Anda di halaman 1dari 34

MODUL PRAKTIKUM

Ekologi Perairan

Tim Penyusun

Kelompok Dosen Bidang Keahlian


Program Studi Biologi

FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2017
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Modul Praktikum Taksonomi Avertebrata ini dapat
disusun.
Modul praktikum ini disusun sebagai suatu pedoman pelaksanaan praktikum yang pada
dasarnya dirangkum dari berbagai referensi untuk menuntun praktikan. Buku Modul
Praktikum ini terbatas pada Teknik-teknik pengambilan data dan bagaimana cara
menganalisis kondisi lingkungan perairan.
Besar harapan bahwa Modul Praktikum ini dapat bermanfaat bagi praktikan dan berbagai
pihak. Kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian modul
ini. Menyadari akan keterbatasan yang kami miliki, maka kami sangat mengharapkan
saran atau kritik konstruktif bagi penyempurnaan buku ini.

Medan, April 2017

Penyusun
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi biasanya didefinisikan sebagai ilmu tentang interaksi antara organisme-
organisme dan lingkungannya. Lingkungan di sini mempunyai arti luas, mencakup semua
hal di luar organisme yang bersangkutan. Tidak saja termasuk cahaya, suhu, curah hujan,
kelembaban dan topografi, tetapi juga parasit, predator dan kompetitor.
Ekologi perairan adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik/interaksi
antara organisme perairan dengan lingkungannya. Kehidupan tergantung pada radiasi sinar
matahari. Kecuali organisme kimia sintetis yang relatif yidak banyak, semua bentuk
kehidupan mendapatkan unsur hara organik berenergi tinggi baik langsung maupun tidak
langsung dari proses fotosintesis. Dan melalui rantai makanan yang akhirnya dimanfaatkan
oleh produsen.
Salah satu cara untuk memahami interaksi organisme-organisme dengan lingkungan
perairan adalah dengan mempelajari proses yang terjadi pada rantai makanan. Tingkatan
berlapis ekologi meliputi ekosistem individu/organisme dengan
ciri biasanya memiliki struktur khusus yang disebut dengan adaptasi, ekosistem populasi
yaitu kumpulan individu sejenis pada suatu daerah dan pada waktu tertentu, ekosistem
komunitas yang terdiri dari beberapa populasi yang berbeda dan berinteraksi antar spesies,
ekologi ekosistem yaitu suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen biotik dan
abiotik terdapat siklus kehidupan. Ekologi sungai merupakan gabungan dari dua macam
ekosistem yaitu darat dan air. Keragaman organisme di ekosistem sungai sangat
dipengaruhi kondisi habitat sungai tersebut. Sedangkan kondisi suatu bagian sungai
tergantung pada kondisi bagian atas dan hulunya.

1.2 Tujuan Praktikum Ekologi Perairan


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam:
a. Keterampilan Kognitif:
 Komparansi antara teori dan kondisi di lapangan
 Pengintegrasian pemahaman berbagai teori
 Penerapan teori pada keadaan nyata di lapangan

b. Keterampilan Afektif:
 Perencanaan kegiatan secara mandiri
 Kemampuan bekerja sama
 Pengkomunikasian hasil belajar
c. Keterampilan Psikomotorik:
 Penguasaan pemasangan peralatan
 Penggunaan peralatan dan instrument tertentu.

1.3 Kegunaan Praktikum Ekologi Perairan


Kegunaan dari kegiatan praktikum ini adalah:
1. Mengenalkan sekaligus menumbuhkan rasa empati mahasiswa terhadap Biota yang
berada di ekosistem daratan (kolam), ekosistem sungai dan ekosistem laut yang ada
disekitarnya.
2. Meningkatkan kemampuan teknis dalam mengukur parameter fisika, kimia dan
biologi perairan.
3. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang hubungan organisme perairan dengan
lingkungannya

2. TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos (ilmu).
Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam tempat
hidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal-balik antara organisme
dengan lingkungannya. Ekologi hanya bersifat eksploratif dengan tidak melakukan
percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam. Pada saat
ini dengan berbagai keperluan dan kepentingan, ekologi berkembang sebagai ilmu yang
tidak hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam. Ekologi berkembang
menjadi ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem (alam), sehingga dapat
menganalisis dan memberi jawaban terhadap berbagai kejadian alam. Sebagai contoh
ekologi diharapkan dapat memberi jawaban terhadap terjadinya tsunami, banjir, tanah
longsor, DBD, pencemaran, efek rumah kaca, kerusakan hutan, dan lain-lain.

Struktur ekosistem menurut Odum (1983), terdiri dari beberapa indikator yang
menunjukan keadaan dari system ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Beberapa
penyusun struktur ekosistem antara lain adalah densitas (kerapatan), biomas, materi,
energi, dan factor-faktor fisik-kimia lain yang mencirikan keadaan system tersebut. Fungsi
ekosistem menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam system.

Sungai
Sungai merupakan daerah dimana terdapat air yang mengalir dari hulu (pegunungan)
menuju hilir (laut). Selain mengalirkan air dari hulu, sungai juga membawa material-
material organic maupun anorganik dan mengantarkannya keseluruh bagian sungai sampai
hilir. Oleh karena itu, sungai dapat digolongkan sebagai perairan yang mengalir. Odum
(1998) menyatakan bahwa ada 2 zona utama pada aliran sungai yaitu: Zona Air Deras
yaitu daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar
sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini
dihuni bentos yang beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau
berpegang dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini
umumnya terdapat pada hulu sungai didaerah pegunungan. Zona Air Tenang yaitu bagian
sungai yang dalam dimana kecepatan arus sudah berkurang, maka lumpur dan materi lepas
cenderung mengendap di dasr sehingga dasrnya lunak. Zona ini umumnya terdapat pada
bagian hilir.
Organisme Perairan
Perifiton
Perifiton adalah nama yang diberikan pada kelompok berbagai organisme yang tumbuh
atau hidup menempel pada substrat dalam air seperti tanaman, kayu, batu dan sebagainya.
Meskipun perifiton umumnya diperlakukan sebagai bentos, ini bukanlah ciri khas
komunitas tersebut dalam hal tertentu. Ia hadir sangat banyak pada substrat apapun,
misalnya ujung kayu yang berada dalam air beberapa centimeter dari dasar. Juga diketahui
bahwa beberapa organisme yang membentuk perifiton jika dicuci atau dibersihkan,
penunjangnya dapat menjadi bagian dari plankton.

Neuston
Neuston adalah istilah kolektif untuk organisme yang mengapung di atas air (epineuston)
atau tinggal tepat di bawah permukaan (hyponeuston). Neustons terdiri dari beberapa jenis
ikan, kumbang, protozoa, bakteri dan laba-laba atau strider air.

Nekton
Nekton adalah binatang air yg dpt berenang dan bergerak bebas didalam air, serta
mampu melawan gerakan air

Benthos
Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang sesil, merayap
maupun menggali lubang. Bentos hidup di pasir, lumpur, batuan,patahan karang atau
karang yang sudah mati. Substrat perairan dan kedalaman mempengaruhi pola penyebaran
dan morfologi fungsional serta tingkah laku hewan
bentik. Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik serta jenis makanan bentos. Organisme
yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda, Decapoda,
Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida. Klasifikasi benthos menurut ukurannya :
Makrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih besar dari 1 mm (0.04
inch), contohnya cacing, pelecypod, anthozoa, echinodermata, sponge, ascidian, and
crustacea. Meiobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran antara 0.1 - 1 mm,
contohnya polychaete, pelecypoda, copepoda, ostracoda, cumaceans, nematoda,
turbellaria, dan foraminifera. Mikrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran
lebih kecil dari 0.1 mm, contohnya bacteri, diatom, ciliata, amoeba, dan flagellata.
Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar
perairan. Montagna et all. (1989) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan,
makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi
dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Keberadaan hewan bentos
pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik
maupun abiotik.Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang
merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah
fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen
biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan
substrat dasar (Allard and Moreau, 1987).

Parameter Lingkungan

1. Faktor Fisik Perairan


a. Arus
Arus air adalah pergerakan massa air menuju ketempat lain yang disebabkan oleh
perbedaan ketinggian dasar perairan, kerapatan molekul air, atau karena tiupan angin. Arus
dapat bergerak secara vertikal maupun horisontal. Pada ekosistem perairan arus memiliki
peran yang sangat penting terutama berkaitan dengan pola sebaran organisme,
pengangkutan energi, gas-gas terlarut dan mineral di dalam air. Arus juga akan
berpengaruh terhadap substrat dasar perairan. Dalam perairan dikenal ada dua tipe arus
yaitu turbulen dan laminar. Turbulen merupakan arus air yang bergerak kesegala arah
sehingga air akan terdistribusi keseluruh bagian perairan, sedangkan laminar yaitu arus air
yang bergerak kesatu arah tertentu saja. Pada ekosistem perairan lentik yang relatif dalam
akan memungkinkan terjadinya arus vertikal yaitu pergerakan air dari dasar ke permukaan
atau sebaliknya. Hal tersebut karena adanya stratifikasi suhu pada perairan tersebut.
Kenaikan suhu perairan akan menyebabkan menurunnya kerapatan molekul air, air akan
bergerak dari massa yang memiliki kerapatan molekul lebih tinggi ke yang lebih rendah.
Arus vertikal ini berperan sangat penting terhadap distribusi gas terlarut, mineral,
kekeruhan, dan organisme planktonik. Pada ekosistem lotik arus memiliki peranan yang
sangat penting. Pada ekosistem ini arus sangat fluktuatif dari waktu ke waktu karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: sudut kemiringan dasar perairan, tipe substrat
dasar, musim, debit air, luas permukaan perairan, dan tipe alur sungai (lurus atau
berkelok). Pada ekosistem sungai yang lurus arus cenderung bergerak relatif lebih cepat,
apalagi jika volume debit air besar (musim penghujan) dan dengan sudut kemiringan dasar
perairan besar. Dengan kondisi demikian dan adanya arus turbulen maka air sungai dapat
bergerak keluar dari badan air dan menggenangi
wilayah di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada alur sungai yang lurus arus air
tercepat berada pada bagian tengah sungai, karena daerah ini tidak ada gesekan secara fisik
dengan dua sisi DAS yang dapat memperlambat aliran. Pada alur sungai yang berkelok
(meander), kecepatan arus paling tinggi akan dijumpai pada bagian luar pinggir sungai,
sesuai dengan hukum fisika massa sentrifugal. Pada ekosistem sungai yang didominasi
oleh substrat dasar berbatu akan ditemui kondisi arus dengan kecepatan relatif lambat,
terutama di belakang batubatuan besar di dasar perairan. Daerah berarus lambat ini
merupakan habitat sangat ideal bagi organisme air yang secara morfologi bukan tipikal
organisme yang mampu beradaptasi terhadap habitat perairan berarus deras. Beberapa
organisme yang beradaptasi secara tingkah laku seperti ini antara lain adalah berbagai jenis
larva arthropoda, crustacea, dan beberapa jenis ikan seperti ikan lele (Clarias sp) yang
secara morfologi bukan tipikal ikan yang berhabitat alamiah di perairan berarus deras.
Organisme secara alamiah memiliki habitat tertentu dan hal itu dicirakan oleh
morfologinya. Ikan-ikan yang memiliki habitat alamiah di perairan berarus deras akan
memiliki morfologi yang khas berupa bentuk tubuh yang streamline seperti ditunjukkan
pada ikan Puntius sp., Mugil sp. dan lain-lain. Pada Turbelaria dan Hirudineae yang hidup
di perairan yang berarus deras memiliki tubuh yang rata dan mendatar sehingga
mengurangi gaya gesek organisme tersebut dengan arus air. Organisme pada kondisi
tertentu juga mampu hidup di habitat yang bukan habitat alamiahnya dengan cara adaptasi
secara tingkah laku.

b. Suhu/ temperatur
Suhu pada ekosistem perairan berfluktuasi baik harian maupun tahunan, terutama
mengikuti pola temperatur udara lingkungan sekitarnya, intensitas cahaya matahari, letak
geografis, penaungan dan kondisi internal perairan itu sendiri seperti kekeruhan,
kedalaman, kecepatan arus dan timbunan bahan organik di dasar perairan. Suhu memiliki
peran yang sangat penting terhadap kehidupan di dalam air. Kelarutan berbagai jenis gas di
dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam perairan sangat dipengaruhi oleh suhu.
Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju
metabolisme sebesar 2 – 3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan
kebutuhan oksigen meningkat, sementara dilain pihak naiknya temperatur akan
menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menurun. Fenomena ini akan menyebabkan
organisme air mengalami kesulitan untuk respirasi Pada ekosistem perairan daerah tropis
suhu cenderung konstan sepanjang tahun, berbeda dengan ekosistem perairan di daerah
subtropis. Hal ini berhubungan dengan musim. Di daerah tropis tidak mengenal musim
dingin sehingga tidak ada kondisi dimana lingkungan berada pada suhu yang ekstrim
rendah. Seperti pengamatan yang dilakukan di sungai Donan dan Sapuregel Cilacap,
terlihat tidak terjadi perubahan suhu yang drastis sepanjang tahun. Suhu perairan berkisar
antara29 – 32° C ( Satino, 2001). Di daerah tropis suhu lebih berfluktuasi berdasarkan
ketinggian tempat (latitude). Pada daerah hulu suhu relatif lebih rendah di banding dengan
suhu perairan di daerah hilir, selain karena berhubungan dengan suhu lingkungan juga
disebabkan oleh perbedaan aktivitas manusia di kedua daerah tersebut. Suhu air juga akan
turun seiring dengan meningkatnya kedalaman, tetapi di perairan tropis tidak terjadi
penurunan yang ekstrem. Berhubungan dengan suhu perairan, harus diketahui bahwa
organisme air memiliki kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu media tempat
hidupnya. Terdapat organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap
perubahan suhu lingkungan (euriterm) dan ada jenis yang kisaran toleransinya sempit
(stenoterm). Kondisi tersebut menyebabkan sesuatu yang wajar apabila terdapat perbedaan
signifikan jenis organisme yang hidup pada daerah yang memilki letak geografis yang
berbeda, karena organisme memiliki temperatur lethal baik lethal atas maupun lethal
bawah terhadap suhu. Kemampuan organisme untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan suhu idealnya, meskipun tidak menyebabkan kematian akan dapat berakibat
terhadap laju pertumbuhan dan umur/masa hidup organisme. Laju pertumbuhan sangat
berkorelasi dengan proses metabolisme tubuh, dan peningkatan metabolisme akibat
kenaikan suhu tentu akan mempercepat pertumbuhan. Peningkatan metabolisme juga akan
mimicu meningkatnya aktifitas fisiologis yang berhubungan dengan proses biokimiawi dan
kerja organ. Dengan maksimalnya pertumbuhan dan kerja organ maka dapat berakibat
terhadap berkurangnya masa hidup organisme.

c. Substrat Dasar
Substrat dasar perairan dapat menjadi faktor pembatas, baik secara sendiri maupun
komulatif terhadap organisme perairan. Substrat dasar perairan sangatberhubungan dengan
kecepatan arus, dan aktivitas manusia di sepanjang DAS. Substrat dasar akan berpengaruh
terhadap distribusi organisme perairan. Organisme perairan secara morfologi memiliki
kekhasan tertentu untuk dapat hidup pada habitat perairan dengan tipe substrat dasar
tertentu. Jenis-jenis gastropoda banyak ditemukan pada ekosistem perairan dengan substrat
dasar berbatu, hal ini karena gastropoda memiliki kemampuan untuk melekat kuat pada
substrat bebatuan dan juga dilengkapi cangkang yang keras sehingga dapat melindungi
tubuhnya apabila terjadi benturan dengan substrat yang keras. Kelompok bivalvia dan
vermes lebih banyak ditemukan pada ekosistem perairan dengan substrat dasar berpasir
atau berlumpur.

d. Kekeruhan/turbiditas
Kekeruhan/turbidaitas adalah banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air.
Turbiditas pada ekositem perairan juga sangat berhubungan dengan kedalaman, kecepatan
arus, tipe substrat dasar, dan suhu perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah
menurunnya daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya
menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan
bentik. Peningkatan kekeruhan pada ekosistem perairan juga akan berakibat terhadap
mekanisme pernafsan organisme perairan. Apabila kekeruhan semakin tinggi maka
sebagian materi terlarut tersebut akan menempel pada bagian rambut-rambut insang
sehingga kemampuan insang untuk mengambil oksigen terlarut menjadi menurun, bahkan
pada tingkat kekeruhan tertentu dapat menyebabkan insang tidak dapat berfungsi dan
menyebabkan kematian.

e. Penetrasi Cahaya Matahari / Kecerahan


Penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan akan mempengaruhi produktifitas primer.
Kedalaman penetrasi cahaya matahari kedalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: tingkat kekeruhan perairan, sudut datang cahaya matahari dan intensitas
cahaya matahari. Pada batas akhir cahaya matahari mampu menembus perairan disebut
sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya matahari
mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam
keseimbangan Bagi organisme perairan, intensitas cahaya matahari yang masuk berfungsi
sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme pada habitatnya.
Beberapa jenis larva serangga akan melakukan gerakan lokomotif sebagai bentuk reaksi
terhadap menurunnya intensitas cahaya matahari. Larva ini akan keluar dari
persembunyiannya yang terdapat pada bagian bawah bebatuan di dasar perairan menuju ke
bagian atas bebatuan untuk mencari makan.

f. Kedalaman
Kedalaman perairan berperan penting terhadap kehidupan biota pada ekosistem tersebut.
Semakin dalam perairan maka terdapat zona-zona yang masing-masing memiliki kekhasan
tertentu, seperti suhu, kelarutan gas-gas dalam air, kecepatan arus, penetrasi cahaya
matahari dan tekanan hidrostatik. Perubahan faktor-faktor fisik dan kimiawi perairan
akibat perubahan kedalaman akan menyebabkan respon yang berbeda biota di dalamnya.

2. Kimiawi Perairan
a. pH
Nilai pH menyatakan konsentarasi ion hidrogen (H+) dalam larutan atau didefinisikan
sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen yang secara matematis dinyatakan
dengan persamaan pH = log 1/H+. H+ adalah jumlah ion hidrogen dalam mol per liter
larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan
menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Dalam air yang bersih,
jumlah konsentrasi ion H+ dan OH‫ ־‬berada dalam keseimbangan atau dikenal dengan pH =
7. Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut sebagai larutan
asam. Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan
dikenal dengan larutan basa. Organisme perairan dapat hidup ideal dalam kisaran pH
antara asam lemah sampai dengan basa lemah. Kondisi perairan yang bersifat asam kuat
ataupun basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup biota, karena akan
mengganggu proses metabolisme dan respirasi. Perairan dengan kondisi asam kuat akan
menyebabkan logam berat seperti aluminium memiliki mobilitas yang meningkat dan
karena logam ini bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan biota. Sedangkan
keseimbangan amonium dan amoniak akan terganggu apabila pH air terlalu basa.
Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga toksik
terhadap biota.
b. DO
DO atau oksigen terlarut merupakan jumlah gas O2 yang diikat oleh molekul air.
Kelarutan O2 di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh suhu dan mineral terlarut
dalam air. Kelarutan maksimum oksigen dalam air terdapat pada suhu 0 C°, yaitu sebesar
14,16 mg/l. Konsentrasi ini akan menurun seiring peningkatan ataupun penurunan suhu.
Sumber utama DO dalam perairan adalah dari proses fotosintesis tumbuhan dan
penyerapan/pengikatan secara langsung oksigen dari udara melalui kontak antara
permukaan air dengan udara. Sedangkan berkurangnya DO dalam perairan adalah kegiatan
respirasi organisme perairan atau melalui pelepasan secara langsung dari permukaan
perairan ke atmosfer. Pengaruh DO terhadap biota perairan hanya sebatas pada kebutuhan
untuk respirasi, berbeda dengan pengaruh suhu yang cenderung lebih komplek. Beberapa
organisme perairan bahkan memiliki mekanisme yang memungkinkan dapat hidup pada
kondisi oksigen terlarut yang sangat rendah. Beberapa contoh species yang memiliki
kemampuan ini adalah larva dari Diptera dan Coleoptera serta larva dan pupa dari Culex
sp. Organisme ini mempunyai sistem trachea terbuka seperti yang dimiliki oleh insekta
terrestrial. Organisme ini dapat mengambil oksigen untuk respirasi dengan mengambil dari
udara di permukaan air. Kemampuan tersebut menjadikan organisme ini dapat digunakan
sebagai bioindikator ekosistem perairan yang tercemar oleh buangan limbah organik.
Bebrapa organisme perairan juga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan yang miskin oksigen seperti yang dilakukan oleh Planaria sp.
Organisme ini apabila dalam perairan oksigen terlarut sangat rendah maka akan
menurunkan konsumsi oksigen untuk respirasi, selanjutnya kekurangan oksigen tersebut
akan dikompensasi pada proses respirasi selanjutnya dengan meningkatkan konsumsi
oksigen, jadi organisme ini memiliki mekanisme yang unik dengan menyimpan oksigen di
dalam tubuhnya untuk dimanfaatkan ketika lingkungan DO nya rendah. Mekanisme lain
ditunjukan oleh species cacing Tubifex sp yang dapat hidup pada kondisi perairan
tercemar bahan organik dan miskin oksigen terlarut. Mekanisme yang dilakukan oleh
cacing ini adalah dengan membenamkan bagian kepalanya ke dalam lumpur sedangkan
tubuh yang lain menjulur ke perairan. Dengan luas permukaannya organisme ini menyerap
langsung DO melalui seluruh bagian tubuh yang menjurai ke dalam air. Secara umum
organisme perairan memiliki daya adaptasi yang baik terhadap DO rendah pada suhu yang
relatif rendah. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan oksigen untuk proses fisiologis dan
reaksi biokimiawi dalam tubuh organisme.
c. BOD
Nilai BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh organisme aerob untuk aktivitas hidup. Secara spesifik dalam hal ini adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk mendegradasi senyawa
organik dalam perairan. Setelah melalui berbagai proses penelitian yang panjang dan
berulang-ulang berhasil ditentukan pengukuran BOD dilakukan selama 5 hari atau dikenal
dengan BOD5 pada suhu 20° C. Selisih antara oksigen terlarut pada hari ke-0 dengan
oksigen terlarut yang diukur setelah hari ke-5 yang didedah pada suhu 20° C disebut
sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi
bahan organik dalam perairan. Nilai BOD menunjukkan kandungan bahan organik dalam
perairan, semakin tinggi nilai BOD maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut banyak
mengandung bahan organic di dalamnya. Demikian juga sebaliknya, apabila nilai BOD
rendah maka mengindikasikan bahwa perairan tersebut miskin bahan organik.

d. COD
Nilai COD (Chemical Oxygen Demand) menunjukan jumlah oksigen total yang
dibutuhkan di dalam perairan untuk mengoksidasi senyawa organic baik yang mudah
diuraikan secara biologis maupun yang sulit/tidak bisa diuraikan secara biologis.

e. CO2
CO2 dalam air meskipun sangat mudah larut dalam air tetapi umumnya berada dalam
keadaan terikat dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3). Keterikatan CO2 dalam
air dalam bentuk H2CO3 sangat dipengaruhi oleh nilai pH air. Pada pH Air yang rendah
(pH = 4) karbondioksida berada dalam keadaan terlarut, pada pH antara 7 – 10 semua
karbondioksida dalam bentuk ion HCO3‫־‬, sedangkan pada pH sekitar 11 karbondioksida
dijumpai dalam bentuk ion CO32- , sehingga dalam keadaan basa akan menyebabkan
peningkatan ion karbonat dan bikarbonat dalam perairan. Karbondioksida dalam air dapat
berasal dari pengikatan langsung dari udara bebas, dan melalui proses respirasi organisme.
Karbondioksida dalam perairan sangat dibutuhkan terutama oleh tumbu-tumbuhan air
termasuk algae untuk
fotosistesis. Ada perbedaan mendasar antara fotosintesis yang berlangsung pada tumbuhan
aquatik dengan fotosintesis tumbuhan tersestrial. Sumber karbondioksida yang dibutuhkan
pada proses fotosintesis tumbuhan terestrial sepenuhnya langsung diambil dari atmosfir,
sementara proses fotosintesis dalam lingkungan aquatiktergantung pada sumber
karbondioksida yang terlarut dalam air. Ada jenis tumbuhan air yang dapat memanfaatkan
karbondioksida bebas yang terlarut dalam air secara langsung, tetapi karena pH dalam
perairan umumnya netral, maka jarang ditemukan karbondioksida dalam bentuk bebas.
Berdasarkan pada sumber karbondioksida yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis, maka
tumbuhan air dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
1). Tipe fontinalis, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan
karbondioksida bebas, seperti pada lumut air (Fonatinalis antipyretica)
2). Tipe Elodea, yaitu tumbuhan air yang untuk fotosintesis selain membutuhkan
karbondioksida bebas juga dalam bentuk ion-ion karbonat
3). Tipe Scenedesmus, yaitu tumbuhan yang melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan
ion bikarbonat, biasanya dilakukan oleh ganggang hijau Pada perairan yang mengandung
kalsium tinggi, karbondioksida akan berikatan dengan kalsium karbonat membentuk
kalsium hidrogen bikarbonat. Senyawa ini akan menjadi cadangan karbondioksida untuk
fotosintesis.
f. Nitrogen
Dalam ekosistem perairan nitrogen dapat terdapat dalam berbagai bentuk. Sebagian besar
dalam bentuk nitrogen molekuker (N2), dan sebagian kecil dalam bentuk nitrit (NO2) atau
nitrat (NO3), serta Amonia (NH4). Nitrogen memegang peranan kritis dalam daur bahan
organik untuk menghasilkan asam amino yang merupakan bahan dasar penyusunan
protein. Nitrogen terlarut dalam ekosistem perairan dapat berasal dari pengikatan molekul
nitrogen oleh bakteri pengikat nitrogen, penguraian sisa-sisa organisme yang mati, dan
proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas. Untuk lebih jelasnya silahkan
lihat siklus nitrogen pada buku Limnology (Goldman)

g. Fosfat
Fosfat dalam ekosistem perairan dapat terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti
protein ataupun gula, sebagian dalam bentuk kalsium fosfat (CaPO4) dan besi fosfat
(FePO4) anorganik. Fosfat tersedia melimpah dalam perairan dalam bentuk ortofosfat.
Senyawa anorganik ini dihasilkan oleh bakteri melalui pemecahan fosfat organik dari
organisme yang mati. Proses ini berlangsung relatif mudah dan cepat, sehingga dalam
ekosistem perairan fosfat bukan merupakan pembatas karena selalu tersedia dalam jumlah
yang cukup.
TOPIK PERTEMUAN PRAKTIKUM
Pertem Kompetensi Dasar Materi Pokok Strategi Praktikum Lokasi
uan
I Mahasiswa mengetahui rencana  Tugas, kewajiban, tanggung Diskusi Laboratorium
praktikum dan memahami tugas, jawab, dan hak- hak mahasiswa
kewajiban, tanggung jawab, dan haknya  Pembagian Kelompok
selama satu semester  Kontrak belajar

II Mahasiswa memiliki keahlian dalam Tekhnik sampling dan pengukuran Praktikum lapangan Kolam UMA
melakukan studi di kosistem perairan faktor fisika-kimiawi dan biota
mengenang perairan mengenang
III Mahasiswa mampu menghitung Identifikasi Biota perairan Praktikum Laboratorium
kelimpahan dan indeks diversitas Menggenang
organisme perairan menggenang laboratorium
IV Mahasiswa memiliki keahlian dalam Tekhnik sampling dan pengukuran Praktikum lapangan Sembahe
melakukan studi di kosistem perairan faktor fisika-kimiawi dan biota
mengalir perairan mengalir
V Mahasiswa mampu menghitung Identifikasi Biota perairan Praktikum Laboratorium Biologi
kelimpahan dan indeks diversitas Mengalir
organisme perairan menggenang laboratorium UMA
VI Mahasiswa memiliki keahlian dalam Tekhnik sampling dan pengukuran Praktikum lapangan Belawan
melakukan studi di kosistem perairan asin faktor fisika-kimiawi dan
(laut) keanekaragaman mangrove
VII Mahasiswa mampu menghitung kerapatan Identifikasi keanekaragaman Praktikum Laboratorium Biologi
dan indeks diversitas mangrove mangrove
laboratorium UMA
VIII Mahasiswa mampu melakukan analisis Analisis Data Praktikum Diskusi Ruang kelas
data praktikum
IX Mahasiswa mampu Ekologi Perairan Presentasi dan Ruang Kelas
mengkomunikasikan hasil kegiatan Diskusi
Pertemuan I
Pada pertemuan Pertama, mahasiswa diberikan penjelasan tentang
1. tujuan praktikum Ekologi perairan,
2. pemaparan tentang Tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan hak- hak mahasiswa
3. Pada kesempatan ini juga dilakukan pembagian kelompok kerja untuk pelaksanaan
praktikum selanjutnya
4. Pemaparan tentang kontrak Belajar
Pertemuan II dan III
Ekosistem Kolam

Alat dan Bahan


Alat Bahan

Alat Bahan
pH meter Na2SO3
Timba Air Sample
Stopwatch Alkohol 70%
Kertas Label Lugol
Kamera Digital NaOH + KI
Tissue MnSO4
Pinset H2SO4
Nampan Amylum
Karet Gelang
Botol Film (botol sampel)
Meteran
Botol Winkler
Thermometer Hg
Tali raffia
Pipet
Beaker Glass
Erlenmeyer
Pipet tetes
Keping sechi
Plankton net
Saringan

Prosedur kerja
Perifiton
Pengambilan Sampel Perifiton
Perifiton didapatkan dengan cara mengambil salah satu substrat di dalam lingkungan
perairan, kemudian substrat tersebut dikerik bagian permukaanya seluas 2x2 cm2. Kemudian
masukkan hasil kerikan ke dalam botol film dan di beri air dan diawetkan dengan lugol.

Pengamatan Perifiton di Laboratorium


Untuk pengamatan perifiton, sampel awetan diambil menggunakan pipet tetes untuk
kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400-100 kali perbesaran,
kemudian diamati gambar dan ciri-ciri dari spesies yang didapat untuk kemudian dicocokkan
dengan buku identifikasi untuk mengetahui jenis filum dari spesies tersebut.

Benthos
Pengambilan Sampel Benthos
Prosedur pengambilan sampel benthos sebagai berikut:
1. Memegang tiang jala dengan arah melawan arus
2. Mengaduk dasar perairan dengan dua kaki secara bersama-sama untuk melepas organisme
dari dasar perairan sehingga organisme akan masuk ke dalam jala.
3. Memeriksa di dalam jala, kalau ada batu dan ranting maka mencuci batu dan ranting di
dalam jala.
4. Mencuci organisme dengan air dan mengumpulkannya pada salah satu sudut jala dengan
terus menyiram air untuk memudahkan pengambilan sampel dari dalam jalah
5. Membalik jala ke arah luar untuk memindahkan sampel ke dalam wadah sampel.
6. melakukan pengawetan dengan al-kohol 70%

Pengamatan Benthos di Laboratorium


Pengatan benthos di laboratorium, untuk benthos yang berukuran kecil dapat diamati secara
langsung dengan bantuan Mikroskop okuler, dan bentuk serta jenis benthos yang diamati
dapat dicocokkan dengan buku Identifikasi benthos untuk menjari jenis filum atau Spesies
benthos yang diamati.

Plankton
Pengambilan Sampel Plankton
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Menentukan letak pengambilan sampel
3. Air disaring sebanyak 5 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm
4. Hasil penyaringan diwadahi menggunakan botol film dengan volume 10o ml
5. Kemudian diawetkan dengan menggunakan lugol 5%

Pengamatan Plankton di Laboratorium


1. Misal air tersaring dengan net plankton sebanyak 5 liter
2. Didapat 100 ml dalam botol penampung
3. Dalam pengamatan diambil 1 ml sampel dengan menggunakan pipet pasteur
4. Identifikasi dan hitung jumlah plankton yang terdapat pada semua ruang/kotak dalam
objek glass

Menghitung Kelimpahan Plankton


Misalkan didapat = 60 unit (sel,koloni atau filament)
Total 100 ml = 60 x 100 unit
1
Sehingga dalam 5000 ml (5 liter air kolam) = 60 x 100 cells
jadi jika dalam 1000 ml (1 liter) = 60 x 100 x 1000 = 120 unit / L
5000

C. Parameter Fisika dan Kimia Air


Suhu
Cara Pengukuran:
Mencelupkan thermometer langsung ke dalam air dengan membelakangi sinar matahari
sampai batas skala baca dan membiarkan 2 – 5 menit sampai skala suhu pada thermometer
menunjukan angka yang stabil, pembacaan skala thermometer harus dilakukan tanpa
mengangkat terlebih dahulu thermometer dari air.

pH
Pengukuran pH menggunakan pH paper dilakukan dengan cara :
- Memasukkan pH paper ke dalam air sekitar 1 menit
- Mengkibas-kibaskan pH paper sampai setengah kering
- Mencocokkan perubahan warna pH paper dengan kotak standar pH
DO
Cara pengukuran:
1. Diukur dan dicatat volume botol DO yang akan digunakan
2. Masukan botol DO ke dalam perairan dengan posisi 45 drajat
3. Menutup botol DO selagi masih berada di dalam perairan dan jangan sampai terjadi
gelembung udara. Apa bila masih ada gelembung udara maka diulangi.
4. Tambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH+KI
5. Bolak-balik sampai larutan homogeny kemudian diendapkan
6. Buang air bening diatas endapan
7. Tambahkan 2 ml H2SO4 kemudian kocok sampai endapan larut
8. Tambahkan 4 tetes amylum kemudian titrasi dengan Na2S2O3 0,0025N sampai
terjadi perubahan tidak berwarna (bening) pertama kali
9. Catat ml titran kemudian hitung dengan menggunakan rumus :
Oksigen Terlarut = Volume (titran) x N (titran) x 8 x 1000
Volume (sampel) – 4

Kecerahan
Cara pengukuran:
- Masukan keeping sechi kedalam badan peraian
- Amati hingga keeping hilang dari pandangan
- Tandai tali yang berada dipermukaan peraiarn
- Kemudian ukur jarak keeping sechi hingga tanda

Kedalaman
Cara pengukuran:
- Ukur bagian pinggir kolam dengan tongkat penduga
- Ukur bagian tengah kolam
Pertemuan IV dan V
EKOSISTEM SUNGAI

Alat dan Bahan

Alat Bahan
pH meter Na2SO3
Timba Air Sample
Stopwatch Alkohol 70%
Kertas Label Lugol
Kamera Digital NaOH + KI
Tissue MnSO4
Pinset H2SO4
Nampan Amylum
Karet Gelang
Botol Film (botol sampel)
Meteran
Botol Winkler
Thermometer Hg
Tali raffia
Pipet
Beaker Glass
Erlenmeyer
Pipet tetes
Keping sechi (Sechi disc)
Plankton net

Prosedur kerja
Perifiton
Pengambilan Sampel Perifiton
Perifiton didapatkan dengan cara mengambil salah satu substrat di dalam lingkungan
perairan, kemudian substrat tersebut dikerik bagian permukaanya seluas 2x2 cm2. Kemudian
masukkan hasil kerikan ke dalam botol film dan di beri air dan diawetkan dengan lugol.
Pengamatan Perifiton di Laboratorium
Untuk pengamatan perifiton, sampel awetan diambil menggunakan pipet tetes untuk
kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400-100 kali perbesaran,
kemudian diamati gambar dan ciri-ciri dari spesies yang didapat untuk kemudian dicocokkan
dengan buku identifikasi untuk mengetahui jenis filum dari spesies tersebut.

Benthos
Pengambilan Sampel Benthos
Prosedur pengambilan sampel benthos sebagai berikut :
1. Memegang tiang jala dengan arah melawan arus
2. Mengaduk dasar perairan dengan dua kaki secara bersama-sama untuk melepas organisme
dari dasar perairan sehingga organisme akan masuk ke dalam jala.
3. Memeriksa di dalam jala, kalau ada batu dan ranting maka mencuci batu dan ranting di
dalam jala.
4. Mencuci organisme dengan air dan mengumpulkannya pada salah satu sudut jala dengan
terus menyiram air untuk memudahkan pengambilan sampel dari dalam jalah
5. Membalik jala ke arah luar untuk memindahkan sampel ke dalam wadah sampel.
6. melakukan pengawetan dengan al-kohol 70%

Pengamatan Benthos di Laboratorium


Pengatan benthos di laboratorium, untuk benthos yang berukuran kecil dapat diamati secara
langsung dengan bantuan Mikroskop okuler, dan bentuk serta jenis benthos yang diamati
dapat dicocokkan dengan buku Identifikasi benthos untuk menjari jenis filum atau Spesies
benthos yang diamati.

Plankton
Pengambilan Sampel Plankton
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Menentukan letak pengambilan sampel
3. Air disaring sebanyak 5 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm
4. Hasil penyaringan diwadahi menggunakan botol film dengan volume 10o ml
5. Kemudian diawetkan dengan menggunakan lugol 5%
Pengamatan Plankton di Laboratorium
1. Misal air tersaring dengan net plankton sebanyak 5 liter
2. Didapat 100 ml dalam botol penampung
3. Dalam pengamatan diambil 1 ml sampel dengan menggunakan pipet pasteur
4. Identifikasi dan hitung jumlah plankton yang terdapat pada semua ruang/kotak dalam
objek glass

Misalkan didapat = 60 unit (sel,koloni atau filament)


Total 100 ml = 60 x 100 unit
1
Sehingga dalam 5000 ml (5 liter air kolam) = 60 x 100 cells
jadi jika dalam 1000 ml (1 liter) = 60 x 100 x 1000 = 120 unit / L
5000

C. Parameter Fisika dan Kimia Air


Suhu
Cara Pengukuran :
Mencelupkan thermometer langsung ke dalam air dengan membelakangi sinar matahari
sampai batas skala baca dan membiarkan 2 – 5 menit sampai skala suhu pada thermometer
menunjukan angka yang stabil, pembacaan skala thermometer harus dilakukan tanpa
mengangkat terlebih dahulu thermometer dari air.

pH
Pengukuran pH menggunakan pH paper dilakukan dengan cara :
- Memasukkan pH paper ke dalam air sekitar 1 menit
- Mengkibas-kibaskan pH paper sampai setengah kering
- Mencocokkan perubahan warna pH paper dengan kotak standar pH

DO
Cara pengukuran :
 Diukur dan dicatat volume botol DO yang akan digunakan
 Masukan botol DO ke dalam perairan dengan posisi 45 drajat
 Menutup botol DO selagi masih berada di dalam perairan dan jangan sampai terjadi
gelembung udara. Apa bila masih ada gelembung udara maka diulangi.
 Tambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH+KI
 Bolak-balik sampai larutan homogeny kemudian diendapkan
 Buang air bening diatas endapan
 Tambahkan 2 ml H2SO4 kemudian kocok sampai endapan larut
 Tambahkan 4 tetes amylum kemudian titrasi dengan Na2S2O3 0,0025N sampai
terjadi perubahan tidak berwarna (bening) pertama kali
- Catat ml titran kemudian hitung dengan menggunakan rumus :
Oksigen Terlarut = Volume (titran) x N (titran)x 8 x 1000
Volume (sampel) – 4

Kecerahan
Cara pengukuran:
- Masukan keeping sechi kedalam badan peraian
- Amati hingga keeping hilang dari pandangan
- Tandai tali yang berada dipermukaan peraiarn
- Kemudian ukur jarak keeping sechi hingga tanda

Kecepatan Arus
Cara Pengukuran :
Pengukuran kecepatan arus permukaan sungai dapat diukur menggunakan alat berupa botol
bekas air mineral yang diikat pada tali raffia. Cara menggunakannya sangat sederhana.Botol
bekas diisi dengan air secukupnya sebagai pemberat dan dihanyutkan di bagian sungai tempat
pengambilan sampel benthos dalam jarak tertentu dan diukur waktu tempuhnya.Dari data
jarak dan waktu dapat diukur kecepatan arus sungai.

Kedalaman Sungai
Cara pengukuran
- Diukur bagian pingir sungai dengan menggunakan tongkat penduga
- Diukur bagian tengah sungai dengan menggunakan tongkat penduga
- Diukur kedalam tongkat penduga yang masuk kedalam badan air dengan
menggunakan meteran
Pertemuan VI dan VII
EKOSISTEM PERAIRAN LAUT
Alat dan Bahan

Alat Bahan
pH meter Na2SO3
Timba Air Sample
Stopwatch Alkohol 70%
Kertas Label Lugol
Kamera Digital NaOH + KI
Tissue MnSO4
Pinset H2SO4
Nampan Amylum
Karet Gelang
Botol Film (botol sampel)
Meteran
Botol Winkler
Thermometer Hg
Tali raffia
Pipet
Beaker Glass
Erlenmeyer
Pipet tetes
Keeping sechi (Sechi disc)

Prosedur kerja
Perifiton
Pengambilan Sampel Perifiton
Perifiton didapatkan dengan cara mengambil salah satu substrat di dalam lingkungan
perairan, kemudian substrat tersebut dikerik bagian permukaanya seluas 2x2 cm2. Kemudian
masukkan hasil kerikan ke dalam botol film dan di beri air dan diawetkan dengan lugol.
Pengamatan Perifiton di Laboratorium
Untuk pengamatan perifiton, sampel awetan diambil menggunakan pipet tetes untuk
kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400-100 kali perbesaran,
kemudian diamati gambar dan ciri-ciri dari spesies yang didapat untuk kemudian dicocokkan
dengan buku identifikasi untuk mengetahui jenis filum dari spesies tersebut.

Benthos
Pengambilan Sampel Benthos
Prosedur pengambilan sampel benthos sebagai berikut :
1. Memegang tiang jala dengan arah melawan arus
2. Mengaduk dasar perairan dengan dua kaki secara bersama-sama untuk melepas organisme
dari dasar perairan sehingga organisme akan masuk ke dalam jala.
3. Memeriksa di dalam jala, kalau ada batu dan ranting maka mencuci batu dan ranting di
dalam jala.
4. Mencuci organisme dengan air dan mengumpulkannya pada salah satu sudut jala dengan
terus menyiram air untuk memudahkan pengambilan sampel dari dalam jalah
5. Membalik jala ke arah luar untuk memindahkan sampel ke dalam wadah sampel.
6. melakukan pengawetan dengan al-kohol 70%

Pengamatan Benthos di Laboratorium


Pengatan benthos di laboratorium, untuk benthos yang berukuran kecil dapat diamati secara
langsung dengan bantuan Mikroskop okuler, dan bentuk serta jenis benthos yang diamati
dapat dicocokkan dengan buku Identifikasi benthos untuk menjari jenis filum atau Spesies
benthos yang diamati.

Plankton
Pengambilan Sampel Plankton
6. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
7. Menentukan letak pengambilan sampel
8. Air disaring sebanyak 5 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm
9. Hasil penyaringan diwadahi menggunakan botol film dengan volume 10o ml
10. Kemudian diawetkan dengan menggunakan lugol 5%
Pengamatan Plankton di Laboratorium
5. Misal air tersaring dengan net plankton sebanyak 5 liter
6. Didapat 100 ml dalam botol penampung
7. Dalam pengamatan diambil 1 ml sampel dengan menggunakan pipet pasteur
8. Identifikasi dan hitung jumlah plankton yang terdapat pada semua ruang/kotak dalam
objek glass

Misalkan didapat = 60 unit (sel,koloni atau filament)


Total 100 ml = 60 x 100 unit
1
Sehingga dalam 5000 ml (5 liter air kolam) = 60 x 100 cells
jadi jika dalam 1000 ml (1 liter) = 60 x 100 x 1000 = 120 unit / L
5000

Mangrove
Cara Kerja:
 Membuat petakan contoh 5 X 5 meter
 Mengamati pohon yang ada di dalam petak contoh
 Menghitung jumlah pohon dalam petakan contoh
 Mengidentifikasi jenis-jenis pohon mangrove yang dijumpai
 Menghitung kerapatan mangrove dengan rumus

C. Parameter Fisika dan Kimia Air


Suhu
Cara Pengukuran :=
Mencelupkan thermometer langsung ke dalam air dengan membelakangi sinar matahari
sampai batas skala baca dan membiarkan 2 – 5 menit sampai skala suhu pada thermometer
menunjukan angka yang stabil, pembacaan skala thermometer harus dilakukan tanpa
mengangkat terlebih dahulu thermometer dari air.

pH
Pengukuran pH menggunakan pH paper dilakukan dengan cara :
- Memasukkan pH paper ke dalam air sekitar 1 menit
- Mengkibas-kibaskan pH paper sampai setengah kering
- Mencocokkan perubahan warna pH paper dengan kotak standar pH
DO
Cara pengukuran :
 Diukur dan dicatat volume botol DO yang akan digunakan
 Masukan botol DO ke dalam perairan dengan posisi 45 drajat
 Menutup botol DO selagi masih berada di dalam perairan dan jangan sampai terjadi
gelembung udara. Apa bila masih ada gelembung udara maka diulangi.
 Tambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH+KI
 Bolak-balik sampai larutan homogeny kemudian diendapkan
 Buang air bening diatas endapan
 Tambahkan 2 ml H2SO4 kemudian kocok sampai endapan larut
 Tambahkan 4 tetes amylum kemudian titrasi dengan Na2S2O3 0,0025N sampai
terjadi perubahan tidak berwarna (bening) pertama kali
- Catat ml titran kemudian hitung dengan menggunakan rumus :
Oksigen Terlarut = Volume (titran) x N (titran)x 8 x 1000
Volume (sampel) – 4

Kecerahan
Cara pengukuran:
- Masukan keeping sechi kedalam badan peraian
- Amati hingga keeping hilang dari pandangan
- Tandai tali yang berada dipermukaan peraiarn
- Kemudian ukur jarak keeping sechi hingga tanda

Salinitas
Salinitas di ukur dengan menggunakan Hand Refraktometer, cara kerja sebagai berikut:
 Alat dikalibrasi dengan menggunakan aquadest sebelum digunakan.
 Ditetesi aquadest pada meja objek, kemudian diamati pada skala lensa (tepat pada
angka nol).
 teteskan larutan sampel (air laut) pada meja objek dan dicatat nilai salinitas yang
ditunjukkan pada skala lensa.
ANALISIS DATA
a. Indeks Keanekaragaman (Shannon - Weiner 1949)

keterangan :
H' = indeks keanekaragaman
pi = ni / N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah total individu semua jenis

Kisaran indeks keanekaragaman (Shannon – Weiner, 1949)


H' < 2,3026 = keanekaragaman kecil dan kestabilan komunitas rendah
2,3026 < H' < 6,9078 = keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang
H' > 6,9078 = keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

b. Indeks Keseragaman (Magurran, 1982)

keterangan :
E = indeks keseragaman
Hmaks = ln S
S = jumlah spesies

Kisaran indeks keseragaman (Magurran, 1982) : E = 0 – 1;


E mendekati 0 = sebaran individu antar jenis tidak merata / ada jenis tertentu yang
dominan
E mendekati 1 = sebaran individu antar jenis merata
Flow sheet : Pengukuran Oksigen Terlarut (DO - Dissolved Oxygen)

Sampel Air Laut

Sampel

(Air Tawar)
diambil ke dalam botol DO 250 ml sampai penuh
dan tutup, dihindari adanya gelembung udara

ditambahkan sulfamic acid 1 ml (20 tetes)

ditambahkan larutan MnSO4 2 ml (40 tetes)

ditambahkan larutan NaOH+KI 2 ml (40 tetes)


Endapan Coklat
ditutup dan diaduk (dibolak-balik)

ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat (40 tetes) sampai


endapan
didiamkanlarut
sampai terbentuk endapan coklat
Larutan sampel tanpa
endapan
dipipet (diambil) sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer

Larutan Kuning muda


dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat

ditambahkan amylum 2 tetes

Larutan Biru

dititrasi kembali sampai larutan tak berwarna

dicatat ml titran yang terpakai


ml titran yang terpakai
Sampel Air Laut

Sampel

(Air Laut)
diambil ke dalam botol DO 250 ml sampai penuh
dan tutup, dihindari adanya gelembung udara

ditambahkan larutan MnSO4 1 ml (20 tetes)

ditambahkan larutan NaOH+KI 1 ml (20 tetes)


ditutup dan diaduk (dibolak-balik)
Endapan Coklat

ditambahkan 1 ml H
didiamkan sampai 2SO4 pekat
terbentuk (20 tetes)
endapan sampai
coklat
endapan larut

Larutan sampel tanpa


endapan
dipipet (diambil) sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer

Larutan Kuning muda


dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat

ditambahkan amylum 2 tetes

Larutan Biru

dititrasi kembali sampai larutan tak berwarna

dicatat ml titran yang terpakai


ml titran yang terpakai

Nilai DO
Contoh : Dari Pengukuran yang dilakukan diperoleh data-data sebagai berikut :
Perhitungan
 ml titran (tio-sulfat) yang terpakai = 2 ml
 normalitas tio-sulfat = 0,0248
 volume botol DO = 250 ml
 volume contoh air = 50 ml
 volume reagent yang dipakai (sampel air tawar) = 7 ml
 volume reagent yang dipakai (sampel air laut) = 3 ml

Contoh perhitungan nilai DO untuk sampel air tawar

DO =

DO =

= 8,16 mg/l

Contoh perhitungan nilai DO untuk sampel air laut

DO =

DO =

= 10,04 mg/l
Daftar Pustaka : (1) Barus, T.A. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Makalah yang disampaikan
pada kursus AMDAL. Angkatan XVII. PPL-LP-USU. Medan.

(2) Barus, T.A. 2001. Pengantar Limnologi - Studi Tentang Ekosistem


Sungai Dan Danau. Diktat Kuliah. Jurusan Biologi FMIPA USU.
Medan.

(3) Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air- Bagi Pengelolaan Sumberdaya


Dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

(4) Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air- Bagi Pengelolaan Sumberdaya


Dan Lingkungan Perairan. Cet. III. Kanisius. Yogyakarta.

(5) Hariyadi, S., Ir. M.Sc, dkk. 1992. Limnologi - Metoda Analisis Kualitas
Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor

(6) Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan Dan


Laboratorium. Penerjemah Yanti R. Koestoer. UI Press. Jakarta.

(7) Hutagalung H.P, d. Setia Permana, S. Hadi Riyono. 1997. Metode


Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Buku II. Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Oseanografi. LIPI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai