Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran lingkungan, saat ini, telah menjadi masalah yang dihadapi oleh semua
negara-negara di dunia. Pencemaran lingkungan semakin memburuk karena pola perilaku
manusia yang tidak ramah lingkungan. Pengolahan limbah industri yang belum tepat dan
langsung dibuang ke lingkungan, aktivitas penambangan sumber daya alam, serta
tingginya angka konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari, merupakan beberapa
bentuk kegiatan manusia yang telah menyumbang kerusakan bagi lingkungan.
Inovasi terus dikembangkan oleh manusia dalam memecahkan permasalahan
lingkungan. Teknologi-teknologi baru yang ramah lingkungan atau dikenal dengan ‘clean
technology’ terus dikembangkan guna menciptakan bumi yang lebih layak untuk dihuni.
Teknologi bersih berfokus pada hasil produksi yang maksimum dengan meminimalkan
timbulnya limbah dan pengolahan limbah menjadi bentuk yang lebih bermanfaat.
Aplikasi teknologi bersih, salah satunya dalam pengolah limbah, dikembangkan dengan
menerapkan pendekatan biologis, yang dikenal dengan bioremediasi.
Bioremediasi adalah pemulihan lahan atau lingkungan tercemar dengan
menggunakan makhluk hidup. Bioremediasi pada umumnya menggunakan bakteri, jamur,
dan tumbuhan. Berbagai penelitian yang dilakukan menemukana bahwa proses
bioremediasi efektif dalam mengembalikan kembali fungsi lingkungan yang telah rusak.
Mycoremediation (mikoremediasi), bioremediasi dengan menggunakan jamur, menjadi
salah satu penelitian yang perkembangannya menarik untuk diketahui karena remediasi
jenis ini telah mampu mendegradasi limbah yang menjadi ‘musuh’ lingkungan, yaitu
plastik. Makalah ini mencoba untuk menyajikan informasi terkait mikoremediasi dan
penelitian yang memanfaatkan mikoremediasi dalam pengolahan limbah guna
memberikan inspirasi bagi pembaca tentang upaya pelestarian lingkungan yang terus
dikembangkan oleh manusia.

B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah
1. Apa itu mikoremediasi?
2. Bagaimana aplikasi mikoremediasi dalam mengatasi pencemaran lingkungan?

1
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang mikoremediasi
dan penelitian terkait mikoremediasi yang telah dilakukan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mikoremediasi
Bioremediasi adalah pemulihan lahan atau lingkungan tercemar dengan menggunakan
mikroorganisme. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 128/ 2003 menjelaskan bahwa
bioremediasi adalah proses pengolahan limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme,
tumbuhan, atau organisme lain, untuk mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya
racun bahan pencemar. Salah satu mikroorganisme yang potensial dimanfaatkan dalam
proses bioremediasi adalah jamur dengan teknik yang dikenal dengan mikoremediasi
(mycoremediation). Istilah mikoremediasi pertama kali diperkenalkan oleh Paul Stamets
yang merupakan seorang peneliti bidang jamur dari Universitas Arizona.
Penggunaan jamur dikembangkan dalam bidang bioremediasi karena mikroorganisme
ini memiliki mekanisme degradasi yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya,
khususnya bakteri. Bakteri menguraikan senyawa organik polutan dengan cara
mengambil senyawa tersebut ke dalam selnya, misalnya dengan proses difusi dinding sel,
kemudian memanfaatkan enzim intraseluler (enzim yang berada di dalam sel). Difusi
senyawa polutan ke dalam dinding sel dibatasi oleh ukuran molekul senyawa polutan,
ukuran dinding sel, dan toksisitas dari senyawa akan mengganggu atau bahkan
membunuh bakteri. Pada sistem jamur, enzim pendegradasi disekresi oleh jamur dari
meselianya (enzim ekstraseluler). Mekanisme tersebut menjadikan proses biodegradasi
terjadi di luar sel jamur, sehingga mengatasi permasalahan ukuran molekul senyawa
polutan dan toksisitas senyawa polutan terhadap mikroorganisme pendegradasi.

B. Mikoremediasi untuk Limbah Industri


Limbah industri tekstil telah sering mencemari lingkungan terutama kawasan perairan,.
Kawasan perairan yang tercemar sangat berbahaya karena akan mempengaruhi kehidupan
makhluk di sekitarnya. Mulyono, et. al., (2010) melakukan penelitian dengan
memanfaatkan Mikoriza untuk meremidiasi area persawahan di kawasan Rancaengkek.
Area persawahan tersebut mengalami pencemaran Natrium yang sangat tinggi (12,97 me/
100 gram tanah) karena sungai sumber perairan sawah tersebut tercemar oleh limbah
industri tekstik di sekitarnya. Kandungan Na yang tinggi di dalam tanah berbahaya karena
akan menyebabkan pergerakan air dari tanah menuju akar melambat. Mikoriza dalam
proses remediasi berperan untuk menginfeksi sistem perakaran tanaman inang,
memproduksi jalianan hifa secara intensif sehingga tanaman akan mampi meningkatkan

3
kapasitas dalam menyerapan unsur hara. Penelitian tersebut menemukan bahwa aplikasi
Mikoriza yang dapat diterapkan untuk mencapai konsentrasi Na dalam tanah dalam
kondisi aman (0,4 me/ 100 gram) adalah sebesar 337 g Mikoriza untuk setiap tanaman.
Mikoremediasi limbah pencemar industri tekstil juga dilakukan untuk limbah pewarna
sintetis. Husna, et.al., (2017) meneliti tentang pengaruh pH terhadap degradasi pewarna
direct blue menggunakan jamur pelapukan kayu (Pleurotus flabellatus). Limbah pewarna
sintetis yang dibuang langsung ke lingkungan berbahaya karena mengancam kelestarian
ekosistem akuatik. Limbah pewarna sintetis dapat menghambat sinar matahari masuk ke
dalam air sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis dari mikroalga di dalamnya.
Zat warna pada umumnya dibuat dari senyawa azo (R – N = N – R) dan turunannya
sehingga apabila senyawa azo terlalu banyak berada di lingkungan akan menjadi sumber
penyakit karena sifatnya karsinogenik dan mutagenik, oleh karena itu perlu dilakukan
proses degradasi limbah tersebut. Mikoremediasi dilakukan menggunakan jamur
Pleurotus flabellatus karena pada kondisi tertentu jamur tersebut dapat menghasilkan
enzim ligninolitik ekstraseluler tertentu yaitu lignin peroksidase, mangan peroksidase,
lakase, dan ezim lainnya dalam berbagai kombinasi. Enzim ligninolitik yang dihasilkan
jamur pendegradasi kayu ideal untuk biodegradasi organopolutan di lingkungan
(Christian, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim yang dihasilkan
jamur, antara lain konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH, suhu, dan keberadaan
inhibitor (Murni, 2011).
Penelitian Husna, et.al., (2017) menemukan bahwa efisiensi degradasi pewarna direct
blue terjadi pada pH 8. pH optimum untuk aktivitas enzim berbeda-beda bergantung pada
substrat pengujian. Nilai pH optimum enzim lakase jamur dengan substrat fenol adalah 3-
7, sedangkan untuk substrat ABTS berkisar pada 3-5. Struktur asam amino dalam
keadaan asam maupun basa tersaji dalam gambar 1.

Gambar 1. Struktur asam amino dalam keadaan asam dan basa

4
Perubahan pH berpengaruh terhadap perubahan ionisasi rantai samping asam amino
pada sisi aktif, yang berperan dalam menjaga konformasi sisi aktif enzim dalam mengikat
substrat menjadi produk. Kondisi keasaam (pH) berpengaruh terhadap asam amino
penyusun protein enzim. Gugus karboksil pada asam amino cenderung mengikat ion H+
pada suasana asam. Hal tersebut mengakibatkan gugus karboksil bersifat netral,
sedangkan gugus amino bermuatan positif. Enzim pada suasana basa membuat gugus
amino melepaskan H+ sehingga muatan netral, sedangkan gugus karboksil bermuatan
negatif. Perubahan ionisasi asam amino penyusun protein enzim mempengaruhi bentuk
molekul enzim. Perubahan bentuk molekul dapat mempengaruhi aktivitas katalik enzim.
Derajat keasaam juga dapat menyebabkan denaturasi sehingga aktivitas enzim menurun.
Proses degradasi pewarna direct blue oleh jamur terjadi karena adanya aktivitas
metabolisme dengan sistem enzimatik yang menyebabkan pewarna dimanfaatkan sebagai
sumber nutrisi alternatif enzim ligninolitik P. Flabellatus melalui aktivitas kataliknya.
Enzim lakase yang merupakan salah satu bentuk enzim ligninolitik, mampu mendegradasi
substrat fenolitik melalui proses oksidasi gugus fenol melewati tahap pembentukan
senyawa transisi, menghasilkan senyawa kuinon, yang merupakan derivat diazen dan N2.
Ilustrasi degradasi oleh ezim lakase tersaji dalam gambar 2.

Gambar 2. Degradasi pewarna direct blue oleh enzim lakase


C. Mikoremediasi untuk Logam Berat
Mikoremediasi dilakukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat
keberadaan logam berat dalam konsentrasi yang tinggi. Fungi mampu mentoleransi
lingkungan yang tercemar terutama oleh logam berat dengan dua mekanisme, yaitu
pemisahan secara ekstraseluler melalui khelasi dan pengikatan dinding sel, dan
pemisahan intraseluler fisik logam melalui pengikatan protein atau ligan lainnya untuk
mencegah dari kerusakan target selular sensitif logam. Mekanisme ekstraseluler bertujuan

5
untuk menghindarkan sel dari masuknya logam, sedangkan sistem intraseluler berupaya
untuk mengurangi beban logam dalam sitosol.
Proses yang dapat terjadi dalam mikoremediasi, antara lain biosorpsi, bioakumulasi,
biopresipitasi, bioreduksi, dan biobleaching. Berikut penjelasan tentang proses-proses
tersebut.
1. Biosorpsi. Biosorpsi merupakan proses penyerapan logam secara pasif oleh sel-
sel mikroorganisme, hasil dari formasi organik kompleks-logam dengan
penyusun dinding sel mikroorganisme, kapsul atau polimer ekstraseluler yang
disintesis dan diekskresikan oleh mikroorganisme. Mekanisme biosorpsi dapat
dikelompokkan menjadi mekanisme yang bergantung pada metabolisme
(metabolism-dependent mechanisms) dan mekanisme yang tidak bergantung
dengan metabolisme (metabolism-independent mechanisms). Pada remediasi
yang memanfaatkan mikroorganisme, mekanisme biosorpsi yang terjadi
bergantung pada proses mabolisme. Pada mekanisme metabolisme-independent,
metal binding melibatkan proses adsorpsi seperti ionik, kimiawi dan fisik oleh
grup fungsional dinding sel biomassa. Biosorben memiliki berbagai sisi
fungsional yaitu karboksil, imidazole, sulfidril (thiol), amino, fosfat, sulfat,
thioether, fenol, karbonil (keton), amida, gugus hidroksil, fosfonat dan
fosfodiester yang memiliki potensi. Interaksi pasif dinding sel dengan ion logam
dalam proses biosorpsi juga melibatkan makromolekul seperti lipid, protein dan
polisakarida yang terdapat pada permukaan dinding sel. Biosorpsi adalah proses
mikoremediasi paling banyak dilakukan dalam melakukan remediasi
2. Bioakumulasi. Mikroorganisme memiliki kapasitas untuk mengakumulasi logam
berat lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang umumnya ada di
lingkungan. Proses akumulasi ini dapat dikelompokkan menjadi biokonsentrasi
dan bioakumulasi. Biokonsentrasi merupakan proses peningkatan konsentrasi
polutan secara langsung sewaktu berpindah dari lingkungan ke suatu organisme.
Sedangkan bioakumulasi adalah absorpsi polutan secara langsung yang
terakumulasi melalui nutrisi yang ditambahkan pada organisme. Bioakumulasi
logam berat pada organisme hidup dideskripsikan sebagai suatu proses dan jalur
perpindahan polutan dari satu level trofik ke level lainnya, termasuk melalui
rantai makanan sehingga dapat terakumulasi pada jaringan organ. Bioakumulasi
logam berat terjadi secara aktif dan dikendalikan secara metabolik oleh
organisme.

6
3. Biopresipitasi. Biopresipitasi merupakan proses reaksi kimia yang dilakukan
oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob terhadap logam berat sehingga dapat
terbentuk presipitat logam berat.
4. Bioreduksi. Bioreduksi oleh mikroorganisme dapat terjadi melalui dua cara,
yaitu secara langsung maupun tidak langsung. Bioreduksi secara langsung
melibatkan aktivitas enzimatis, sedangkan mekanisme tidak langsung melibatkan
produk metabolisme melalui reaksi reduksi oksidasi kimiawi.
5. Biobleaching. Biobleaching merupakan proses pelarutan logam dari substrat
padatan. Proses ini dapat dilakukan secara langsung melalui metabolisme
mikroorgansime seperti jamur, serta secara tidak langsung melalui produk
metabolisme. Unsur-unsur dapat mengalami proses asimilasi, degradasi dan
metabolisme senyawa organik serta anorganik seperti C, H, O.
Berikut beberapa jamur yang dimanfaatkan dalam mikoremediasi (Ahmad, R.Z. 2018)
Tabel 1. Jenis jamur dan logam berat yang diremediasi

D. Mikoremediasi untuk Plastik


Pemanfaatan plastik dalam kehidupan sehari-hari terus meningkat. Penggunaan plastik
sebagai pembungkus merupakan penyumbang terbesar sampah plastik di dunia. Plastik
sangat mencemari lingkungan karena materi ini sulit terdegradasi dan dapat berubah

7
menjadi bagian yang lebih kecil yang dikenal sebagai mikroplastik. Mikroplastik yang
berada di lautan sangat membahayakan biota laut karena apabila masuk ke dalam tubuh
mereka, partikel ini tidak dapat dicerna dan menganggu sistem respirasi.
Aplikasi mikoremediasi dalam menangani plastik terus berkembang. Teknik yang
cukup unik dikembangkan oleh perancang asal Austria, Katharina Unger, yang
menciptakan sebuah alat yang dikenal dengan Fungi Mutarium. Fungi mutarium terdiri
dari polong berbentuk telur yang terbuat dari agar gelatin rumput laut sebagai media
tanam jamur. Polong berbentuk telur tersebut dinamai ‘Fus’. Cara kerja fungi mutarium
adalah dengan mengisi Fus dengan potongan plastik yang telah disinari dengan sinar UV,
kemudian menempatkan jamur berbentuk cairan pada Fus yang telah berisi plastik. Jamur
akan memakan media Fus dan gula yang ada di dalamnya bersamaan dengan plastik.
Setelah beberapa minggu, plastik akan menghilang terdegradasi dan terbentuklah zat
makanan yang dapat dikonsumsi oleh manusia.

Gambar 3. Proses pertumbuhan jamur pada Fus

8
Gambar 4. Prototipe Fungi Mutarium yang dikembangkan oleh Livin Studio

Unger mulai memikirkan cara memanfaatkan jamur yang dapat mengurai plastik
setelah pada tahun 2012, tim peneliti dari Universitas Yale menemukan jamur langka,
Pestalotiopsis microspora, di hutan hujan Yasuni, Amazon. Jamur tersebut dapat
memecah polyurethane yang merupakan bahan utama penyusun plastik.
Jamur dalam penanganan plastik tidak hanya digunakan untuk menguraikannya.
Sebuah perusahaan di Amerika, Ecovative, telah mengembangkan produk pengganti
plastik dan sterofoam dengan berbahan miselium jamur. Berikut produk yang telah
dikembangkan dengan memanfaatkan miselium jamur.

Gambar 5. Produk yang terbuat dari miselium jamur

9
BAB III

PENUTUP

Mikoremediasi merupakan salah satu proses bioremediasi yang bertujuan untuk


mengurangi atau bahkan menghilangkan daya racun bahan pencemar. Mikoremediasi
menjadi salah satu cara yang menjanjikan dalam mengatasi berbagai masalah pencemaran
lingkungan, termasuk pencemaran oleh plastik. Penelitian dan inovasi mikoremediasi
perlu untuk terus dilakukan agar manusia dapat memanfaatkan jamur secara optimal
sebagai agen biodegradasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R.Z. Mikoremediasi Menghilangkan Polusi Logam Berat pada Lahan Bekas
Tambang untuk Lahan Peternakan. Wartazoa, vol. 28 (1), pp. 41-50, 2018

Christian, V., Rshrivastava, Sukla, D., Modi, M.A., & Vyas, B.R.M. Degradation of
Xenobiotic Compounds by Lignin-Degradibing White-Rot-Fungi: Enzymology and
Mechanism Involved. Indian Journal of Experimental Biology, vol. 43, pp. 301-312,
2005.

Flores, R.M. ___. Plastic Alternatives: Exploring Mycelium as a Medium. Parsons The
New School for Design.

Mulyono, A., Rachmat, A., Dewi, I.R., & Rusydi, A.F. Aplikasi Mikoriza dalam
Remediasi Lahan Tercemar Limbah Industri Tekstil. Prosiding Pemaparan Hasil
Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI, 2010.

Murni, S.W. Kholisah, S.D., Tanti, D.L., & Petrissia E.M. Produksi, Karakterisasi dan
Isolasi Lipase dari Aspergillus niger. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”, 2011.

www.youtube.com/techinsider

11

Anda mungkin juga menyukai