Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Perairan

Pencemaran adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat,

energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia

sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.

Terjadinya pencemaran di perairan dapat disebabkan oleh tertimbunnya zat

polutan yang berasal dari kegiatan pertambakan, aktivitas pelabuhan, tumpahan

minyak dari kapal, limbah rumah tangga dan kegiatan industrialisasi. Limbah-

limbah yang tidak dapat terdegradasi selanjutnya akan terakumulasi di perairan

laut sehingga berdampak pada pencemaran lingkungan (Setiawan, 2014).

Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah

spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan

demikian indeks diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada

ekosistem alami. Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah

spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan

semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah

individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Astirin, 2010).

Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal.Salah satunya penyebab

pencemaran air adalah aktivitas manusia yang menciptakan limbah (sampah)

pemukiman atau limbah rumah tangga.Limbah pemukiman mengandung limbah

domestik yang berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen.

Sampah organik yaitu sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri

contoh: sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sampah anorganik ini tidak
dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable) contoh: kertas, plastik, gelas atau

kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit.Selain sampah organik dan

anorganik, deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial

mencemari air. Kenyatannya pada saat ini hampir semua rumah tangga

menggunakan deterjen (Agustiningsih et al., 2017).

Penyebab lainnya juga berasal dari limbah industri. Industri membuang

berbagai macam polutan ke dalam air antara lain: logam berat, toksin,minyak,

nutrien, dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang

dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam

air. Untuk mengetahui tingkat pencemaran air dapat dilihat melalui besarnya

kandungan O2 yang terlarut. Ada dua cara yang digunakan untuk menentukan

kadar oksigen dalam air, secara kimia dengan COD (Chemical Oxygen Demand)

dan BOD (Biochemical Oxygen Demand) secara biologi. Makin besar harga BOD

semakin tinggi pula tingkat pencemarannya (Rachman et al., 2016).

Limbah yang terus-menerus meningkat, akan mengakibatkan air semakin

tercemar dan akan sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan air bersih karena air

yang tercemar akan meresap ke dalam tanah. Air tanah tersebut merupakan

sumber dari air sumur di rumah masyarakat, dan apabila masyarakat

mengkonsumsi air tersebut akan mengakibatkan penyakit. Air yang tercemar tidak

hanya masuk dalam tanah, tetapi juga mengalir pada sungai bahkan laut dan

mengakibatkan terganggunya lingkungan hidup, ekosistem, dan keanekaragaman

hayati. Limbah industri sebelum dibuang ke tempat pembuangan atau dialirkan ke

sungai, sehendaknya dikumpulkan di suatu tempat yang disediakan

(Yonvitne et al., 2016).


Pada dasarnya bahan pencemar yang mencemari perairan dapat

dikelompokkan menjadi: bahan pencemar organik, bahan pencemar penyebab

terjadinya penyakit, bahan pencemar senyawa anorganik/mineral, bahan pencemar

organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, bahan pencemar berupa

zat radioaktif, bahan pencemar berupa endapan/sedimen, bahan pencemar berupa

kondisi (misalnya panas). Dampak pencemaran tidak hanya membahayakan

kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan

manusia atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai

estetika lingkungan pesisir, serta dapat merugikan secara sosial ekonomi.

Pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan

kegiatan di daratan (landbased pollution), maupun kegiatan atau aktifitas di lautan

(sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat

dibagi atas kontaminasi secara fisik dan secara kimiawi (Fransisca, 2011).

Usaha untuk pengendalian pencemaran perairan sungai antara lain:

limbah-limbah industri sebelum dibuang kesungai harus dinetralkan dahulu

sehingga tidak lagi mengandung unsur-unsur yang mencemari perairan; melarang

membuang sampah ke sungai, sampah harus dibuang ditempat-tempat yang telah

ditentukan; mengurangi penggunaan pestisida dalam membasmi hama tanaman;

setiap perusahaan minyak diwajibkan memiliki peralatan yang dapat

membendung tumpahan minyak dan menyedotnya kembali (Dawud et al., 2016).

Penanggulangan pencemaran air dapat dilakukan mulai dari pengenalan

dan pengertian yang baik oleh perilaku masyarakat “Perubahan perilaku

masyarakat secara alami, ekosistem air dapat melakukan ‘rehabilitasi’ apabila

terjadi pencemaran terhadap badan air”.Kemampuan ini ada batasnya.Oleh karena


itu, sehendaknya ada upaya untuk pencegahan dan penanggulangan pencemaran

air.Untuk mengatasi pencemaran air dapat dilakukan usaha preventif, misalnya

dengan tidak membuang sampah dan limbah industri ke sungai.Kebiasaan

membuang sampah ke sungai dan sembarang tempat hendaknya diberantas

dengan memberlakukan peraturan-peraturan yang diterapkan di lingkungan

masing-masing secara konsekuen.Sampah-sampah hendaknya dibuang pada

tempat yang telah ditentukan (Asra, 2018).

Makrozoobentos sebagai Bioindikator Perairan

Keanekaragaman makhluk hidup tidak lepas dengan perannya, satu

diantara peranan makhluk hidup adalah sebagai bioindikator ekosistem.

Bioindikator berasal dari dua kata yaitu bio dan indikator bio artinya hidup dan

mengarah pada makhluk hidup sedangkan indikator artinya petunjuk yang dapat

menunjukkan terjadinya perubahan kondisi makhluk hidup itu sendiri atau

lingkungannya dari waktu ke waktu. Dengan demikian bioindikator adalah

komponen biotik (makhluk hidup) dan dijadikan sebagai indikator (petunjuk).

Bioindikator juga merupakan indikator biotik yang dapat menunjukkan perubahan

kualitas lingkungan yang telah terjadi karena aktivitas manusia

(Agustiningsih et al., 2017).

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang

keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan,

apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap

keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai

penunjuk kualitas lingkungan. Keragaman jenis dan kerapatan makhluk hidup di

perairan sungai merupakan sebagian dari bioindikator yang dapat menunjukkan


kualitas lingkungan. Parameter biologi dalam hal ini bioindikator sering

dipergunakan sebagai salah satu parameter kualitas perairan. Bioindikator dapat

berupa organisme atau respon biologi yang keberadaannya menjadi penanda

kondisi lingkungan (Indrowati et al., 2012).

Makrozoobentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam

atau di permukaan sedimen dasar perairan serta memiliki ukuran panjang lebih

dari 1 mm. Siklus hidup beberapa makrozoobentos hanya hidup sebagai bentos

dalam separuh saja dari fase hidupnya, misalnya pada stadia muda saja atau

sebaliknya. Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

ekosistem perairan, sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci

dalam jaring makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman makrozoobentos di

lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran karena hewan

ini hidup menetap (sesile) dan daya adaptasinya bervariasi terhadap kondisi

lingkungan. Sifat pergerakan makrozoobentos yang terbatas atau relatif menetap

dan habitat hidupnya di dasar perairan yang merupakan tempat bahan pencemar

maka perubahan kualitas air dan substrat hidupnya mempengaruhi kelimpahan

dan keanekaragaman makrozoobentos (Alimuddin, 2016).

Makrozoobentos menjadi bioindikator yang penting untuk kualitas

perairan dibandingkan jenis benthos yang lain Sebab dari sisi bioindikator

makrobentos lebih mudah terdeteksi. Hal ini memungkinkan terjadi karena ukuran

makrozoobentos yang lebih besar daripada jenis benthos lain. Bentos memiliki

cara hidup menetap (sessile) dan terus menerus terdedah oleh kualitas air yang

cenderung berubah-ubah. Sebagaimana dikemukakan kan oleh hewan bentos yang

hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan. Bila kualitas
air mengalami perubahan maka besarnya populasi yang berupa keragaman dan

kelimpahan serta dominasi benthos akan berubah pula. Dengan demikian dapat

dikatakan kelimpahan bentos dipengaruhi oleh suhu Ph kekeruhan tipe substrat

arus kedalaman gas terlarut dan interaksi dengan organisme lain

(Rachman et al., 2016).

Pada saat ini data yang tersedia untuk keanekaragaman makrozoobentos.

Keanekaragaman makrozoobentos dirasakan sangat penting karena dapat

memberikan informasi status kualitas air sungai apakah sudah atau belum

tercemar. Penelitian untuk penentuan faktor fisika-kimia air sungai Suhuyon

melalui serangkaian pengamatan dan perhitungan indeks keanekaragaman

makrozoobentos dirasakan sangat penting. Penentuan status kualitas air Sungai

Suhuyon diperlukan dalam upaya untuk memelihara dan menjaga kesehatan

lingkungan serta pengelolaannya bagi kesejahteraan masyarakat setempat maupun

untuk keberlanjutan kehidupan biota yang mendiami sungai tersebut (Asra, 2018).

Makrozoobentos merupakan salah satu komponen biotik yang dapat

memberikan gambaran mengenai kondisi perairan sungai. Makrozoobentos

terdapat diseluruh badan sungai mulai dari hulu sampai ke hilir. Makrozoobentos

merupakan salah satu organisme akuatik yang menetap di dasar perairan, yang

memiliki pergerakan relatif lambat serta dapat hidup relatif lama sehingga

memiliki kemampuan untuk merespon kondisi kualitas perairan sungai.

Bioindikator belakangan ini dirasakan sangat penting untuk memperlihatkan

adanya keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik suatu lingkungan. Bioindikator

atau indikator ekologis merupakan suatu kelompok organisme yang hidup dan

rentan terhadap perubahan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia dan
kerusakan secara alami. Keanekaragaman makrozoobentos dirasakan sangat

penting karena dapat memberikan informasi status kualitas air sungai apakah

sudah atau belum tercemar (Nangin et al., 2015).

Penggunaan bentos terutama makrozoobentos sebagai indikator biologi

kualitas perairan bukanlah merupakan hal yang baru. Beberapa sifat hidup hewan

bentos ini memberikan keuntungan untuk digunakan sebagai indikator biologi

diantaranya mempunyai habitat relatif menetap. Dengan demikian,

perubahanperubahan kualitas air tempat hidupnya akan berpengaruh terhadap

komposisi dan kelimpahannya. Komposisi/ kelimpahan makrozoobentos

bergantung kepada toleransi ataupun sensitifitasnya terhadap perubahan

lingkungan. Beberapa organisme makrozoobentos sering digunakan sebagai

spesies indikator kandungan bahan organik dan dapat memberikan gambaran yang

lebih tepat dibandingkan pengujian fisika dan kimia (Yonvitne et al., 2016).

Makrozoobentos baik digunakan sebagai bioindikator disuatu perairan

karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air, ketersediaan

serasah dan substrat hidupnya sangat mempengaruhikelimpahan dan

keanekaragaman makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragaman sangat

bergantung pada toleransi dan tingkat sensitifnya terhadap kondisi lingkungannya.

Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda.

Komponen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang tak hidup (abiotik)

mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu

perairan,sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk

menilai kualitas suatu perairan (Fikri, 2014).


Keanekaragaman makrozoobenthos berbanding terbalik dengan

kandungan tekstur (khususnya pasir) serta berbanding lurus dengan kandungan

debu, karbon organik, dan kerapatan tegakan. Kandungan pasir dan karbon

organik memiliki korelasi terbesar. Kandungan pasir yang lebih sedikit cenderung

memiliki keanekaragaman makrozoobenthos yang lebih besar. Sebaliknya

kandungan karbon organik yang lebih besar memiliki keanekaragaman yang lebih

besar pula. Kemelimpahan makrozoobenthos lebih dipengaruhi oleh keadaan

substrat sekitarnya, sebagai akibat jarak tanam tegakan dan kandungan karbon

organiknya. Sebaliknya keanekaragaman diduga lebih dipengaruhi oleh toleransi

masing-masing jenis makrozoobenthos terhadap keadaan lingkungan dan

hubungannya dengan sesama jenis maupun dengan jenis lain (Fitriana, 2010).

Komunitas makrozoobentos yang hidup di perairan ekosistem perairan

sungai dapat menggambarkan tekanan lingkungan yang terjadi. Hal ini

dikarenakan habitat hidupnya berada disekitar sedimen, terpapar langsung dengan

cemaran, dan bersifat immobilen atau menetap. Oleh karena itu, penilaian pada

komunitas makrozoobentos dapat digunakan sebagai bioindikator dan dapat

mengevaluasi dampak dari akumulasi logam berat Cr yang terjadi pada suatu

perairan sungai. makrozoobentos memiliki distribusi yang luas, menempati posisi

penting dalam rantai makanan, hidup di sekitar substrat atau sedimen sehingga

dapat menggambarkan kondisi habitat yang ada serta memiliki respons yang lebih

cepat dibandingkan dengan organisme di tingkat yang lebih tinggi karena siklus

hidupnya yang lebih pendek (Gitarama et al., 2016).

Metode Kurva ABC (Abudance and Biomass Comparison)


Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi merupakan indeks-

indeks ekologis yang sering digunakan untuk mengevaluasi kondisi lingkungan

suatu perairan. Kondisi suatu perairan umumnya dapat dikatakan baik (stabil) bila

memiliki indeks keanekaragaman dan keseragaman yang tinggi serta dominansi

yang rendah atau tidak ada spesies yang dominan. Daerah yang bervegetasi

memiliki kondisi lingkungan yang baik dan lebih stabil bagi kehidupan

makrozoobentos dibandingkan dengan daerah tidak bervegetasi. Menunjukkan

tidak ada hubungan yang konsisten antara jumlah taksa dan keanekaragaman

makrozoobentos yang ditemukan pada daerah bervegetasi dan tidak bervegetasi,

namun korelasi antara kepadatan makrozoobentos berbanding lurus dengan bio-

massa dan kelimpahan lamun (Leatemia et al., 2017).

Gambar 1. Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)

Metode ABC digunakan dalam menentukan tingkat pencemaran perairan

berdasarkan struktur komunitas Annelida. Dari hasil yang diperoleh, apabila

kurva K-Dominance untuk biomassa terletak diatas kurva untuk jumlah individu

spesies, maka perairan dikatakan tidak tercemar. Bila kurva K-Dominance untuk

biomassa dan jumlah individu spesies saling berhimpitan maka perairan dikatakan
tercemar sedang dan sebaliknya jika kurva K-Dominance untuk jumlah individu

spesies berada diatas kurva biomassa spesies maka perairan dikatakan tercemar

berat. Data ranking jumlah Annelida per satuan luas (ind/m2) dan biomassa per

satuan luas (g/m2) diplotkan pada sumbu X dalam bentuk logaritma, sedangkan

sumbu Y diplotkan data persentase kumulatif dominan dari jumlah individu per

satuan luas dan biomassa per satuan luas (Labbaik et al., 2018).

Kurva ABC sering dilakukan untuk menganalisis suatu data untuk indeks

pencemaran dalam suatu perairan. Kurva ABC digunakan untuk mengetahui

kondisi lingkungan dengan menganalisis jumlah total individu per satuan luas dan

biomassa (berat kering) total per satuan luas dari komunitas makrozoobentos.

Parameter biologi (makrozoobentos) dianalisis dengan kurva Abundance and

Biomass Comparison (ABC) yang terdiri dari kepadatan, kepadatan relatif,

biomassa dan biomassa relatif yang masing-masing dengan perhitungannya

(Fadillah et al., 2015).

Status ekologis lingkungan perairan dasar dapat ditentukan

dengan pendekatan kurva Abundance and Biomass Comparison (ABC).

Pendekatan ini menggunakan prinsip kurva k-dominan. Persentase

kepadatandan biomassa tiap spesiesnya diurutkan berdasarkan peringkat.

Persentase kepadatandan biomassa diletakkan pada sumbu Y sedangkan peringkat

diletakkan pada sumbu X. Kondisi ekologis lingkungan perairan yang berada

pada keadaan equilibrium akan ditandai dengan kurva biomassa yang berada di

atas kurva kepadatan. Kurva kepadatandan kurva biomassa yang saling terkait dan

sejajar menunjukkan kondisi tercemar sedang. Kondisi tercemar berat akan

ditandai dengan kurva biomassa yang berada di bawah ( Asra, 2018).


DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, D., S. B. Sasongko dan Sudarno. 2017. Analisis Kualitas Air Dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten
Kendal. 3(1).

Alimuddin, K. 2016. Keanekaragaman Makrozoobentos Epifauna pada Perairan


Pulau Lae-Lae Makassar. [Skripsi]. Universitas Islam Negeri
Alauddin, Makassar.

Astirin, O. P., A. D. Setyawan dan M. Harini. 2010. Keragaman Plankton sebagai


Indikator Kualitas Sungai di Kota Surakarta. Biodiversitas. 3 (2).

Asra, R. 2018. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologi Dari Kualitas Air Di


Sungai Kumpeh Dan Danau Arang-Arang Kabupaten Muaro Jambi,
Jambi. 2(1).

Dawud, M., I. Namara., N. Chayati dan F. L. T. Muhammad. 2016. Analisis


Sistem Pengendalian Pencemaran Air SungaiCisadane Kota Tangerang
Berbasis Masyarakat. Seminar Nasional Sains dan Teknologi.

Fadillah, N., P. Patana dan M. Dalimunthe. 2015. Struktur Komunitas


Makrozoobentos sebagai Indikator Perubahan Kualitas Perairan di
Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Fikri, N. 2014. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Pantai


Kartika Jaya Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. [Skripsi].
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Fitriana, Y. R. 2010. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di


Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai
Bali. Biodiversitas. 7 (1). ISSN: 1412-033X.

Fransisca, A. 2011. Tingkat Pencemaran Perairan Ditinjau dari Pemanfaatan


Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon. Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kota. 22 (2).

Gitarama, A. M., M. Krisanti dan D. R. Agungpriyono. 2016. Komunitas


Makrozoobentos dan Akumulasi Kromium di Sungai Cimanuk Lama,
Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 21 (1). ISSN 0853-4217.

Indrowati, M., T. Purwoko., E. Retnaningtyas., R. I. Yulianti., S. Nurjanah., D.


Purnomo dan P. H. Wibowo. 2012. Identifikasi Jenis, Kerapatan dan
Diversitas Plankton Bentos Sebagai Bioindikator Perairan Sungai Pepe
Surakarta. Bioedukasi. 5 (2).
Labbaik, M., I. W. Restu dan M. A. Pratiwi. 2018. Status Pencemaran
Lingkungan Sungai Badung dan Sungai Mati di Provinsi Bali
Berdasarkan Bioindikator Phylum Annelida. Journal of Marine
Sciences and Aquatic. 4 (2).

Leatemia, S. P., E. L. Pakilaran dan H. Kopalit. 2017. Kepadatan Makrozoobentos


di Daerah Bervegetasi (Lamun) dan Tidak Bervegetasi di Teluk Doreri
Manokwari. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik. 1 (1).

Rachman, H., A. Priyono dan Y. Mardianto. 2016. Makrozoobenthos Sebagai


Bioindikator Kualitas Air Sungai Di Sub Das Ciliwung Hulu. 21(3).
Nangin, S. R., M. L. Langoy dan D. Y. Katili. 2015. Makrozoobentos sebagai
Indikator Biologis dalam Menentukan Kualitas Air Sungai Suhuyon
Sulawesi Utara. Jurnal Mipa Unsrat. 4 (2).

Setiawan, H. 2014. Pencemaran Logam Berat di Perairan Pesisir Kota Makassar


dan Upaya Penanggulangannya. Info Tekni Eboni 11(1).

Yonvitne, dan Z. Imran. 2016. Rasio Biomasa Dan Kelimpahan Makrozoobenthos


Sebagai Penduga Tingkat Pencemaran Di Teluk Jakarta.11(3).
METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Alat dan Bahan Praktikum

Alat yang digunakan saat praktikum adalah transek ukuran 2 x 2 meter,

timbangan analitik untuk menimbang bobot Keong Sawah

(Pomacea canaliculata), Kamera sebagai alat dokumentasi.

Bahan yang digunakan saat praktikum adalah Keong Sawah

(Pomacea canaliculata) sebanyak 13 ekor, dan plastik untuk mengumpulkan

Keong Sawah.

Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Dibuat transek 2X2 meter kemudian dimasukkan ke dalam sawah.

3. Diambil keong sawah yang terdapat pada transek dan masukkan kedalam wadah

plastik.

4. Dibersihkan keong sawah kemudian dijemur dibawah sinar matahari sampai

kering.

5. Keong Sawah yang sudah didapat dibersihkan, lalu dijemur dibawah sinar

matahari sampai benar-benar kering.

6. Keong Sawah yang sudah dijemur tadi ditimbangmenggunakan timbangan

analitik.

7. Hasil timbangan dicatat, lalu dihitung nilai kelimpahan, biomassa, kelimpahan

relatif dan biomassa relatif nya.


Analisis Data

a. Kelimpahan (K)

Perhitungan Kelimpahan (K)dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kelimpahan (K) = Jumlah individu (ind)


Luas (m2)

b. Biomassa (B)

Perhitungan Biomassa (B)dilakukan dengan menggunakan rumus:

Biomassa (B) = Biomassa individu (gram)


Luas (m2)

c. Kelimpahan Relatif (KR)

Perhitungan Kelimpahan Relatif (KR)dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kelimpahan Relatif (KR) =Biomassa individu (gram)


x 100%
K.total

d. Biomassa Relatif (BR)

Perhitungan Biomassa Relatif (BR)dilakukan dengan menggunakan rumus:

Biomassa Relatif (BR) = Biomassa individu (gram)


x 100%
B.total

Anda mungkin juga menyukai