Anda di halaman 1dari 12

PEMANTAUAN KUALITAS SUNGAI

DI PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT

Oleh : ZOHRIAH
Mahasiswi Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan (STTL) Mataram 2018

ABSTRACT

Didalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS), sungai yang berfungsi sebagai
wadah pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam landsekap bumi, sehingga
kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi DAS (PP 38 Tahun 2011). Kualitas air
sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan
kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada
didalamnya.
Dewasa ini terdapat berbagai klasifikasi atau pengelompokan sungai besar, sungai
menengah dan sungai kecil. Klasifikasi yang digunakan biasanya berdasarkan pada lebar
sungai, kedalaman sungai, kecepatan aliran air, debit dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS).
Sejumlah Daerah aliran sungai (DAS) yang ada, berpotensi tercemar. Potensi
pencemaran dapat disebabkan oleh alam dan atau aktivitas manusia, seperti ; gunung
meletus, gempa bumi, tanah longsor, banjir, buangan/limbah dari aktivitas rumah tangga,
pertanian, peternakan, penambangan, industri dan lain sebagainya. Air sungai dapat
tercemar secara fisika, kimia dan biologi.
Penyebab pencemaran tertinggi di sebabkan oleh limbah domestik/ rumah tangga
yang di tandai dengan tingginya hasil pengujian biologi ( Total Colli dan Colli form), hal
ini disebabkan karena masyarakat yang tingal disekitaran pinggiran sungai masih membuag
limbah dari toilet/wc langsung ke sungai.
A. PENDAHULUAN

Didalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS), sungai yang berfungsi sebagai
wadah pengaliran air selalu berada di posisi paling rendah dalam landsekap bumi, sehingga
kondisi sungai tidak dapat dipisahkan dari kondisi DAS (PP 38 Tahun 2011). Kualitas air
sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan
kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada
didalamnya.
Air sungai sebagai bagian dari sumber daya alam yang sangat penting, harus
dilestarikan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di segala bidang. Disatu sisi
sungai seringkali dijadikan tempat pembuangan limbah industri maupun domestik.
Perkembangan dunia usaha juga membuat makin beragamnya aktivitas manusia yang
berkontribusi mengurangi kuantitas dan kualitas air sungai. Untuk menjaga agar air sungai
tetap berada dalam kondisi alamiahnya, bermanfaat untuk berbagai kebutuhan manusia dan
tetap berfungsi secara ekologis, diperlukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetepan Wilayah
Sungai, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dibagi menjadi 2 (dua) Wilayah Sungai (WS)
yang keseluruhannya tergolong dalam Strategis Nasional yaitu WS Lombok yang terdiri
dari 197 DAS (luas 4.738 km 2, penduduk 3.04 juta jiwa) yang melingkup 4 kabupaten dan
1 kota dan WS Sumbawa yang terdiri dari 555 DAS (luas 15.414 km2, penduduk 1.33 juta
jiwa) yang mencakup 4 kabupaten dan 1 kota, saat ini sedang dilakukan penyusunan
rencana pola pengelolaan SDA.
Sejumlah Daerah aliran sungai (DAS) yang ada, berpotensi tercemar. Potensi
pencemaran dapat disebabkan oleh alam dan atau aktivitas manusia, seperti ; gunung
meletus, gempa bumi, tanah longsor, banjir, buangan/limbah dari aktivitas rumah tangga,
pertanian, peternakan, penambangan, industri dan lain sebagainya. Air sungai dapat
tercemar secara fisika, kimia dan biologi. Air sungai yang tercemar akan berdampak pada ;

1. Kesehatan ;
 Peran air sebagai pembawa penyakit menular, antara lain ;
- Air sebagai media untuk hidup bakteri pathogen yang menyebabkan penyakit
cholera, tifus dan disentri ;
- Air sebagai sarang insekta penyebab penyakit ;
- Jumlah air yang tersedia tidak memadai akan menyebabkan scabies, infeksi
kulit dan lendir, trachoma dan lepra ;
- Air sebagaimedia untuk hidup vector/pembawa penyakit penyebab malaria,
demam berdarah, cikungunya dan filariasis (penyakit kaki gajah)
 Penyebab penyakit tidak menular
Air yang mengandung bahan buangan beracun dan berbahaya seperti logam berat
(merkuri, timbal, cadmium dll), dapat masuk, mengendap dan terakumulasi ke
dalam tubuh manusia melalui rantai makanan sehingga dapat menyebabkan
penyakit gagal ginjal, jantung, anemia, kanker, pelunakan tulang dan lain
sebagainya.
2. Estetika Lingkungan
 Bau busuk
 Permukaan sungai tertutup sampah
 Vegetasi permukaan sungai karena pertumbuhan ganggang dan enceng gondok
yang tidak terkendali
 Perubahan warna air sungai dari jernih menjadi berwarna (coklat, hitam, merah,
hijau dsb)

3. Ekosistem
 Punahnya mikroorganisme pengurai dan biota air

Dalam pengelolaan kualitas air, pemantauan kualitas air menjadi langkah yang
sangat penting untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kualitas air pada badan air,
serta sebagai dasar bagi pemanfaatan sumber air, pencegahan dan penanggulangan
pencemaran sebagaimana tertuang pada PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.
Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri PU No. 45 tahun 1990 tentang
pengendalian mutu air pada sumber-sumber air, pengelola sumber air perlu melakukan
upaya penetapan peruntukan air dan baku air dalam rangka pengendalian pencemaran air.
Kemudian pada PP No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air (PKA) dan
pengendalian pencemaran air (PPA), menyatakan bahwa pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air harus diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan
ekosistem yang dilakukan dari mulai tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawetan dan
evaluasi.
Berdasarkan uraian diatas, Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara-1 (BWS NT-1),
dimana sebagai unit pengelola teknis SDA WS Lombok dan WS Sumbawa, akan
melaksanakan kegiatan pemantauan kualitas air, khususnya pada sungai – sungai dalam
DAS utilitas utilitas dan sungai – sungai yang melewati kota dalam mendukung pengelolaan
SDA dengan 5 (lima) agenda kegiatan, yaitu ; inventarisasi, pengambilan contoh air,
pengukuran parameter lapangan, pengujian parameter laboratorium dan evaluasi hasil
pemanatauan.

B. BAHAN DAN METODE

1. Bahan :

a) Sungai-sungai utilytas tinggi yang ada di pulaua Lombok provinsi Nusa


Tenggara Barat dimana kuantitas airnya ada sepanjang musim.
b) Alat ukur Debit (Current Meter)
c) Roll Meter
d) pH meter
e) Thermometer
f) DO meter
g) Conduktometer
h) Wadah sampel

2. Metode Pengumpulan Data :


a) Dengan ini kami mengumpulkan data menggunakan metode observasi
dengan mengamati dan mencatat objeknya.
b) Pengujian Laboratorium, untuk uji kualitas air

C. PEMBAHASAN

Air merupakan hal vital dalam kehidupan manusia. Jika tidak ada air di muka
bumi ini kemungkinan manusia tidak akan dapat hidup selama itu (diatas 10 tahun).
Salah satu aliran air di bumi ini terdapat pada sungai. Sungai juga penting dalam
menyalurkan air ke berbagai tempat di dunia. Sungai tidak kalah penting dengan air,
bedanya jika tidak ada sungai maka tempat tersebut akan meluap dan penuh dengan air.
Berbicara terkait air dan sungai terdapat masalah yang sebenarnya tidak terlalu
terfikirkan oleh masyarakat namun memberikan dampak yang sangat berbahaya baik
bagi manusia nya sendiri maupun makhuluk hidup lain seperti ikan dan tumbuhan yang
hidup didalamnya.

Pencemaran air sungai yang disebabkan oleh ulah manusia merugikan semua
makhluk hidup di bumi ini. Tidak terkecuali pencemaran air sungai di pulau Lombok,
NTB. Banyak masyarakat yang tidak sadar bagaimana bahaya yang ditimbulkan
nantinya jika mereka dengan sengaja membuang sampah ataupun zat berbahaya lainnya
ke sungai. Padahal bahaya yang mereka lakukan itu dampaknya perlahan akan kembali
ke masyarakat sendiri. Kurangnya kesadaran masyarakat tersebut tentu tidak terlepas
dari peran pemerintah dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat itu sendiri.

Walaupun sudah turun tangan untuk membersihkan sebagian sampah di sungai,


Pemerintah juga harusnya tanggap dengan keadaan ini, mensosialisasikan kepada
masyarakat tentang bahaya air sungai jika sudah tercemar. Bukan hanya bagi kehidupan bagi
manusia, tetapi juga bagaimana kehidupan biota air yang hidup di sungai-sungai tersebut.
Ikan-ikan banyak yang mati begitu saja, karena buruknya kualitas air yang tercemar berbagai
limbah, baik limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga (masyarakat) ataupun yang
dihasilkan oleh pabrik-pabrik disekitar kali.

Rata-rata masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai mempunyai tempat tinggal


yang membelakangi sungai. Sehingga, potensi masyarakat untuk membuang sampah ke
sungai semakin besar. Dilihat dari tata ruang nya saja sudah tidak bersih sebenarnya ini juga
menjadi minus bagi sungai itu sendiri karena kemungkinan bagi Dinas Kebersihan melihat
pemandangan yang ada saja sudah malas untuk mengurangi intensitas sampah apalagi untuk
menghilangkan sampah tersebut dari Sungai. Di perparah lagi dengan pembangunan rumah
disekitar sungai yang dibiarkan begitu saja, tanpa ada larangan ataupun peringatan.

Sumber pencemaran air ini dapat beberapa bagian berdasarkan limbah yang
dihasilkan diantaranya yaitu sumber limbah domestik dan sumber limbah non domestik.
(Gusriani,2014:2) Sumber limbah domestik biasanya banyak di hasilkan oleh rumah tangga
(masyarakat), pabrik, perkatoran, dll. Sedangkan sumber limbah non domestik banyak
dihasilkan oleh detergen, pewangi, serta sejenisnya. Lihat saja sungai-sungai di Indonesia
yang banyak tercemar karena membuang sampah di bantaran kali, Satu lagi limbah yang
paling berbahaya bagi sungai misalnya saja sungai Jangkok di Lombok Barat yang
melintasi kota Mataram yaitu limbah detergen. Limbah yang satu ini walaupun sebagian
masyarakat menganggap ini hanya limbah biasa, namun bahaya atau dampak yang
diakibatkannya sangatlah merugikan bagi semuanya. Kandungan detergen berupa
surfaktan, builder, dan adiktof. Terlebih lagi air sungai tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat bantaran sungai untuk keperluan sehari-hari seperti, mencuci (baik alat
makan atau pakaian), MCK (Mandi, Cuci, Kakus), bahkan mereka menggunakannya
untuk air minum.
Untuk sumber pencemar yang menyumbang pencemaran air sungai terbagi menjadi
tiga sumber yaitu diantara lain yang pertama, sumber pencemar dari instansional, lalu yang
kedua yaitu sumber pencemar dari non instansional, dan yang terakhir yaitu sumber
pencemar dari daerah hulu. (Hendrawan, 2007) Sumber pencemar dari instansional biasanya
berasal dari beberapa aktivitas ataupun kegiatan yang memiliki skala besar atau skala kecil
misalnya saja seperti perkantoran, industri, dan lain sebagainya. Lalu yang kedua yaitu
sumber pencemar yang berasal dari non instansional biasanya dihasilkan oleh masayarakat
(lebih tepatnya rumah tangga) dan pihak lain yang tidak bertanggung jawab dalam
pengelolaan limbahnya misal pertanian, pupuk yang terbawa oleh aliran sungai. Yang
terakhir sumber pencemar dari daerah hulu yaitu dilakukan oleh masyarakat yang tinggal
didaerah hulu sungai.

1. Klasifikasi Sungai

Dewasa ini terdapat berbagai klasifikasi atau pengelompokan sungai besar, sungai
menengah dan sungai kecil. Klasifikasi yang digunakan biasanya berdasarkan pada lebar
sungai, kedalaman sungai, kecepatan aliran air, debit dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dari sudut pandang ekologi terdapat klasifikasi berdasarkan vegetasi yang hidup di tebing
atau pinggir sungai. Sampai sekarang belum ada klasifikasi yang bisa disetujui dan
digunakan secara universal. Berikut ini beberapa klasifikasi / definisi yang membedakan
sungai besar, sungai menengah, dan sungai kecil.
Klasifikasi Menurut Kern (1994)

Tabel Klasifikasi Menurut Kern (1994)


Klasifikasi Sungai Nama Lebar Sungai
Sungai Kecil Kali kecil dari suatu mata air <1m
Kali kecil 1 - 10 m
Sungai Menengah Sungai kecil 10 - 20 m
Sungai menengah 20 - 40 m
Sungai besar 40 - 80 m
Sungai Besar Sungai besar 80 - 220 m
Bengawan > 220 m

Klasifikasi Menurut Heinrich dan Hergt (1999)


Tabel Klasifikasi Menurut Heinrich dan Hergt dalam Atlas Okologie (1999)
Nama Luas DAS Lebar
Sungai
Kali kecil dari suatu mata air 0 - 2 km2 0-1m
Kali kecil 2 - 50 km2 1-3m
Sungai kecil 50 - 300 km2 3 - 10 m
Sungai Besar > 300 km2 > 10 m
Klasifikasi Menurut Helfritch et al. (dalam Heinrich dan Hergt, 1998)
Sungai kecil disebut juga dalam Bahasa Inggris brooks, branceshes, creeks,
forks,  dan runs, tergantung bahasa lokal masing-masing daerah yang ada. Semuanya berarti
sungai kecil. Sedang terminologi yang membedakan sungai kecil (stream) dan sungai
besar (river)  hanya tergantung kepada pemberi nama pada pertama kalinya. Selantnya
sungai kecil didefinisikan sebagai air dangkal yang mengalir di suatu daerah dengan lebar
aliran tidak lebih 40 m pada muka air normal. Sedang kondisi yang lebih besar dari sungai
kecil ini disebut sungai atau sungai besar.

Klasifikasi Berdasarkan Vegetasi (LFU, 2000)


Sungai kecil adalah sungai di mana dahan dan ranting vegetasi pada kedua sisi
tebingnya dapat menutupi sungai yang bersangkutan.

Klasifikasi Menurut Leopold et al. (1964)


Leopold et al. (1964)  mengklasifikasikan sungai kecil dan sungai besar berdasarkan lebar
sungai, tinggi sungai, kecepatan aliran sungai, dan debit sungai, yang dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Karakteristik Sungai berdasarkan Lebar Sungai

Karakteristik Sungai berdasarkan Kedalaman Sungai


Karakteristik Sungai berdasarkan Kecepatan Aliran Sungai

Klasifikasi di atas dipandang sebagai klasifikasi yang paling komplit karena


memasukkan semua faktor fisik penting untuk sungai. Pada gambar tersebut terlihat jika
lebar sungai cukup besar tapi debit air kecil maka sungai merupakan sungai kecil.
Sedangkan sebaliknya jika lebar sungai tidak terlalu besar namun debitnya besar maka bisa
di sebut sebagai sungai atau sungau besar, karena kedalaman maupun kecepatan aliran
sungai tersebut besar.
Untuk penggunaan di Indonesia, di mana ditemukan jenis sungai dengan berbagai
variasi lebar dan kedalaman serta debit alirannya, maka klasifikasi menurut Leopold et
al. (1964) ini sangat cocok. Selanjutnya dapat diperdetail dengan klasifikasi menurut Kern
(1994).
Di samping klasifikasi tersebut ada klasifiksi berdasarkan orde sungai, misalnya
sungai paling kecil di hulu dalam suatu DAS disebut sungai orde 1. Pertemuan antara
sungai orde 1 menghasilkan sungai orde 2, selanjutnya pertemuan antara sungai orde 2
menghasilkan sungai orde 2, dan seterusnya. Sementara pertemuan antara sungai dengan
orde yang berbeda tidak menghasilkan sungai orde berikutnya, namun tetap menjadi sungai
orde terbesar dari kedua sungai yang bertemu tersebut. Klasifikasi ini tidak selalu bisa
dikaitkan dengan besar-kecilnya, lebar-sempitnya, atau dalam-dangkalnya suatu sungai.
Pengertian pembagian sungai menjadi besar, sedang dan kecil ini penting kaitannya dengan
penelaahan sifat-sifat sungai pada umumnya. Sungai-sungai kecil akan mempunyai
karakteristik yang hampir sama, demikian juga sungai sedang dan sungai besar.
Perkembangan terakhir dalam teknik sungai kaitannya dengan ekologi, semakin banyak ahli
sungai yang memfokuskan penelitian pada sungai-sungai kecil (misalnya Kern, 1994;
Traibing, 1999; dan lain-lain), karena pada sungai kecil ini keterkaitan antara faktor fisik
hidraulik-morfologi dan faktor ekologi dapat diamati secara mudah. Sehingga pengelolaan
sungai kecil kaitannya dengan konsep eko-hidraulik sangat penting. Apalagi pada era
sekarang ini, dimana perhatian para pengambil keputusan masih terpusat pada penanganan
sungai besar.

2. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang memegang peranan
penting dalam kehidupan dan setiap bagian bumi terbagi habis ke dalam wilayah DAS.
Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (Iskandar, 2008) yang di dalamnya
banyak terdapat daerah aliran sungai. Pulau kecil mempunyai potensi yang strategis, baik
dari sisi lokasi maupun sumberdaya, namun sangat rentan terhadap kerusakan akibat
pemanfaatan yang berlebihan. Pada pulau kecil termasuk pulau Lombok, salah satu isu
permasalahan yang sering muncul adalah ketersediaan sumber daya air karena posisinya
yang dikelilingi laut menyebabkan siklus air berjalan sangat pendek (Hehanusa, 1987).
Lokasinya yang langsung dikelilingi oleh lautan menyebabkan bentuk, fungsi dan dinamika
yang berbeda dengan pulau besar yang dikelilingi daratan. Pulau kecil mempunyai fungsi
dan peranan dalam ekosistem di antaranya sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi
dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan
lainnya; sedangkan di sisi lain menjadi salah satu kawasan potensial untuk mendukung
perekonomian kawasan (Bengen dkk., 2012).
Satuan wilayah pengelolaan DAS yang ada pada pulau-pulau kecil sering kali
digabung untuk mempermudah operasional. DAS Babak merupakan salah satu DAS yang
termasuk dalam satuan sistem wilayah sungai (SSWS) Dodokan di Pulau Lombok.
Menurut SK Gubernur NTB No.393 tahun 2006 tentang Penetapan Kondisi dan Status
SSWS/DAS Propinsi NTB termasuk dalam kategori DAS strategis karena mempunyai
utilitas tinggi dalam penyediaan air (Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I, 2012).
Kondisi ini dikhawatirkan akan berubah karena penurunan fungsi DAS akibat peningkatan
lahan kritis yang terjadi di DAS Babak. Menurut analisis BP DAS Dodokan Moyosari,
dalam kurun 2008-2014 terjadi penurunan luas lahan yang tidak kritis sebesar 39,13%.
Lahan yang berstatus tidak kritis pada tahun 2008 telah berubah status menjadi agak kritis,
kritis dan sangat kritis. Status lahan kritis di DAS Babak bertambah sekitar 10,81%, lahan
sangat kritis bertambah 0,56%, sedangkan sisanya adalah lahan agak kritis. Kekritisan DAS
Babak diduga karena adanya perubahan penggunaan lahan serta kondisi fisik DAS Babak
seperti iklim dan tanah. Pada beberapa lokasi di bagian tengah DAS Babak, perubahan
lahan dari tidak kritis menjadi kritis dapat terlihat dengan adanya beberapa aktivitas
pembukaan lahan untuk sistem agroforestri tradisional berupa rau. Pembukaan lahan ini
banyak terdapat pada penggunaan lahan semak belukar dan sebagian lagi hutan lahan
kering sekunder. Hasil analisis penutupan lahan di DAS Babak yang dilakukan oleh BP
DAS Dodokan Moyosari pada tahun 2001, 2004, 2007, 2010 dan 2013 (Gambar 1.1)
menunjukkan bahwa terdapat perubahan luas penutupan lahan di DAS Babak.
D. KESIMPULAN

Kondisi Sungai –Sungai yang ada di pulau Lombok Nusa Tenggara Barat dari tahun ke
tahun semakin mengkhawatirkan saja. Kondisi sungai tersebut bisa dikatakan kronis. Apabila
mengingat sampah yang semakin hari semakin menumpuk dan limbah domestik dan pabrik yang
dibuang secara sembarangan. Masyarakat juga tidak luput dalam menambah volume pencemaran ke
sungai tersebut. Upaya pengendalian pencemaran air sungai yang dilakukan pun juga tidak
seberapa. Bahkan banyak yang tidak berhasil padahal sudah beberapa puluh tahun belakangan
diterapkan. Namun, belum menemukan tanda-tanda keberhasilan sampai sekarang. Diperlukan
kesadaran pribadi dari masyarakat serta pelaku yang membuang limbah di sungai dan
menyebabkan pencemaran tersebut.
Penyebab pencemaran tertinggi di sebabkan oleh limbah domestik/ rumah tangga yang
di tandai dengan tingginya hasil pengujian biologi ( Total Colli dan Colli form), hal ini
disebabkan karena masyarakat yang tingal disekitaran pinggiran sungai masih membuag limbah
dari toilet/wc langsung ke sungai.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, D., Sasongko, S. B., & Sudarno. (2012). Analisis Kualitas Air dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal Presipitasi Vol. 9
No. 2 September 2012, ISSN 1907-187X.

Cahyaningsih, A., & Harsoyo, B. (2010). Distribusi Spasial Tingkat Pencemaran Air di DAS
Citarum. Jurnal Sains Dan Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol. 11. No. 2:1–9.

Desriyan, Ramdana, dkk. (2015). Identifikasi Pencemaran Logam Berat Timbal ( Pb ) pada
Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen Dayeuhkolot sampai Nanjung. Jurnal Online
Institut Teknologi Nasional, No. 1 Vol. 3 Februari 2015.

Gusriani, Yeni. (2014). Strategi Pengendalian Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak
di Kabupaten Siak. Universitas Riau.

Hendrawan, Diana. (2007). KUALITAS AIR SUNGAI CILIWUNG DITINJAU DARI


PARAMETER MINYAK DAN LEMAK 1 ( Water Quality of Ciliwung River Refer to Oil
and Grease Parameter ). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember
2008, Jilid 15, Nomor 2: 85-93.

Indrawati, Dwi. (2011). Upaya Pengendalian Pencemaran Sungai yang diakibatkan oleh
Sampah. Universitas Trisakti. TJL, Vol 5 No. 6 Des 2011.

Marganingrum, D., & Estiaty, L. M. (2016). Evaluasi Kebijakan Baku Mutu Air Limbah (Studi
Kasus: Limbah Cair Industri Tekstil Di Bandung) Evaluation of Effluent Standard Policy
(Case Study: Textile Wastewater in Bandung). Jurnal Lingkungan Dan Bencana Geologi
Vol. 7 No. 1 (9–17).

Marganingrum, D., Roosmin, D., & Sabar, A. (2013). Diferesiasi Sumber Pencemar Sungai
Menggunakan Pendekatan Metode Indeks Pencemar ( IP ) ( Studi Kasus : Hulu DAS
Citarum ) River Pollutant Sources Differentiation Using Polution Index Method ( Case
Study : Upper Citarum Watershed ). Riset Geologi Dan Pertambangan Vol.23 No.1 (37–
49) ISSN 0125-9849.

Nurmandi, Achmad. (2014). Manajemen Perkotaan (Teori Organisasi, Perencanaan,


Perumahan, Pelayanan dan Transportasi Mewujudkan Kota Cerdas.Yogyakarta: Jusuf
Kalla School of Government Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (JKSG UMY).

12

Anda mungkin juga menyukai