Anda di halaman 1dari 11

KUALITAS AIR SUNGAI UNTUK KEBUTUHAN DOMESTIK

OLEH:

RISKI. A. FATARI

F 131 19 019

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK LINGKUNGAN

PALU

2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu
dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk hidup
lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian
dan pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan upaya
pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air
memenuhi baku mutu (Azwir, 2006) Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya
sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu
kualitas air sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Menurut Bahtiar (2007),
Lingkungan dapat dikatakan tercemar jika dimasuki atau kemasukan bahan pencemar yang
dapat mengakibatkan gangguan pada makhluk hidup yang ada didalamnya. Sungai pada
dasarnya mempunyai kemampuan untuk membersihkan polutan yang masuk secara alamiah
yang disebut dengan Kapasitas Asimilasi (assimilative cappacity). Kapasitas asimilasi setiap
sungai tidak sama karena bergantung pada karakteristik hidrologi sungainya masing-masing
dan aktifitas penggunaan lahan di sekitar sungai. Secara umum, kualitas air sungai sangat
bergantung dengan kondisi vegetasi pada catchment area, besaran dan jenis kegiatan yang
akan bermuara ke sumber air, serta kemampuan asimilasi sumber air terhadap input pencemar
yang diterimanya (Bangyou, et al 2011). Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah
masuk atau dimasukkannya 2 makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan. Dan pada pasal 17 ayat 2 dijelaskan bahwa apabila daya dukung dan
daya tampung lingkungan telah terlampaui maka kebijakan, rencana dan program yang
memberikan tekanan terhadap lingkungan harus diperbaiki. Dengan demikian, jika beban
limbah yang masuk ke sungai telah melampaui daya tampung sungai, maka pencegahan
penurunan kualitas sungai harus dilakukan dengan strategi pengelolaan yang baik. Penilaian
terhadap kualitas badan air untuk suatu peruntukan didasarkan kepada Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman penentuan status mutu
air. Pengelolaan sungai dimulai dari identifikasi aktifitas yang berpotensi mencemari sungai,
pengukuran kualitas air sungai, penetapan status mutu air sungai, penentuan beban cemar
sungai sesuai baku mutu, penentuan titik kritis yang memiliki beban cemar tinggi,
pengukuran kapasitas asimilasi sungai dan perumusan strategi penurunan beban cemar dan
konservasi sungai.
1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang
melatarbelakangi penelitian ini adalah :
1. Apakah pengaruh sumber pencemar terhadap kualitas air Sungai?
2. Bagaimana beban pencemaran dan status mutu air Sungai ?
3. Bagaimana strategi pengelolaan kualitas air Sungai?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menganalisis kualitas air Sungai
2. Menghitung beban pencemar Sungai Kupang dan menentukan Status Mutu Air Sungai
3. Merekomendasi peruntukan kelas Sugai
4. Menentukan upaya pengelolaan kualitas air Sungai

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan informasi tentang kondisi dari Sungai
b. Dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis tentang kualitas air sungai.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Kualitas Air


kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen
lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang menggambarkan kesesuaian
atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum, perikanan,
perairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya. Meningkatnya aktivitas domestik,
pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi
kualitas air sungai
terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke
badan sungai (priyambada, 2008). Daerah hulu dengan pola pemanfaatan lahan yang
relatif seragam, mempunyai kualitas air yang lebih baik dari daerah hilir dengan pola
penggunaan lahan yang beragam. Semakin kecil tutupan hutan dalam sub DAS serta
semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam sub DAS menyebabkan kondisi
kualitas air sungai yang semakin buruk, terutama akibat adanya aktivitas pertanian dan
pemukiman (Supangat, 2008). Menurut Effendi (2003), Air merupakan kebutuhan yang
sangat penting bagi mahluk hidup, sehingga komunitas tempat tinggal dimanapun baik di
desa maupun kota selalu ditemukan dekat dengan sumber air yaitu sungai, danau dan
pantai. Semakin bertambah jumlah penduduk, kebutuhan air menjadi semakin banyak.
Dari seluruh air yang berada dipermukaan bumi, 97,3% adalah air laut dan sisanya 2.7%
adalah air tawar dan dari komposisi wujud air tawar tersebut hanya kurang dari 1% yang
dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia. Dilain pihak jumlah penduduk dimuka bumi
semakin bertambah, sehingga kebutuhan air menjadi semakin banyak. Bersamaan dengan
bertambahnya jumlah penduduk, akan bertambah pula kegiatan pembangunan yang akan
mempunyai dampak terhadap keberadaan air yang ada, sehingga kuantitas dan kualitas
semakin menurun, yaitu masuknya bahan organik dan anorganik ke dalam air. Agar
perairan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya maka diperlukan batas atau kadar
maksimum pencemar yang dapat ditenggang keberadaannya dalam perairan tersebut.
Batas atau kadar maksimum itu disebut baku mutu air. Baku mutu air dibedakan menjadi
2 jenis dimana dapat menentukan tindakan pengendalian yang berbeda Effendi (2003):
Baku mutu badan air : untuk kadar air sesuai dengan peruntukannya dalam upaya
pengendalian pencemaran Baku mutu limbah cair : untuk membatasi beban limbah dari
sumber pencemar
Menurut Effendi (2003), karakteristik limbah cair sangat dipengaruhi oleh sifat
substansinya yang terbagi menjadi 2 golongan berdasarkan sifatnya: - Sifat konservatif :
substansi yang relatif tidak berubah di alam, mis: logam berat, pestisida yang waktu
tinggal di alam sangat lama. - Sifat non konservatif : substansi yang dapat berubah di
alam, mis: bahanbahan organik yang mudah terurai, nitrogen dll. Parameter-parameter
kualitas air sungai dapat berubah berdasarkan kondisi alami maupun adanya aktivitas
antropogenik. Aktivitas antropogenik yang mempengaruhi kualitas air sungai berasal dari
perubahan pola pemanfaatan lahan, kegiatan pertanian, permukiman serta industri.
Kegiatan pertanian dan permukiman pada dasarnya merubah bentang alam melalui
pengolahan tanah, sehingga akan mempengaruhi kualitas air sungai (Asdak, 2010).

2.2 Pencemaran Air


Menurut Wardhana (2001) dalam Agus (2011), Pencemaran air diartikan sebagai
adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam air yang menyebabkan perubahan
susunan (komposisi) air dari keadaan normalnya. Pencemaran air dapat merupakan
masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan
pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat udara yang
tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah tercemar. Pengolahan
tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar
dengan tanah endapan (Darmono, 2001). Menurut Warlina (2004), Indikator atau tanda
bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat
diamati yang dapat digolongkan
menjadi :
1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.
2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia
yang terlarut dan perubahan pH.
3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Menurut
Solihin dan Darsati (1993) pencemaran air dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu;
1. Pencemaran kimia berupa senyawa karbon dan senyawa anorganik.
2. Pencemaran fisika yang dapat berupa materi terapung dan materi tersuspensi,
3. Pencemaran biologi yang dapat berupa mikroba phatogen, lumut dan tumbuh
tumbuhan air.
2.3. . Sumber Pencemar
Menurut Davis and Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan
dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan; 1. Point source discharges (Sumber
titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar yang dapat diketahui secara pasti dapat
berupa suatu lokasi seperti air limbah industri maupun domestik serta saluran drainase. 2.
Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara
pasti, pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah pertanian,
pemukiman dan perkotaan. Pada sungai yang menampung air buangan terjadi proses
penyerapan dan pelepasan kembali oksigen yang berlangsung secara bersamaan. Selama
air mengalir terjadi proses penyerapan kembali oksigen dari udara dan digunakan untuk
mengganti DO yang telah dikonsumsi oleh BOD air buangan
Kriteria Baku Mutu Air Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhuk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air (PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air). Baku mutu air digunakan sebagai tolak ukur
terjadinya pencemaran air. Selain itu dapat digunakan sebagai instrumen untuk
mengendalikan kegiatan yang membuang air limbahnya ke sungai agar memenuhi baku
mutu yang dipersyaratkan sehingga kualitas air tetap terjaga pada kondisi alamiahnya.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air digolongkan menjadi 4 (empat)
kelas dimana pembagian kelas ini didasarkan pada tingkatan baiknya mutu air dan
kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukkan (designated beneficial water uses).
Klasifikasi mutu air tersebut yaitu:
1. Kelas Satu : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum
dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2. Kelas Dua : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas Tiga : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang
sama dengan kegunaan tersebut. 4. Kelas Empat : Air yang peruntukkannya dapat
digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan
kegunaan tersebut
2.4. Parameter Kualitas Air
Temperatur Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang (latitute), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman. Kenaikan temperature atau suhu di dalam
badan air, dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO atau Dissolved
Oxygen) air. (Suriawira, 2005). Menurut Kristanto (2002), Naiknya suhu air akan
menimbulkan akibat sebagai berikut:
(1) Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air,
(2) Meningkatkan kecepatan reaksi kimia,
(3) Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya,
(4) Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan
mati.
Total Suspended Solid (TSS) Total Suspended Solid merupakan zat-zat padat yang ada
dalam suspensi, dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloid
(partikel koloid), partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). Total Suspended Solid
(TSS) yaitu jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang berada dalam air limbah setelah
mengalami proses penyaringan dengan membrane ukuran 0,45 µm. adanya
padatanpadatan ini menyebabkan kekeruhan air, padatan ini tidak terlarut dan tidak dapat
mengendap secara langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang berat
dan ukurannya yang lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu,
tanah liat, kikisan tanah yang ditimbulkan oleh erosi tanah (Agus, 2011). Padatan
tersuspensi bisa berasal dari aliran air atau masukan kedalam massa air oleh sedimen
didasar dengan pelarutan kembali (Connell, 1995). Banyaknya padatan tersuspensi dalam
perairan dapat menghalangi cahaya matahari yang mencapai dasar perairan yang
menyebabkan turunnya laju fotosintesa. Menurunnya fotosintesa akan berdampak pada
turunnya jumlah oksigen terlarut yang diproduksi tanaman dalam air (Nasution, 2008). 
pH atau Derajat keasaman pH atau yang disebut dengan derajat keasaman diduga sangat
berpengaruh terhadap daya racun bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta
menentukan bentuk zat di dalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung
besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam,
sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan
buangan akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik
(Warlina, 2004).
- Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO)
Oksigen terlarut Dalam air sangat penting agar mikroorganisme dapat hidup. Oksigen ini
dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa oleh algae. Kelarutan Oksigen jenuh
dalam air pada 25oC dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L. Menurut Yang Hon Jung
(2007) konsentrasi DO yang rendah akan menurunkan tingkat nitrifikasi sehingga nilai
NO 3 - N pada air sungai menjadi rendah dengan TN dan NH4+-N yang tinggi. Hal ini
dapat menghalangi self purifikasi (pemurnian diri) pada permukaan air, dengan
mengurangi laju proses transformasi nitrifikasi– denitrifikasi pada air. Menurut Holdgate
(1979), DO merupakan gas yang tercampur dengan air sedemikian rupa sehingga bagian
yang terkecil molekuler. Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut dibandingkan
dengan daya larutnya dalam air tawar, daya larut O2 dalam air limbah kurang dari 95%
dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji, 1995).
- Biochemiycal Oxygen Demand (BOD)
BOD Adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan
air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi
karbondioksida dan air. Proses oksidasi bio-kimia ini berjalan sangat lambat dan dianggap
lengkap (95-96%) selama 20 hari. Tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih
cukup lama sehingga penentuan BOD5 ditetapkan selama 5 hari inkubasi, maka biasa
disebut BOD. Dengan mengukur BOD akan memperpendek waktu dan meminimumkan
pengaruh oksidasi ammonia yang juga menggunakan oksigen. Selama 5 hari masa
inkubasi, diperkirakan 70%80% bahan organik telah mengalami oksidasi (Effendi, 2003).
BOD5 tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur
secara relatif jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan
tersebut. Jika konsumsi O2 tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya O2 terlarut,
maka berarti kandungan bahan–bahan buangan yang membutuhkan O2 tinggi (Fardiaz,
1992). Semakin besar kadar BOD5, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut
telah tercemar. Kadar maksimum BOD yang diperkenankan untuk kepentingan air minum
dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0–6,0 mg/L.
- Chemical Oxygen Demand (COD).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air
dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis
maupun yang sukar didegradasi. COD dinyatakan sebagai mg O2/1000 mL larutan
sampel. Bahan buangan organik tersebut dioksidasi oleh kalium bichromat dalam suasana
asam yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan
H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksi yang terjadi pada metoda refluks sebagai berikut :

CaH bOc + Cr2 O7 2-+ H + → CO2 + H2O + Cr 3+


Bahan organik katalisator

Dalam pengukuran, nilai COD selalu lebih besar dari BOD karena senyawa anorganik
juga bisa ikut teroksidasi selama proses. Kenyataannya hampir semua zat organik (95-
100%) dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana
asam. Makin tinggi nilai COD berarti makin banyak O2 dibutuhkan untuk mengoksidasi
senyawa organik pencemar. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya <20
mg/L. Kelebihan pengukuran COD dibandingkan dengan BOD adalah dapat menguji air
limbah yang beracun, yang tidak dapat diuji oleh BOD karena bakteri akan mati serta
membutuhkan waktu pengujian lebih singkat yaitu 3 jam (Yuliastuti, 2011).  Fosfor (P)
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan
dalam bentuk senyawa anorganik terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik
yang berupa partiikulat. Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa
partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik (Yuliastuti, 2011). Kandungan
phosphat yang tinggi dalam perairan menyebabkan suburnya algae dan organisme lainnya
atau yang dikenal dengan eutrofikasi. Kesuburan tanaman air akan menghalangi
kelancaran arus air dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut (Ginting, 2007).
- Chromium (Cr)
Chromium (Cr) merupakan salah satu logam berat yang beracun. Jika keberadaannya
melebihi ambang batas yang diperbolehkan dapat membahayakan lingkungan, termasuk
manusia. Akumulasi Chromium dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi,
dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia (Suprapti, 2008 dalam
Agus 2011). Menurut Halija (2012), logam Cr dapat masuk ke dalam semua strata
lingkungan, apakah itu pada strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer).
Kromium yang masuk kedalam strata lingkungan dapat datang dari bermacammacam
sumber. Tetapi sumber–sumber masukan logam Cr kedalam strata lingkungan yang
umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan
rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar.

2.5. Contoh kasus


Kota Serang - Tercemarnya sungai besar Ciujung membuat warga di Tengkurak,
Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, kesulitan air bersih. Padahal mayoritas warga di
sana mengandalkan sungai untuk kebutuhan mandi dan kebutuhan lain seperti pengairan
bagi tambak ikan.

Rohidi, warga Tengkurak yang juga nelayan di perairan pantai utrara Serang mengatakan,
ia mengaku kesulitan untuk mandi karena air menghitam. Tidak hanya dirinya, menurut
Rohidi kebanyakan warga di Tengkurak memang selalu mengandalkan air sungai
Ciujung.

"Ini sungai yang selalu kena limbah, nggak tahu dari pabrik mana. Kesusahan lah,
makanya jarang pada mandi," katanya saat berbincang dengan detikcom, Tengkurak,
Tirtayasa, Kabupaten Serang, Senin (28/7/2017).
Keluhan sama juga disampaikan Suwardi. Air sungai yang menghitam membuat warga juga
kesulitan mencari ikan di pinggir pantai. Apalagi, hilir dari sungai Ciujung berada di perairan
Tengkurak di daerah utara Serang. Jika terpaksa ingin mencari ikan, warga terpaksa harus
melaut lebih ke tengah.

"Sekarang juga sampai nggak ngejual, buat beli bensin aja nggak kebayar," ujarnya.

Suwardi menjelaskan, pencemaran limbah ke sungai Ciujung relatif sering. Seingatnya, dua
hari lalu sungai masih berwarna kuning dan tidak berbau. Namun, hari ini sungai malah
menjadi hitam dan mengeluarkan bau menyengat.

"Hitamnya ini kira-kira sudah dua hari, entar nggak hitam lagi, setelah itu datang lagi
(limbahnya)," katanya. Selain menyusahkan warga di bagian hilir, menurut Suwardi banyak
warga khususnya di daerah Tengkurak yang merasa dirugikan karena tercemarnya sungai
Ciujung. Ada beberapa warga yang memiliki tambak ikan merugi akibat keracunan.

Selain sungai Ciujung di Tirtayasa, yang menjadi langganan pencemaran limbah di


Kabupaten Serang adalah Sungai Cidurian di Tanara. Dua sungai ini berdekatan dan memiliki
hulu yang sama yaitu di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bogor.

Pada Selasa (15/8) dua pekan lalu, Bupati Serang Tatu Chasanah pernah mengatakan bahwa
pencemaran limbah di dua sungai tersebut menjadi masalah yang sulit diselesaikan. Ia
mengatakan banyak industri yang sering melakukan pembuangan limbah di dua sungai
tersebut.

"Bukan sering, memang masalah limbah belum selesai di kabupaten Serang, (khususnya)
Ciujung," kata Tatu waktu itu kepada wartawan di Cikande. 

https://news.detik.com/berita/d-3618687/sungai-ciujung-tercemar-limbah-warga-kesulitan-
air-bersih
2.6. Ulasan Pribadi
Menurut penulis makalah bahwa dari keluhan para warga yang tinggal dan masi
mengadalkan air sungai cianjur untuk kebutuhan mencuci, mandi, tambak ikan bahwa
penulis makalah bisa menyimpulkan tingkat pencemaran tergolong memprihatinkan dan
menurut warga yang di wawan cara mereka tidak megetahui pabrik mana atau pihak
mana yang menyebabkan pencemaran,dan menurut nasional.tempo.co (website media)
bahwa 80 % pabrik di cianjur menyalahi aturan pada waktu itu dari kata tersebut bahwa
penulis bisa menyimpulkan bahwa pemerintah daerah sangat tidak memperhatikan hal
tersebut pada waktu itu. Karakteritik limbah yang mencemari sungai tersebut adalah
warnanya tetapi tidak berbau dan lebih uniknya lagi warna hitam sungai yang di
akibatkan oleh limbah tersebut kadang menghilang dan tiba tiba muncul lagi menurut
penulis kasus ini sangatlah menarik dan patut di kaji secara detail.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
- Daerah Aliran Sungai )ialah suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi di
mana air yang berasal dari air hujan yang jatuh, terkumpul dalam kawasan tersebut.
Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh
di atasnya melalui sungai. Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir
pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal
dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebu

- sungai dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-


hari. Seperti untuk minum, mandi, mencuci, dan kebutuhan lainnya. Namun, saat ini
sulit sekali mendapatkan air bersih yang layak dikonsumsi. Beberapa sungai sudah
terkontaminasi polutan, yang membutuhkan pengolahan lagi agar bisa digunakan

3.2. SARAN
Pemerintah dan warga agar terus menjaga dan mengambil peran dalam mencegah
ataupun memperbaiki sungai yang telah tercemar khususnya untuk pemerintah agar lebih
memperhatikan pengawasan pembuangan limbah pabrik

Anda mungkin juga menyukai