Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air termasuk salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Tanpa air,

berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung meskipun air dapat dikatakan

sebagai sumber daya alam yang dapat diperbarui oleh alam sendiri, tapi kenyataan

menunjukkan bahwa ketersediaan air tanah tidak bertambah. Di Indonesia, akses

terhadap bersih masih menjadi masalah. Sebagian besar air tawar yang digunakan

berasal dari air sungai, danau, waduk dan sumur. Pesatnya pembangunan wilayah di

Indonesia dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi membutuhkan air dalam

jumlah yang banyak yang sering kali tidak tersedia untuk penduduk. Oleh karena itu

pembangunan yang baik adalah juga penyediaan kualitas dan kuantitas air bersih

sehingga jika tidak terpenuhi air akan menjadi tercemar (Puspitasari, dkk., 2009: 23).

Pencemaran air dapat dikatakan terganggunya pemanfaatan perairan akibat

adanya penambahan unsur atau organisme laut ke dalam perairan. Pencemaran air

berdampak terhadap menurunnya kegiatan ekonomi dan sosial akibat banyaknya

bahan organik yang melebihi standar baku mutu atau kandungan zat beracun di
perairan. Kondisi tersebut dapat merusak kadar kimia air dan menyebabkan

kandungan oksigen terlarut di perairan menjadi kritis. Kadar kimia air yang rusak

tersebut akan berpengaruh terhadap peran atau fungsi dari perairan. Jumlah polutan

yang terdapat di perairan dapat mempengaruhi tingginya pencemaran yang

ditampung oleh badan perairan akibat air buangan domestik yang berasal dari

penduduk maupun buangan dari proses-proses industri. Air yang tercemar dapat

1
diketahui kandungan apa saja yang terkandung dalam air tersebut, salah satu cara

untuk mengukur kandungan dari

2
3

bahan organik dapat ditentukan menggunakan BOD (Biological Oxygen Demand)

dan DO (Dissolved oxygen) (Daroini dan Arisandi, 2020: 558).

BOD atau sering disebut Biological Oxygen Deman dapat dikatakan sebagai

jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk

mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Santoso, 2018). Nilai BOD

tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, melainkan hanya

mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan organik


tersebut. Sedangkan DO (Dissolved oxygen) termasuk jumlah oksigen terlarut dalam

air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer dan udara (Andika, dkk.,

2020: 15).

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan percobaan penentuan

oksigen terlarut (DO) dan BOD (Biological Oxygen Demand) yang bertujuan untuk

menentukan nilai oksigen terlarut (DO) dan BOD (Biological Oxygen Demand) air

danau Mawang.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada percobaan ini adalah berapa nilai oksigen terlarut

(DO) dan BOD (Biological Oxygen Demand) air danau Mawang?

C. Tujuan Percobaan
Tujuan pada percobaan ini adalah untuk menentukan nilai oksigen terlarut

(DO) dan BOD (Biological Oxygen Demand) air danau Mawang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat hidup sekaligus menjadi tempat penampungan

limbah hasil aktivitas manusia. Lingkungan memiliki kemampuan bertahan dalam

keadaannya dan menetralkan diri kembali ke keadaan awal jika limbah tersebut

masih berada dalam batas daya dukung lingkungan tersebut. lingkungan dapat

menerima limbah yang berasal dari rumah tangga maupun industri yang ada di

lingkungan tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan keadaan kualitas

lingkungan baik itu air, tanah dan udara termasuk flora, fauna dan mikroorganisme.

Khusus untuk mikroorganisme, jenis dan jumlahnya di lingkungan dipengaruhi oleh

karakteristik lingkungan dan limbah yang masuk ke lingkungan yang dapat

menghambat dan menstimulus pertumbuhan mikroorganisme (Sumampouw dan

Risjani, 2018: 1).

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk

hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan

manusia atau proses alam. Hal tersebut akan membuat kualitas lingkungan menjadi
kurang atau tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran lingkungan

juga akan melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan

(Undang-undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab 1 Pasal 1 ayat 12). Yang dimasuksud baku

mutu lingkungan hidup (BML) dinyatakan pada bab dan pasal yang sama yaitu di

ayat 13 yang berbunyi “ukuran batas atau kadar makhluk, zat, energi atau komponen

yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya

4
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (Dewata dan

Denhas, 2018: 2).

5
6

Pencemaran lingkungan menjadi salah satu masalah terbesar yang sedang

dihadapi di Indonesia terutama daerah pesisir pantai. Pencemaran sebagai

kontaminasi habitat, pemanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat terurai. Setiap

penggunaan sumber daya alam yang melebihi kapasitas alam untuk memulihkan

dirinya sendiri dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Pencemaran

merupakan salah satu hal yang menjadi masalah lingkungan hidup. Apabila

permasalahan lingkungan ini tidak dicari solusinya maka keberlanjutan kehidupan


masyarakat akan mengkhawatirkan dikarenakan alam menjadi sumber pemenuhan

segala kebutuhan hidup manusia seperti penyedia air, udara, makanan, obatobatan,

estetika dan lainnya. Kerusakan alam sama dengan daya dukung kehidupan manusia

(Lubis, dkk., 2019: 97).

Pencemaran lingkungan berasal dari bahan pencemar yang masuk ke dalam

lingkungan, yang disebut sebagai pollutant. Pollutant akan bercampur dengan

komponen lingkungan alamiah dan disebut dengan pollution (pencemaran

lingkungan). Pencemaran ini bisa terjadi di udara (air pollution), di tanah (soil

pollution) dan air (water pollution) (Dewata dan Denhas, 2018: 5).

Dalam perkembangan globalisasi banyak bermunculan teknologi canggih

yang mendorong kehidupan manusia, namun dalam perkembangan teknologi


memiliki dampak terhadap lingkungan. Dampaknya adalah pencemaran lingkungan

yang disebabkan oleh limbah dan sampah sisa dari proses produksi tersebut. Limbah

dan sampah berpotensi besar dalam pencemaran lingkungan karena menyebabkan

menurunnya kualitas lingkungan hidup serta merusak ekosistem alaminya. Dampak

negatif dari menurunnya kualitas lingkungan hidup, baik karena terjadinya

pencemaran atau kerusakannya sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau

dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi


7

(economic cost), dan terganggunya sistem alami (natural system). Dampak negatif

yang ditimbulkan terhadap kesehatan masyarakat akan dirasakan dalam kurun waktu

jangka panjang. Dengan tercemarnya lingkungan hidup oleh limbah dan sampah nilai

estetika dari lingkungan tersebut akan menurun, lingkungan yang tercemar tersebut

akan terlihat kumuh dan tidak dapat digunakan untuk kepentingan sehari-hari.

Tercemarnya lingkungan juga akan mengganggu sistem alami dari lingkungan

tersebut, komponen yang terdapat pada lingkungan tersebut akan menjadi rusak
(Permadi dan murni, 2011: 4).

Upaya-upaya pemerintah dalam hal peduli terhadap pencemaran lingkungan

hidup dilakukan melalui pencegahan dan perlindungan. Secara hukum pemerintah

memiliki Undang-Undang tentang lingkungan yaitu terdapat dalam Undang-Undang

No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

khususnya di Bali memiliki peraturan dalam bentuk Peraturan Daerah yaitu Peraturan

Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran dan

Perusakan Lingkungan Hidup. Upaya secara hukum dapat dilaksanakan dengan lebih

mengintensifkan penegakan dari Undang-Undang yang berlaku tersebut. Secara non

hukum dapat dilakukan melalui sosialisasi dan himbauan. Sosialisai yang dilakukan

oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan


hidup adalah dengan mensosialisasikan tentang Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4

Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

serta sosialisasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup. Hal ini dilakukan

dengan cara bekerja sama dengan unsur Desa yaitu PKK, tokoh masyarakat, dan

karang taruna terkait. Serta menghimbau masyarakat untuk ikut berperan serta dalam

mencegah dan melindungi lingkungan dari pencemaran limbah dan sampah dengan

cara mengadakan clean up sungai (Permadi dan murni, 2011: 4).


8

B. Pencemaran Air

Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan

PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air yang dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya atau

dimasukkannya makluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh

kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Dari definisi

tersebut tersirat bahwa pencemaran air dapat terjadi secara sengaja maupun tidak

sengaja dari kegiatan manusia pada suatu perairan yang peruntukkannya sudah jelas

(Herlambang, 2006: 27).

Pencemaran air adalah penambahan unsur atau organisme laut kedalam air,

sehingga pemanfaatannya dapat terganggu. Pencemaran air dapat menyebabkan

kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-zat beracun

atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen

terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air. Rusaknya

kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air. Besarnya beban

pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan berdasarkan


jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas air buangan dari

proses-proses industri dan buangan domestik yang berasal dari penduduk

(Salmin, 2005: 21).

Menurut Merliyana (2017: 13), sumber pencemaran air dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Sumber tetap atau berasal dari lokasi yang dapat diidentifikasi (point source).

Sumber tetap adalah semua limbah yang berasal dari sumber yang dapat
9

diidentifikasi dan mudah dikontrol. Bahan pencemar yang termasuk ke dalam

sumber tetap diantaranya yang berasal dari tempat treatment limbah, Runoff

(limpasan) dari saluran-saluran sanitasi dari daerah urban (perkotaan), industri

dan tempat-tempat penyembelihan ternak.

2. Sumber tidak tetap (non point source), Sumber tidak tetap meliputi limbah

yang berasal dari runoff di daratan, dari atmosfer dan sumber yang sukar

diidentifikasi dan sukar dikontrol. Bahan-bahan pencemaran ini diantaranya


runoff sedimen di daratan baikakibat ulah manusia maupun secara alami,

runoff bahan-bahan kimia seperti pupuk, pestisida dari daerah pertanian,

sedimentasi akibat penambangan, dan tumpahan minyak dan bahan berbahaya

lainnya

Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik

yang berbeda-beda seperti pembuangan limbah pabrik ke sungai dan pencemaran air

oleh sampah yang dapat merusak ekosistem sungai dan menyebabkan banjir.

Dampak pencemaran air dapat mempengaruhi perubahan struktur dan fungsi

ekosistem sungai baik hewan maupun tumbuhan. Pencemaran air dan bentuk

aktivitas yang dilakukan oleh manusia seperti membuang sampah yang dapat

menyebabkan stress (tekanan) lingkungan dapat memberikan pengaruh yang


berbahaya kapada individu, populasi, komunitas dan ekosistem. Lama-kelamaan

komunitas itu akan dikuasai oleh spesies yang dapat hidup unggul, stabil dan mandiri

di dalamnya. Proses semacam ini seluruhnya disebut suksesi, sedangkan komunitas

yang sudah mencapai kemantapan disebut komunitas yang sudah mencapai puncak

atau klimaks (Merliyana, 2017: 12).

C. Teknik Sampling
10

Teknik sampling sangat erat kaitannya dengan kegiatan survei seperti survei

pendapatan masyarakat, riset pasar terhadap tingkah laku konstituen, studi akademik

mengenai prasangka (Prejudice), strudi epidemiologi dan lain-lain. Maksud

dilakukannya suatu survei adalah untuk mendapatkan informasi tentang populasi.

Dimana populasi diartikan sebagai kumpulan unit-unit atau elemen-elemen yang

termasuk dalam ruang lingkup penyelidikan. Misalnya seperti dalam bidang

pertanian-populasi bisa terdiri dari rumah tangga tani, luas areal tanaman padi, luas
areal tanaman palawija dan lain sebagainya. Informasi yang ingin kita dapatkan

diantaranya ialah jumlah atau total nilai-nilai karakteristik (ciri), proporsi, persentase,

keragaman atau varian dari karakteristik-karakteristik, baik yang bersifat kualitatif

maupun kuantitatif. Survei-survei tersebut berbeda di dalam tujuan, biaya, waktu dan

ruang lingkup (scope). Selain itu, variasi dari rancangan dasar boleh dimasukkan

dalam “survei” (Sumargo, 2020: 1).

Menurut Garaika dan Darmanah (2019: 31), teknik sampling pada dasarnya

dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Probability Sampling

Teknik ini adalah teknik sampling (teknik pengambilan sampel) yang

memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi:

a. Simple Random Sampling

Simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan

secara kala tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi sersebut. Carea ini

dilakukan apabila anggota populasi dianggap Homogen.

b. Proportionate stratified random sampling


11

Teknik digunakan apabila populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak

homogeny dan berstrata proporsional, misalnya jumlah karyawan dalam organisasi

mempunyai latar belakang pendidikan yang berstrata proporsional.

c. Disproportionate Stratified Random Sampling

Teknik ini untuk menentukan sampel, apabila populasi berstrata tetapi kurang
proporsional.

d. Cluster Sampling (Area Sampling)

Teknik sampling daerah yang digunakan untuk menentukan sampel apabila

obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas. Misalnya penduduk dari suatu

Negara, provinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang dijadikan

sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang

ditetapkan, misalnya Indonesia terdapat 33 propinsi, sampelnya menggunakan 10

propinsi, maka 10 propinsi diambil secara Random (acak) perlu diingat propinsi

Indonesia berstrata maka pengambilan sampel menggunakan teknik stratidied

Random sampling.

2. Nonprobability Sampling
Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberi

peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota

sampel. Teknik sampel ini meliputi:

a. Sampling Sistematis

Teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang

telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi diberi nomor urut terdiri dari 50
12

orang dari nomor 1 sampai dengan nomor 50 pengambilan sampel dapat nomor

ganjil atau genap saja atau kelipatan dari bilangan tertentu.

b. Sampling Kuota

Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang

mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.

c. Sampling Aksidental
Sampling Aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti

dapat digunakan sebagai sampel, apabila dipandang orang yang kebetulan

ditemui itu cocok sebagai sumber data.

d. Sampling Purpasive

Teknik ini merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu. Misalnya penelitian tentang makanan, maka sampel datanya adalah orang

yang ahli makanan.

D. DO (Dissolved oxygen)

DO (Dissolved Oxygen) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam

volume air tertentu pada suatu suhu dan tekanan atmosfer tertentu. Oksigen
merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya di

dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota, maka akan menghambat aktivitas

di dalam perairan tersebut. Rendahnya kadar oksigen dapat berpengaruh

terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat

mengakibatkan kematian. Perairan dikatakan mengalami pencemaran yang

serius jika kadar DO dibawah 4 ppm. Kadar DO yang rendah dapat

memberikan pengaruh yang berbahaya pada komunitas air. Kehidupan di air


13

dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 ppm (5 part

per million atau 5 mg oksigen untuk setiap liter air) selebihnya bergantung

kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan

pencemar, dan suhu air

(Merliyana, 2017: 12).

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup

untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian


menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen

juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses

aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi

dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.

Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti

kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus,

gelombang dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan

semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada

lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi

antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya

kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis
semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan

dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik (Salmin, 2005: 22).

Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan

normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) atau berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO (Dissolved Oxygen)

minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/lt. Kandungan oksigen terlarut
14

tidak boleh kurang dari 1,7 mg/L selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat

kejenuhan sebesar 70% (Aruan dan Siahaan, 2017: 2).

Menurut Salmin (2005: 23), oksigen terlarut (DO) dapat dianalisis atau

ditentukan dengan 2 macam cara yaitu sebagai berikut:

1. Metode titrasi dengan cara winkler

Metoda titrasi dengan cara winkler secara umum banyak digunakan

untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan


titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan

larutan MnCl2 dan

NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2 dengan menambahkan

H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan

membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut.

Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar

natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum

(kanji).

2. Metode Elektrometri

Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah

cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter.


Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda

dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Alat DO meter ini, probe

ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara

keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi

permeable terhadap oksigen.

Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan

metoda winkler lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO


15

meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan

titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan

standar kalium bikromat yang tepat. Prosedur yang diikut dengan melakukan

penimbangan kalium bikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan

diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan

penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu

dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini
sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO

meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan

kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan

pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih

dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih

dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.

E. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD atau Biological Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen

biologis yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk

memecah bahan organik secara aerobik. Proses dekomposisi bahan organik

ini diartikan bahwa suatu mikroorganisme dapat memperoleh energi dari


proses oksidasi dan memakan

bahan organik yang terdapat di perairan. Mengetahui nilai BOD di perairan

dapat

bermanfaat untuk mendapatkan informasi berkaitan tentang jumlah beban

pencemaran yang terdapat di perairan akibat air buangan penduduk atau

industri,
16

dan untuk merancang sistem pengolahan biologis di perairan yang tercemar

tersebut (Daroini dan Arisandi, 2020: 558).

BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen dibutuhkan oleh

organisme untuk menstabilkan bahan organik (menjadi CO 2, H2O dan lain-

lain) yang ada di dalam air atau air limbah. Uji standar BOD menggunakan

botol BOD berukuran (biasanya)

300 mL yang diinkubasi pada suhu 20°C sealam 5 hari pada lingkungan
bebas cahaya. Sampel limbah diencerkan dengan larutan yang mengandung

benih mikroorganisme aerobik (seed), vitamin, mineral pH, buffer dan

ditempatkan pada botoh kedap udara serta diukur konsentrasi DO (Dissolved

Oxygen) pad hari pertama dan setelah 5 hari menggunakan DO meter

(Machdar, 2018: 37).

Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat

pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran

pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan

suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang

digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik

yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang
ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara

luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi

air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran

tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama

pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air

terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20 °C (Salmin, 2005: 24).
17

Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur

kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan

contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah

diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 °C) yang sering

disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (Doi-DO5) merupakan nilai BOD yang

dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat

dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode winkler dan iodometri) atau
dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe

khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses

fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari,

diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang

terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang

penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen

tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka

nilai BOD tidak dapat ditentukan (Atima, 2015: 65).

Pengukuran BOD memerlukan kecermatan dan ketelitian tertentu. Sampel

yang akan dianalisis ada kalanya perlu dilakukan penetralan pH, pengenceran, aerasi,

atau penambahan populasi bakteri terlebih dahulu. Pengenceran dan atau aerasi
diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari ke lima. Pengukuran BOD

melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, sehingga

analisis BOD memerlukan waktu yang lama. Waktu oksidasi biokimia yang

dilakukan oleh bakteri ini sangat dipengaruhi oleh suhu perairan. Pada metode

standar, suhu yang digunakan pada analisis ini adalah suhu 20 °C. Suhu rata-rata

perairan di Indonesia
18

25-30 °C sehingga hal ini akan mempengaruhi lamanya inkubasi dan aktivitas bakteri

pengurai (Santoso, 2018: 91).

F. Integrasi Ayat

Ayat yang berhubungan dengan percobaan ini terdapat dalam QS.

al-Baqarah/2: 11 yang berbunyi:

١١ َ‫ض قَالُ ْٓوا اِنَّ َما نَحْ نُ ُمصْ لِحُوْ ن‬


ِ ۙ ْ‫َواِ َذا قِ ْي َل لَهُ ْم اَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى ااْل َر‬
Terjemahnya:
“Apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di
bumi,”mereka menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang
melakukan perbaikan.” Di antara bentuk kerusakan di atas bumi adalah
kekufuran, kemaksiatan, menyebarkan rahasia orang mukmin, dan
memberikan loyalitas kepada orang kafir. Melanggar nilai-nilai yang
ditetapkan agama akan mengakibatkan alam ini rusak, bahkan hancur”.
Bila mereka dinasihati agar meninggalkan perbuatan yang

menimbulkan kerusakan di bumi, mereka selalu membuat dalih dan alasan

dengan mengatakan bahwa mereka sebenarnya berusaha mengadakan

perbaikan. Mereka bahkan menganggap apa yang mereka kerjakan sebagai

usaha untuk kebaikan orang-orang Islam dan untuk menciptakan perdamaian

antara kaum Muslimin dengan golongan lainnya. Mereka mengatakan bahwa

tindakan-tindakan mereka yang merusak itu sebagai suatu usaha perbaikan

untuk menipu kaum Muslimin. Kerusakan di bumi seperti pencemaran air,

yang dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap masyarakat (Tafsir

Kementerian Agama RI).


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan pada hari Kamis, 09 Desember 2021 pada pukul

07.30-10.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan


1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pipet ukur 5 mL dan 1

mL , botol Winkler, Erlenmeyer, buret, gelas kimia, bulp, pipet tetes, statif dan klem,

corong kaca, batang pengaduk, bunsen, kaki tiga dan kasa asbes.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air Danau Mawang,

indikator amilum, larutan alkali-iodida-aida, larutan MnSO4 40%, larutan Na2S2O3

0,025N, larutan H2SO4 pekat, korek api dan tissu.

C. Prosedur Kerja
Mengambil air Danau Mawang, kemudian memasukkan ke dalam botol

winkler. Setelah itu, menginkubasi sampel selama 5 hari. Kemudian menambahkan 2

mL MnSO4 40% dengan menenggelamkan pipet ke dalam botol winkler. Lalu,

menambahkan iodida-azida 2 mL sampai terbentuk endapan putih. Selanjutnya,

memasukkan 50 mL sampel ke dalam Erlenmeyer, menambahkan 2 mL H2SO4 pekat

hingga sampel larut sempurna. Kemudian, menitrasi sampel dengan larutan Na2S2O3

0,025N hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning kehijauan. Setelah itu,

menambahkan indikator amilum. Lalu, menitrasi kembali hingga larutan berwarna

19
20

biru dan jenuh. Selanjutnya, mencatat volume titrasi yang digunakan. Kemudian,

menentukan nilai BOD dengan merata-ratakan hasil DO0 dan DO5.


BAB IV

HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

a. Penentuan DO0
Tabel 4.1 Penentuan DO0
Sebelum
Setelah Penambahan Bahan
Penambahan
Bahan MnSO4 H2SO4 Amilum
NaOH-Ki N2S2O3 N2S2O3
40% 2 mL 1%

Keruh Keruh ↓Keruh Kuning Kuning Biru Bening


Endapan Endapan Muda Kehitaman
Kuning Kuning

b. Penentuan DO5
Tabel 4.2 Penentuan DO5
Sebelum
Setelah Penambahan Bahan
Penambahan
Bahan MnSO4 H2SO4 Amilu
NaOH-Ki N2S2O3 N2S2O3
40% 2 mL m 1%

Keruh Keruh ↓Endapan Bening Keruh Keruh Keruh


Putih
Keruh

2. Reaksi

a. Penentuan DO
Mn2+ + O2 → MnO2

MnSO4 + NaOH-KI →Mn(OH)2 + K2SO4 ↓

2Mn(OH)2 + O2 → 2MnO2 + 2H2O

MnO2 + 2I- + 4H+ → Mn2+ + I2 + H2O

21
22

B. Pembahasan

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu jumlah oksigen

terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk

mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. BOD

sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba

yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan

organik yang dapat diurai. Beberapa peneliti menambahkan bahwa pengertian


BOD tidak hanya menyatakan jumlah oksigen, tetapi juga menyatakan jumlah

bahan organik mudah terurai (biodegradable organics) yang ada di perairan.

Metode pengukuran BOD cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan

oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel pada awal pengambilan sampel,

kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut kembali setelah sampel

diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap yang sering

disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD

yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran

oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode winkler

dan iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang

dilengkapi dengan probe khusus (Santoso, 2018: 90).


Percobaan ini menggunakan sampel air danau Mawang yang diambil

langsung pada pagi hari sebelum terang. Percobaan pertama yang dilakukan

yaitu menentukan DO5 dan DO0 untuk mengetahui nilai BOD pada air.

Penentuan DO5 dan DO0 berbeda, letak perbedaannya yaitu pada penentuan

DO5 sampel harus diinkubasi selama 5 hari sedangkan DO0 sampel diambil

langsung pada hari percobaannya dan tidak diinkubasi. Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan botol winkler yang bertutup dengan cara


23

mencelupkan botol 45° dalam air kemudian menutupnya agar tidak terdapat

gelembung udara yang dapat mempengaruhi kandungan oksigen pada sampel.

Penentuan DO5 harus diinkubasi pada ruangan gelap yang bertujuan agar

tidak terjadi proses fotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen selama 5

hari, sedangkan dilakukan inkubasi selama 5 hari bertujuan agar terjadi proses

dekomposisi oleh mikroorganisme sehingga yang terjadi hanyalah

penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa dikatakan sebagai DO 5. Setelah


sampel DO5 dan DO0 siap dianalisis, proses selanjutnya yaitu dilakukan

penambahan MnSO4 40% yang bertujuan untuk mengikat oksigen sehingga

akan terbentuk Mn(OH)2 yang akan teroksidasi menjadi MnO2 berhidrat.

Penambahan MnSO4 dilakukan dengan cara menenggelamkan pipet ke dalam

botol winkler agar tidak terjadi percikan dan pereaksi tidak keluar dari botol

karena larutan ini sangat beracun. Selanjutnya, penambahan iodida-azida

yang berfungsi sebagai katalisator karena zat organik sangat sukar bereaksi

kemudian larutan dibiarkan beberapa saat hingga terbentuk endapan putih.

Proses selanjutnya yaitu memindahkan campuran larutan tadi ke erlenmeyer

dan dilakukan penambahan H2SO4 yang bertujuan untuk melarutkan endapan.

Setelah endapan larut semua, proses berikutnya menitrasi larutan dengan


natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning

kehijauan. Titrasi ini dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya oksigen

terlarut yang terikat dengan sampel dan hal ini dibuktikan dengan adanya

warna kuning. Setelah dilakukan titrasi, selanjutnya ditambahkan indikator

amilum 1% yang bertujuan untuk mengikat ion-ion yang ada pada larutan

iodida-azida dan dilakukan titrasi kembali hingga larutan menjad bening.


24

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa

percobaan ini tidak berhasil. Ketidakberhasilan ini dikarenakan pada

penentuan DO5 tidak menghasilkan warna setelah dilakukan titrasi. Tidak

munculnya warna pada penentuan DO5 ini dikarenakan masih terdapat

gelembung di dalam botol winkler. Warna yang dihasilkan pada penentuan

DO5 yaitu tetap bening walaupun sudah dilakukan titrasi dan ditambahkan

indikator amilum. Penentuan DO5 juga dilakukan secara duplo tetapi warna
yang dihasilkan secara simplo dan duplo tetap berwarna bening. Hal ini tidak

sesuai dengan teori (Andika, dkk., 2020: 19) yang menyatakan bahwa ketika

sampel dititrasi akan menghasilkan warna kuning dan ketika ditambahkan

Indikator amilum akan menghasilkan warna biru. Sehingga, nilai DO5 tidak

dapat ditentukan. Ketidakberhasilan ini juga menyebabkan nilai BOD tidak

dapat ditentukan karena nilai BOD dihasilkan dengan mengurangkan hasil

DO5 dan DO0.

Penentuan DO5 dan BOD tidak berhasil, tetapi penentuan DO0

berhasil sehingga nilai DO0 dapat ditentukan. Nilai DO0 yang diperoleh yaitu

sebesar 8,4 mg/L. Nilai ini tergolong cukup baik menurut Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 menyatakan bahwa nilai


oksigen terlarut yang optimum bagi biota laut harus lebih dari 5 mg/L

(Daroini dan Arisandi, 2020: 563).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah nilai oksigen terlarut (DO) air danau

Mawang adalah 8,4 ppm.

B. Saran

Saran saya pada percobaan ini adalah sebaiknya pada praktikum berikutnya

menggunakan juga sampel air laut yang berada didekat ekosistem mangrove untuk

mengetahui nilai BOD yang dihasilkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim.
Andika, dkk. “Penentuan Nilai BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air
dan Baku Mutu Air Limbah di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)
Medan”. Quimic sains dan Terapan 2, No. 1 (2020): h. 12-22.
Aruan dan Siahaan. “Penentuan Kadar Dissolved Oxygen (DO) pada Air Sungai
Sidoras di Daerah Butar Kecamatan Pagaran Kabupaten Tapanuli Utara”.
Analisis Laboratorium Medik 2, No. 1 (2017): h. 1-5.
Atima, Wa. “BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Muti Air
Limbah”. Biology Science dan Education 4, no. 1 (2015): h. 65-98.
Daroini dan Arisansi. “Analisis BOD (Biological Oxygen Deman) di Perairan Desa
Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan”. Juvenil 1, No. 4 (2020): h. 558-566.
Dewata dan Denhas. Pencemaran Lingkungan. Depok: Rajawali Press, 2018.
Garaika dan Darmanah. Metodologi Penelitian. Lampung: CV. Hira Tech, 2019.
Herlambang, Arie. “Pencemaran Air dan Strategi Penanggulangannya”. JAI 2, no. 1
(2006): h. 16-29.
Lubis, dkk. “Analisis Dampak Pencemaran Lingkungan terhadap Faktor Sosial
Ekonomi pada Wilayah Pesisir di Desa Pahlawan Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batu Bara”. Lingkungan 1, No. 2 (2018): h. 94-116.
Machdar, Izzarul. Pengantar Pengendalian Pencemaran: Pencemaran Air,
Pencemaran Udara dan Kebisingan”. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Merliyana. “Analisis Statis Pencemaran Air Sungai dengan Makrobentos sebagai
Bioindikator di Aliran Sungai Sumur Putro Teluk Betung”. Skripsi. Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,
2017.
Permadi dan Murni. “Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah dan Upaya
Penanggulangan di Kota Denpasar”. Hukum 2, no. 1 (2011): h. 1-5.
Puspitasari, Dinarjati Eka. “Dampak Pencemaran Air terhadap Kesehatan
Lingkungan dalam Perspektif Hukum Lingkungan (Studi Kasus Sungai Code
di Kelurahan Wirogunan Kecamatan Merangsan dan Kelurahan Prawirodirjan
Kecamatan Gondamanan Yogyakarta”. Mimbar Hukum 21, no. 1 (2009): h.
23-34.
Salmin. “Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai
Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan”. Oseana 30, no. 3
(2005): h. 21-26.
Santoso, Arif Dwi. “Keragaan Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas Tambang
Batu bara”. Teknologi Lingkungan 19, no. 1 (2018): h. 89-96.
Sumampouw dan Risjani. Indikator Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta:
Deepublish, 2018.
Sumargo, Bagus. Teknik Sampling. Jakarta Timur: UNJ Press, 2020.

Anda mungkin juga menyukai