Anda di halaman 1dari 16

“MAKALAH HABITAT AIR”

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir
(lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus
menerus kearah tertentu, sedangkan perairan menggenang perairan yang
massa airnya memiliki waktu singgah sementara. Contoh perairan
mengalir yaitu sungai, contoh perairan yang menggenang meliputi danau,
rawa dan telaga. Berdasarkan terbentuknya perairan dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu perairan buatan dan alami. Contoh perairan
menggenang buatan adalah waduk, sedangkan contoh perairan
menggenang alami adalah rawa, danau dan telaga. Contoh perairan
mengalir buatan alami dan buatan mengalir adalah sungai. Waduk Mulur
yang terletak di Kabupaten Sukoharjo merupakan suatu ekosistem yang
tersusun oleh berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi kemudian membentuk jaringan fungsional yang saling
mempengaruhi. Waduk Mulur Kabupaten Sukoharjo ini merupakan salah
satu waduk yang fungsi utamanya untuk pengairan daerah pertanian.

1
Dari masyarakat sekitar juga memberdayakannya untuk kegiatan
perikanan dalam karamba, persawahan di tepi waduk dan wisata
pemancingan. Kegiatan tersebut menyebabkan timbulnya kondisi
eutrofikasi. Kondisi ini ditandai dengan melimpahnya konsentrasi unsur
hara, menurunnya konsentrasi oksigen terlarut, meningkatnya padatan
tersuspensi, meningkatnya konsentrasi fosfat, menurunnya penetrasi
konsentrasi cahaya atau meningkatnya kekeruhan. Kondisi eutrofikasi
sangatlah tidak menguntungkan karena dapat mempengaruhi kualitas
perairan serta komponen biotik didalamnya seperti bentos, plankton,
tumbuhan air, serta ikan – ikan di dalamnya dapat mengalami kematian.
komponen biotik sangat bepengaruh terhadap kualitas perairan. karena
komponen ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia,
dan biologi suatu perairan. Salah satu biota yang digunakan sebagai
parameter biologi dalam menentukan suatu kondisi perairan adalah
plankton.
Plankton merupakan organisme yang hidup melayang atau mengapung di
dalam air. Kemampuan geraknya kalaupun ada sangat terbatas hingga
organisme tersebut selalu terbawa arus. Berdasarkan daur hidupnya,
plankton terbagi dalam dua golongan yaitu holoplankton yang merupakan
organisme akuatik dimana seluruh hidupnya bersifat sebagai plankton,
golongan ke dua yaitu meroplankton yang hanya sebagian dari daur
hidupnya bersifat sebagai plankton (Agustini,dkk, 2014 : 39). Berdasarkan
ukurannya, plankton dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu
makroplankton (lebih besar dari 1 mm), mikroplankton (0,06-1mm) dan
nanoplankton (kurang dari 0,06mm) meliputi beberapa jenis fitoplankton.
Diperkirakan 70% dari semua fitoplankton di waduk terdiri dari
nanoplankton dan inilah yang memungkinkan terdapatnya zooplankton
sebagai konsumen primer. Hasil penelitian (Sholikhin, 2013) menyatakan
bahwa di waduk mulur ditemukan 4 keanekaragaman fitoplankton yaitu
Cholorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta dan Euglonozoa yang ditemukan
di setiap stasiun, dan spesies yang paling banyak ditemukan adalah

2
Anabaena sp, Diatoma sp dan Cyclotella sp. Penelitian tersebut hanya
meneiti tentang fitoplankton, sedangkan penelitian tentang zooplankton
belum dilakukan di waduk mulur. Fitoplanton dan Zooplankton
merupakan jenis plankton yang sama – sama memiliki peranan yang
penting dalam perairan khususnya sebagai parameter kualitas air
Zooplankton dalam ekosistem perairan memiliki peran yang
penting karena zooplankton merupakan konsumen pertama fitoplankton
yang mempunyai peran untuk memindahkan energi dari produsen primer
yaitu fitoplankton ke tingkat konsumen yang lebih tinggi lagi seperti larva
ikan, dan ikan-ikan kecil. Zooplankton merupakan salah satu organisme
yang rentan terhadap kondisi perubahan lingkungan. Ketika jumlah
zooplankton minim, kelimpahan konsumennya seperti larva ikan, dan
ikan-ikan kecil akan mengalami penurunan. Keanekaragaman jenis
zooplankton akan berubah sebagai respons terhadap perubahan kondisi
lingkungan baik faktor fisika, kimia, maupun biologi.
Faktor penunjang pertumbuhan dan perkembangan bagi
zooplankton dalam perairan sangat kompleks dan saling berinteraksi
antara faktor abiotik perairan yang satu dengan yang lainnya, seperti
intensitas cahaya, suhu, CO2 bebas, oksigen terlarut, pH dan zat terlarut
dengan faktor biotik perairan seperti adanya aktivitas pemangsaan oleh
hewan, mortalitas alami, dan dekomposisi. Beberapa organisme mampu
hidup di perairan dengan kondisi tercemar. Pada beberapa spesies ikan,
alga maupun fitoplankton dan zooplankton mempunyai nilai toleransi
terhadap pencemaran. Beberapa jenis zooplankton yang tidak toleran
terhadap pencemaran akan terdistribusi di zona yang lebih mendukung.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana ekosistem sungai
2. Defenisi dan Pembagian Plankton
3. Ekologi Plankton
4. Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton

3
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui ekosistem sungai
2. Untuk mengetahui Definisi dan pembagian palnkon
3. Untuk Mengetahui Ekologi Plankon
4. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi
Keanekaragaman Plankton

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Ekosistem Sungai


Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada
permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut, tetapi bagi manusia
kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya.
Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang
paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2)
ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan
paling murah (Odum, 1994).
Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum
di bagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya:
danau, waduk, kolam, rawa dan telaga) dan perairan lotik (perairan berarus
deras, misalnya: parit, kanal, dan sungai). Perbedaan utama antara perairan
lotik dengan perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik
mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air
dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya

5
mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air
yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).
Sungai sebagai salah satu contoh dari perairan mengalir (lotik).
Kondisi sungai digambarkan sebagai badan air yang umumnya dangkal,
arus biasanya searah, dasar sungai berupa batu kerikil dan berpasir, ada
endapan atau erosi, temperatur air berfluktuasi, atas bawah hampir
uniform. Habitat sungai dan kolam dibedakan dalam hal ada tidaknya arus
air, jenis endapan, volume air, kekeruhan, dan tipe makanan yang tersedia
sehingga kedua organisme memiliki komunitas yang sangat berbeda.
Perbedaan organisme itu dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
seperti faktor fisik, kimia dan biologi. Sebuah sistem perairan faktor fisik,
kimia maupun faktor biologinya akan selalu mengalami perubahan dimana
perubahan ini dapat mempengaruhi hidrobiota yang hidup didalamnya.
Ada tidaknya hidrobiota ini dapat dijadikan sebagai penujuk kualitas air
yang bersangkutan. Sungai juga ditandai Universitas Sumatera Utara
dengan adanya anak sungai yang menampung dan menyimpan serta
mengalirkan air hujan ke laut melalui sungai utama (Naughton& Larry,
1990). Ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur dan tidak ada
satu komponen yang dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai
keterikatan dengan komponen lain langsung atau tidak langsung, besar
atau kecil. Aktivitas suatu komponen selalu memberi pengaruh pada
komponen ekosistem yang lain (Asdak, 1995).

2.2 Defenisi dan Pembagian Plankton

Defenisi umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan


plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran
mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak
atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus,
dibedakan menjadi dua golongan yakni tumbuhan atau fitoplankton
(plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan

6
atau zooplankton (plankton hewani) (Wibisono, 2005). Fitoplankton dapat
memproduksi bahan organik melalui proses fotosintesis, kehidupan di
perairan dimulai dan terus berlanjut ke tingkat kehidupan yang lebih tinggi
dari tingkatan zooplankton sampai ikan-ikan besar dan tingkatan terakhir
sampailah pada manusia yang memanfaatkan ikan sebagai makanannya
(Wiadyana, 2006).

Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dikenal sebagai


holoplankton yaitu plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat
planktonik dan meroplankton yaitu plankton yang hanya sebagian siklus
hidupnya bersifat planktonik. Sebenarnya plankton mempunyai alat gerak
(misalnya Flagelata dan Ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan
melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak cukup untuk
mengimbangi gerakan air di sekelilingnya (Barus, 2004).

Menurut Nybakken (1992), plankton dapat digolongkan


berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara
fitoplankton dan zooplankton. Golongan plankton ini terdiri atas:

a. Megaplankton yaitu plankton yang berukuran 2,0 mm.

b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 0,2-2,0 mm.


Universitas Sumatera Utara

c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran 20 µm-0,2 m.m

d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran 2 µm-20 µm.

e. Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 µm

Menurut Basmi (1995), bahwa plankton dapat dikelompokkan


berdasarkan beberapa hal, yakni:

1. Nutrient pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang
mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrienanorganik

7
menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang
berasal dari sinar surya.

b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang


tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan
energi dari sisa organisme lain yang telah mati.

c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya


tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup
maupun partikel-partikel sisa organisme, seperti detritus dan debris.
Di samping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.

2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

a. Limnoplankton, yakni plankton yang hidupnya di air tawar.

b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut.

c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidup di air payau.

d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.

3. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas:

a. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik.

b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eurofik.

c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya di dekat dasar perairan


yang juga umumnya tanpa sinar. Baik hipoplankton maupun
bathiplankton terdiri dari zooplankton seperti Mysid dari jenis
Crustacea dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan
sinar. Universitas Sumatera Utara

4. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan
berkembang dari perairan itu sendiri da nada yang berasal dari luar,
terdiri atas:

8
a. Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu
sendiri.

b. Allogenik plankton, yakni plankton yang dating dari perairan lain.

2.3 Ekologi Plankton

Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting,


karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya
untuk mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses
fotosintesis (Heddy & Kurniati,1996). Dalam ekosistem air, hasil dari
fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan
air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton terutama
pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas proses fotosintesis (Barus, 2004).

Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai


produsen primer.Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi
komponen ekosistem lainnya khususnya ikan.Posisinya di piramida makan
mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap
fitoplankton, maka seketika komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi
fitoplankton bergantung pada kualitas air, karena itu jenis alga tertentu
dapat digunakan sebagai indikator eutrifikasi air. Keasaman air juga
mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Monk et al, 2000).

Fitoplankton adalah organisme mikroskopik yang hidup melayang,


mengapung dalam air serta memiliki kemampuan gerak yang
terbatas.Fitoplankton berperan sebagai salah satu bioindikator yang
mampu menggambarkan kondisi suatu perairan,kosmopolit dan
perkembangannya bersifat dinamis karena dominasi satu spesies dapat
diganti dengan lainnya dalam interval waktu tertentu dan dengan kualitas
perairan yang tertentu juga. Perubahan kondisi lingkungan perairan akan
menyebabkan perubahan pula pada struktur komunitas komponen biologi
(Prabandani et al, 2007). Menurut Raymont (1981), hubungan antara

9
komunitas fitoplankton dengan produktivitas perairan adalah
positif.fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat juga diduga
perairan tersebut memiliki produktivitas tinggi. Distribusi zooplankton
menggambarkan penyebaran zooplankton di dalam suatu perairan, baik
sifat (pola) penyebaran maupun jumlah individu yang ada di perairan
tersebut.Pola distribusi zooplankton dipengaruhi oleh ketersediaan pakan
dan kaulitas lingkungan.

Makanan zooplankton yang utama adalah fitoplankton namun pada


kondisi tertentu zooplankton dapat pula memanfaatkan bakteri dan detritus
(Pennak, 1978). Zooplankton yang merupakan plankton yang bersifat
hewani sangat beraneka ragam dan bentuk dewasa yang mewakili hampir
seluruh filum hewan. Namun dari sudut ekologi, hanya satu golongan
zooplankton yang sangat penting yaitu subkelas Kopepoda. Kopepoda
ialah Crustacea holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi
zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992).
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton. Harvey
et al (1932) dalam Basmi (1988) mengemukakan teori grazing¸ yang
menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang
tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh
zooplankton.

Basmi (2000) mengemukakan pertumbuhan fitoplankton akan


mengikuti laju pertumbuhan differensial, zooplankton mempunyai siklus
reproduksi lebih lambat, maka untuk mencapai populasi maksimum akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton

2.4 Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton

Menurut Nybakken (1992), sifat fisik kimia perairan sangat


penting dalam ekologi. Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan
terhadap faktor abiotik, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor

10
abiotik (fisik-kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dengan biotik
saling berinteraksi.

Faktor abiotik (fisik kimia perairan yang mempengaruhi


kehidupan plankton antara lain:

2.4.1 Temperatur

Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan.


Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta
semua aktivitas biologisfisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat
dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan
temperatur 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir)
akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme
sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari., pertukaran panas antara
air dan udara di sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi dari pepohonan
yang tumbuh di tepi perairan (Barus, 2004).

Menurut Kinne (1960) dalam Supriharyono (2000), menyatakan


bahwa kenaikan temperatur di atas kisaran toleransi organisme dapat
meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi, dan
aktivitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktivitas ini berbeda
untuk setiap spesies, proses, dan level atau kisaran temperatur. Temperatur
juga salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan plankton. Batas
toleransi hewan plankton terhadap temperatur tergantung dari
spesiesnya.Umumnya temperatur di atas 30°C dapat menekan
pertumbuhan populasi hewan plankton yang terdapat pada perairan (James
& Evison, 1979).

2.4.2 Kecepatan Arus

Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada


perairan mengalir (lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran
organisme air, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air.

11
Kecepatan aliran air yang mengalir akan bervariasi secara vertikal. Arus
air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian dasar sungai (Barus,
2004).

2.4.3 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)

Oksigen adalah gas tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut
alam air.Untuk mempertahankan hidupnya, mahluk yang tinggal dalam
air, baik tumbuhan maupun hewan, bergantung kepada oksigen yang
terlarut ini. Kadar oksigen terlarut dapat Universitas Sumatera Utara 10
dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air. Kehidupan di air dapat
bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 mg/L.
Selanjutnya bergantung kepada ketahanan organisme, derajat
keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, dan suhu air. Oksigen terlarut
dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan atmosfir yang masuk
ke dalam air dengan kecepatan tertentu (Kristanto, 2002).

DO (Disolved Oxygen) merupakan banyaknya oksigen terlarut


dalam suatu perairan.oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat
penting di dalam ekosisstem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk
proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di
dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, dimana kelarutan
maksimum terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16mg/L O2. Dengan
peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun
dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi
oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari
adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses
fotosintesis. Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke
atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik. Kisaran
tolernsi plankton terhadap oksigen terlarut berbeda-beda (Barus, 2004).

2.4.4 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

12
BOD (Biochemical Oxygen Demand ) menunjukkan jumlah
oksigen yang terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk
menguraikan atau mengoksidasi bahanbahan buangan (limbah) di dalam
air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin
kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan bahan
buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi (Kristanto, 2002).
Konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan yang masih
tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar
5 mg/L O2 maka perairan tersebut tergolong baik, apabila konsumsi O2
berkisar antara 10 mg/L O2 menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi
organik yang tinggi dan untuk air limbah BOD umumnya lebih dari 100
mg/L (Brower et al, 1990).

2.4.5 Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan


mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut
akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan
air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air, intensitas cahaya tersebut
akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat
mengalami pembiasaan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan
terlihat bewarna biru pada permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan
berubah menjadi hijau kekuningan karena intensitas dari warna ini paling
baik ditarnsmisi dalam air sampai ke lapisan dasar (Barus, 2004). Menurut
Romimohtarto & Juwana (2001), banyaknya cahaya yang menembus
permukaan perairan dan menerangi lapisan perairan setiap hari dan
perubahan intensitas memegang peranan penting dalam menentukan
pertumbuhan fitoplankton. Cahaya mempunyai pengaruh yang sangat
besar yaitu sebagai sumber energi untuk membantu proses fotosintesis
tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya.

2.4.6 Derajat Keasaman (pH)

13
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu
larutan.Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap
pH.pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik termasuk plankton
pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang
bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyababkan terjadinya
gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat
rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang
bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam
kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan
menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan
terganggu, dimana kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi amoniak
yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme tersebut (Barus, 2004).

Perairan dengan pH antara 6-9 merupakan perairan dengan


kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena meiliki kisaran pH
yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada di
dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh
fitoplankton (Odum, 1994).

2.4.7 Penetrasi Cahaya

Kemampuan daya tembus sinar matahri ke dalam perairan sangat


ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan-bahan organik maupun
anorganik yang tersuspensi dalam perairan dan kepadatan plankton
(Sumich, 1992).Wardoyo (1981) menyatakan bahwa kecerahan dan
kekeruhan pada perairan merupakan salah satu faktor penting yang
mengendalikan produktivitas perairan. Kekeruhan yang tinggi akan
menurunkan kecerahan perairan serta mengurangi pentrasi cahaya
matahari yang masuk ke dalam air, sehingga akan membatasi proses
fotosintesis dan proses produktivitas perairan.

2.4.8 Nitrat dan Phosfat

14
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuhan akuatik. Sumber fosfor lebih sedikit
dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan dan keberadaan fosfor
di perairan alami biasanya relatif sedikit dengan konsentrasi yang relatif
lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen. Sumber antropogenik fosfor di
peraian adalah limbah industri dan domestik, yaitu fosfor yan berasal dari
detergen. Limpahan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi,
2003). Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami yng
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat juga
merupakan zat hara penting bagi organisme autotrof (Wijaya, 2009) .

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Habitat hewan terdiri atas habitat darat, habitat air, dan habitat darat-air.
Lingkungan terbagi menjadi 4 antara lain lingkungan Udara / Atmosfer,
lingkungan Air / Hidrosfer, lingkungan Darat / Litosfer, dan lingkungan Flora dan
Fauna / Biosfer.Macam Ekosistem secara garis besar ada 2 yaitu ekosistem darat
(hutan hujan tropis, taiga, tundra, savanna, padang rumput, dan gurun) dan
ekosistem perairan (air tawar, air laut, dan estuari).

Hubungan hewan dengan habitatnya dapat dilihat melalui cara adaptasi atau
penyesuaian mereka terhadap tempat tinggalnya seperti penyesuaian terhadap
bentuk tubuh, penyesuaian fungsi tubuh, dan penyesuaian tingkah laku. Sehingga
hewan dapat menemukan makananya, menyesuaikan dengan kodisi
lingkungannya agar merasa nyaman, berlindung dari serangan musuh, dan
mempertahankan kelangsungan hidupnya

DAFTAR PUSTAKA

15
Miah, Mazrikhatul. (2009). Mengenal Ekosistem. Yogyakarta: Pustaka Insan
Mandiri.

Jasin, Maskoeri (2010). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Star, Cecie. (1984).Biology The Unity And Diversity Of Life.California:


Wadsworth Publishing Company.

P.P., Wahyu. (2009). Memahami Saling Ketergantungan Dalam


Ekosistem.Bandung:Puri Delco.2009.

Farida,Nur. (2009). Me and Global Environment. Jakarta: Grasindo.

Prawirohartono dkk, Slamet. (2008). Sains Biologi 3. Jakarta: Bumi Aksara.

Sujana,Nana. (2008). Pengetahuan IPA.Ganeca Exact

16

Anda mungkin juga menyukai