Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK REMEDIASI LINGKUNGAN

“STATUS LINGKUNGAN TERCEMAR”

Dosen : Bieby Voijant Tangahu, S.T., M.T., Ph.D.

Asisten Laboratorium : Nadevan Istighfarsyah

Disusun oleh :

Mas Den Rum 03211740000021

Nabila Idzni Bayani 03211740000021

Wahyu Prayudha 03211740000021

Novi Diah Yuliana 03211740000021

Cahyaningrum Ayu Ardhani 03211740000021

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN, DAN KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2019
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


Untuk memastikan media percobaan remediasi adalah dalam status tercemar

1.2 Prinsip Percobaan


Pencemaran lingkungan didefinisikan sebagai masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan
(media) atau berubahnya tatanan lingkungan oleh proses alam sehingga
kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Status lingkungan tercemar dinilai berdasarkan parameter
fisik, kimia, biologis, yang masing-masing terlampaui kadar normalnya yang
dalam aspek legalitas dinilai berdasarkan baku mutu. Namun, dalam praktik
status legalitas itu masih harus dibuktikan dengan cara antara lain melalui
percobaan respirasi mikrobiologis.
Respirasi mikrobiologis pada media tercemar :
Pencemar + C6H12O6 + nO2  nCO2 + nH2O + Pencemar
Oleh karena itu, praktikum ini memfokuskan kepada pengamatan pada
hasil gas CO2, yang harus lebih kecil dibanding hasil gas CO2 dalam media
tidak tercemar.

1.3 Dasar Teori


Air merupakan sumber daya alam yang sangat berperan penting bagi
kehidupan makhluk hidup. Salah satu badan air yang merupakan kekayaan
sumberdaya air adalah sungai. Sungai merupakan tempat-tempat dan wadah-
wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan
dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan,
garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai (Pemerintah
Republik Indonesia, 1991). Pencemaran air adalah suatu keadaan dimana air
tersebut telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya.
(Labbaik dkk, 2018)

Air dianggap tercemar jika beberapa zat atau kondisi hadir sedemikian
rupa bahwa air tidak dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Olaniran (1995)
mendefinisikan air tercemar menjadi keberadaan sejumlah besar bahaya (polutan)
dalam air sehingga tidak lagi cocok untuk minum, mandi, memasak atau
keperluan lainnya. Poencemaran adalah pengenalan kontaminasi ke lingkungan
(Webster.com, 2010). Ini dibuat oleh industri dan pembuang komersial, praktik
pertanian, aktivitas manusia sehari-hari dan terutama, model transportasi. Tiga
2

jenis utama pencemaran lingkungan adalah: Pencemaran Tanah, Pencemaran


Udara, dan Pencemaran Air. (Owa F W, 2014)

Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan


kualitas lingkungan pada waktu tertentu. Indikator biologi dapat memantau secara
kontinyu dan merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya
pencemaran. Keberadaan organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator
terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Menurut Nybakken
(1992) dan Nontji (1986) organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran karena habitat, mobilitas, dan umurnya yang relatif lama mendiami
suatu wilayah perairan.
(Awaludin AS dkk, 2015)

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari
bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari
kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari
bahan-bahan pencemar atau polutan. Pencemaran perairan adalah suatu perubahan
fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang
akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan
proses industri. Sumber pencemar dapat dibedakan menjadi sumber domestik
(rumah tangga) serta sumber non domestik. Sedangkan bentuk pencemar dapat
dibagi menjadi bentuk cair, bentuk padat, bentuk gas dan kebisingan.
(Ainuddin dkk, 2017)

Pencemaran lingkungan adalah masalah di seluruh dunia dan berpotensi


untuk mempengaruhi kesehatan populasi manusia. Pencemaran paling besar
terjadi di pusat-pusat industri perkotaan padat dari negara-negara yang lebih maju.
Di negara-negara miskin di dunia, lebih dari 80% air yang tercemar telah
digunakan untuk irigasi dengan hanya tujuh puluh hingga delapan puluh persen
keamanan pangan dan kehidupan di kawasan industri dan semi perkotaan. (Mara
& Cairncross, 1989). Industri, bergerombol di daerah perkotaan dan semi
perkotaan yang dikelilingi oleh padatnya jumlah penduduk, daerah berpenghasilan
rendah, sehingga terus mencemari lingkungan dengan impunitas (Pemerintah
Pakistan, 2009).
(Khan Mashhood A et al., 2011)

Pencemaran lingkungan yaitu masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,


zat, energi atau komponen lain ke dalam suatu yang mengakibatkan turunnya
kualitas lingkungan, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(Fakhrudin et al., 2008). Teknik remediasi lingkungan tercemar banyak
menggunakan cara biologis (bioremediasi) yaitu dengan bantuan mikroba, algae
3

maupun fungi. Bioremediasi dapat dilakukan dengan mengandalkan mikroba


indigen atau dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroba eksogen
(Maulana A dkk, 2017)

Polusi lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi polusi air, polusi tanah,


polusi udara, dan polusi suara. Polusi telah dianggap sebagai perubahan kondisi
fisik, kimia, atau biologis di lingkungan yang secara membahayakan
mempengaruhi. Polusi lingkungan berarti menjaga kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan (udara, air, tanah,
atmosfer, dan ruang) yang melawan polusi. Polusi lingkungan dapat mengancam
keberadaan manusia dengan cara yang berbeda. Dikarenakan kehidupan itu
bergantung kepada lingkungan.
(Chinwe A S, 2013)

Pencemaran badan sungai telah menjadi masalah besar yang menjadi kritis
ketidakcukupan atau tidak adanya tindakan perlindungan kualitas air permukaan
dan sanitasi. Lagoon, sungai, dan aliran sungai merupakan tempat pembuangan
sampah. Limbah paling sering dibuang ke badan air penerima dengan sedikit atau
tanpa memperhatikan kapasitas asimilatif mereka. Pembuangan limbah mentah,
sampah, serta tumpahan minyak merupakan ancaman terhadap pengenceran
kemampuan laguna dan sungai di kota-kota besar. Pemurnian alami air yang
tercemar itu sendiri tidak terjadi dengan cepat, sementara air yang sangat tercemar
dapat melintas jarak jauh dalam beberapa hari sebelum tingkat pemurnian yang
signifikan tercapai. Selain itu, sungai dan kanal menjadi semakin tercemar dari air
limbah industri yang dibuang oleh pabrik, banyak dari mereka di industri tekstil.
Penyamakan kulit juga merupakan sumber signifikan dari polutan beracun udara
dan air. Pencemaran air mengancam produksi pangan dan menurunnya kesehatan
lingkungan dan manusia. (Halder Joshua et al., 2015)

Salah satu sumber pencemaran yang berasal dari aktivitas penduduk


adalah dihasilkannya limbah 3rganic dan logam berat yang dapat menurunkan
kualitas perairan. Logam berat dapat berasal dari peptisida, pupuk, insektisida,
limbah 3rganic3, limbah 3rganic3, limbah bengkel, limpasan jalan, limbah rumah
saki t dan limbah pasar (BAPEDALDA, 2007). Secara kuantitas, limbah 3rganic3
merupakan limbah yang dominan mempengaruhi kualitas suatu perairan. Limbah
3rganic3 adalah limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan pemukiman,
rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Perlu disadari juga
bahwa limbah 3rganic3 yang dominan merupakan bahan 3rganic, dengan jumlah
yang besar, mempunyai peranan yang penting terhadap perubahan kualitas suatu
perairan. (Riza F dkk, 2015)
4

Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat
kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut Aguskrisno (2011)
beberapa indikator bahwa air sungai telah tercemar dicirikan dengan beberapa hal
berikut:
1. Perubahan Suhu
2. Perubahan pH
3. Perubahan Warna, Bau, dan Rasa
4. Timbulnya Endapan, Koloidal, dan Bahan Terlarut
5. Adanya Mikroba
6. Meningkatnya Radioaktivitas Air Lingkungan
(Triwiastuti Sri E dkk, 2017)

Respirasi pada tanah didefinisikan sebagai penggunaan O2 atau pelepasan


CO2 oleh bakteri, fungi, alga, dan protozoa yang melibatkan pertukaran gas dalam
proses metabolisme aerob (Anderson 1982). Pembebasan CO2 merupakan akhir
dari tahap mineralisasi karbon. Analisis respirasi tanah melalui pengukuran CO2
yang dibebaskan dapat mengindikasikan aktivitas metabolisme tanah (Gupta &
Malik 1996). Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah
substrat yang hilang, O2 yang diserap atau CO2 yang dikeluarkan, dan energi yang
dihasilkan. Pengukuran laju respirasi yang sering dilakukan adalah dengan
mengukur jumlah CO2 yang dilepaskan. Banyaknya CO2 yang dilepaskan
menggambarkan aktivitas mikrob yang ada di dalam tanah (Reid 2001).
(Mailani, 2006)

Upaya penanganan remediasi cemaran logam berat di lingkungan banyak


difokuskan pada pemanfaatan tanaman (fitoremediasi). Tanaman dapat menyerap
dan mengakumulasi logam berat dalam biomasanya. Tanaman yang mampu
mengakumulasi logam dalam konsentrasi yang tinggi disebut sebagai
hiperakumulator. Beberapa tanaman air yang seringkali menjadi gulma telah
banyak dimanfaatkan dalam remediasi pencemaran logam berat dalam lingkungan
perairan. (Serang Lia dkk, 2018)

Bioremidiasi adalah menggunakan mikroorganisme dan komponen biologi


untuk menetralkan tanah dan air tercemar menjadi zat-zat yang tidak berbahaya
bagi lingkungan atau kesehatan manusia. Komponen biologi yang digunakan
dapat berupa enzin, sel-sel mikrobe, atau tanarnan,adalah proses dalam
bioremidiasi oleh xenobiotik yang diubah menjadi substansi tidak beracun. Suatu
senyawa yang telah didegradasi tidak berarti dipecah menjadi produk yang
terbebas dari sifat beracun. Bioremidiasi berdasarkan pada metabolisme
mikroorganisme. Xenobiotik dapat membantu sebagai substrat pertumbuhan
5

mikroorganis medan energi. Xenobiotik mendukung pertumbuhan mikrobe jika


mengalami metabolisme. Xenobiotik menjadi sumber C, N, S, dan energi.
(Irianto I K, 2015)
6

BAB II

METODE PERCOBAAN
2.1 Skema Kerja

Botol plastik 1,5 L

 Dipotong bagian atasnya dengan gunting/cutter


 Dimasukkan air sebanyak 100 mL, lalu diberi tanda tiap 100 mL, dan
seterusnya hingga 1000 mL

Sampel air tercemar

 Diukur sebanyak 500 mL


 Dimasukkan ke dalam botol sampel
 Ditambahkan larutan glukosa sebanyak ke dalam botol
 Ditambahkan 1 spatula ragi
 Pada bagian tutup botol sampel dipasang selang kecil
 Direkatkan dengan selotip dan dilapisi dengan plastisin

Botol plastic 1,5 L + air 1 L


 Dibalik dengan cepat pada wadah yang telah disiapkan
 Ke bagian dalam botol plastic 1,5 L dimasukkan selang hingga berada di
atas (ruang udara), dan dipastikan tidak terdapat air di dalam selang.
 Seluruh bagian botol direkatkan dengan isolasi.
 Diamati perubahan volume air setiap hari selama 5 hari
 Dicatat hasilnya

Hasil
7

BAB III

HASIL PENGAMATAN
3.1 Hasil Pengamatan

No Perlakuan Kerja Pengamatan Gambar


1. Dipotong botol plastik Bagian yang dipotong
1,5 L pada bagian adalah bagian
atasnya lengkungan awal pertama
dari tutup botol

Gambar 3.1.
Botol setelah dipotong

2. Dimasukkan 100 mL air Sifat fisik air : tidak


ke dalam botol plastik bewarna, tidak berbau,
1,5 L dan diberi tanda cair, suhu normal
tiap 100 mL, hingga
mencapai 1000 mL

Gambar 3.2.
Menandai volume stiap 100
mL.

3. Dimasukkan air tercemar Sifat fisik air tercemar :


sebanyak 500 mL ke berwarna keruh, suhu
dalam botol sampel normal, berbau
dengan menggunakan
gelas ukur
8

Gambar 3.3.
Air dituangkan sebanyak 500
mL kedalam botol .

4. Ditambahkan larutan  Sifat fisik


glukosa sebanyak 500 glukosa:
mL ke dalam botol Cair, tidak berwarna,
sampel tidak berbau, bersuhu
normal

 Sifat fisik setelah


penambahan :
Warna sampel menjadi
lebih terang dan volume Gambar 3.4.
bertambah Larutan glukosa dituangkan
ke dalam botol sampel.

5. Ditambahkan ragi  Sifat ragi :


sebanyak 1 spatula ke Padat (serbuk), berwarna
dalam botol sampel putih kekuningan, tidak
berbau, suhu normal
 Sifat fisik setelah
penambahan :
Tidak ada perubahan

Gambar 3.4.
Ragi dituangkan ke dalam
botol sampel.

6. Dibalik botol plastik Dipastikan tidak ada


pada wadah yang telah gelembung air di dalam
disiapkan. Selang lalu selang.
dimasukkan ke dalam Di dalam wadah plastik,
botol plastik 1,5 L dan bagian atas botol
direkatkan dengan solasi dipasang terlebih dahulu
dengan tutup botol
sebagai penyangga, lalu
diletakkan botol plastik
1,5 L Gambar 3.5.
Wadah disiapkan dengan
memasang tutup botol yang
sudah disanggah oleh tutup
botol
9

Gambar 3.6.
Reaktor

7. Dipasang selang pada Dipastikan solasi dan


tutup botol sampel dan plastisin menutup semua
direkatkan dengan jalan masuk dan keluar
plastisin. udara dalam botol sampel

Gambar 3.7.
Selang dipasang pada tutup
botol sampel dan direkatkan
dengan plastisin

7. Diamati perubahan Volume selama 7 hari:


volume setiap hari  Senin : 790 mL
hingga volume air  Selasa: 790 mL
menjadi stagnan (tetap)  Rabu : 600 mL
 Kamis :
 Jumat : 500 mL
 Senin : 500 mL

Gambar 3.8.
Volume air pada hari terakhir
10

BAB IV

PEMBAHASAN

Praktikum status lingkungan tercemar dilakukan pada Hari Senin, 30


September 2019 pukul 07.30-10.00 WIB di Laboratorium Remediasi Lingkungan
Departemen Teknik Lingkungan ITS. Tujuan dari praktikum ini adalah Untuk
memastikan media percobaan remediasi adalah dalam status tercemar. Adapun
prinsip dari praktikum ini adalah menilai status lingkungan tercemar berdasarkan
parameter fisik, kimia, biologis, yang masing-masing melampaui kadar
normalnya. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel air
tercemar, larutan glukosa, air PDAM, ragi, gelas ukur, botol plastik 1,5 L, botol
sampel, selang, wadah, 2 tutup botol, solasi, dan plastisin.

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari
bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk (Ainuddin dkk, 2017). Menurut
Fakhrudin et al (2008) Pencemaran lingkungan yaitu masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam suatu yang
mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan, sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Pencemaran badan sungai telah menjadi masalah besar
yang menjadi kritis ketidakcukupan atau tidak adanya tindakan perlindungan
kualitas air permukaan dan sanitasi.

Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan


kualitas lingkungan pada waktu tertentu. Indikator biologi dapat memantau secara
kontinyu dan merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya
pencemaran (Awaludin AS dkk, 2015) . Hal ini dibuktikan dengan cara antara lain
melalui percobaan respirasi mikrobiologis.
Respirasi mikrobiologis pada media tercemar :
Pencemar + C6H12O6 + nO2 nCO2 + nH2O + Pencemar

Menurut Mailani (2006) Pembebasan CO2 merupakan akhir dari tahap


mineralisasi karbon. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan
jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap atau CO2 yang dikeluarkan, dan
energi yang dihasilkan. Pengukuran laju respirasi yang sering dilakukan adalah
dengan mengukur jumlah CO2 yang dilepaskan. Oleh karena itu, dalam praktikum
ini dilakukam pengamatan pada gas CO2 yang dihasilkan, gas CO2 yang
dihasilkan oleh reaktor yang berisi air sampel harus lebih kecil dibanding hasil gas
CO2 dalam media tidak tercemar.

Pencemaran air adalah suatu keadaan dimana air tersebut telah mengalami
penyimpangan dari keadaan normalnya (Labbaik dkk, 2018). Aktivitas manusia
menjadi sumber utama oencemara air. Riza F dkk (2015) menyebutkan bahwa
11

salah satu sumber pencemaran yang berasal dari aktivitas penduduk adalah
dihasilkannya limbah organik dan logam berat yang dapat menurunkan kualitas
perairan.

Langkah pertama dalam praktikum kali ini ialah disiapkan 2 botol plastik
ukuran 1,5 L dan satu botol dipotong pada bagian atasnya menggunakan gunting,
bagian yang dipotong adalah bagian lengkungan awal pertama dari tutup botol.
Botol yang dipakai adalah botol bening sehingga dapat dilihat dengan jelas
penurunan muka air setiap harinya. Kemudian diberikan ukuran pada permukaan
botol plastik dengan cara memasukkan setiap 100 mL air ke dalam botol dan
ditandai hingga mencapai 1000 mL digunakan sebagai indikator dari banyaknya
gas yang dihasilkan dari respirasi mikroba. Sifat fisik air ialah bersifat cair, tidak
berwarna, tidak berbau dan bersuhu normal.

Kamudian, dibuat reaktor percobaan dengan memasukkan air sampel (air


tercemar) sebanyak 500 mL ke dalam botol sampel. Sifat fisik air sampel ialah
berwarna keruh, suhu normal dan berbau. Air sampel yang dipakai ialah air sungai
di sebelah Tegal Mulyorejo Baru, bawah jembatan menuju Mulyosari, Surabaya.
Lalu, ditambahkan larutan glukosa sebanyak 500 mL ke dalam botol sampel
menggunakan gelas ukur. Glukosa mempunyai ciri fisik tidak berwarna, berwujud
cair dan bersuhu normal. Sedangkan hasil penambahan menunjukkan perubahan
sifat sampel pada warna yang menjadi lebih terang dan volumenya yang
bertambah. Penambahan ini memiliki tujuan untuk respirasi mikrobiologis yang
membutuhkan karbon dalam prosesnya untuk menghasilkan gas karbondioksida
(CO2) yang menjadi parameter status tercemar pada percobaan ini. Kemudian
ditambahkan ragi sebanyak 1 spatula pada sampel. Sifat fisik ragi ialah padat
(serbuk), berwarna putih kekuningan, tidak berbau, dan bersuhu normal. Tidak
terjadi perubahan fisik pada sampel setelah penambahan. Penambahan ragi
bertujuan karena ragi mengandung mikroorganisme yang dapat melakukan
fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Ragi/yeast yang
digunakan dalam proses fermentasi bioetanol adalah ragi yang bersifat anaerob.
Dalam kondisi anaerob, yeast akan memfermentasi substrat menjadi gula dengan
sangat cepat dan akan segera dikonversi menjadi etanol.

Langkah selanjutnya, dibalik botol plastik yang berisi air pada wadah yang
telah diisi air sebagian. Sebelumnya, tutup botol di letakkan dan direkatkan pada
wadah untuk menyangga botol plastik di atasnya. Lalu, selang dimasukkan ke
dalam botol plastik. Harus dipastikan tidak ada gelembung air di dalam selang air,
apabila masih ada air dalam selang, selang ditiup atau disedot sesuai kebutuhan.
Setelah itu, botol plastik direkatkan dengan menggunakan selotip agar tidak
bergerak ke segala arah. Kemudian, selang dipasang pada tutup botol sampel
(reaktor) yang telah dibuat sebelumnya dan di rekatkan menggunakan selotip dan
plastisin. Plastisin bersifat padat, lunak, berbau khas, suhu normal, punya macam
12

varian warna. Dipastikan selotip dan plastisin menutup semua jalan masuk dan
keluarnya udara dari dan ke dalam botol sampel sehingga semua gas hasil
respirasi mikroorganisme di dalam reaktor sepenuhnya mengalir melalui selang
dan mendorong permukaan air di dalam botol plastik untuk turun. Juga tidak akan
ada udara dari luar yang membuat suasana di dalam reaktor menjadi aerobik yang
tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan mikroorganisme dalam ragi.

Kemudian diamati perubahan volume air setiap harinya selama 5 hari


terhitung dari hari Senin, 30 September 2019 hingga hari Jumat, 4 Oktober 2019
dan mencatat hasilnya. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh
penurunan muka air sebagai berikut :
 Senin : 790 mL
 Selasa : 790 mL
 Rabu : 600 mL
 Kamis : 640 mL
 Jumat : 500 mL
 Senin : 500 mL

Karena air tidak mengalami penurunan lagi pada hari Senin, 7 Oktober
2019, pengamatan dihentikan karena menandakan tidak ada aktivitas respirasi
microorganism lagi karena air yang tercemar membuat mikroorganisme tidak
dapat lagi tumbuh dan berkembang. Hal ini dapat dikarenakan banyak faktor
diantaranya yaitu lingkungan yang tidak sesuai, karena tercemar maka
mikroorganisme ragi mati. Selain itu juga karena nutrien mikroorganisme (gula)
tidak tercukupi. Pada akhirnya produksi CO2 akan menurun atau bahkan tidak ada
sama sekali. Dari hasil pengamatan, diperoleh persentase perubahan volume
sebagai berikut.

(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)


% Perubahan volume = x 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙
(790−500)
= x 100%
790
= 36,71%
Dari hasil perhitungan, dapat diketahui besar persentase perubahan volume adalah
sebesar 36,71%.
13

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa :

Penurunan tinggi muka air pada hari ketiga dan kelima menandakan bahwa pada
media tersebut terjadi sedikit aktifitas mikroorganisme. Hal ini dikarenakan air
yang sangat tercemar sehingga metabolisme mikroorganisme terhambat. Pada
akhirnya produksi CO2 menurun atau stabil karena nutrien mikroorganisme (gula)
tidak tercukupi. Media dalam percobaan ini dikatakan cukup tercemar karena
produksi CO2 hanya sedikit sehingga tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.

Anda mungkin juga menyukai