Anda di halaman 1dari 9

Makalah

BIOREMIDIASI

Disusun Oleh:

Nama : Siti Pratiwi


NIM : 1406103010044
Kelas : 01

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2017
PENDAHULUAN

Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang
kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah
terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri
seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan
kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan
ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang ada di dalamnya.
Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa
meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita.
Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya
kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan.
Kontaminasi bahan pencemar yang berasal dari aktivitas industri, pertanian,
peternakan, maupun kegiatan rumah tangga telah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
air yang signifikan pada badan air seperti sungai, danau dan waduk. Walaupun saat ini telah
diberlakukan berbagai macam kebijakan dan peraturan terkait dengan pengendalian
pencemaran air, diantaranya: PP No. 82 tahun 2001 dan Permen LH No. 13 Tahun 2010,
namun lemahnya praktek pengawasan dan penegakan hukum menyebabkan penurunan
kualitas air di badan air terus berlangsung. Status Lingkungan Hidup Indonesia (KLH, 2010)
melaporkan bahwa sekitar 74% sungai-sungai besar di Pulau Jawa tidak memenuhi Kriteria
Air Kelas II. Selain itu, data hasil pemantauan 29 sungai di Jakarta menunjukkan bahwa 24
sungai telah mempunyai nilai Indeks Kualitas Air (IKA) yang buruk, dan hanya 5 sungai
mempunyai nilai IKA sedang (BPLHD DKI Jakarta, 2002).
Kondisi yang sama juga ditunjukkan dari hasil pemantauan 40 situ di Jakarta dimana
didapatkan 83% situ di DKI Jakarta juga mempunyai nilai IKA yang buruk (Diana 2005).
Artinya, badan air, yaitu sungai dan danau telah dijadikan sebagai tampungan berbagai
macam limbah dan telah mengalami penurunan kualitas air yang signifikan. Hal ini
menandakan diperlukannya upaya yang berkesinambungan dalam rangka pengendalian dan
pencegahan pencemaran air melalui upaya teknologi pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air yang sesuai dengan UU No:7/2004 tentang sumber daya air (SDA), pasal 20
ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa konservasi SDA dilakukan untuk menjaga daya
tampung dan fungsi SDA sehingga diharapkan sumber daya air yang ada dapat dimanfaatkan
secara efisien dan berkelanjutan.
Saat ini upaya pengendalian pencemaran air pada umumnya dilakukan melalui
teknologi pencegahan dan penanggulangan pencemaran air dengan pemilihan teknologi yang
mempertimbangkan karakteristik air limbah dan standar kualitas efluen-nya. Teknologi yang
dipilih diharapkan mampu mengubah kualitas efluen (effluent-standard) sehingga dapat
memenuhi standar kualitas badan air penerima (stream-standard) yang dapat diaplikasikan
secara maksimal agar dapat melindungi lingkungan serta memberikan toleransi bagi
pembangunan industri. Acuan stream standard saat ini adalah standar yang ditetapkan pada
badan air sesuai dengan peruntukannya, yaitu PP No. 82 Th. 2001, sedangkan acuan effluent
standard adalah Baku Mutu yang ditetapkan pada limbah yang telah diolah dari unit-unit
IPAL atau keseluruhan unit-unit IPAL yang mengacu pada Kep.Men LH No.
51/MENLH/10/1995. Namun demikian, karena mengingat pengolahan air limbah yang
dilakukan pada umumnya melalui penambahan bahan kimia (misalnya bahan koagulan) yang
harganya semakin meningkat dan dikhawatirkan adanya resiko dan sejumlah hasil akhir yang
tidak dikehendaki maka alternatif penambahan koagulan yang berasal dari mikroorganisma
bisa dijadikan pilihan (Buthelezi et al., 2009).
Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau "remediate" yang artinya
menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan
mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga
linkungan tersebut kembali bersih dan alamiah. Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah
dapat “memakan” bahan kimia berbahaya tertentu, misalnya berbagai jenis minyak. Mikroba
mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri
yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber
makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan
penting dalam bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi.
Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari
lingkungan, yaitu adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal
tempat tumbuhh mikroba seperti suhu,pH,nutrient dan jumlah oksigen.
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang
mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum
hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida
(Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang
(Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/). Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi
untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan dalam pengendalian pencemaran air telah
menjadikan metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang
menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum yang berbahan baku Alum
untuk menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan dengan bioflokulan yang
mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui dapat menurunkan
turbiditi sebesar 84-94% (Buthelezi et al, 2009). Selain itu, kehandalan mikroba termasuk
diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam
menjaga keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi (Gerardi., 2006).
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BIOREMIDIASI


Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan
sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir
(2006), bioremediasimerupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan
memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko
(2001),bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang
bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.
Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian
bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),
metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan
secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan
(biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam
kesehatan masyarakat.
Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud
adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen
bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula
memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk
menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam
proses pengolahan limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan
bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendaliBioremediasi terjadi karena
enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan
mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi. Pada banyak kasus,
biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi,
strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya
dan tidak beracun. Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi atau
biodegradasi adalah dengan cara seeding dan feeding (Suryani, 2011).

2.2 JENIS-JENIS BIOREMEDIASI


A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba
yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan
yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang
ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang
tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba
yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses
penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk
memulai bioproses. Namun sebaliknya,  jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi,
mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang
diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar (Suhardi, 2010).

2. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam
limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat.
Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar
agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi
dengan lingkungan tersebut (Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam
beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait
dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.

B. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:


1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses
bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi
dan hidrogeologi.
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal.  Lalu
diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.  Bioremediasi ini bisa lebih
cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis
kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:
 Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan
nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH.
Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme
yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
 Penerapan immobilized enzymes.
 Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah
pencemar.

2.3 PEMANFAATAN BIOREMIDIASI


1. Bidang Lingkungan
Pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah
tersebut menjadi ramah lingkungan. Upaya penanggulangan bahaya pencemaran yang
diakibatkan oleh merkuri telah banyak dilakukan. Berdasarkan asumsi bahwa baik
tanaman maupun bakteri merupakan agens biologi penting yang dapat digunakan
untuk bioremediasi, maka beberapa tahun terakhir ini bidang mikrobiologi terapan
dan biologi molekular menjadi dasar pengembangan teknologi bioremediasi dengan
memanfaatkan bakteri yang dapat mereduksi merkuri (Suryani, 2011). Contoh
bioremediasi dalam lingkungan yakni telah membantu mengurangi pencemaran dari
limbah pabrik, misalnya pencemaran limbah oli di laut Alaska berhasil diminimalisir
dengan bantuan bakteri yang mampu mendegradasi oli tersebut.
2. Bidang Industri
Bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan
semangat industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak
dibidang bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products.
3. Bidang Ekonomi
Karena bioremediasi menggunakan bahan-bahan alami yang hasilnya ramah
lingkungan, sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah
memerlukan modal dan biaya yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan
solusi ekonomi yang lebih baik.
Kelebihan teknologi ini ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah
lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel (Angga,
2011). Bioremediasi pada akhirnya menghasilkan air dan gas tidak berbahaya seperti
CO2.
4. Bidang Pendidikan
Penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat membantu penelitian
terhadap mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas. Pengetahuan ini
akan memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains.

Kesimpulan
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air).
Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1.  Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang
sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan
yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen.
2. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair
untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
3.  Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. 
DAFTAR PUSTAKA

BPLHD DKI Jakarta, 2002. Data Pemantauan Kualitas Air Sungai di Propinsi DKI Jakarta,
Jakarta, 2002.
Buthelezi, S. P., Olaniran, A. O. and Pillay, B., 2009, Turbidity and microbial load removal
from river water using bioflocculants from indigenous bacteria isolated from
wastewater in South Africa, African Journal of Biotechnology Vol. 8 (14), pp. 3261-
3266, 20 July, 2009. ISSN 1684–5315 © 2009 Academic Journals.
Gerardi, M.H. 2006. Wastewater Bacteria. New Jersey. John Willey.
Suryani, Y. ( 2011). Bioremediasi Limbah Merkuri Dengan Menggunakan Mikroba Pada
Lingkungan Yang Tercemar. Volume V No. 1 – 2.
Vidali, M. Bioremediation. An overview. Pure Appl. Chem., Vol. 73, No. 7.

Anda mungkin juga menyukai