Anda di halaman 1dari 15

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN SOSIAL

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran


yang Dibina Oleh Dr. Sulthoni, M.Pd.

Oleh:
Khumaidah 180341617566
Mileni Umi Ramadhanti 170341615023
Ratna Putri Kusuma W. 170341615050

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Oktober 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan terdapat dua komponen pokok yang harus
jelas tentang keberadaanya, yaitu siswa dan guru. Suatu proses
pembelajaran tidak akan berkembang jika hanya ada guru saja tanpa adanya
murid, dan begitupula jika kebradaan murid dalam proses pembelajaran
tanpa didampingi oleh gurunya maka tidak akan berkembang proses
pendidikan tersebut. Kemudian tingkat kepribadian siswa yang bermacam-
macam, ada yang baik, kasar, malas, pintar, manja, bodoh, nakal dan lain
sebagainya merupakan isyarat bagi guru untuk dapat mendekati siswanya. Oleh
karena itu untuk mengetahui bagaimana keadaan psikologi siswa dalam
proses pembelajaran harus dilakukan beberapa pendekatan. Sehingga
setelah kita mengetahui kondisi psikologi peserta didik, kita selaku calon
guru dapat mempersiapkan dan memilih metode yang tepat dalam
menyampaikan suatu mata pelajaran ketika diberi kesempatan untuk terlibat
dalam proses belajar mengajar.
Terdapat banyak teori yang digunakan dalam proses pembelajaran,
beberapa di antaranya yaitu teoti belajar humanistik dan teori belajar sosial.
Pada hakikatnya kedua teori ini berkembang dari aliran psikologi dan sosial
yang kemudian berpengaruh terhadap arah pengembangan teori, praktek
pendidikan, dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran humanistik. Oleh
karena itu prespektif disiplin ilmu yang digunakan penulis dalam menyusun
makalah ini ada tiga macam, yaitu disiplin ilmu pendidikan, psikologi, dan
sosial.
Makalah ini berjudul teori belajar humanistik dan sosial yang
disusun oleh penulis agar dapat memberikan kontribusi khazanah keilmuan
khususnya dalam dunia pendidikan. Selain itu penulis juga mengharapkan
dengan adanya makalah ini dapat memberikan gambaran awal bagi para
calon guru untuk mempersiapkan pembelajaran dengan sebaik mungkin
sehingga kualitas pendidikan di tanah air ini dapat berkembang dan maju.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran humanistik?
2. Bagaimana orientasi penerapan teori pembelajaran humanistik?
3. Apa kekurangan dan kelebihan dari teori pembelajaran humanistik?
4. Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran sosial?
5. Bagaimana proses penerapan teori pembelajaran sosial?
6. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi teori pembelajaran sosial?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari teori pembelajaran humanistik.
2. Untuk mnegetahui orientasi penerapan teori pembelajaran humanistik.
3. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan teori pembelajaran
humanistik.
4. Untuk mengetahui pengertian dari teori pembelajaran sosial.
5. Untuk mengetahui proses penerapan teori pembelajaran sosial.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi teori pembelajaran
sosial.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Pembelajaran Humanistik


Pada dasarnya kata “humanistik” merupakan suatu istilah yang
mempunyai banyak makna sesuai dengan konteksnya. Misalnya,
humanistic dalam wacana keagamaan berarti tidak percaya adanya unsur
supranatural atau nilai transendental serta keyakinan manusia tentang
kemajuan melalui ilmu dan penalaran. Di sisi lain humanistik berarti minat
terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bersifat ketuhanan. Sedangkan
humanistik dalam tataran akademik tertuju pada pengetahuan tentang
budaya manusia, seperti studi-studi klasik mengenai kebudayaan Yunani
dan Roma (Roberts, 1975).
Pendidikan humanistik sebagai sebuah nama pemikiran/teori
pendidikan dimaksudkan sebagai pendidikan yang menjadikan humanism
sebagai pendekatan. Dalam istilah/nama pendidikan humanistik, kata
“humanistik” pada hakikatnya adalah kata sifat yang merupakan sebuah
pendekatan dalam pendidikan (Mulkhan, 2002). Teori pendidikan
humanistik yang muncul pada tahun 1970an bertolak dari tiga teori filsafat,
yaitu: pragmatisme, progresivisme dan eksistensisalisme. Ide utama
pragmatisme dalam pendidikan adalah memelihara keberlangsungan
pengetahuan dengan aktivitas yang dengan sengaja mengubah lingkungan
(Dewey, 1966).
Progresivisme menekankan kebebasan aktualisasi diri supaya kreatif
sehingga menuntut lingkungan belajar yang demokratis dalam menentukan
kebijakannya. Kalangan progresivis berjuang untuk mewujudkan
pendidikan yang lebih bermakna bagi kelompok sosial. Progresivisme
menekankan terpenuhi kebutuhan dan kepentingan anak. Anak harus aktif
membangun pengalaman kehidupan. Belajar tidak hanya dari buku dan
guru, tetapi juga dari pengalaman kehidupan. Pengaruh terakhir munculnya
pendidikan humanistik adalah eksistensialisme yang pilar utamanya adalah
invidualisme. Kaum eksistensialis memandang sistem pendidikan yang ada
itu dinilai membahayakan karena tidak mengembangkan individualitas dan
kreativitas anak. Sistem pendidikan tersebut hanya mengantarkan mereka
bersikap konsumeristik, menjadi penggerak mesin produksi, dan birokrat
modern. Kebebasan manusia merupakan tekanan para eksistensialis
(Noddings, 1998).
Pemikiran pendidikan ini mengantarkan pandangan bahwa anak
adalah individu yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga muncul
keinginan belajar. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa eksistensialisme
adalah suatu humanisme (Scruton, 1984).
Teori humanistik berasumsi bahwa teori belajar apapun baik dan
dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu
pemcapaian aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang
belajar secara optimal (Assegaf, 2011).
Penuturan Knight tentang humanistik adalah “Central to the
humanistic movement in education has been a desire to create learning
environment where children would be free from intense competition, harsh
discipline, and the fear of failure”. Hal mendasar dalam pendidikan
humanistik adalah keinginan untuk mewujudkan lingkungan belajar yang
menjadikan peserta didik terbebas dari kompetisi yang hebat, kedisiplinan
yang tinggi, dan ketakutan gagal. Freire mengatakan; “Tidak ada dimensi
humanistik dalam penindasan, juga tidak ada proses humanisasi dalam
liberalisme yang kaku” (Freire, 2002).
Prinsip-prinsip pendidik humanistik: (1) Siswa harus dapat memilih
apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa siswa akan
termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan
dan keinginannya. (2) Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa
untuk belajar dan mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus
termotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri. (3) Pendidik
humanistik percaya bahwa nilai tidak relevan dan hanya evaluasi belajar diri
yang bermakna. (4) Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan
maupun pengetahuan, sangat penting dalam sebuah proses belajar dan tidak
memisahkan domain kognitif dan afektif. (5) Pendidik humanistik
menekankan pentingnya siswa terhindar dari tekanan lingkungan, sehingga
mereka akan merasa aman untuk belajar. Dengan merasa aman, akan lebih
mudah dan bermakna proses belajar yang dilalui. Prinsip-prinsip belajar
yaitu: (1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan, kemudian baru menuju
bagian-bagian. (2) Keseluruhan memberi makna pada bagian-bagian. (3)
Belajar adalah penyesuaian diri terhadap lingkungan. (4) Belajar akan
berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh pengertian. (5)
Belajar akan berhasil bila ada tujuan yang berarti individu. (6) Dalam proses
belajar itu, individu merupakan organisme yang aktif, bukan bejana yang
harus diisi oleh orang lain (Sobur, 2003).
Pembelajaran humanistik memandang siswa sebagai subjek yang
bebas untuk menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat
bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang
lain. Beberapa pendekatan yang layak digunakan dalam metode ini adalah
pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak
siswa untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Guru tidak bertindak
sebagai guru yang hanya memberikan asupan materi yang dibutuhkan siswa
secara keseluruhan, namun guru hanya berperan sebagai fasilitator dan
partner dialog (Arbayah, 2013).
Pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang
bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggung
jawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama
dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal
antara pribadipribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas
sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah
pendidikan jika dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi
hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada
dalam suasana yang penuh cinta, hati yang penuh pengertian (understanding
heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship) (Arbayah,
2013).
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaikbaiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya (Arbayah, 2013).
Beberapa model pembelajaran humanistik: (1) Humanizing of the
classroom, model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sebagai
suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali
konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
(2) Active learning, merupakan strategi pembelajaran yang lebih banyak
melibatkan peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan
pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat
meningkatkan kompetensinya. Selain itu, belajar aktif juga memungkinkan
peserta didik dapat mengembangkan kemampuan analisis dan sintesis serta
mampu merumuskan nilai-nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka
sendiri (Baharun, 2015). (3) Quantum learning, merupakan cara
pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada
di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum
learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi
nalar dan emosinya secarabaik, maka mereka akan mampu membuat
loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya dengan hasil
mendapatkan prestasi bagus. (4) The Accelerated Learning, merupakan
pembelajaran yang berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan
memuaskan. Dalam model ini, guru diharapkan mampu mengelola
kelasmmenggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan
Intellectual (SAVI) (Arbayah, 2013).
Konsep utama dari pemikiran pendidikan humanistik menurut
Mangunwijaya adalah menghormati harkat dan martabat manusia
(Mangunwijaya, 2001). Konsep ini senada dengan pandangan Mazhab
Kritis bahwa pendidikan dimaknai lebih dari sekedar persoalan penguasaan
teknik-teknik dasar yang diperlukan dalam masyarakat industri tetapi juga
dioerientasikan untuk lebih menaruh perhatian pada isu-isu fundamental
dan esensial, seperti meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan,
menyiapkan manusia untuk hidup di dan bersama dunia, dan mengubah
sistem sosial dengan berpihak kepada kaum marjinal (Nuryatno, 2008).
B. Orientasi Penerapan Teori Humanistik
Berangkat dari disiplin ilmu psikologi, psikologi humanistik
memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan
sebutan pendidikan humanistik (humanistic keseluruhan melalui
pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan
keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan
humanistik.
Perhatian Psikologi Humanistik yang utama tertuju pada masalah
bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-
maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman
mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik, penyusunan dan
penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian
siswa. Teori kepribadian humanistik direpresentasikan oleh teori
kepribadian salah satu tokoh pelopor teori humanisme yaitu Maslow.
Ajaran-ajaran yang berkaitan dengan teori kepribadian humanistik adalah:
1. Individu sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah
ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai
keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi. Maslow merasa bahwa
para ahli psikologi di masa lalu maupun sekarang terlalu banyak membuang
waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian (tingkah laku) secara terpisah
dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi yang menyeluruh. Dalam
perumpamaan umum, pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan melalui
ungkapan bahwa para ahli psikologi itu hanya mempelajari pohon-pohon,
bukan hutan. Dalam teori Maslow dengan prinsip holistiknya itu, motivasi
mempengaruhi individu secara keseluruhan, dan bukan secara sebagian.
2. Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan
Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya memandang
manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan hewan apa pun. Ia
menganggap bahwa behaviorisme dengan filsafat yang menyertainya telah
mendehumanisasikan manusia dengan memandangnya tak lebih dari mesin
pengolah reflek-reflek berkondisi dan tak berkondisi. Maslow menegaskan
bahwa peyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami
tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan cirri-ciri yang khas
manusia seperti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta,
semangat, humor, rasa seni, kecemburuan, dan sebagainya, dan dengan
kesemua ciri yang dimilikinya itu manusia bisa menciptakan pengetahuan,
puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan khas manusia lainnya.
3. Pembawa baik manusia
Psikologi humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada dasarnya
adalah baik, atau tepatnya netral. Menurut persepektif humanistik, kekuatan
jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan
yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
4. Potensi kreatif manusia
Potensi kreatif manusia merupakan potensi yang umum pada manusia, jika
setiap orang memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang
menunjang, setiap orang dengan kreatifitasnya itu akan mampu
mengungkapkan segenap potensi yang dimilikinya. Maslow mengingatkan
bahwa, untuk menjadi kreatif seorang itu tidak perlu memiliki bakat atau
kemampuan khusus. Kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yang
mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya.
5. Penekanan pada kesehatan psikologis
Psikologi humanistik memandang self-fulfillment sebagai tema yang utama
dalam hidup manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori-
teori lain yang berlandaskan studi atas individu-individu yang mengalami
gangguan.
Dari pemaparan di atas dapat diambil benang merah bahwa orientasi
teori humanistik adalah pengaktualisasian diri sesuai dengan peunjuk-
petunjuk yang baik serta mampu mengembangkan potensi secara utuh,
sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan dirinya dan
lingkungannya.
C. Kekurangan dan Kelebihan Teori Pembelajaran Humanistik
Beberapa kekurangan dan kelebihan dari penerapan teori pembelajaran
dijabarkan sebagai berikut:
1. Kelebihan teori belajar humanistik
a. Teori humanistik lebih cocok untuk diterapkan dalam materi
pelajaran yang bersifat pembentukan karakter.
b. Teori ini dinyatakan berhasil apabila siswa bersemangat dalam
mengikuti proses pembelajaran. Contoh kongkritnya siswa
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
c. Teori ini mengharapkan siswa untuk menjadi manusia yang bebas,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang
lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
d. Teori ini mendorong guru untuk dapat lebih mengenali peserta
didiknya
e. Teori ini memberikan dampak yang signifikan terhadap proses
perkembangan anak dilihat dari sisi kepribadianya
f. Teori ini lebih mengedepankan aspek memanusiakan manusia dan
pembentukan karakter.
2. Adapun kekurangan teori humanistik adalah sebagai berikut:
a. Siswa yang tidak menyadari dan memahami potensi dirinya akan
ketinggalan dalam proses belajar.
b. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri
dalam proses belajar.
c. Proses pembelajaran lebih difokuskan kepada pengembangan
potensi yang dimiliki siswa, sehingga pengembangan intelektual
siswa tidak terasah.
D. Pengertian Teori Pembelajaran Sosial
Teori pembelajaran sosial terkenal dengan sebutan observational
learning. Tokoh utama dibalik teori ini adalah Albert Bandura. Bandura
memandang tingkah laku manusia bukan sematamata refleks otomatis dan
stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri (Basuki,
2008).
Teori pembelajaran sosial merupakan pembelajaran yang tercipta
ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Dengan kata
lain, informasi didapatkan dengan cara memperhatikan kejadian-kejadian di
lingkungan sekitar. Prinsip dasar pembelajaran menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam pembelajaran sosial dan moral
terjadi melalui peniruan/imitation dan penyajian contoh perilaku/modeling.
Dalam hal ini seseorang belajar mengubah perilakunya sendiri melalui
penyaksian cara orang atau sekelompok orang merespon sebuah stimulus
tertentu. Seseorang juga dapat mempelajari respon-respon baru dengan cara
pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain. Bandura menganggap
belajar observasi sebagai proses kognitif yang melibatkan sejumlah atribut
pemikiran manusia, seperti bahasa, moralitas, pemikiran dan regulasi diri
perilaku (Hergenhahn dan Olson, 2015).
E. Proses Penerapan Teori Pembelajaran Sosial
Bandura (1986) mengatakan bahwa observational learning mencakup empat
elemen yaitu memperhatikan, menyimpan informasi, menghasilkan
perilaku dan termotivasi untuk mengulangi perilaku itu (Hergenhahn dan
Olson, 2015).
1. Fase Perhatian/attention
Memberikan perhatian pada orang yang ditiru. Proses perhatian
(attention) sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang
baru (kompetensi) tidak akan didapat tanpa adanya perhatian
pembelajar. Pengamat harus memperhatikan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh model itu sendiri dan benar-benar memahaminya.
2. Fase Pengingat/retention
Seorang pengamat harus dapat mengingat apa yang telah dilihatnya. Ia
harus mengubah informasi yang diamati menjadi bentuk gambaran hal-
hal yang dialami model atau mengubah simbol-simbol verbal dan
kemudian menyimpan dalam ingatannya. Mencakup kode pengkodean
simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol dan
pengulangan motorik.
3. Reproduksi Motorik/reproduction
Proses peniruan adalah mengubah ide gambaran, atau ingatan menjadi
tindakan. Simbol yang diperoleh dari model akan menjadi pembanding
tindakan. Individu akan mengamati perilaku mereka sendiri dan
membandingkannya dengan perilaku model. Mencakup kemampuan
fisik, kemampuan meniru dan keakuratan umpan balik.
4. Motivasi/motivation
Teori pembelajaran sosial membedakan antara perolehan dan perbuatan.
Kita mungkin memperoleh sebuah perilaku baru melalui observasi,
tetapi kita mungkin tidak melakukan perbuatan itu sampai ada motivasi
atau intensif untuk melakukannya.
F. Faktor-faktor yang Memengaruhi Teori Pembelajaran Sosial
Ada enam faktor yang mempengaruhi observational learning, yaitu
(Hergenhahn dan Olson, 2015):
1. Status Perkembangan
Peningkatan dan perkembangan, termasuk pemutusan perhatian yang
lebih lama dan kapasitas untuk memproses informasi yang semakin
meningkat, menggunakan berbagai strategi, membandingkan kinerja
dengan representasi ingatan, dan mengadopsi motivator-motivator
intrinsik.
2. Prestise dan Kompetensi Model
Pengamat memberi perhatian yang lebih besar terhadap modelmodel
yang kompeten dan berstatus tinggi. Konsekuensi perilaku yang
dijadikan model memberikan informasi mengenai nilai fungsional.
Pengamat berusaha mempelajari tindakan yang mereka yakini sebagai
tindakan yang perlu mereka lakukan.
3. Vicarious Consequences
Konsekuensi yang dialami model memberikan informasi tentang
kesesuaian anatara perilaku dan kemungkinan hasil tindakannya.
4. Ekspektasi Hasil
Pengamat lebih berkemungkinan untuk melakukan tindakan yang
diperagakan model yang ia yakini tepat dan akan menghasilkan suatu
yang rewarding.
5. Menetapkan Tujuan
Pengamatan akan cenderung memperhatikan model-model yang
memperlihatkan perilaku-perilaku yang membantu pengamat dalam
mencapai tujuannya.
6. Efikasi Diri
Pengamat memperhatikan model apabila percaya dirinya mampu
mempelajari atau melakukan perilaku yang dimodelkan. Observasi
terhadap model yang mirip mempengaruhi efikasi diri.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dalam Bab Pembahasan di atas, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Teori humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia dan fokus pembahasanya
menitikberatkan kepada perilaku seseorang.
2. Orientasi teori humanistik pengaktualisasian diri sesuai dengan
peunjuk-petunjuk yang baik serta mampu mengembangkan potensi
secara utuh, sehingga dapat bermakna dan berfungsi bagi kehidupan
dirinya dan lingkungannya.
3. Kelebihan teori humanistik yaitu cocok digunakan untuk pembelajaran
yang bersifat pembentukan karakter dan lain sebagainya. Sedangkan
kekuranganya yaitu siswa tidak aktif dan malas belajar akan merugikan
diri sendiri dalam proses belajar dan lain sebagainya.
4. Teori pembelajaran sosial merupakan pembelajaran yang tercipta
ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain.
5. Proses penerapan teori pembelajaran sosial memilik 4 fase, yaitu fase
perhatian/attention, fase pengingat/retention, fase reprosuksi
motoric/reproduction, dan motivasi/motivation.
6. Faktor-faktor yang memengaruhi teori pembelajaran sosial antara lain
status perkembangan, prestise dan kompetensi model, vicarious
consequences, ekspektasi hasil, tujuan, dan efikasi diri.
DAFTAR PUSTAKA

Arbayah. 2013. Model Pembelajaran Humanistik. Dinamika Ilmu Vol 13. No. 2,
Desember, 205.

Assegaf, R. 2011. Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari


Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Baharun, H. 2017. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Konsep, Prinsip,


Pendekatan dan Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum PAI.
Yogyakarta: CV Cantrik Pustaka.

Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dewey, J. 1966. Democracy and Education. New York: The Free Press.

Freire, P. 2002. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan,


terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar & READ.

Mangunwijaya, Y. 2001. Mencari Visi Dasar Pendidikan, Sindhunata (ed.),


Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman. Yogyakarta: Kanisius.

Mulkhan, A. M. 2002. Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis


Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Noddings, N. 1998. Philosophy of Education. Oxford: Westview.

Scruton, R. 1984. Sejarah Singkat Filsafat Modern: dari Descartes sampai


Wittgenstein, terj. Zainal Arifin Tandjung. Jakarta: Pantja Simpati.

Sobur, A. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai