tumbuh pada substrat
alami maupun buatan. Berdasarkan substrat menempelnya, perifiton dibedakan atas

epilithic (perifiton yang tumbuh pada batu), epipelic(perifiton yang tumbuh pada

permukaan sedimen), epiphytic (perifiton yang tumbuh pada batang dan daun

tumbuhan), dan epizoic (perifiton yang tumbuh pada hewan). Ciri-ciri khasnya

adalah hidup menempel substrat (Wibowo, et al., 2015).

Ciri-ciri organisme perifiton yaitu berbentuk koloni, yang memiliki kemampuan

melekat pada permukaan substrat lebih baik daripada mikroalga lainnya. Perifiton

memiliki peranan penting dalam perairan, yaitu sebagai sumber makanan dan

penghasil oksigen diperairan. Organisme perifiton mempunyai peranan penting

dalam penyedia produktivitas perairan, karena dapat melakukan fotosintesis yang

dapat membentuk zat organik dari zat anorganik. Perifiton ini sering hidup berkoloni

atau hidup secara bergerombol. Subtrat dapat menentukan kolonisasi dan komposisi

perifiton.

2.10.3 Peran Perifiton di Perairan

Menurut Maghfirah (2015), perifiton merupakan kumpulan dari

mikroorganisme yang tumbuh pada permukaan benda yang berada dalam air.

Berdasarkan substrat menempelnya, perifiton dibedakan atas epilithic (perifiton yang

tumbuh pada batu), epipelic (perifiton yang tumbuh pada permukaan sedimen),

epiphytic (perifiton yang tumbuh pada batang dan daun tumbuhan), dan epizoic

(perifiton yang tumbuh pada hewan). Pada perairan lotik (mengalir) alga perifiton

lebih berperan sebagai produsen daripada fitoplankton. Hal ini disebabkan karena

fitoplankton akan selalu terbawa arus, sedangkan alga perifiton relative tetap pada

tempat hidupnya. Alga perifiton juga penting sebagai makanan beberapa jenis

invertebrate dan ikan, karena perifiton relative tidak bergerak, maka kelimpahan dan
komposisi perifiton di perairan dipengaruhi oleh kualitas air perairan tempat

hidupnya.

Dalam proses dekomposisi perifiton, ikut berperan, salah satunya adalah

mempercepat proses pemutusan daun akibat padatnya penempelan pada perifiton.

Daun yang jatuh akan didekomposisi oleh bakteri menghasilkan serasah - serasah.

Endapan endapan serasah akan dikonsumsi oleh fauna dasar. Partikel serasah

yang tersuspensi dalam air merupakan makanan bagi invertebrate penyaring (filter

feeder). Pada langkah selanjutnya hewan hewan tersebut akan menjadi mangsa

hewan karnivor yang terdiri dari berbagai jenis ikan dan invertebrate. (Novianti, et

al., 2013).

Perifiton memiliki peranan penting dalam perairan, yaitu sebagai sumber

makanan dan penghasil oksigen diperairan. Selain itu, juga sebagai makanan

beberapa jenis invertebrata dan ikan, karena perifiton relatif tidak bergerak, maka

kehidupan dan komposisi perifiton di laut dipengaruhi oleh kualitas air tempatnya

hidup. Organisme perifiton mempunyai peranan penting dalam penghasil oksigen

diperairan, karena dapat melakukan proses fotosintesis. Perifiton ini sering dijumpai

menempel pada tumbuhan air lain. Faktor fisik dan faktor kimia yang mempengaruhi

beberapa jenis perifiton yang merupakan indikator biologi pada pencemaran air

sungai.
2.10.4 Jenis Perifiton di Perairan
Jenis perifiton yang biasa ditemukan pada substrat terdiri dari 5 kelas yaitu

Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae. Dynophyceae dan

Xanthophyceae. Kelompok Bacillariophyceae di perairan sering mendominasi dan

kelimpahannya sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh perifiton dari kelas

Bacillariophyceae merupakan perifiton yang umum dijumpai di perairan tawar dan

memiliki kemampuan untuk mentoleransi keadaan lingkungan serta parameter

perairan yang mendukung pertumbuhan Bacillariophyceae seperti arus sungai.

Perifiton yang ditemukan pada substrat buatan selama penelitian di 5 stasiun terdiri

atas 18 genus yang terbagi dalam lima kelas yaitu Bacillariophyceae (9 genus:

Aulacoseira, Isthmia, Cymbella, Gomphonema, Fragillaria, Gyrosigma, Navicula,

Nitzschiai, dan Stauroneis), Chlorophyceae (5 genus: Stigeoclonium, Microspora,

Oedogonium, Ulothrix, dan Mougeotia), Cyanophyceae (1 genus: Lyngbya),

Euglenophyceae (2 genus: Euglena dan Phacus) dan Rhodophyceae (1 genus:

Audouinella). Bacillariophyceae merupakan perifiton yang umum dijumpai di perairan

dan memiliki kemampuan untuk mentoleransi keadaan lingkungan serta parameter

perairan yang mendukung pertumbuhan Bacillariophyceae seperti arus sungai

(Ameilda, et al., 2016).


Menurut Sumiaji, dkk (1990) dalam Siagian (2012), Perifiton adalah

kelompok mikroorganisme yang tumbuh pada beberapa substrat alami seperti batu

batuan, tiang tiang atau tonggak tonggak kayu, tanaman pinggiran perairan dan

bahkan tumbuh pada binatang binatang air termasuk. Pada umumnya terdiri dari

bakteri berfilamen, protozoa menempel, rotifer dan alga. Perifiton memiliki bentuk

dan ukuran yang beragam sehingga jenisnyapun juga beragam. Sebagian besar

ternyata masuk kedalam perifiton. Keberadaan perifiton di perairan dpat dijadikan

sebagai indicator kesuburan perairan.


Gambar 4. Perifiton (Purwani et al., 2013)

Perifiton merupakan salah satu organisme mikroskopis yang hidup pada

perairan dan biasanya menempel pada tumbuhan lain. jenis perifiton yang umum

dan luas adalah genus spyrogyra. Salah satu jenis perifiton yaitu Baciilariophyceae

(diatom), alga hijau berfilamen (Chlorophyceae), bakteri atau jamur berfilamen,

protozoa dan rotifer (tidak banyak pada perairan tecemar). Kelas Baciilariophyceae

merupakan perifiton yang umum dijumpai diperairan dan memiliki kemampuan untuk

mentoleransi keadaan lingkungan serta parameter perairan yang mendukung

pertumbuhan Baciilariophyceae seperti arus sungai. Perairan yang berarus 0,5

sampai 1 m/s kelas perifiton dan plankton yang mendominasi adalah kelas

Baciilariophyceae.

2.10.5 Kelimpahan Perifiton

Menurut Barus, et al. (2014), tingginya kelimpahan perifitondi suatu perairan

sungai diduga karena tingginya kandungan nitrat dan fosfat diperairan tersebut.

Nitrat dan fosfat merupakan unsur penting bagi kehidupan perifiton maupun plankton

di perairan. Nitrat dan fosfat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman

dan alga. Sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga

akuatik. Serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas pada suatu perairan.


Menurut Simbolon, et al. (2016), kelimpahan perifiton berbeda-beda di

perairan. Perbedaan ini diakibatkan oleh adanya kecepatan arus. Pada aliran air

yang semakin deras dapat menyebabkan terlepasnya perifiton dari tempat

menempelnya. Selain itu, kelimpahan perifiton di perairan juga disebabkan oleh

interaksi antar jenis di dalam komunitas.

Menurut APHA (2005) dalam Simbolon, et al., (2016), kelimpahan perifiton

dan plankton dihitung dengan rumus :

Keterangan:

K : kelimpahan perifiton (ind/cm2)

N : jumlah perifiton yang diamati

As : luas substrat yang dikerik untuk perhitungan perifiton (35 cm2)

At : luas penampang permukaan cover glass (1000 mm2)

Ac : luas amatan (1000 mm2)

Vt : volume Botol sampel (30 ml)

Vs : volume sampel yang diamati (1 ml).

Salah satu biota yang rentan terhadap perubahan kualitas air adalah perifiton

dan selanjutnya mempengaruhi biota lainnya pada ekosistem perairan tersebut.

Perifiton merupakan salah satu organisme yang hidup pada suatu perairan yang

hidup menempel. Keberadaan perifiton di perairan dapat dijadikan sebagai indikator

kesuburan perairan. Kelimpahan perifiton ini berdasarkan kesuburan perairan

misalnya pada perairan dekat dengan perkebunan yang terdapat sisa-sisa pupuk

yang terbawa oleh hujan ke perairan perifiton lebih beragam. Kelimpahan perifiton
juga berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut konsentrasi nitrat dan fosfat serta

kualitas air seperti suhu yang ada di perairan. Perifiton yang keberadaannya cukup

melimbah yaitu jenis perifiton diatom.

2.11 Plankton

2.11.1 Definisi Plankton

Plankton adalah semua kumpulan organisme, baik hewan maupun tumbuhan air

berukuran mikroskopis. Plankton hidupnya melayang di kolom perairan. Plankton

bergerak mengikuti arus. Plankton terdiri atas fitoplankton yang merupakan

produsen utama (primary producer) zat-zat organik dan zooplankton yang tidak

dapat memproduksi zat-zat organik sehingga harus mendapat tambahan bahan

organik dari makanannya ( Hutabarat dan Evans,1984 dalam Yuliana, 2012).

Plankton dibagi menjadi dua yaitu zooplankton dan fitoplankton. Zooplankton

merupakan plankton yang berbentuk seperti hewan. Fitoplankton merupakan jenis

plankton yang berbentuk seperti tumbuhan. Fitoplankton memiliki ciri- ciri sebagai

berikut; berwarna hijau, uniseluler, terlihat seperti dua bagian yang sama, bagian

tengah sel mengecil sehingga terlihat seperti terputus, pada masing masing bagian

ujung sel melengkung. Membentuk dua bagian yang simetris pada bagian samping,

tidak mempunyai lengan, sel terlihat halus (Zainudin, 2013).

Plankton dimaksudkan sebagai makhluk hidup berjasad renik yang melayang

dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit, dan selalu mengikuti arus air.

Kemampuan berenang organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga

mereka dikuasai oleh gerakan air. Plankton ditentukan oleh niche ekologi mereka

dari taksonomi filogenetik atau klasifikasi. Mereka menyediakan sumber makanan

penting yang lebih besar, lebih dikenal organisme akuatik seperti ikan dan cetacean.

Plankton menjadi makanan ikan, oleh karena itu kegiatan menangkap ikan aktif
dijalankan di sekitar kawasan yang terdapat banyak plankton. Plankton dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton
(plankton hewani).

2.11.2. Ciri-Ciri Plankton

Plankton merupakan salah satu mahkluk yang mampu hidup pada

kedalaman di mana intensitas cahaya matahari masih memungkinkan untuk

digunakan dalam melakukan asimilasi (fotosintesis). Plankton merupakan

rnikroorganisme nabati yang hidup melayang di dalam air, yang relatif tidak

mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air.

Plankton dapat ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan sampai pada

proses fotosintesis. Plankton mempunyai bentuk tubuhnya berfilamen setiap sel

merniliki satu atau lebih, kloroplas yang memanjang, inti terletak ditengah sitoplasma

terbungkus dinding sel, reproduksinya konjugasi dan fragmentasi. Plankton

merupakan organisme produser primer yang sangat penting karena merupakan

dasar dari rantai makanan di ekosistem perairan (Wijiyono, 2013).


Plankton hidup mengapung, mengambang, atau melayang di dalam air yang

kemampuan renangnya sangat terbatas hingga selalu terbawa oleh arus.

Kemampuan berenang organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga

mereka sama sekali dikuasai oleh gerakan air, hal ini berbeda dengan hewan

akuatik lainnya yang memiliki gerakan dan daya renang yang cukup kuat untuk

melawan arus perairan. Plankton umumnya berukuran kecil, dalam besaran

mikrometer (1 mikrometer=1m=0,001 mm) hngga milimeter. Ada juga beberapa

yang berukuran lebih dari satu meter, tetapi yang begini jumlahnya sangat sedikit.

Fosil dari plankton merupakan pembimbing utama yang mengarahkan para

pengeksploitasi minyak bumi ke sasaran mereka (Nontji, 2008).


Plankton adalah organisme yang hidupnya melayang atau mengambang di

daerah pelagik. Plankton terkadang ditemukan terapung di permukaan air, di dasar,

ataupun melayang-layang memenuhi kolom air. Plankton pergerakannya sangat

terbatas sehingga selalu terbawa hanyut oleh air. Plankton ini ada yang bergerak

aktif seperti hewan pada umumnya, tetapi ada pula yang bisa melakukan assimilasi

(photosynthesis) seperti halnya tumbuhan di daratan. Plankton memiliki kemampuan


berenang sangat terbatas, sehingga pergerakan plankton tergantung pada arus.
2.11.3. Peran Plankton di Perairan

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) dalam Usman, et al. (2013),

plankton merupakan makhluk yang hidupnya mengapung, mengambang atau

melayang dalam air. Plankton memiliki kemampuan renang yang sangat terbatas.

Plankton mempunyai peranan yang sangat penting di dalam ekosistem bahari.

Plankton dapat dikatakan sebagai pembuka kehidupan di planet bumi ini, karena

dengan sifatnya yang autotrof. Plankton mampu merubah hara anorganik menjadi

bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan

makhluk yang lebih tinggi tingkatannya.

Menurut Nontji (2005) dalam Adinugroho, et al. (2014), plankton terdiri dari

fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton secara fundamental adalah plankton yang

bersifat sebagai tumbuhan, sedangkan zooplankton adalah plankton hewan seperti

holoplankton dan meroplankton. Fitoplankton merupakan produsen primer yang

mampu membentuk zat organik dari zat anorganik dalam proses fotosintesis.

Zooplankton memiliki peranan penting dalam rantai makanan, yaitu sebagai

konsumen primer dalam ekosistem perairan. Plankton juga merupakan makanan

alami bagi ikan, dalam rantai makanan zooplankton berperan sebagai konsumer

pertama yang memakan fitoplankton, selanjutnya zooplankton ini dimakan oleh

organisme lain yang lebih tinggi tingkatannya seperti udang dan ikan.
Plankton (khususnya fitoplankton) merupakan salah satu parameter yang

sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya

konsentrasi fitoplankton sangat terkait dengan kondisi suatu perairan. Plankton

berkait dengan beberapa parameter fisika, kimia dan biologi. Keterkaitan ini sangat

penting untuk mengidentifikasi karakteristik massa air di daerah tertentu. Sehingga

plankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk


mengevaluasi kualitas perairan.
2.11.4. Jenis Plankton di Perairan

Banyaknya kelas Bacillariophyceae (Diatom) di perairan disebabkan oleh

kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan. Bersifat kosmopolit, tahan

terhadap kondisi ekstrim serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi. Pada saat

terjadi peningkatan konsentrasi zat hara, diatom mampu melakukan reproduksi tiga

kali dalam 24 jam. Berbeda dengan dinoflagellata yang hanya mampu

melakukannya satu kali dalam 24 jam pada kondisi zat hara yang sama.

Fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Diatom) mempunyai respon yang sangat

cepat terhadap penambahan nutrient. Mampu beradaptasi dengan lingkungan

tempat hidupnya dibandingkan dengan genera dari kelas yang lainnya (Ariana, et al.,

2013).

Chlorophyceae umumnya banyak ditemukan di perairan air tawar karena

sifatnya mudah beradaptasi dan cepat berkembang biak. Sehingga populasinya

banyak ditemukan di perairan. Fitoplankton dari kelas Chlorophyceae umumnya

melimpah di perairan dengan intensitas cahaya yang cukup seperti kolam, situ, dan

danau. Jenis ini memiliki protective cyste yang merupakan fase dari organisme

uniseluler yang dilindungi oleh lapisan tebal. Sehingga dapat bertahan hidup lebih

lama pada kondisi yang tidak menguntungkan tanpa mengambil makanan (Maresi,

2015).
Gambar 5. Kelas Bacillariophyceae (Diatom) (Cokrowati et al., 2014)
Gambar 6. Kelas Dinoflagelata (Cokrowati et al., 2014)

Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton disebut juga

plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang dalam

air. Fitoplankton sendiri dapat dikatakan plankton yang memiliki bentuk tumbuhan.

Sedangkan zooplanton adalah plankton yang mirip hewan. Zooplankton sendiri bisa

berubah sebagai palntok jika bisa dilihat dengan mata telanjang. Karena pada

dasarnya zooplankton adalah larva dari hewan perairan.

2.11.5. Kelimpahan Plankton

Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perairan.

Fitoplankton fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awalnya mata rantai

pada jaring makanan. Fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan suatu

perairan. Plankton merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang hidupnya

terombang ambing oleh arus perairan. Organisme ini terdiri dari mikroorganisme

yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan tumbuhan (fitoplankton)

(Handayani, 2008 dalam Suherman, et al. 2015).

Menurut Nurfadillah et al. (2012), Salah satu parameter biologi pada perairan

adalah plankton. Plankton diambil dengan menggunakan plankton net. Ada

beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung kelimpahan plankton.

Perhitungan plankton dapat dilakukan dengan menggunakan metode sapuan

Sedwick Rafter Counting Cell. Rumus perhitungan kelimpahan plankton sebagai

berikut:

N : Kelimpahan plankton (sel/l)

n : Jumlah plankton tercacah (sel)


a : Luas gelap penutup (mm2)

v : Volume air terkonsentrasi (ml)

A : Luas satu lapangan pandang (mm2)

vc : Volume air dibawah gelas penutup (ml)

V : Volume air yang disaring (l)

Kelimpahan plankton yang berada dalam perairan berbeda tergantung dari

kondisi suatu perairan. Misalnya saja ada yang berpengaruh terhadap cahaya yang

masuk dari suatu perairan. Kebersihan suatu perairan juga berpengaruh terhadap

tingkat plankton yang hidup didalamnya. Selain itu merupakan produsen pertama di

semua perairan alami serta terlibat langsung dalam rantai makanan ke produksi

ikan. Kelimpahan plankton juga pengaruh terhadap kondisi kimia dan fisika.

Sehingga kondisi oseanografis juga berpengaruh terhadap kelimpahan plankton.


DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, M., Subiyanto dan Haeruddin. 2014. Komposisi dan distribusi plankton

di Perairan Teluk Semarang. Saintifika. 16 (2): 39 48.

Agustini, M. dan S. O. Madyowati. 2014. Identifikasi dan kelimpahan plankton pada

budidaya ikan air tawar ramah lingkungan. Jurnal Agroknow. 2(1): 39 - 43.

Ameilda, C.H., I. Dewiyanti, dan C, Octavina. 2016. Struktur komunitas perifiton

Pada makroalga Ulva lactuca di Perairan Pantai Ulee Lheue, Banda Aceh.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan. 1(3): 337-347.

Andayani, S., R. Yuwanita and N, Izzah .2016. Biofilter application using seaweed

(Gracillaria verucosa) to increase production of Vannameii shrimp in traditional

pond district Bangil-Pasuruan. Research Journal of Life Science. 3(1): 16-22.

Ariana, D., J. Samiaji, S. Nasution. 2013. Komposisi jenis dan kelimpahan

fitoplankton Peraiaran Riau. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. 1(1): 1-15.

Augusta, T. S. 2016. Dinamika perubahan kualitas air terhadap pertumbuhan ikan

lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dipelihara di kolam tanah. Jurnal Ilmu

Hewani Tropika. 5(1): 41-44.

Augusta, T. S., dan S. U. Evi. 2014. Analisis hubungan kualitas air terhadap

komunitas zooplankton dan ikan di Danau Hanjalutung. Jurnal Ilmu Hewani

Tropika. 3(2): 30 35.

Barus, S. L., Y. Djayus., dan S. Ani. 2014. Keanekaragaman dan kelimpahan

perifiton di perairan Sungai Deli Sumatera Utara. Jurnal Aquacoastmarine.

2(1): 139 149.


Bizzy, I. 2015. Pendeteksian ketinggian air di lahan basah memakai teknologi radio

frequency identification (RFID) dalam upaya memonitor ketersediaan air

untuk persawahan di area pasang surut. Jurnal Lahan Suboptimal. 4(1): 25-

30.

Budihastuti, R. 2015. Variasi periodik komposisi bentos pada Tambak Wanamina

dengan jenis mangrove berbeda. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah.

13(2): 135 142.

Burdames, Y. dan E. L. A. Ngangi. 2014. Kondisi lingkungan perairan budi daya

rumput laut di Desa Arakan, Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Budidaya

Perairan. 2(3): 60 75.

Campbell, N. A., J. D. Reece dan L. G. Mitchel. 2004. Biologi edisi ke - 5. Erlangga.

Jakarta. 501 hlm.

Cokrowati, N., S. Amir., Z. Abidin., B. D. H. Setyono dan A. A. Damayanti. 2014.

Kelimpahan dan komposisi fitoplankton di perairan Teluk Kodek Pemenang

Lombok Utara. Depik. 3(1): 21-26.

Dewi, R. K. 2012. Pengelolaan Ekosistem Lamun Kawasan Wisata Pantai Sanur

Kota Denpasar Provinsi Bali. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Dwirastina, M. 2013. Teknik pengambilan dan identifikasi bentos kelas Oligochaeta

Di Daerah Indikat Riau Pekanbaru. BTL 11(2) : 41 44.

Fadli, N., I. Setiawan., N. Fadhilah. 2012. Keragaman makrozoobenthos di perairan

Kuala Gigieng Kabupaten Aceh Besar. Depik, 1(1): 45-52.

Fajri, N.E., Kasry, Adnan. 2013. Kualitas perairan muara Sungai Siak ditinjau dari

sifat fisika-kimia dan makrozoobentos. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk. Vol

4 No.1 : 37-52. Depok : Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam.

Universitas Indonesia. Hal 12.


Faza, M. F. 2012. Struktur Komunitas Plankton di Sungai Pesanggrahan dari Bagian

Hulu Bogor, Jawa Barat Hingga Bagian Hilir Kembangan, DKI Jakarta.

Skripsi. Universitas Indonesia. Hal 12.

Firdaus, O.T. Purwadi, G.P. Angin. 2016. Kajian pengelolaan sumber daya air

permukaan berbasis geographics information system (GIS) di Kota Bandar

Lampung. JRSDD. 4(3): 345 356.

Gitarama, M., A. Krisanti M., Agungpriyono dan Dewi R,. 2016. Komunitas

makrozoobentos dan akumulasi kromium di Sungai Cimanuk Lama, Jawa

Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 21(1): 48 - 55.

Gusmaweti dan L. Deswanti. 2015. Analisis parameter fisika kimia sebagai salah

satu penentu kualitas Perairan Batang Palangki Kabupaten Sijunjung,

Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS.

9: 799 802.

Hasibuan, S. dan Syafriadiman. 2013. Karakteristik fisika dan kimia profil tanah

dasar kolam di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar. Jurnal Perikanan dan

Ilmu Kelautan. 18 (1): 83 95.

Iriadi, R., E. Riani, B. Pramudya N, dan A. Fahrudin. 2015. Evaluasi pengendalian

pencemaran di Perairan Danau Laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah.

Limnotek 22(1): 64-75.

Jhonatan, F., T. R. Setyawati dan R. Linda. 2016 Keanekaragaman

makrozoobentos di aliran Sungai Rombok Banangar Kabupaten Landak

Kalimantan Barat. Protobiont. 5(1): 39 -45.

Kasry, A. dan N. El Fajri. 2012. Kualitas Muara Sungai Siak Ditinjau dari parameter

fisik - kimia dan organisme plankton. Berkala Perikanan Terubuk. 40(2): 96

113.
Kusmeri, Luri dan D. Rosanti. 2015. Struktur Komunitas Zooplankton di Danau Opi

Jakabaring Palembang. Sainsmatika 12(1): 8 20.

Kusumaningtyas, M. A., R. Bramawanto. A. Daulat dan W. S. Pranowo. 2014.

Kualitas perairan natuna pada musim transisi. Depik. 3(1):10-20.

Madyaluha, H. F. 2015. Hubungan tingkat pencemaran air dengan keanekaragaman

makrobenthos di Sungai Rejoso Kabupaten Pasuruan sebagai bahan ajar

biologi. Skripsi. Universitas Muhammadyah Malang

Magfirah, Emiyarti, L. O. M. Y. Haya. 2014. Karakteristik sedimen dan

hubungannya dengan struktur komunitas makrozoobenthos di Sungai Tahi

Ite Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Jurnal

Mina Laut Indonesia. 4(14): 117 131.

Maghfirah. 2015. Analisi terumbu karang buatan (TKB) dalam habitat perifiton

menggunakan correspondence analysis dan detrended correspondence

analysis. Skripsi. Universitas Jember.

Maresi, S. R. P., Priyanti dan E. Yunita. 2015. Fitoplankton sebagai bioindikator

saprobitas perairan di Situ Bulakan Kota Tanggerang. Jurnal Biologi. 8(2): 113

122.

Mashito, I. 2012. Produktivitas Primer dan Struktur Komunitas Perifiton pada

Berbagai Substrat Buatan di Sungai Kromong Pacet Mojokerto. Skripsi.

Universitas Airlangga.

Minggawati, Infa. 2013. Struktur komunitas makrozoobentos di Perairan Rawa

Banjiran Sungai Rungan, Kota Palangka Raya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika.

2(2): 64 67.

Musththofa, Agil., Muskananfola, M. Rudolf., S. Rudiyanti. 2014. Analisis Struktur

Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Sungai


Wedung Kabupaten Demak. Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Diponegoro. Vol. 3(1):81-88

Ningsih, Fidia., M. Rahman dan A. Rahman. 2013. Analisis kesesuaian kualitas air

kolam berdasarkan parameter pH, DO, amoniak, karbondioksida dan

alkalinitas di Balai Benih dan Induk Ikan Air Tawar (BBI-IAT) Kecamatan

Karang Intan Kabupaten Banjar. Fish Scientiae 4 (6): 102 - 113

Nisa, K., Z. Nasution., K. E. L. Ramija. 2015. Studi kualitas perairan sebagai

alternatif pengembangan budidaya ikan Di Sungai Keureuto Kecamatan

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Jurnal Aquacoastmarine. 10 (5) : 1 - 15

Nontji, A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press. Jakarta. Hlm 11.

Novianti, M., N. Widyorini, dan D. Suprapto. 2013. Analisis Kelimpahan Perifiton

Pada Kerapatan Lamun yang Berada di Perairan Pulau Panjang, Jepara.

Journal of Management of Aquatic Resources. 2(3): 219-225.

Nurfadillah, A. Damar dan E. M. Adiwilaga. 2012. Komunitas fitoplankton diperairan

Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Depik. 1(2): 93-98.

Oktarina, A. dan T.S. Syamsudin. 2015. Keanekaragaman dan distribusi

makrozoobentos di perairan lotik dan lentik Kawasan Kampus Institut

Teknologi Bandung, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Pros Sem Nas Masy

Biodiv Indon. 1(2): 227-235.

Perdana, D. A. 2015. Studi pemodelan sintetik curah hujan harian pada beberapa

stasiun hujan Di Kabupaten Pringsewu. Skripsi. Universitas Lampung.

Pratikno, W.B dan Sunarsih. 2012. Model Dinamis Rantai Makanan Tiga Spesies.

Jurnal Matematika. 13 (3) : 151 - 158.


Purwani, A., H. Suwono, S. Prabaningtyas. 2013. Analisis Komunitas Bacillariophyta

Perifiton Sebagai Indikator Kualitas Air Di Sungai Brantas Malang, Jawa

Timur. jurnal-online. :1-10.

Putro, S.P. 2014. Metode Sampling Penelitian Makrbentos dan Aplikasinya:

Penentuan Tingkat Gangguan Lingkungan Akuakultur. Graha Ilmu.

Yogyakarta. 316 hlm

Ridwan, M., R. Fathoni, I. Fatihah dan Danang A.P. 2016. Struktur Komunitas

Makrozoobenthos Di Empat Muara Sungai Cagar Alam Pulau Dua, Serang,

Banten.Jurnal Biologi, 9(1), 2016, 57-65.

Sagala, E. P. 2012. Komposisi dan keanekaragaman benthos dalam menilai kualitas

air Sungai Lematang, di Desa Tanjung Muning, Kecamatan Gunung Megang

Kabupaten Muara Enim. Jurnal Penelitian Sains. 15(2): 1 5.

Sahami, F M., C. Panigoro, S. N. Hamzah dan Hasim. 2014. Lingkungan Perairan

dan Produktivitasnya. Deepublish. Yogyakarta. 177 hlm.

Siagian, M. 2012. Kajian jenis dan kelimpahan perifiton pada eceng gondok di zona

litoral Waduk Limbungan, Pesisir Rumbai, Riau. Jurnal Akuatika. 3(2): 95

104.

Sihombing, M. 2013. Praktikum Ekosistem Perairan Mengalir Sungai Pasauran

Banten. Tesis. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 67 hlm.

Simbolon, C., M. B. Mulya dan Desrita. 2016. Keanekaragaman perifiton di sungai

belawan kecamatan Pancur Batu kabupaten Deli Serdang provinsi Sumatera

Utara. Jurnal Aquacoastmarine. 11(1): 1-10.

Sinambela, M. dan M. Sipayung. 2015. Makrozoobenthos dengan parameter fisika

dan kimia di Perairan Sungai Babura Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Biosains

1(2): 44 54.
Sinyo, Y. dan J. Idris. 2013. Studi kepadatan dan keanekaragaman jenis organisme

benthos pada daerah Padang Lamun di Perairan Pantai Kelurahan Kastela

Kecamatan Pulau Ternante. Jurnal Bioedukasi. 2(1): 154 162.

Suharyono, Y. A. 2012. Perencanaan embung Kalen Desa Hargosari Kecamatan

Tanjungsari Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Skripsi. Universitas

Atmajaya Yogyakarta.

Suherman, E., Srf. L. Maftukha., A. Zulkifli., A. N. Laily. 2015. Biodiversitas

Fitoplankton di Waduk Selorejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang,

Jawa Timur. Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumberdaya

Alam. (4): 1-5.

Suryono, T., Y. Sudarso, G. P. Yoga dan I. Yuniarti. 2014. Penilaian kualitas sedimen

dengan konsep screening level concentration (SLC): studi kasus Perairan

Tergenang di Jawa Barat. Limnotek 21(1): 41-51.

Sutanto, Agus dan Purwasih. 2012. Analisis kualitas perairan Sungai Raman Desa

Pujodadi Trimurjo sebagai sumber belajar biologi SMA pada materi ekosistem.

Bioedukasi. 3(2): 1 9.

Suzyanna. 2013. Interaksi antara predator - prey dengan faktor pemanen prey.

Journal of Scientific Modeling & Computation. 1 (1) : 58 66.

Taryati, E. Sadilah, A. Adrianto dan Sunarno. 2012. Pemahaman Masyarakat

Terhadap Daerah Rawan Ekologi. Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai

Tradisional Yogyakarta. Yogyakarta. 146 hlm.

Usman, M`. S., J. D. Kusen, J. R.T.S.L Rimper. 2013. Struktur Komunitas Plankton di

Perairan Pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Pesisir dan Laut

Tropis. 2(1): 51 57.


Utomo, S. W., Sutriyono, R. Rizal. 2014. Pengertian, Ruang Lingkup Ekologi dan

Ekosistem.

Wibowo, A., D. Rosalina dan Umroh. 2015. Keanekaragaman Perifiton Pada Daun

Lamun di Pantai Tukak Kabupaten Bangka Selatan. Jurnal Sumberdaya

Perairan. 8(2): 7 16.

Wijiyono dan S. Artiningsih. 2013. Keanekaragaman Fitoplankton di dalam Kolam

Bioremediasi di PTAB Batan Yogyakarta. Prosiding Seminar Penelitian dan

Pengelolaan Prangkat Nuklir. 4: 102 106.

Windy, H. Wahyuningsih dan A. Suryanti. 2015. Kebiasaan makanan ikan baung

(Mystusnemurus C.V) di Sungai Bingai Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara.

Jurnal Aquacoastmarine. 9(4): 1 11.

Wulandari, D. Y., N. T. M. Pratiwi., E. M. Adiwilaga. 2014. Distribusi Spasial

Fitoplankton di Perairan Pesisir Tangerang.Jurnal Ilmu Pertanian

Indonesia.vol.19(3):156-162.

Yuliana. 2015. Distribusi dan struktur komunitas fitoplankton di perairan Jailolo,

Halmahera Barat. Jurnal Akuatika. 6(1): 41 48.

Yuniarno, H. A., Ruswahyuni dan A. Suryanto. 2015. Kelimpahan perifiton pada

karang masif dan bercabang di perairan Pulau Panjang Jepara. Diponegoro

Journal of Maquares. 4(4) : 99-108.

Zainudin, F. A., 2014. Keanekaragaman plankton sebagai bioindikator kualitas

sungai brantas. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Malang.

Anda mungkin juga menyukai