Anda di halaman 1dari 20

INTERAKSI LANDAK LAUT DAN LAMUN

DI PULAU BARRANG LOMPO, KEPULAUAN SPERMONDE,


SULAWESI SELATAN

EKA HESDIANTI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Abstrak

EKA HESDIANTI. Interaksi Landak laut dan Lamun di Pulau Barrang Lompo, Kepulauan
Spermonde, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan TRI HERU WIDARTO.

Landak laut termasuk dalam kelompok invetebrata yang aktif melakukan perumputan lamun.
Aktivitas merumput lamun oleh landak laut memimbulkan dampak tersendiri terhadap ekosistem
padang lamun. Tujuan penelitian mengetahui interaksi landak laut herbivor dan lamun di Pulau
Barrang Lompo, Sulawesi Selatan. Pengukuran kepadatan lamun dan landak laut diukur
menggunakan metode transek linier kuadrat di 3 stasiun pengamatan, yaitu stasiun Utara, Barat,
dan Selatan. Hubungan kepadatan lamun dan landak laut herbivor dianalisis menggunakan nilai
korelasi Pearson. Analisis vegetasi lamun diperoleh INP terbesar Thalassia hemprincii (129,39),
Enhalus acoroides (88,92), Cyomodecea rotundata (36,10), Halodula uninervis (28,26), Halophila
ovalis (9,23) dan Syngirodium isoefolium (7,16). Kepadatan landak laut didominasi oleh
Tripneustes gratilla (63.69 ind/m2), Diadema setosum (23.10 ind/m2), Echinotrix calamaris (6.10
ind/m2), Echinotrix diadema (2.47 ind/m2), Echinometra mathai (1.33 ind/m2), dan Mespilia
globulus (1.33 ind/m2). Hubungan kepadatan lamun dan landak laut menunjukkan tidak ada
pengaruh yang signifikan (r= 0.111, P= 0.485) dikarenakan tidak semua landak laut di lokasi
penelitian berperan sebagai herbivor. Hubungan pada tiga tahap pertumbuhan lamun juga
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dikarenakan pola pertumbuhan lamun dan
kandungan tanin yang tidak disukai landak laut. Kehadiran T. gratilla dan D. setosum sebagai
herbivor utama tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. D. setosum adaptif terhadap
makanan dan T. gratilla memanfaatkan hanyutan daun lamun sebagai makanan dan perlindungan
dari ombak dan predator.

Abstract

EKA HESDIANTI. Sea Urchin Interaction On Seagrass Bed in Barrang Lompo Island, Spermonde
Archipelago, South Sulawesi. Supervised by IBNUL QAYIM and TRI HERU WIDARTO.

Sea urchin is an active grazer on seagrass. The grazing may have affected on the seagrass bed. The
aim of this research was to study the interaction between the sea urchin and seagrass in the
Barrang Lompo Island, South Sulawesi. The measurement of the seagrass and the sea urchin
density were using a linier quadrant transect method. Correlation between the seagrass and the sea
urchin were analyzed using Pearsons correlation. The results showed that the highest value of INP
(Indeks Nilai Penting) were Thalassia hemprincii (129,39), Enhalus acoroides (88,92),
Cyomodecea rotundata (36,10), Halodula uninervis (28,26), Halophila ovalis (9,23) and
Syngirodium isoefolium (7,16), respectively. The community of sea urchin was dominated by
Tripneustes gratilla (63.69 ind/m2), followed by Diadema setosum (23.10 ind/m2), Echinotrix
calamaris (6.10 ind/m2), Echinotrix diadema (2.47 ind/m2), Echinometra matheai (1.33 ind/m2),
and Mespilia globulus (1.33 ind/m2). No relationship beetwen seagrass and sea urchin was
observed (r= -0.111, P= 0.485) since not all the sea urchin are grazer. Between seagrass on three
age stages and sea urchin also showed no significant relationship since the stage pattern of
seagrass and its tanin content may not preferred by the sea urchin. The present of T. gratilla and D.
setosum as main grazer however showed no significant relationship with the seagrass. D. setosum
is food adaptive and T. gratilla utilizes the seagrass leaf as food and protection from wave and
predator.
INTERAKSI LANDAK LAUT DAN LAMUN
DI PULAU BARRANG LOMPO, KEPULAUAN SPERMONDE,
SULAWESI SELATAN

EKA HESDIANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul skripsi : Interaksi Landak laut dan Lamun Di Pulau Barrang Lompo,
Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan
Nama : Eka Hesdianti
NRP : G34060653

Disetujui oleh,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Ir. Ibnul Qayim) (Dr. Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc)
NIP.19650220 199002 1 001 NIP. 19620513 198703 1 002

Diketahui oleh,

Ketua Departemen Biologi


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si)


NIP. 19641002 198903 1 002

Tanggal lulus :
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala karuniaNya skripsi
ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul Interaksi Landak Laut dan Lamun Di Pulau
Barrang Lompo, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan ini dilaksanakan pada Mei-Juni 2010
yang membahas interaksi landak laut herbivor terhadap lamun.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ibnul Qayim dan Dr. Ir. Tri Heru Widarto
selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis, dosen
penguji Prof. Dr. Ir. Alex Hartana yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada
penulis, Bapak Khairul Amri beserta keluarga yang telah banyak membantu penulis selama
penelitian, Yuke Puspitasari, rekan selama penelitian dan keluarga besar Biologi 43 atas
kebersamaannya. Andri Febrian dan teman-teman di LAWALATA atas semangatnya. Selain itu,
ungkapan terima kasih yang paling utama, disampaikan kepada ayah, ibu, Fika, serta seluruh
keluarga atas semua doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2011

Eka Hesdianti
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Maret 1989 dari ayah Hestu Waluyo dan ibu
Suryanti sebagai anak sulung dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 3
Bogor dan masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah
Biologi Dasar 2010 dan bergabung dalam anggota Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam
LAWALATA IPB dan menjabat sebagai Sekertaris kegiatan Tapak Baduy (2008), Bendahara
program Kampung Belajar di desa Calobak: Studi Kasus Kolaborasi Petani Poh-poh dengan
Taman Nasional (TN) Halimun-Salak (2008-2009), Koordinator Kelompok Minat Bakat Terlatih
dan anggota Divisi Gunung-Hutan (2008-2009), Humas program Kolaborasi Pembenahan dan
Pengontrolan Jalur Pendakian Gunung Salak 1 bekerja sama dengan TN Gunung Halimun Salak,
dan Ketua Pelaksana Ekspedisi Puteri Leuser, Aceh: Petualang Perempuan di Belantara Warisan
Dunia (2010).
Pada bulan Juli- Agustus 2007 penulis mengikuti Studi Curik Bali di Habitat Baru, di
Pulau Nusa Penida Bali dalam rangka Studi Lapang Akhir LAWALATA IPB. Pada tahun 2008,
penulis mengikuti Eksplorasi dan Konservasi Hutan Mahasiswa Pecinta Alam Se-Indonesia yang
diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pelatihan Penulisan
Terbatas yang diselenggarakan oleh Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). Pada tahun 2009
Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan di Kebun Percobaan Balai Tanaman Obat dan
Aromatik (Balitro), Sukabumi dengan judul Konservasi Plasma Nutfah dan Tanaman Obat di
Kebun Percobaan Manoko, Bandung. Pada tahun 2010, penulis mengikuti Dialog Panel Nasional
Prospek, Tantangan, dan Perlindungan Hukum dalam Penerapan Sistem Kartu Tanda Penduduk
(KTP) Berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) Tunggal yang diselenggarakan oleh Program
Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Pakuan bekerjasama dengan Asosiasi Masyarakat
Transparansi Kependudukan Indonesia dan workshop Peringatan Hari Konservasi Nasional yang
diselenggarakan oleh Departemen Kehutanan. Pada tahun 2011, penulis mengikuti workshop
Enterpreneur and Competition 2011 Mahasiswa se-Bogor oleh Indopos dan BakrieLand, serta
menjadi fasilitator dalam peringatan Hari Bumi bagi SMA se-Bogor bersama RMI, Jerami, dan
AMINEF.
Penulis juga aktif diberbagai kepanitian kegiatan lingkungan dan seminar seperti Seminar
Revolusi Sains : Bangkitlah Peneliti Muda Indonesia oleh Himpunan Mahasiswa Biologi
(HIMABIO) IPB, Bogor 2008; Seminar Penulisan By Word Change The World oleh Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) 2008, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB; Crew Djarum Super
AdventureRace 2008; Peringatan Hari Bumi Hijaulah Bumiku 2008; Peringatan Hari
Lingkungan Hidup No Carbon 2008; Penelusuran Goa di Jasinga, Bogor 2007 dan 2009; Tim
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) SD Dramaga 1, Bogor 2009; Tim The Amazing Karst :
Penelusuran Goa Terdalam Di Indonesia, Maros, Sulawesi 2009; Save Our Situ di Situ Leutik,
IPB 2007 dan 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Gambar ..................................................................................................................................... i
Daftar Tabel ........................................................................................................................................ i
Pendahuluan
Latar belakang .................................................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................................................. 2
Bahan dan Metode
Waktu dan lokasi .............................................................................................................................. 2
Alat dan bahan.................................................................................................................................. 2
Pengukuran parameter air laut ......................................................................................................... 2
Pengukuran tekstur sedimen ............................................................................................................ 2
Analisis vegetasi lamun ................................................................................................................... 2
Kepadatan landak laut ..................................................................................................................... 3
Stuktur komunitas lamun dan landak laut........................................................................................ 4
Hubungan kepadatan lamun dan landak laut ................................................................................... 4
Hasil
Kondisi lokasi penelitian ................................................................................................................. 4
Kondisi fisik air laut ........................................................................................................................ 4
Tekstur sedimen ............................................................................................................................... 5
Vegetasi lamun ................................................................................................................................ 5
Kepadatan landak laut ..................................................................................................................... 7
Stuktur komunitas lamun dan landak laut........................................................................................ 7
Hubungan kepadatan lamun dan landak laut ................................................................................... 8
Pembahasan ......................................................................................................................................... 8
Simpulan ............................................................................................................................................. 11
Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 11
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Parameter fisik perairan dan metode pengukurannya ...................................................................... 2
2 Klasifikasi tekstur sedimen .............................................................................................................. 2
3 Hasil pengukuran parameter air laut dan kisarannya........................................................................ 5
4 Persentase tekstur sedimen di tiap stasiun ........................................................................................ 5
5 Nilai struktur komunitas lamun dan landak laut ............................................................................... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Anatomi landak laut ......................................................................................................................... 1
2 Fase pertumbuhan lamun ................................................................................................................ 2
3 Peta lokasi penelitian Pulau Barrang Lompo .................................................................................. 5
4 Hasil analisis vegetasi lamun di Pulau Barrang Lompo ................................................................... 6
5 Hasil analisis vegetasi lamun di tiap stasiun ................................................................................... 6
6 Analisis vegetasi lamun pada 3 tahap pertumbuhan di Pulau Barrang Lompo ............................... 6
7 Pola permudaan lamun ..................................................................................................................... 7
8 Kepadatan landak laut pada tiap stasiun .......................................................................................... 7
9 Landak laut memanfaatkan lamun sebagi tempat berlindung .......................................................... 10
PENDAHULUAN hewan herbivor seperti ikan, Crustacea, dan
Echinodermata (Den Hartog 1970).
Latar belakang Landak laut dari kelompok
Lamun (seagrass) termasuk kedalam Echinodermata termasuk salah satu
kelompok tumbuhan air berbunga invertebrata penghuni padang lamun.
(Anthophyta) yang beradaptasi baik dengan Tubuhnya berbentuk seperti bola dengan
kondisi terbenam dan bersalinitas tinggi. simetri petraradial dan tidak bertangan
Lamun memiliki akar, batang, dan daun sejati (Gambar 1). Hewan ini memiliki kaki tabung
dengan morfologi: daunnya panjang tipis yang berasal dari membran peristomial dan
menyerupai pita (kecuali jenis Halophila, pedicularia yang responsif terhadap
daun berbentuk oval), berakar rimpang, keberadaan makanan dan predator. Spina atau
pertumbuhan monopodial, dan berkembang duri-durinya yang panjang menutupi seluruh
biak secara vegetatif melalui rimpang yang tubuh dan bisa digerakkan. Duri landak laut
beruas-ruas dan secara generatif melalui terbentuk dari kristal CaCO3 dan terdiri dari 2
bunga dan biji. macam yaitu duri utama yang panjang dan
Lamun termasuk divisi Anthophyta, duri sekunder yang pendek. Pada sisi aboral
Subkelas Monocotyledoneae, Ordo Helobiae terdapat anus, lubang genital, dan madreporit
(Den Hartog 1970; Philips&Menez 1988). sebagai tempat keluar-masuk air. Mulut
Spesies lamun di dunia sedikitnya berjumlah landak laut terletak pada bagian oral dengan 5
58 jenis yang berasal dari 12 genus dan 2 gigi tajam yang disebut lentera aristoteles.
famili, yaitu famili Potamogetonaceae yang Lentera aristoteles berfungsi untuk
terdiri dari 9 genus dan famili mengunyah daun lamun yang merupakan
Hydrocharitaceae yang terdiri dari 3 genus makanan utamanya (Kasim 1999). Daun
(Azkab 2006). Di Indonesia, terdapat 12 jenis lamun yang terkena gigitan landak laut akan
lamun yang terdiri dari 7 genus dan 2 famili. meninggalkan bekas.
Jenis lamun dari famili Potamogetonaceae Klasifikasi landak laut menurut Clark&
meliputi Syringodium isoetifolium, Halodule Rowe (1971) adalah :
pinifolia, H. uninervis, Cymodocea rotundata, Filum : Echinodermata
C. serrulata, dan Thalassodendron ciliatum. Subfilum : Echinozoa
Sedangkan dari famili Hydrocharitaceae Kelas : Echinoidea
meliputi Enhalus acoroides, Thalassia Ordo : Diadematoida
hemprichii, Halophila ovalis, dan H. minor Famili : Diadematidae
(Azkab 2006). Di Kepulauan Spermonde, Genus : Diadema
Sulawesi Selatan tercatat 8 jenis lamun, Spesies : Diadema setosum
meliputi S. isoetifolium, C. rotundata, C.
serrulata, H. pinifolia, H. uninervis, dan T.
ciliatum, E. acoroides, T. hemprichii, H.
ovalis, dan H. minor (Erfteimejer 1993).
Padang lamun (seagrass bed) merupakan
hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu
area dengan berbagai tingkat kepadatan.
Padang lamun dapat hanya terdiri dari satu
jenis lamun atau campuran beberapa jenis
lamun. Padang lamun termasuk ekosistem laut
dangkal dengan produktivitas primer tertinggi. Gambar 1. Anatomilandak laut
Lamun secara ekonomi dapat (Sumber:www.metafysica.nl/turing/tecto_3)
dimanfaatkan sebagai bahan anyaman
keranjang, kasur, pembuat atap, pupuk, dan Salah satu bentuk interaksi landak laut
dapat dibakar untuk di ambil kandungan dan lamun diantaranya berupa perumputan
garam dan soda, fiber untuk pembuatan (grazing). Perumputan lamun oleh landak laut
nitroselulosa, mainan, obat, kertas, insulasi memiliki dampak tersendiri terhadap
bunyi dan suhu, serta sumber berbagai bahan ekosistem padang lamun. Di teluk Florida,
kimia yang berguna (Fotes 1990). Secara tingginya populasi landak laut menyebabkan
ekologi lamun berfungsi sebagai peredam ekosistem padang lamun mengalami tekanan
arus, tempat berlindung dan pembesaran biota, yang hebat (Aziz 1994). Perumputan lamun
penangkap sedimen, pendaur ulang zat hara, oleh landak laut berpengaruh terhadap
dan padang penggembalaan bagi hewan- produksi daun, kepadatan, dan luas penutupan
lamun serta dapat mempengaruhi komposisi
padang lamun campuran akibat adanya Pengukuran tekstur sedimen
preferensi makanan terhadap jenis lamun Tekstur sedimen diukur dengan
tertentu (Vonk et al. 2008). Perumputan juga menggunakan saringan bertingkat berdasarkan
memicu tumbuhnya tunas baru pada lamun T. kriteria Michael (tabel 2) untuk mengetahui
ciliatum karena kepadatan lamun tersebut ukuran sedimen habitat lamun dan landak laut
dikontrol oleh aktivitas merumput landak laut di lokasi penelitian.
(Alcovero&Mariani 2002). Aktivitas Tabel 2 Klasifikasi Tekstur Sedimen
merumput yang tinggi dapat menimbulkan (Michael 1994)
area gundul (barren grounds area) di padang Ukuran sedimen (mm) Golongan sedimen
lamun. Oleh karena itu, interaksi landak laut > 3.360 Kerikil
dan lamun perlu dikaji terkait pentingnya
peran ekologis padang lamun. 1.410-3.360 Kerikil kecil
1.190-1.410 Pasir kasar
Tujuan 0.279-1.190 Pasir sedang
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi 0.149- 0.279 Pasir halus
jenis lamun, landak laut dan mengkaji 0.000- 0.149 Lumpur
interaksi kepadatan landak laut herbivor
terhadap kepadatan lamun di Pulau Barrang Analisis vegetasi lamun
Lompo, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Analisis vegetasi lamun dilakukan untuk
Selatan. mengetahui kepadatan dan penutupan jenis
lamun secara keseluruhan dan struktur
BAHAN DAN METODE komunitas lamun pada fase juvenil, adolesens,
dan senesens (Gambar 2). Fase juvenil
Waktu dan lokasi merupakan fase awal pertumbuhan lamun
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei yang ditandai tumbuhnya tunas baru pada
hingga Juni 2010 di Pulau Barrang Lompo, bagian akar. Fase adolesens merupakan tahap
Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. perkembangan tunas menjadi lamun dewasa
Analisis pengukuran parameter air laut dengan ciri: daun masih muda, ukuran tubuh
dilakukan di laboratorium Kimia Laut dan sedang dan perakaran kokoh. Lamun di fase
tekstur sedimen di laboratorium Geologi Laut, senesens memiliki morfologi tubuh seperti
Universitas Hassanudin, Makassar. fase adolesens dengan daun yang lebih tebal
dan tua, perakaran yang kokoh, serta mampu
Alat dan bahan bereproduksi secara seksual dengan
Objek dalam penelitian ini adalah lamun, pembentukan bunga. Analisis vegetasi
landak laut dan ekosistemnya. Identifikasi menggunakan metode transek linier kuadrat
lamun menggunakan buku identifikasi lamun (English et al. 1994) dengan plot berukuran
Waycott et al. (2004). Landak laut 50 x 50 cm2. Hasil yang didapat dikonversi
diidentifikasi menggunakan buku identifikasi dalam satuan individu per meter kuadrat
Clark&Rowe (1971). Alat yang digunakan (ind/m2).
antara lain: snorkel, GPS, meteran, tali rapia,
jangka sorong, paralon untuk transek 50x50
cm2, termometer, refraktometer, pH meter,
turbidimeter, DO meter, dan saringan
bertingkat.

Pengukuran parameter air laut


Parameter fisik air laut diukur dengan
berbagai metode dan alat yang sesuai untuk
mengetahui kondisi lingkungan abiotik lokasi
penelitian (Tabel 1).
Tabel 1 Parameter fisik perairan dan metode
pengukurannya
Parameter Satuan Alat Gambar 2 Fase pertumbuhan lamun
0
Suhu C Termometer
Salinitas ppt Refraktometer Lokasi penelitian dibagi dalam 3 stasiun
pH - pH meter pengamatan (Utara, Selatan, dan Barat).
Kekeruhan NTU Turbidimeter Setiap stasiun terdiri dari 3 garis transek
DO mg/l DO meter dengan jarak antar transek 25 m. Tiap transek
3
dibagi beberapa plot. Jarak antar plot c. Luas Penutupan
disesuaikan dengan panjang padang lamun Penutupan jenis adalah penutupan jenis
pada masing-masing stasiun. Total plot lamun yang ditemukan dalam petak
pengamatan berjumlah 42 plot. Padang lamun contoh di bagi total frekuensi jenis ke-i
sepanjang 90 m di stasiun Utara dibuat 3 (Mi fi)
plot/transek dengan jarak antar plot 30 m. Di Pi (Saito&Atobe 1970)
stasiun Selatan dibuat 6 plot/transek dengan fi
jarak antar plot 60 m dan panjang padang Keterangan :
lamun 360 m. Stasiun Barat terdapat 5 Pi = Penutupan jenis ke-i
plot/transek dengan jarak antar plot 65 m di Mi = Presentase nilai tengah kelas
padang lamun sepanjang 325 m ke arah laut. ke-i
Parameter biotik yang dianalisis adalah: fi = Frekuensi
a. Kepadatan fi = Jumlah total frekuensi ke-i
Kepadatan jenis lamun adalah jumlah
tegakan lamun yang ditemukan dalam Penutupan relatif jenis adalah
luas area petak contoh perbandingan penutupan jenis lamun
ke-i dengan seluruh jenis lamun yang
ni
K (Brower et al. 1977) ditemukan dalam petak contoh.
A Pi
Keterangan: PRi 100
C
K = Kepadatan (ind/m2)
ni = Jumlah total individu jenis ke-i Keterangan :
A = Luas total petak contoh (m2) PRi = Penutupan relatif jenis ke-i
Pi = Penutupan jenis ke-i
C = Jumlah total penutupan
Kepadatan relatif jenis lamun adalah
perbandingan kepadatan jenis ke-i
d. Indeks Nilai Penting
dengan kepadatan total jenis lamun.
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan
K
KR 100 untuk menduga peranan suatu jenis dalam
K suatu komunitas. Semakin tinggi nilai INP,
Keterangan : maka semakin tinggi jenis tersebut dalam
KR = Kepadatan relatif jenis ke-i komunitas.
K = Kepadatan (ind/m2) INP KR i FRi PRi
K = Jumlah kepadatan seluruh (English et. al 1994)
jenis (ind/m2) Keterangan :
INP = Indeks Nilai Penting
b. Frekuensi KRi = Kepadatan relatif jenis ke-i
Frekuensi adalah jumlah plot FRi = Frekuensi relatif jenis ke-i
ditemukannya lamun jenis ke-i dalam PRi = Penutupan relatif jenis ke-i
total area pengambilan contoh.
Pi Kepadatan landak laut
Fi (English et al. 1994)
P Pengukuran kepadatan landak laut
Keterangan : menggunakan metode yang sama dengan
Fi = Frekuensi jenis ke-i kepadatan lamun melalui metode transek garis
Pi = Jumlah petak contoh jenis ke-i dengan membuat plot berukuran 3x3 m2 di
ditemukan titik yang sama dengan plot pengukuran
P = Total petak contoh yang diamati lamun. Jumlah dan jenis landak laut pada
setiap plot akan dihitung menggunakan
Frekuensi relatif jenis adalah rumus:
perbandingan frekuensi jenis ke-i dan ni
K
frekuensi jenis keseluruhan A
Fi Keterangan :
FRi 100
F K = Kepadatan individu (ind/m2)
Keterangan : ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i
FRi = Frekuensi relatif jenis ke-i A = Luas area total pengambilan contoh.
Fi = Frekuensi jenis ke-i
F = Jumlah total frekuensi seluruh
jenis
Stuktur komunitas lamun dan landak laut 0.00 < E 0.50 = Dominansi rendah
Struktur komunitas lamun dan landak laut 0.50 < E 0.75 = Dominansi sedang
didapatkan melalui perhitungan Indeks 0.75 < E 1.00 = Dominansi tinggi
Keanekaragaman Shannon-Wiener, Indeks
Keseragaman Simpson, dan Indeks Hubungan kepadatan lamun dan landak
Dominansi. Indeks keanekaragaman laut
menggambarkan keadaan suatu populasi Hubungan kepadatan lamun dan landak
secara matematis untuk mengetahui informasi laut dianalisis menggunakan MINITAB 14
jenis dan jumlah individu setiap jenis yang untuk mendapatkan nilai korelasi pearson dan
menyusun suatu komunitas menggunakan signifikasi hubungan ditentukan pada selang
persamaan kepercayaan 95%.
s
H' Pi log Pi (Krebs 1989) HASIL
i 1
Keterangan : Kondisi lokasi penelitian
H = Indeks keanekaragaman Shannon- Pulau Barrang Lompo termasuk dalam
Wiener gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di
Pi = ni/N Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan.
Ni = Jumlah individu jenis ke-i Secara geografis pulau ini terletak pada 50 03
N = Jumlah total individu seluruh jenis S, 1190 20 E dengan luas 40 Ha dan jumlah
S = Jumlah jenis penduduk sekitar 5000 jiwa. Sebelah Barat
pulau berbatasan dengan Pulau Bone Tambun,
Kriteria (Krebs 1989) : Selatan dengan Pulau Barrang Caddi, Timur
H < 3.322 = rendah dengan gugusan pulau-pulau kecil, dan Utara
3.322 H 9.966 = sedang dengan Pulau Bone Batang.Barrang Lompo
H > 9.966 = tinggi memiliki padang lamun yang dapat dijumpai
hampir di semua sisi pulau. Pengambilan
Indeks Keseragaman menggambarkan sampel dilakukan di 3 stasiun pada sisi Barat,
komposisi tiap spesies dalam suatu komunitas. Utara, dan Selatan pulau. Sisi timur
Persamaan yang digunakan adalah merupakan area darmaga dengan lalu lintas
H' kapal yang padat dan perairannya relatif
E (Krebs 1989) dalam sehingga pengambilan sampel sulit
Hmax dilakukan. Tiap stasiun dibagi kedalam
Keterangan :
substasiun yang jumlahnya disesuaikan
E = Indeks keseragaman
dengan panjang hamparan padang lamun.
H = Indeks keanekaragaman Shannon-
Gambar 3 menunjukkan posisi stasiun di
Wiener
Pulau Barrang Lompo.
H max = log2 S
Stasiun Barat memiliki padang lamun
S = Jumlah jenis
sepanjang 325 m tegak lurus garis pantai.
Kedalaman stasiun Barat pada saat pasang
Kriteria (Krebs 1989) :
surut berkisar 15050 cm dengan jenis
0.00 < E 0.50 = Komunitas tertekan
sedimen lumpur dan pasir halus. Stasiun
0.50 < E 0.75 = Komunitas labil
Selatan dengan padang lamun sepanjang 360
0.75 < E 1.00 = Komunitas stabil
m di atas hamparan pasir kasar dan pecahan
karang. Sedimen pada stasiun Utara berupa
Indeks Dominansi menunjukkan dominansi
pasir bercampur pecahan karang dengan
suatu jenis dalam suatu komunitas dengan
panjang 90 m.
menggunakan persamaan, yaitu
s
Kondisi fisik air laut
C Pi (Magurran 1988) Parameter air laut yang diukur meliputi:
i 1
Keterangan : suhu, pH, salinitas, kekeruhan, dan kadar
C = Indeks dominansi Simpson oksigen. Hasil pengukuran parameter air laut
Pi = ni/N menunjukkan bahwa lamun dan landak laut
ni = Jumlah individu jenis ke-i hidup pada kondisi lingkungan yang relatif
N = Jumlah total individu seluruh jenis baik (Tabel 3).
S = Jumlah jenis

Kriteria (Magurran 1988) :


5
Tekstur sedimen Vegetasi lamun
Tekstur sedimen di lokasi penelitian Tipe vegetasi lamun di Pulau Barrang
bervariasi dari lumpur hingga pasir kasar yang Lompo termasuk vegetasi campuran yang
bercampur pecahan karang. Erftemeijer& terdiri dari lebih satu jenis lamun. Pada lokasi
Minddenburg (1993) melaporkan sedimen di penelitian ditemukan 6 jenis lamun yaitu: E.
Pulau Barrang lompo berupa pasir halus acoroides, T. hemprincii, S. isoefolium, H.
dengan pecahan foraminifera yang telah mati. uninervis, C.rotundata, dan H. ovalis.
Ukuran sedimen di tiap stasiun dapat diamati
pada tabel 4.

Tabel 3 Hasil Pengukuran Parameter Air Laut dan kisarannya


Parameter Satuan St. Utara St. Barat St. Selatan Kisaran Optimal
0
Suhu C 33 33 33 28-32 (Supriadi 2007)
Salinitas ppt 27 27.67 27.67 29-34 (Dobo 2009)
pH 7.85 7.74 7.89 7.5-8.0 (Supriadi 2007)
Kekeruhan NTU 1.51 14.34 14.36 0.9-6.5 (Supriadi 2007)
DO mg/l 8.589 9.955 9.109 7.0-8.5 (Husain 1983)

Tabel 4 Persentase tekstur sedimen tiap stasiun


Stasiun Utara StasiunBarat StasiunSelatan
Ukuran Golongan Bobot Bobot Bobot
Persentase Persentase Persentase
sedimen sedimen sedimen sedimen sedimen
(%) (%) (%)
(g) (g) (g)
> 3.360 Kerikil 43.248 14.685 24.857 8.287 72.856 24.554
1.410-3.360 Kerikil kecil 12.764 4.334 19.926 6.643 58.657 19.768
1.190-1.410 Pasir kasar 29.480 10.010 40.858 13.621 74.867 25.232
0.279-1.190 Pasir sedang 41.015 13.927 62.364 20.791 43.939 14.808
0.149- 0.279 Pasir halus 140.472 47.697 110.483 36.832 38.084 12.835
0.000- 0.149 Lumpur 27.528 9.347 41.5 13.827 8.317 2.803

St. Utara
120 124
0
0

S elat Makassar

St. Barat SULAWESI


4

MAKASSAR
#

St. Selatan 120 124

Gambar 3 Peta lokasi penelitian Pulau Barrang Lompo (Sumber : modifikasi dari google earth)
6

Kepadatan relatif (KRi), Penutupan Analisis vegetasi lamun pada 3 tahap


Relatif (RPi), dan Frekuensi Relatif (FRi) pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui
yang besar menyebabkan lamun di Pulau struktur kepadatan dan luas penutupan pada
Barrang Lompo didominansi oleh T. fase juvenil (fase I), adulensens (fase II), dan
hemprinchii dengan Indeks Nilai Penting senesens (fase III). Hasil perhitungan didapat
(INP) sebesar 131.86 dan E. acoroides 94.54 fase senesens dan adolesens INP 300 dan fase
(Gambar 4 dan 5). juvenil 286.34 yang masih didominasi oleh T.
hemprinchii (Gambar 6).
140
120 T. hemprinchii
100 E. acoroides
80 H. uninervis
60 C. rotundata
40 S. isoefolium
20 H. ovalis
0
KRi FRi PRi INP
Gambar 4 Hasil analisis vegetasi lamun di Pulau Barrang Lompo
180
160
140 T. hemprinchii
120 E. acoroides
100 H. uninervis
80
C. rotundata
60
S. isoefolium
40
20 H. ovalis

0
KRi FRi PRi INP KRi FRi PRi INP KRi FRi PRi INP

Gambar 5 Hasil analisis vegetasi lamun di tiap stasiun


160
140
120
T. hemprinchii
100
E. acoroides
80
H. uninervis
60
C. rotundata
40
S. isoefolium
20
0 H. ovalis

KRi PRi INP KRi PRi INP KRi PRi INP

Gambar 6 Analisis vegetasi lamun pada 3 tahap pertumbuhan di Pulau Barrang Lompo
7
Pola permudaan bertujuan mengetahui E.matheai (7). Kepadatan landak laut
kesinambungan pergantian alamiah lamun. (Gambar 8).
Pola permudaan menggunakan jenis static life Landak laut T. gratilla dan D. setosum
table, yaitu cara untuk memperkirakan yang terbanyak ditemukan di Pulau Barrang
struktur umur pada suatu populasi dalam Lompo termasuk dalam jenis landak laut yang
sekali pengukuran. Cara ini memungkinkan melakukan grazing (merumput lamun). Hasil
untuk memonitor dan mengukur variabilitas pengukuran kepadatan landak laut di Pulau
alami tanaman yang tumbuh dan bertahan Barrang Lompo diperoleh landak laut jenis T.
(Begon et al. 1996). Gambar 7 menunjukkan gratilla (63.688 ind/m2), D. setosum (23.095
bahwa produksi tunas yang rendah bukan ind/m2), E. calamaris (6.084 ind/m2),
faktor pembatas regenerasi lamun untuk E.diadema (2.472 ind/m2), E. mathaei (1.331
tumbuh hingga fase senesens. Pola permudaan ind/m2), dan M. globulus (1.331 ind/m2).
dipengaruhi oleh pembungaan, vegetatif dari
akar, struktur lamun dewasa yang tahan Struktur komunitas lamun dan landak laut
terhadap cekaman lingkungan, dan Keanekaragaman jenis (H) lamun di
perumputan oleh herbivor. Pulau Barrang Lompo termasuk rendah (H <
3.322) (Tabel 5). Rendahnya keanekaragaman
Kepadatan landak laut jenis ini karena jumlah jenis lamun yang
Landak laut yang ditemukan di Pulau ditemukan hanya terdiri dari 6 jenis dari 58
Barrang Lompo terdiri dari 6 jenis, yaitu jenis lamun di dunia, dan tidak semua jenis
Diadema setosum, Echinotrix diadema, dapat ditemukan pada setiap stasiun
Echinotrix calamaris, Echinometra mathaei, pengamatan. Indeks Keseragaman jenis
Tripneustes gratilla, dan Mespilia globulus termasuk dalam kategori stabil dengan nilai
yang termasuk dalam famili Toxopneustidae mendekati 1 (0.835-0.894) kecuali pada
(T. gratilla), famili Diadematidae (D. setosum stasiun Barat termasuk dalam kategori labil.
dan E.diadema ), famili Echinometridae (E. Stasiun Barat memiliki jumlah spesies lamun
calamaris, E. mathaei), dan famili yang terkecil dengan proporsi antar jenis
Temnopleuridae (M. globulus). Landak laut memiliki rentang nilai yang lebar. Dominansi
yang paling banyak ditemukan yaitu T. jenis (C) juga tergolong rendah, dengan nilai
gratilla (335), D. setosum (132), E. calamaris mendekati 0 (0.280-0.408) karena jumlah
(32), E. diadema (13), M. globulis (7), dan tegakan jenis lamun dominan tak beda jauh
dengan jenis lamun lainnya.
Kepadatan (ind/m2)

Gambar 7 Pola permudaan lamun


120
100 D. setosum
80 T. gratilla

60 E. calamaris
E. diadema
40
M. globulis
20
E. mattheai
0
St. Barat St. Selatan St. Utara
Gambar 8 Kepadatan landak laut tiap stasiun
Tabel 5 Nilai Struktur Komunitas Lamun dan Landak laut
Kategori
Stasiun
Stasiun Utara Stasiun Barat (Krebs 1989;
Selatan
Stuktur Komunitas Magurran 1988)
Landak Landak Landak Landak
Lamun Lamun Lamun Lamun
laut laut laut laut
Jumlah Individu 1250 200 1029 194 1429 125
Keanekaragamananan (H) 0.650 0.064 0.460 0.306 0.538 0.404 Rendah Rendah
Keseragaman (E) 0.835 0.083 0.658 0.438 0.894 0.672 Stabil Tertekan
Dominansi (C) 0.280 0.942 0.408 0.562 0.318 0.451 Rendah Sedang

Keanekaragaman landak laut tergolong Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 131.86 dan
rendah (H < 3.222), nilai Keseragaman (E E. acoroides 94.54. INP menunjukkan
0.500) menunjukkan bahwa komunitas landak peranan suatu jenis tertentu di sebuah
laut tergolong tertekan, dan Dominansi ekosistem. Nilai tersebut berarti T.hemprinchii
termasuk dalam kisaran kategori sedang memiliki peran ekologis yang penting seperti
(0.65). Rendahnya keanekaragaman dan pemanfaatan sumber daya secara optimum
keseragaman karena jenis landak laut tidak atau adanya penguasaan ruang tertentu dalam
tersebar merata pada setiap lokasi. Landak ekosistem padang lamun di Pulau Barrang
laut jenis D. setosum mendominasi wilayah Lompo. Hal serupa didukung oleh Erftemeijer
pantai sedangkan wilayah tubir di dominasi (1993) bahwa padang lamun di Barrang
oleh T. gratilla. Lompo merupakan campuran dominan antara
T. hemprinchii dan E. acoroides.
Hubungan kepadatan lamun dan landak Kepadatan, komposisi, dan dominansi
laut lamun ditentukan oleh sedimen, kekeruhan,
Analisis hubungan kepadatan lamun dan dan struktur lamun. Sedimen mengandung
landak laut didapatkan kolerasi (r) = 0.111, nutrisi yang diserap melalui akar untuk
P= 0.485. Hal ini menunjukkan tidak adanya pertumbuhan lamun. Sedimen halus mampu
hubungan yang signifikan antara kepadatan mengikat fosfat dan mempengaruhi standing
landak laut dan lamun. crop lamun. Selain itu, kepadatan lamun
Hubungan yang tidak signifikan juga tinggi ditemukan pada sedimen halus dan
terlihat pada kepadatan landak laut dan 3 fase rendah pada sedimen kasar. Lamun E.
pertumbuhan: fase juvenil (r = 0.272, P = acoroides dan T. hemprinchii cenderung
0.081), fase adolesens (r = 0.045, P = 0.777), membentuk kelompok besar pada daerah
dan fase senesens (r = 0.112, P = 0.480). pantai (sedimen halus) dan membentuk
T. gratilla dan D. setosum termasuk jenis kelompok yang lebih kecil atau jarang pada
herbivor yang terbanyak ditemukan di lokasi daerah mendekati tubir (sedimen kasar).
penelitian. Keterkaitan kedua landak laut Sedimen yang bervariasi mendukung untuk
terhadap padang lamun menunjukkan bahwa membentuk padang lamun campuran.
tidak ada hubungan signifikan (D. setosum : Kekeruhan menghalangi penetrasi cahaya
r= 0.091, P = 0.569; T. gratilla: r = 0.082, untuk fotosintesis yang berpengaruh pada
P = 0.604). pertumbuhan dan produksi lamun. Semakin
E. calamaris, E. diadema, M. globulus, jernih perairan, maka makin beragam pula
dan E. matheai termasuk termasuk herbivor jenisnya. Perairan yang keruh seperti di
pasif (menunggu hanyutan daun lamun di Stasiun Barat didominasi oleh Enhalus karena
liang), omnivora, ditemukan dalam jumlah jenis ini tahan terhadap kondisi lingkungan
sedikit, dan hidup soliter. Keterkaitan keempat yang tidak menguntungkan.
landak laut tersebut menunjukkan bahwa tidak Struktur lamun seperti Syringodium yang
ada hubungan signifikan (E. calamaris: r = memiliki bentuk daun silindiris dengan
0.058, P = 0.714; E. diadema: r = 0.051, P = ukuran tubuh sedang memiliki kepadatan
0.340; M. globulus: r = 0.014, P = 0.929; E. lebih tinggi dan penutupan rendah.
matheai: r = 0.035, P = 0.827). Sebaliknya, Enhalus dengan helaian daun
yang panjang dan lebar serta ukuran tubuh
PEMBAHASAN besar memiliki penutupan yang tinggi dan
kepadatan rendah. Morfologi tersebut juga
Lamun di Pulau Barrang Lompo membuat Enhalus tahan terpapar sinar
didominansi oleh T. hemprinchii dengan matahari pada saat laut surut dan tidak
9

terganggu oleh lalu lalang kapal yang padat. terbenam (Philips&Menez 1998). Di lokasi
Berbeda dengan daun Thalassia dan penelitian, lamun S. isoefolium hanya
Syringodium yang tidak tahan kekeringan dan ditemukan di stasiun Utara yang relatif lebih
mudah gugur. dalam sehingga lamun tidak mengalami
Lamun di Barrang Lompo banyak kekeringan pada keadaan surut. Lamun H.
ditemukan pada fase adolesens dibandingkan ovalis yang dikenal sebagai lamun perintis
fase lainnya. Hal ini berkaitan dengan laju juga banyak ditemukan pada sedimen pasir
pertumbuhan daun, kecepatan pulih, dan hingga kedalaman 12 m, terutama di stasiun
jangka hidup lamun. Pengukuran laju Utara yang memiliki daerah batas lamun dan
pertumbuhan, kecepatan pulih, dan jangka karang terpendek.
hidup lamun di Pulau Barrang Lompo Behren&Lafferty (2004) mengungkapkan
menunjukkan jangka hidup T. hemprinchii kepadatan landak laut dipengaruhi oleh
24-40 hari, laju pertumbuhan daun 0,6 kelimpahan alga atau lamun, penyakit bakteri
cm/hari, dan kecepatan pulih 0.15 cm/hari vibrio dan parasit, serta predatornya seperti
(Supriadi 2007). Faktor tersebut ikan dan kepiting. Di Pulau Barrang lompo,
mengakibatkan pada saat pengukuran lebih tidak ada pemanfaatan landak laut baik secara
banyak ditemukan fase dewasa (adolesens dan ekonomi maupun sebagai sumber makanan.
senesens) dibanding fase muda (juvenil). Kepadatan landak laut dipengaruhi predator,
Kehadiran T. hemprinchii sebagai spesies kejernihan, sedimen, kesediaan makanan dan
dengan dominansi tertinggi di Pulau Barrang kesukaan pada lamun tertentu, serta musim.
Lompo disebabkan lamun ini memiliki daya Saat laut surut, padang lamun terpapar
adaptasi tinggi yang dapat hidup disemua matahari sehingga banyak landak laut yang
jenis sedimen.T. hemprinchii hidup pada mati atau sulit ditemukan.
sedimen yang bervariasi dan menyukai T. gratilla sebagai herbivor utama banyak
sedimen pasir halus hingga kasar serta ditemukan di stasiun Utara dan Selatan,
ditemukan sampai kedalaman 5 m (Den terutama daerah mendekati tubir dan tidak
Hartog 1970). Sedimen yang berupa pasir ditemukan pada daerah pantai. Daerah
hingga pecahan karang yang tersebar di Pulau tersebut mendukung landak laut untuk hidup
Barrang Lompo ini memungkinkan T. karena memiliki tingkat kejernihan yang
hemprincii dapat hidup dengan baik. tinggi, sedimen berpasir bercampur pecahan
Kehadiran T. hemprinci di Kepulauan karang, lamun yang beragam, tingkat aktivitas
Spermonde merupakan species klimaks (Vonk manusia rendah, dan kedalaman lebih tinggi.
et al. 2008). Tingkat kejernihan membuat lamun dilekati
E. acoroides bisa ditemukan diseluruh epifit yang sangat disukai landak laut. Faktor
lautan tropis, subtropis, dan beriklim sedang. ketersediaan makanan turut mempengaruhi
Di Pulau Barrang Lompo, E. acoroides keberadaan landak laut. Landak laut juga
merupakan salah satu jenis lamun yang menyukai lamun T. hemprinchii dan S.
dominan (Supriadi 2007) dan dapat ditemukan isoefolium (Bak&Nojima 1980). Aktivitas
hampir di tiap sisi pulau terutama tepi pantai manusia seperti lalu lintas dan penambatan
dekat perumahan penduduk. Lamun ini hidup kapal, serta pembuangan limbah rumah tangga
di zona intertidal hingga kedalaman 6 m. lebih rendah karena terpusat di pantai. Selain
Kehadiran C. rotundata yang cukup itu, kedalaman pada daerah ini relatif tinggi
tinggi di Pulau Barrang Lompo berkaitan sehingga lamun dan landak laut selalu
dengan sedimenpasir hingga pecahan karang tergenang air laut pada saat surut. Suhu yang
yang disukai C. rotundata. Tomasick et al. tinggi pada saat surut menyebabkan banyak
(1997) menyebutkan bahwa C. rotundata landak laut yang mati (Aziz 1995).
hidup didaerah dangkal dan tahan dalam Kondisi berbeda pada stasiun Barat yang
keadaan tidak terbenam air. Lamun H. didominasi landak laut D. Setosum. Landak
uninervis hidup pada sedimen pasir halus laut D. setosum banyak ditemukan di daerah
hingga kasar dan termasuk dalam jenis pantai dengan pola hidup mengelompok.
pembuka. Di lokasi penelitian, lamun ini Supardi&Sugiarto (1995) menyatakan D.
hidup pada sedimen pasir kasar dan banyak setosum dapat dijadikan sebagai indikator
ditemukaan di daerah mendekati batas tubir lingkungan karena keberadaannya yang sering
karang. ditemukan pada daerah tercemar limbah
Lamun H. ovalis dan S. isoefolium organik. Daerah pantai stasiun Barat dan
memiliki nilai kehadiran yang lebih kecil Selatan sering dijadikan tempat pembuangan
dibanding jenis lamun lainnya karena S. limbah organik dari rumah tangga dan
isoefolium tidak tahan dalam keadaan tidak frekuensi lalu lapang kapal yang sering
10
berakibat tingkat kekeruhan relatif tinggi Dobo (2009) melaporkan di Kepulauan
sehingga kepadatan D. setosum di kedua Banda, Maluku, kepadatan landak laut yang
stasiun cenderung tinggi. tinggi ditemukan pada kepadatan lamun yang
Landak laut memiliki kesukaan terhadap rendah. Di Pulau Barrang Lompo, kepadatan
jenis lamun T. hemprinchii yang mendominasi landak laut ditemukan pada kondisi lamun
di Pulau Barrang Lompo. Penelitian mengenai yang rapat, terutama pada padang lamun yang
kesukaan T. gratilla terhadap lamun T. didominasi oleh T. hemprinchii. Kondisi
hemprincii dilaporkan oleh Kasim (1999). lamun tidak terpengaruh banyaknya landak
Berdasarkan analisis isi perut T. gratilla laut disebabkan tidak semua landak laut di
terdapat lamun jenis T. hemprichii rata-rata Barrang Lompo bersifat herbivor. Penelitian
mencapai 55.6% dan E. acoroides 31,4% yang merumput landak laut tidak sama pada setiap
membuktikan bahwa landak laut melakukan tempat. Di Pulau Bone Batang, Kepulauan
perumputan lamun. Lamun ini disukai landak Spermonde, peningkatan aktivitas merumput
laut karena daun relatif pendek, lebar dengan T. gratilla tidak berpengaruh pada kepadatan
serat lunak, dan kadar tanin yang rendah. dan kemampuan tumbuhnya tunas baru di
Daun muda lebih sedikit ditemukan tanin bagian meristem apikal lamun. Perubahan
(chicoric acid), asam p-coumaric, valinin, dan dominansi T. hemprinchii oleh landak laut
ferulic acid sedangkan daun tua mengandung disebabkan perbedaan kemampuan bertahan
gensiticacid, caffeic acid, dan cinnamic acid pada preferensi makanan (Vonk et al. 2008).
yang lebih tinggi (Haznedaroglu&Zeybek Harrold&Reed (1985) dalam Behrens&
2007). Tanin menghambat pencernaan Laferty (2004) menyebutkan aktivitas
herbivora dengan mengikat protein tanaman merumput dapat memicu tumbuhnya tunas
yang dikonsumsi sehingga lebih sulit dicerna. baru dan dapat menumbuhkan kembali alga
Lamun dapat dimanfaatkan sebagai yang lebih resisten terhadap perumputan.
habitat bagi berbagai organisme menetap dan Hubungan kepadatan landak laut pada fase
bergerak karena tidak memiliki pertahanan pertumbuhan menunjukkan hubungan yang
kimia yang kuat seperti senyawa fenol. Pada signifikan pada fase juvenil. Pernyataan yang
siang hari T. gratilla sering kali ditemukan sama disampaikan Valentine (1997) bahwa
memanfaatkan daun lamun untuk menahan perumputan dapat menaikkan produksi tunas
ultraviolet, berlindung dari hempasan ombak baru dibandingkan produksi daun baru. Pada
serta bersembunyi dari predator seperti area perumputan, produksi tunas baru
kepiting, keong, dan ikan (Gambar 9). mengakibatkan biomassa lamun bawah
(rhizome, akar) tidak akan berkurang dan
menghasilkan produktivitas yang sama
dengan area yang tidak terkena perumputan.
Hal ini disebabkan adanya perpindahan
material agar lamun mengganti jaringan yang
hilang dan bagian lamun yang bisa dimakan
selama perumputan berlangsung (Valentine&
Heck 1999). Herbivor berpengaruh negatif
pada biomassa atas (daun) lamun yang dapat
berkurang hingga 74% (Vonk et al 2008).
Di Pulau Barrang Lompo, T. gratilla dan
D. setosum berperan sebagai herbivor utama
yang melakukan perumputan langsung.
Sedangkan landak laut jenis lain merupakan
herbivor pasif (menunggu hanyutan daun
lamun yang jatuh ke liang). Herbivor berperan
dalam perpindahan energi di habitat lamun
dan ekosistem disekitarnya. Sekitar 3- 100%
produktivitas primer lamun masuk dalam
rantai makanan melalui jalur perumputan
(Valentine&Heck 1995). T. gratilla
memanfaatkan daun lamun sebagai tempat
berlindung dan makanan. Jenis ini aktif
merumput lamun pada siang hingga malam
Gambar 9 Landak laut memanfaatkan lamun hari. T. gratilla dapat mengkonsumsi lamun
sebagai tempat berlindung 240-400 gr/m2/hari (Klumppet al. 1993).
Aktivitas merumput landak laut jenis T. Bak HP, Nojima S. 1980. Immigration of a
gratilla menguntungkan untuk spesies tropical sea urchin Astropiga radiata in a
klimaks namun membuat biodiversitas lamun temperate eel grass Zostera marina L.
menurun (Vonk et al. 2008). Pengaruh Patch: its feeding habit and grazing
aktivitas merumput lamun dapat mengubah effect of the patch. Amakusa Mar. Bio 5
komposisi lamun akibat preferensi makanan (2) : 153-169.
tertentu. Begon M, Mortimer M, Thompson JD. 1996.
Population Ecology: A Unified Study Of
SIMPULAN Animals And Plants Third Ed.
Cambringe : Blackwell science Ltd.
Lamun di Pulau Barrang Lompo Behrens MD, Lafferty KD. 2004. Effects of
termasuk dalam vegetasi campuran yang marine reserves and urchin disease on
terdiri dari E. acoroides, T. hemprincii, S. Southern Californian Rocky Reef
isoefolium, H. uninervis, C. rotundata, dan H. Communities. Mar Ecol 279: 129139.
ovalis. Dominansi tertinggi diperoleh T. Brower JE, Zar JH, Von Endo CN. 1977.
hemprinchii dengan INP 129. Landak laut Field And Labolatory Methods For
yang ditemukan di Pulau Barrang Lompo General Ecology. Boulevard USA : Wm
terdiri dari 6 jenis, yaitu D. setosum, E. C. Brown Publ.
diadema, E. calamaris, E. mathai, T. gratilla, Clark AM, Rowe FEW. 1971. Monograph Of
dan M. globulus. Landak laut jenis T. gratilla Shallow Water Indo West Pasific
memiliki kepadatan tertinggi 63,69 ind/m2. Echinoderms. British Museum. London.
Hubungan kepadatan lamun dan landak Den Hartog. 1970. The Seagrass Of The
laut menunjukkan tidak ada pengaruh yang World. North Holland : Amsterdam.
signifikan disebabkan tidak semua landak laut Dobo J. 2009. Tipologi Komunitas Lamun
berperan sebagai herbivor. Hal serupa terjadi Kaitannya dengan Populasi Landak laut
pada hubungan landak laut pada tiga tahap Di Pulau Hatta, Kepulauan Banda,
pertumbuhan. Hubungan yang tidak signifikan Maluku [tesis]. Bogor: Program
bisa disebabkan pola pertumbuhan lamun dan Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
adaptasi lamun (kandungan tanin) terhadap Erftemeijer PLA, Middelburg JJ. 1993.
pemangsa. Sediment-nutrient interaction in tropical
Landak laut jenis T. gratilla dan D. seagrass beds: a comparison between a
setosum termasuk herbivor utama di Barrang terrigenous and a carbonate sedementary
Lompo. Kehadiran landak laut tersebut tidak environment in South Sulawesi
berpengaruh signifikan terhadap kepadatan (Indonesia). Mar Ecol 102 : 187-198.
lamun. T. gratilla yang memanfaatkan lamun Erftemeijer PLA. 1993. Differences in
secara langsung (makan dan tempat nutrient concentration and resources
berlindung). D. setosum adaptif terhadap between seagrass communities on
lingkungan. carbonate and terrigeneus sediments in
South Sulawesi. Mar Sci 54 (1) : 403-
DAFTAR PUSTAKA 419.
English S, Wilkinson C, Baker VJ. 1994.
Anonim. 2011. The Tectology Of Survey Manual for Tropical Marine
Echinoderm. [terhubung berkala]. Resources. Australia : ASEAN-Australia
http://metafysica.nl./turing/tecto_3.html. Marine Project.
[29 Maret 2011]. Fortes MD. 1990. Seagrass : A Resource
Alcovero T, Mariani S. 2002. Effects sea Unknown In The ASEAN Regions.
urchin grazing on seagrasses ICLARAM education series 5.
Thalassodendron ciliatum beds on Haznedoroglu MZ, Zeybeck U. 2007. HPLC
Kenyan Lagoon. Mar. Ecol. 226: 255- determination of chicoric acid in leaves
263. of Posidonia oceanica. Pharmaceut Bio
Aziz A. 1994. Tingkah laku landak laut di 45 (10) : 745-748.
padang lamun. Oseana 19 (4) : 35-43. Heck KL, Valentine JF. 1995. Sea urchin
Aziz A. 1995. Kematian massal landak laut. herbivory : evidence for long-lasting
Oseana XX no.1 : 31-39. effects in subtropical seagrass meadows.
Azkab MH. 2006. Ada apa dengan lamun. J Exp Mar Biol Ecol189 : 205-217.
Oseana 31(3) : 45-55.
12
Husain F. 1983. Studi Tentang Beberapa Waycott M, Mc Mahon K, Mellors J,
Aspek Bulu babi Di Perairan Pulau Calladine A, Kleine D. 2004. A Guide To
Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tropical Of The Indo-West Pasific.
Tanah Kotamadya Ujung Pandang James Cook University : Townsville.
[skipsi]. Ujung Pandang : Universitas
Hassanudin.
Kasim M. 1999. Aktivitas Merumput dan
Pertumbuhan Landak laut (Tripneustes
gratilla Linnaeus) pada Habitat Lamun
di Perairan Bone-Bone, Kabupaten
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Klumpp D, Salita-Espinosa JT, Fortes MD.
1993. Feeding ecology and tropic role of
sea urchin in a tropical seagrass
community. Aquat Bot 45: 205-229.
Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology.
New York : Harper and Rowe Publisher.
Magurran AE. 1988. Ecological Diversity And
Its Measurement. New Jersey :
Princetown Press.
Michael. 1994. Ecological Method For Field
And Labolatory Investigation. Mc Graw
Publishing Company Ltd. New York.
Philips RC, Menez EG. 1988. Seagrasess.
Smithsonian Institution Press :
Washington DC.
Saito Y, Atobe S. 1970. Phytosociological
study of intertidal marine algae. I.
Usujiri Benten-Jima, Hokkaido. Bull.
Fac. Fish. Hakkaido Univ., 21: 37-69.
Sugiarto H, Supardi. 1995. Beberapa catatan
tentang landak laut marga Diadema.
Oseana 20(4) : 35-41.
Supriadi.2007. Produktivitas Lamun Enhalus
acoroides (LINN. F) Royle dan
Thalassia hemprinchii (EHRENB.)
Ascherson di Pulau Barrang Lompo,
Makasar [tesis]. Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa M.K.
1997. The Ecology of Indonesian Seas,
Part I. Periplus Editions: Singapore.
Vonk JA, Marjoelin HJ, Johan S. 2008. In situ
quantification of Tripneustes gratilla
grazing and its effects on three co-
occurring tropical seagrass species. Mar
Ecol vol.360: 107-114.
Valentine JF, Heck KL, Busby J, Webb D.
1997. Experimental evidence that
herbivory can increase shoot density in a
subtropical turlegrass. Oceologia 112:
193-200.
Valentine JF, Heck KL. 1999. Seagrass
herbivory: evidence for the continued
grazing of marine seagrass. Mar Ecol
176: 291-302.

Anda mungkin juga menyukai