MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahBioteknologi
Yang Dibimbing Oleh Dr. Umie Lestari, M.Si. dan Indra Kurniawan Saputra,
S.Si., M.Si.
Oleh :
Kelompok 6 Offering A 2017
Hapid Yanuar P ; 170341615103
Melia Dita S.P ; 170341615093
Titania Arenda ; 170341615044
Wachidah Hayuana ; 170341615105
2.4.3 Biosensor
Para peneliti telah mengembangkan rekayasa genetika strain
dari bakteri Pseudomonas fluorescens, yang dapat secara efektif
menurunkan struktur karbon yang kompleks dan hidrogen disebut
Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (PAH) dan bahan kimia beracun
lainnya. Menggunakan rekombinan Teknologi DNA, para ilmuwan
telah mampu splice gen bakteri yang mengkode enzim spesifik (yang
dapat memetabolisme kontaminan ini) menjadi gen reporter seperti
gen lux dari bioluminescent bakteri laut. Gen lux sering kali digunakan
sebagai gen reporter karena mereka mengkodekan lightreleasing
enzim luciferase. Karena PAH terdegradasi, bakteri melepaskan
cahaya yang dapat digunakan untuk memantau biodegradasi tarif.
Teknik serupa sedang digunakan untuk mengembangkan biosensor
dari bakteri rekombinan mengandung gen lux. Biosensor semacam itu
telah terbukti berharga dalam penilaian polutan lingkungan seperti
logam berat.
2.7.[2.6.] Biofilm
2.7.1 Konsep Dasar Biofilm
Biofilm merupakan lampiran atau penempelan orgainisme ke
permukaan, misalnya lampiran kerang ke lambung kapal dan lapiran
mikroorganisme di permikaan gigi. Biofilm merupakan hasil dari
perkumpulan bakteri di suatu permukaan hingga menyebabkan suatu
perbedaan pada permukaan yang bersangkutan. Biofilm akan banyak
dicontohkan oleh bakteri atau mikroorganisme. Bakteri di alam ada
yang melekat ada pula yang hidup bebas, namun bakteri yang
melekat dan membentuk lampiran biofilm jumlahnya jauh lebih
banyak. Banyaknya bakteri yang hidup dengan melekat dan
membentuk koloni dipermukaan ini dikarenakan lebih adaptif dari
bakteri yang hidup bebas atau planktonik (Barbara, dkk, 2009).
Tumbuhnya koloni bakteri yang membentuk biofilm
cenderung pada permukaan yang berair. Lampiran suatu organisme
ini dapat terjadi baik di permukaan benda hidup maupun
dipermukaan benda tak hidup. Permukaan benda hidup yang sering
terjadi misalnya pada gigi, yaitu terbentukknya karang gigi,
sedangkan permukkan benda tak hidup misalnya pada permukaan
tangki air, pipa, kapal dan lain-lain. Koloni baktei yang membentuk
biofilm ini menghasilkan zat-zat metabolisme yang dapat
menguntungkan dan dapat pula merugikan (Barbara, dkk, 2009).
Karakteristik biofilm adalah sebaagai berikut:
1. Jarak ketebalan sampai beberapa mikron hingga lebih dari 100
mikron
2. Permukaan tidak rata atau kasar
3. Spesies heterogen
4. Terdiri dari dua bagian yaitu dasar biofil dan permukaan biofilm.
Organisme-organisme yang melekat dipermukaan membentuk
biofilm berada dalam keadaan sesil atau tidak bergerak karena
melekat secara erat di permukaan sehingga tidak mudah lepas
maupun berpindah tempat. Pelekatan ini disertai dengan
penumbukan bahan-bahan organik yang diselubungi oleh matrik
polimer ekstraselular yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Matrik
polimer ekstraselular berupa benang-benang yang saling bersilangan
yang mendasi pelekat biofilm (Nugraha, dkk., 2018).
2.7.2 Proses Terbentuknya Biofilm
Bakteri planktonik atau bakteri yang hidup bebas dapat aktif
bergerak. Ciri umum dari bakteri planktonik yaitu memiliki
kepadatan populasi yang rendah. Rendahnya kepadatan populasi
menyebabkan sedikitnya kompetisi antar bakteri dalam tempat,
oksigen, dan faktor pembatas lainya. Bakteri planktonik juga
memiliki kemungkinan besar untuk melepaskan diri dari
komunitasnya. Dengan demikian ruang gerak dari bakteri planktonik
lebih luas sehingga akan bergerak sangat aktif hingga menyebabkan
selnya kurang nutrisi, sehingga kebanyakan bakteri akan memilih
untuk hidup sesil dengan melekat dipermukaan. Kekurangan nutrisi
pada bakteri seringkali disertai dengan mengecilnya ukuran sel dan
respirasi endogenous, peningkatan hidrofobisitas permukaan sel, dan
meningkatnya pelekatan. Hal ini menyebabkan bakteri cenderung
melekat dipermukaan yang kemungkinan mendapatkan nutrisi jauh
lebih tinggi (Maier, 2009).
Menurut Maier (2009) proses pembentukan biofilm terdapat
5 tahap yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pelekatan awal
Bakteri melekat di permukaan benda dengan perantara fili. Pelekatan
terjadi karena hidrofobik membran meningkat dan adanya medan
listrik statik.
2. Tahap pelekatan Permanen
Pelekatan bakteri ke permukaan semakin kuat karena adanya
Extracellular Polymeric Substance (EPS) yang dihasilkan bakteri itu
sendiri. EPS merupakan senyawa kelompok polisakarida yang
dihasilkan bakteri untuk melekatkan diri dengan permukaan.
3. Maturasi I
Pada tahap maturasi I sel baakteri akan tumbuh dan berkembang
dengan terus membelah diri. Pada tahap ini juga terjadi penarikan
bakteri lain membentuk polisakarida ekstraselular. Ketebalan biofilm
pada tahap ini telah mencapai 10μm.
4. Maturasi II
Pada tahap maturasi II ketebalan biofilm telah mencapai 100 mm
dan telah terakumulasi membentuk beberapa lapisan. Bakteri yang
terdapat di lapisan dalam terlindungi oleh bakteri yang diluar. Koloni
bakteri ini memperoleh nutrisi dari bakteri dari koloni tersebut yang
telah mati.
5. Dispersi
Pada tahap dispersi koloni dalam bifilm yang terbentuk dapat lepas
sebara erosi maupun sloghing. Secara erosi jika pelepasan terjadi
secara berkala karena aliran cairan medium. Sloghing jika terjadi
karena pelepasan secara banyak karena perubahan medium
pertumbuhan.
3.1. Kesimpulan
3.1.1 Bioremediasi adalah penggunaan organisme hidup seperti bakteri,
jamur, dan tanaman untuk memecah atau mendegradasi senyawa
kimia di lingkungan.Untuk mengetahui dasar bioremediasi.
3.1.2 Dasar bioremediasi meliputi hal yang perlu dibersihkan di lingkungan,
bahan kimia di lingkungan, dasar- dasar pembersihan dengan
menggunakan bioremidiasi
3.1.3 Situs dan strategi bioteknologi meliputi pembersihan tanah, air, dan
air tanah.
3.1.4 Penggunaan strain rekayasa genetik untuk membersihkan lingkungan
meliputi bakteri pemakan minyak bumi, teknik e.coli untuk
membersihkan logam berat, biosensor, tanaman yang dimodifikasi
secara genetik dan fitoremediasi.
3.1.5 Environmental Disaster: Case Studies in Bioremediation meliputi The
Exxon Valdez Oil Spill, Oil Fields of Kuwait, dan The Deepwater
Horizon Oil Spill.
3.1.6 Challenger for bioremediation meliputi recovering valuable metals
dan bioremediation of radioactive waste.
3.1.7 Biofilm merupakan lampiran atau penempelan orgainisme ke
permukaan, pembentukkannya meliputi tahap penempelan,
penempelan permanen, maturasi I, maturasi II, dan despersi.
DAFTAR PUSTAKA