Disusun Oleh :
Yuli Nurhayati
NIM.L1A016048
2018
I. PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui teknik pengukuran yang berkaitan dengan faktor fisik pada sungai
2. Mengetahui analisis perbandingan faktor fisik dari masing-masing titik
pengambilan sampel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sungai
Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang
mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air
ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai
air dari daerah penyangga dipengaruhi aktifitas dan perilaku penghuninya. Pada
umumnya, daerah hulu mempunyai kualitas air yang lebih baik daripada daerah hilir.
Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana dan bersifat alami seperti
hutan dan perkampungan kecil. Semakin ke area hilir keragaman pemanfaatan lahan
meningkat. Sejalan dengan hal tersebut suplai limbah cair dari daerah hulu yang
menuju daerah hilir pun menjadi meningkat. Pada akhirnya daerah hilir merupakan
tempat akumulasi dari proses pembuangan limbah cair yang dimulai dari hulu
(Wibowo, 2005 dalam Yuliastuti, 2011).
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Tabel 1. Alat Praktikum
No Nama alat Ukuran/ jumlah Merek Fungsi
Thermometer
1. 1 Pyrex Mengukur suhu pada
celcius badan perairan
3.1.2. Bahan
Tabel 2. Bahan Praktikum
Ukuran/
No Nama bahan Merek Fungsi
jumlah
Menentukan parameter
1. Sampel air 6
fisika pada badan
perairan
2. Kertas whatman
Menentukan nilai TSS
1
pada suatu badan
no 41
perairan
Untuk mengkalibrasi
3. Akuades 1
pada alat pengukuran
seperti TDS meter
4. Tissue 1 Nice Untuk memebersihkan
alat pengukuran
3.2. Metode
3.2.1. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan tiga pengulangan yaitu tepi 1, tengah dan tepi 2
pada setiap stasiun pengamatan. Suhu diukur menggunakan termometer celcius.
Termometer di celupkan ke dalam badan air yang akan diteliti selama ± 10 menit.
Angka yang tertera pada skala termometer yang konstan dicatat.
3.2.2. Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus dilakukan tiga pengulangan yaitu tepi 1, tengah
dan tepi 2 pada setiap stasiun pengamatan. Kecepatan arus diukur menggunakan
sebuah botol mineral diisi air dengan volume 80%. Botol tersebut diikat dengan tali
sepanjang 10 m. Botol berisi air dan terikat dengan tali kemudian dilepaskan di
sungai sampai tali merenggang dengan sempurna. Perhitungan waktu dimulai pada
saat botol pertama kali dilepaskan sampai tali merenggang.
3.2.3. Debit Air
Pengukuran debit air dilakukan dengan cara kecepatan arus daikalikan dengan
luas area sungai. Luas area sungai diukur dengan cara menghitung kedalaman tiap
jarak satu meter lebar sungai. Pengukuran dimulai dari tepi yang satu sampai ke tepi
yang lain. Luas area sungai merupakan jumlah dari luas area sungai yang diukur tiap
meter.
3.2.4. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan menggunakan air sampel yang telah dihomogenkan
antara air sampel tepi 1, tengah dan tepi 2 pada setiap stasiunnya. Pengukuran
kekeruhan dilakukan dengan menggunakan alat turbidimeter. Turbidimeter terlebih
dahulu dikalibrasi dengan larutan standar yang ada. Kemudian kuvet diisi dengan air
sampel, diukur, dan dicatat hasilnya.
3.2.5. TSS (Total Suspended Solid)
Pengukuran TSS menggunakan air sampel yang telah dihomogenkan antara
air sampel tepi 1, tengah dan tepi 2 pada setiap stasiunnya. TSS diukur menggunakan
kertas saring Whatman No. 41. Kertas tersebut sebelum digunakan, dibilas terlebih
dahulu dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 103 – 105 0C selama ± 1 jam.
Kemudian didinginkan dalam desikator (± 15 menit) dan ditimbang (sebagai nilai B).
Setelah itu saring sampel air sebanyak 50 – 100 mL dengan menggunakan kertas
saring yang telah ditimbang tersebut. Selanjutnya keringkan kembali kertas saring
yang berisi bahan-bahan yang tersaring tersebut pada suhu 103 – 105 0C selama ± 1
jam. Kemudian didinginkan dalam desikator (± 15 menit) dan ditimbang beratnya
(sebagai nilai A).
3.2.6. TDS (Total Dissolved Solid)
Pengukuran TDS menggunakan air sampel yang telah dihomogenkan antara
air sampel tepi 1, tengah dan tepi 2 pada setiap stasiunnya. Pengukuran TDS
dilakukan dengan menggunakan alat TDS meter. TDS meter terlebih dahulu
dikalibrasi dengan larutan standar yang ada. Kemudian kuvet diisi dengan air sampel,
diukur dan dicatat hasilnya.
3.2.7. Konduktivitas
Pengukuran konduktivitas menggunakan air sampel yang telah dihomogenkan
antara air sampel tepi 1, tengah dan tepi 2 pada setiap stasiunnya. Konduktivitas
diukur menggunakan alat conductivity meter. Kuvet diisi dengan air sampel, diukur,
dan hasilnya dicatat.
3.2.8. Penetrasi Cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan tiga pengulangan yaitu tepi 1, tengah
dan tepi 2 pada setiap stasiun pengamatan Alat secchi disc diturunkan ke suatu
kedalaman air tertentu, yaitu sampai tepat hilang dari pandangan (sebagai X1),
kemudian . secchi disc diangkat sampai awal terlihat dari pandangan (sebagai X2).
Dihitung penetrasi cahaya yang didapat dengan rumus :
(X1) + (X2)
PC =
2
PC = Penetrasi cahaya (m)
X1 = Pembacaan Secchidisc awal tidak terlihat (m)
X2 = Pembacaan Secchidisc awal terlihat (m)
4.2. Pembahasan
4.2.1. Penetrasi Cahaya
Hasil pengamatan penetrasi cahaya pada daerah hulu, tengah dan hilir Sungai
Banjaran berturut-turut yaitu 47 cm; 31 cm; dan 28 cm. Penetrasi cahaaya
mengindikasikan banyaknya cahaya matahari yang masih dapat tembus ke dalam
suatu perairan. Ketersediaan produktivitas primer fitoplankton dalam perairan
bergantung pada cahaya yang membantu proses fotosintesis dan mendorong
fitoplankton menyediakan energi untuk organisme lainnya, proses ini biasanya terjadi
di kedalaman sekitar 1% menembus cahaya (zona eufotik). Faktor yang
mempengaruhi penetrasi cahaya yaitu diakibatkan oleh bahan-bahan yang melayang
di air (Mustofa, 2015).
50
Penetrasi Cahaya
47
40
30
31
m
28
20
10
0
Hulu Tengah Hilir Penetrasi Cahaya…
Gambar 2. Grafik Penetrasi Cahaya Sungai Banjaran
4.2.2. Suhu
Hasil pengamatan suhu pada daerah hulu, tengah dan hilir Sungai Banjaran
berturut-turut yaitu 21,33oC; 24,67oC; dan 27,67oC. Dari ketiga titik sampel tersebut
terdapat perbedaan. Menurut Efendi (2003) dalam Simanullang (2016) mengatakan
bahwa suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,
dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses
fisika, kimia, dan biologi badan air.
30 Suhu
25 27.67
24.67
20
21.33
0C
15
10
0
Hulu Tengah Hilir Suhu Sungai Banjaran
Gambar 3. Grafik Suhu Sungai Banjaran
0.60 Arus
0.55 0.60
0.50 Arus Sungai Banjaran
0.45
0.40 0.46
0.35
0.36
m/s
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Hulu Tengah Hilir
Merujuk pada standar baku kualitas air yang ditulis oleh Damarany et al.,
2009, hasil penelitian kecepatan arus pada Sungai Banjaran mengindikasikan bahwa
kecepatan arus masih memenuhi standar baku kualitas air yaitu pada kisaran 0,19 –
0,36 m/s. Adanya arus pada suatu ekosistem akuatik membawa plankton yang
menumpuk pada suatu tempat tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya blooming
pada lokasi tertentu jika tempat tersebut kaya akan nutrisi yang menununjang
pertumbuhan fitoplankton dengan faktor abiotik yang mendukung bagi
perkembangan kehidupan plankton (Rafitri et.al., 2015). Fisesa et.al. (2014) juga
berpendapat bahwa Pergerakan air yang lambat menyebabkan partikel-partikel halus
mengendap, detritus melimpah dan kandungan bahan organik tinggi.
2.12 Debit
2.12
1.62
1.47
1.12
m3/s
0.98
0.62
0.12
Hulu Tengah Hilir
-0.38
Arus Sungai Banjaran
4.2.5. TSS
Hasil pengamatan TSS pada daerah hulu, tengah dan hilir Sungai Banjaran
berturut-turut yaitu 119 mg/L; 124 mg/L; dan 125 mg/L. Nilai TSS dari hulu ke hilir
semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah
liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen
hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen
mati (abiotik) seperti detritus dan partikel - partikel anorganik, dapat pula berasal dari
kotoran hewan, kotoran manusia, lumpur dan limbah industri (Sastrawijaya, 2000
dalam Pujiastuti et.al., 2013).
500
TSS
450
400
350
300
mg/L
250
200
150
100 124 125
119
50
0
Hulu Tengah Hilir TSS Sungai Banjaran
Gambar 6. Grafik TSS Sungai Banjaran
4.2.6. TDS
Hasil pengamatan TDS pada daerah hulu, tengah dan hilir Sungai Banjaran
berturut-turut yaitu 45 ppm; 81 ppm; dan 90 ppm. Kandungan TDS dari hulu ke hilir
semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh nilai kelarutan mineral yang berbeda
dalam suatu daerah geologi, seperti granit, pasir silika, dan bahan yang tidak terlarut
lainnya (Putra, 2014).
125
TDS
100
75 90
81
mg/L
50
45
25
0
Hulu Tengah Hilir TDS Sungai Banjaran
Merujuk pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Standar Baku Kualitas Air, hasil
penelitian TDS pada Sungai Banjaran memenuhi standar baku kualitas air kelas II
yaitu <1000 mg/L. Dengan kondisi seperti ini Sungai Banjaran masih layak
digunakan sebagaimana peruntukannya. Perubahan dalam konsentrasi TDS dapat
berbahaya karena densitas (massa jenis) air menentukan aliran air masuk dan keluar
dari sel–sel organisme. Namun, jika konsentrasi TDS terlalu tinggi atau terlalu
rendah, pertumbuhan kehidupan banyak air dapat dibatasi, dan kematian dapat terjadi.
Tinginya konsentrasi TDS juga dapat mengurangi kejernihan air, memberikan
penurunan secara signifikan pada proses fotosintesis, serta gabungan dengan senyawa
beracun dan logam berat, dan menyebabkan peningkatan suhu air. (Sarwadi, 2014).
Tingginya kandungan TDS di dalam air juga mempengaruhi warna perairan
(Sastrawijaya, 2000 dalam Pujiastuti et.al., 2013).
4.2.7. Kekeruhan
Hasil pengamatan kekeruhan pada daerah hulu, tengah dan hilir Sungai
Banjaran berturut-turut yaitu 3,49 NTU; 7,26 NTU; dan 20,98 NTU. Dari hulu ke
hilir kekeruhan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya partikel-partikel
suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton
dan organisme lainnya. Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-
bahan yang terdapat dalam air (Pujiastuti et.al., 2013).
36.00
Kekeruhan
26.00
20.98
NTU
16.00
6.00
7.26
3.49
-4.00 Hulu Tengah Hilir
Kekeruhan Sungai…
Merujuk pada standar baku air yang ditulis oleh Rusmanto & Tatazani, 2007,
hasil penelitian kekeruhan Sungai Banjaran masih memenuhi standar baku kualitas
air yaitu pada kisaran 18-36 NTU. Kekeruhan air yang meningkat menyebabkan
gangguan pertumbuhan bagi organisme produser (Agustira, 2013). Kekeruhan dapat
menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya matahari yang masuk keperairan.
Tingkat kekeruhan yang tinggi dapat mempengaruhi kehidupan organisme akuatik
misalnya gangguan penglihatan, pernapasan dan penyaringan makanan. Adanya
buangan air rumah penduduk yang mengalir juga mengakibatkan tersuspensi dalam
perairan yang akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut, sehingga
menurunkan produktivitas organisme aquatic (Rizal et.al., 2013). Semakin tinggi
kekeruhan dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga
menyebabkan terganggunya rantai makanan (Marganof, 2007 dalam Rahman et al,
2013).
4.2.8. DHL
Hasil pengamatan Daya Hantar Listrik (DHL) pada daerah hulu, tengah dan
hilir Sungai Banjaran berturut-turut yaitu 67 Ohm; 120 Ohm; dan 134 Ohm. Hasil ini
menunjukan peningkatan dar daerah hulu ke hilir. Faktor yang mempengaruhinya
yaitu padatan terlarut anorganik seperti klorida, nitrat, sulfat, dan anion fosfat atau
natrium, magnesium, kalsium, zat besi dan kation alumunium. Senyawa organik
seperti minyak, fenol, alkohol, dan gula tidak dapat dialiri arus listrik karena
memiliki konduktivitas yang rendah dalam air. Konduktivitas juga dipengaruhi oleh
suhu, semakin hangat air, konduktivitas semakin tinggi (Lukito, 2015).
186
DHL
136
134
120
Ohm-
86
67
36
Gambar 9. Grafik DHL Sungai Banjaran
Merujuk pada standar baku air yang ditulis oleh Pasisingi et al., 2014, hasil
penelitian DHL Sungai Banjaran masih memenuhi standar baku kualitas air yaitu
pada kisaran 139-186 NTU. Dengan kondisi seperti ini Sungai Banjaran masih layak
digunakan untuk kehidupan organisme. Hal ini sesuai dengan pernyatan Sari (2013)
yang menyatkan bahwa Konduktivitas air yang layak untuk kehidupan organsme
perairan yaitu dibawah 400 µs. Konduktivitas perairan melebihi 400 µs akan
membuat organisme atau makhluk hidup stress dan menyebabkan kematian.
Pujiastuti et.al. (2013) menyebutkan jika di perairan sungai terdapat banyak partikel
maka daya hantar listrik tinggi.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasa di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Teknik pengukuran sifat fisik air Sungai Banjaran berbeda-beda tergantung
dari parameter yang diukur. Suhu diukur menggunakan termometer celcius,
kecepatan arus diukur menggunakan tali penduga yang diikatkan pada botol
berisi 80% air, debit air dengan metode cross sectional area, TSS dengan
metode gravimetri, TDS dan Konduktivitas dengan metode potensiometri,
kekeruhan dengan metode nephelometri, warna, tipe substrat menggunakan
metode organoleptic sedangkan bau menggunakan indra penciuman.
2. Perbandingan sifat fisika air Sungai Jengok dari hulu ke hilir sangat berbeda.
Di Stasiun hulu kualitas masih baik dan belum terlalu tercemar, sedangkan di
stasiun hilir sudah tercemar oleh limbah organik maupun anorganik. Faktor-
faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air Sungai Jengok yaitu suhu,
kecepatan arus, debit air, TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Disolved
Solid), tipe substrat, warna dan bau air.
5.2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu peralatan praktikum jumlahnya
diperbanyak sehingga praktikum akan lebih mudah dan lebih cepat selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, Riyanda dkk. 2013. “Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika, dan Debit
Sungai pada Kawasan DAS Padang Akibat Pembuangan Limbah Tapioka”.
Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(3) :615-625
Ali, A., Soemarno, & M. Purnomo. 2013. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air
Sungai Metro di Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari. Vol
13 No 2 : 265-274.
Assomo, Samba. 2015. “An Explanation of thr Black Color of River Nyong Water’s
and Associated Alluviums (Cameroon)”. International Journal of
Geosciences. 6 : 388-392.
Astrini, A. D. R., Muh. Yusuf dan S. Adi. 2014. Kondisi Perairan Terhadap Struktur
Komunitas Makrozoobenthos Di Muara Sungai Karanganyar dan Tapak,
Kecamatan Tugu, Semarang. Journal Of Marine Research 3(1): 27-36.
Barus, Susanti L., Yunasfi dan Suryanti, A. 2013. Keanekaragaman dan kelimpahan
Perifiton di Perairan Sungai Deli Sumatera Utara. Artikel. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Bhagawati, D., M.N Abulias, & A. Amurwanto. 2013. Fauna Ikan Siluriformes Dari
Sungai Serayu, Banjaran, Dan Tajum Di Kabupaten Banyumas. Jurnal
MIPA .36 (2): 112-122
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Konsius. Yogyakarta.
Farichi, A., Bambang, S dan Liliya, D.S. 2013. Analisa Kualitas Perairan Sungai
Klinter Nganjuk berdasarkan Indeks Diversitas dan Saprobik Plankton.
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1 (2): 1-12.
Fisesa,Erni Dian., Isdradjad Setyobudiandi., Majariana Krisanti. 2014. Kondisi
Perairan Dan Struktur Komunitas Makrozoobentos Di Sungai Belumai
Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Depik. Sumatera Utara .
3(1) : 1-9
Gusmaweti & Lisa Deswanti. 2015. Analisis Parameter Fisika-Kimia sebagai Salah
Satu Penentu Kualitas Perairan Batang Palangki Kabupaten Sijunjung,
Sumatera Barat. Sumatera Utara
Hawkes. 1975. River Zonation and Classification in River Ecology In. 312-373 p.
Inayati, R. & Suhadi. 2013 Studi Kandungan TDS, BOD, COD, dan Amonia pada
Air Tanah Dangkal di Desa Gebangmalang Kecamatan Mojoayar Kabupaten
Mojokerto. Jurnal UNESA. 2(3) :16-22
Lukito, Arwa Farida. 2015. Hubungan Kualitas Air Embung untuk Irigasi dengan
Karakteristik Fisikokimia Lahan Pertanian. Skripsi. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Mantaya, S., Mijani Rahman., Zairina Yasmi. 2016. Model Storet dan Beban
Pencemaran Untuk Analisis Kualitas Air di Bantaran Sungai Batu Kambing,
Sungai Mali-Mali dan Sungai Riam Kiwa Kecamatan Aranio Kalimantan
Selatan. Fish Scientiae (Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan) 6(11): 35-
52. Jurnal blm download
Mustofa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Pospat sebagai Faktor Tingkat Kesuburan
Perairan Pantai. Jurnal DISPORTEK. 6(1) :13-19 di keep line jurnalnya
Neno, A. K., Herman Harijanto., Abdul Wahid. 2016. Hubungan Debit Air Dan
Tinggi Muka Air Di Sungai Lambagu Kecamatan Tawaeli Kota Palu. Jurnal
Warta Rimba. 4(2): 1-8. Jurnal blm download
Nuzula N. I. dan Endarko. 2013. Perancangan dan Pembuatan Alat Ukur Kekeruhan
Air Berbasis Mikrokotroler ATMega 8535. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2
(1) : 1-5.
Pancawati, Dika Nugraini., Suprapto, dan Purnomo. 2014. Karakteristik Fisika Kimia
Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara. Diponegoro Journal of
Maquares. 3 (4): 141-146.
Passingi, Nuralim., Niken Pratiwi., Majariana T. M. K. 2014. Water Quality Of The
Cileungsi River Upstream Based On Physical-Chemical Conditions. Depik.
3(1): 56-64.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Pujiastuti, Peni., Bagus Ismail dan Pranoto. 2013. Kualitas dan Beban Pencemar
Perairan Waduk Gajah Mungkur. Jurnal Ekosains. 5 (1): 59 – 66.
Putra, Adi Syaf. 2014. Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi (Ruas
Sungai : Pulau Kemaro Sampai Dengan Muara Sungai Komering). Jurnal
Teknik Sipil dan Lingkungan. Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya.
Palembang 2 (3) : 604-608.
Rafitri, R., T.R Setyawati, & A.H Yanti. 2015. Struktur Komunitas Fitoplankton di
Perairan Gambut Sungai Ambawang Desa Pancaroba Kecamatan Sungai
Ambawang Kabupaten Kubu Raya. Protobiont. 4(1) : 253-259
Rahman, A., Kresna, D.M., dan Anni, N. 2013. Analisis Kandungan Merkuri (Hg)
pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) Budidaya Keramba di Sekitar
Waduk Riam Kanan Kecamatan Aranio. Bioscientiae. 10 (1): 125-140.
Ramadhani, Endi. 2016. Analisis Pencemaran Kualitas Air Sungai Bengawan Solo
Akibat Limbah Industri Di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten
Karanganyar. Publiksasi Karya Ilmiah. Fakultas Geografi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rizal, Emiryati dan Abdullah. 2013. Pola Distribusi dan Kepadatan Kijing Taiwan
(Anadonta woodiana) di Sungai Awoeka Kabupaten Konawe. Jurnal Mina
Laut Indonesia. 2 (6): 142-153.
Sarwadi & P. Ardian. 2014. Pengaruh Konsentrasi Arang Ampas Tebu terhadap Daya
Serapnya pada Limbah Cair Kelapa Sawit. Jurnal Fisika Unand. 3 (3): 128-
135.
Simanullang, F., Djuwito, & A. Ghofar. 2016. Distribusi dan Kelimpahan Larva Ikan
pada Ekosistem Mangrove di Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang.
Diponegoro Journal of Maquares. 5(4) : 199-208
Yuliastuti, Etik. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam
Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. Universitas Diponegoro.
Semarang.