Anda di halaman 1dari 23

BIOREMEDIASI

NAMA: ADE PUTRI

NIM : F1D2 19 009

“Bioremediation Book Summary”

Buku 1: Pesticides Bioremediation

Oleh: Sazada siddiqui, Mukesh kumar meghyansi, Kamal kishore chaudhary

Tahun: 2022

Rangkuman:

Pestisida adalah zat kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama
pada tingkat yang dapat ditoleransi. Akhiran "cide" secara harfiah berarti membunuh. Pestisida
terdiri dari produk yang berbeda dengan fungsi yang berbeda. Pertambahan penduduk yang pesat
mengakibatkan akumulasi berbagai bahan kimia di lingkungan. Dengan demikian produksi
xenobiotik ini telah memaksa penerapan teknologi baru untuk mengurangi atau
menghilangkannya dari lingkungan. Teknik atau teknologi sebelumnya yang digunakan untuk
menghilangkannya dari lingkungan adalah tempat pembuangan sampah, daur ulang, pirolisis,
dll., tetapi ini juga memiliki efek buruk pada lingkungan dan mengarah pada pembentukan zat
antara yang beracun.

Metode ini terbukti mahal dan sulit dilaksanakan terutama dalam kasus pestisida.
Teknologi menjanjikan yang memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk menghilangkan
polusi dari lingkungan dan ramah lingkungan, ekonomis dan serbaguna adalah Bioremediasi.
Penggunaan pestisida secara ekstensif telah mengakibatkan masalah lingkungan dan kesehatan
yang serius selain juga mempengaruhi keanekaragaman hayati. Penggunaan pestisida tidak
hanya menurunkan kualitas tanah tetapi juga mencapai tabel air sehingga memasuki lingkungan
perairan juga, sehingga dapat disimpulkan bahwa nasib pestisida seringkali tidak pasti, sehingga
dekontaminasi daerah yang tercemar pestisida merupakan proses yang sangat kompleks. Tingkat
biodegradabilitas yang rendah telah mengklasifikasikannya menjadi zat beracun yang persisten.
1. kontaminasi tanah

Tanah sebagai sumber daya penting di planet bumi sedang mengalami degradasi
dari berbagai sumber. Logam berat, pestisida, sampah kota. Sampah kota mengandung
bahan buangan dari rumah dan industri mengandung kertas, plastik dan bahan organik.
Logam berat dalam tanah berasal dari pengendapan atmosfer, limbah, irigasi, industri dan
penggunaan pestisida dan pupuk. Pengaruh kontaminasi dapat mengakibatkan hilangnya
keanekaragaman hayati dan fungsi tanah seperti siklus hara dll. Logam berat juga
menghambat aktivitas mikroba.

2. kontaminasi air

Air bisa dibilang merupakan sumber daya terpenting di planet bumi yang
menyediakan habitat unik bagi berbagai organisme. Tingkat pencemaran pada ekosistem
perairan telah mengakibatkan hilangnya kandungan air tawar pada planet bumi.
Kurangnya akses ke fasilitas toilet di antara orang India telah melewati angka 700 juta
dan sekitar 1000 orang India meninggal karena diare setiap hari. Kurangnya air tawar
telah menjadi kelangkaan akut di Cina dan 500 juta orang tidak memiliki akses ke air
minum yang aman Penggunaan pupuk, herbisida dan pestisida yang berlebihan
menyebabkan kerusakan serius pada kehidupan yang ada di perairan. Kelebihan Fosfor
menghasilkan Eutrofikasi. Di antara pestisida 98% diklasifikasikan sebagai racun akut
untuk ikan dan krustasea.

3. Klasifikasi pestisida

Pestisida mencakup berbagai jenis bahan kimia termasuk herbisida, insektisida,


fungisida, dan rodentisida. Pestisida biasanya diklasifikasikan berdasarkan strukturnya.
Klasifikasi struktural meliputi organoklorin, organofosfor, karbamat, pestisida berbasis
nitrogen.

4. Sejarah dan penggunaan bioremediasi

Bioremediasi dari kata dasarnya berarti menggunakan mikroorganisme untuk


meremediasi/memusnahkan atau melumpuhkan polutan dari lingkungan. Bioremediasi
alami telah digunakan oleh peradaban untuk pengolahan air limbah tetapi penggunaan
yang disengaja untuk pengurangan limbah berbahaya merupakan perkembangan yang
lebih baru. Bioremediasi modern dan penggunaan mikroba untuk mengkonsumsi polutan
sebagian dikreditkan ke George Robinson Dia menggunakan mikroba untuk
mengkonsumsi tumpahan minyak di sepanjang pantai Santa Barbara, Calfornia di Tale
1960.

5. Masalah pestisida

Pestisida tidak hanya beracun bagi manusia tetapi juga menimbulkan ancaman
terhadap keamanan air tanah dan kualitas udara. Kontaminasi pestisida pada air
permukaan dan air tanah menimbulkan ancaman serius bagi ekosistem di sekitarnya.
Organoklorin dan organofosfat menyebabkan tumor, iritabilitas dan kejang. Selain itu
pestisida organoklorin menyebabkan masalah lingkungan yang serius karena
Biomagnifikasi.

6. Metode bioremediasi pestisida

Tingkat toksisitas yang ditimbulkan oleh pestisida menyebabkan perlunya


bioremediasi yang besar. Tidak diragukan lagi dalam beberapa kasus bioremediasi
intrinsik terjadi karena mikroba yang sudah ada di ekosistem yang tercemar, tetapi juga
benar bahwa dalam beberapa kasus bioremediasi intrinsik tidak memadai.

7. Strategi untuk remediasi pestisida

Pencemaran pestisida merupakan masalah lingkungan yang serius dan perlu


penanggulangannya. Idealnya perlakuan harus menghasilkan penghancuran senyawa
tanpa pembentukan intermediet.

8. Degradasi bakteri dari pestisida

Spesies bakteri yang mendegradasi pestisida termasuk dalam genus


Flavobacterium, Arthobacter, Aztobacter, Burkholderia dan pseudomonas. Baru-baru ini
Bacteruim raoultella sp juga ditemukan untuk mendegradasi pestisida. Biodegradasi
lengkap pestisida melibatkan oksidasi senyawa induk yang menghasilkan karbon
dioksida dan air, ini memberikan energi untuk mikroba. Tanah di mana populasi mikroba
bawaan tidak dapat mengelola pestisida, penambahan eksternal flora mikro pendegradasi
pestisida dianjurkan. Degradasi pestisida oleh mikroba tidak hanya tergantung pada
sistem enzim tetapi juga kondisi seperti suhu, pH dan nutrisi. Beberapa Pestisida mudah
terdegradasi namun beberapa bersifat bandel karena adanya spesies anionik dalam
senyawa tersebut. Selain senyawa organofosfor, Neonikotionoid terdegradasi oleh spesies
Pseudomonas.

9. Peran jamur

Perubahan struktural kecil yang dilakukan jamur untuk mendegradasi pestisida


dan mengubahnya menjadi zat tidak beracun dan melepaskannya ke tanah yang rentan
terhadap degradasi lebih lanjut.

10. Peran enzim

Enzim mengambil bagian dalam peran kunci dalam Biodegradasi dari setiap
xenobiotik dan mampu merenovasi polutan ke tingkat yang nyata dan memiliki prospek
untuk memulihkan lingkungan yang tercemar. Enzim juga terlibat dalam degradasi
senyawa pestisida, baik di organisme target, melalui mekanisme detoksifikasi intrinsik
dan mengembangkan resistensi metabolik, dan di lingkungan yang lebih luas, melalui
biodegradasi oleh mikroorganisme tanah dan air. Permintaan oksigen teoretis (TOD)
enzim adalah perwakilan dari keluarga enzim yang jauh lebih besar dengan aplikasi
dalam biokatalisis reaksi yang relevan dengan lingkungan. Enzim jamur khususnya,
oksidoreduktase, lakase dan peroksidase memiliki aplikasi yang menonjol dalam
menghilangkan kontaminan hidrokarbon poliaromatik (PAH) baik di air tawar, air laut
atau Senyawa organofosfor telah dipelajari secara rinci dan karenanya banyak literatur
tersedia yang menjelaskan tentang enzim pendegradasi OP. Pada tahun 1973, bakteri
pertama yang mendegradasi senyawa OP diisolasi dari sampel tanah dari Filipina dan
diidentifikasi sebagai Flavobacteriumsp. ATCC 27551. Sejak itu, beberapa bakteri,
beberapa jamur dan cyanobacteria, telah diisolasi yang dapat menggunakan senyawa OP
sebagai sumber karbon, nitrogen atau fosfor .
Berbagai organisme telah dilibatkan untuk mendegradasi pestisida dan hasilnya sukses.
Kelas toksisitas pestisida yang diberikan oleh WHO dimana pestisida telah diklasifikasikan
menjadi tiga kelas yang mewakili potensi bahayanya juga ditemukan dapat terurai oleh
mikroorganisme. Oleh karena itu, proses bioremediasi telah dipercepat dengan penggunaan
organisme tersebut perhatian karena berdampak pada kesehatan manusia dan ekosistem alam.
Bioremediasi memiliki potensi yang luar biasa untuk remediasi tanah yang terkena pestisida.
Mikroorganisme yang ada di tanah dapat menghilangkan pestisida dari lingkungan.

Degradasi enzimatik biopestisida dari lingkungan yang tercemar merupakan strategi


paling penting untuk menghilangkan polutan dan degradasi zat kimia persisten dengan reaksi
enzimatik telah ditemukan potensi bioremediasi yang tinggi. Oleh karena itu bioremediasi
merupakan pendekatan yang sangat menjanjikan untuk mengatasi pencemaran pestisida yang
pasti dapat memecahkan masalah pencemaran tanah oleh pestisida. Teknologi ini telah berulang
kali membuktikan potensinya untuk mendegradasi tidak hanya pestisida tetapi juga berbagai
senyawa organik. Jadi saatnya memanfaatkan teknologi ramah lingkungan ini untuk masa depan
yang lebih baik dan aman.
Buku 2: Nanobioteknologi For Bioremediation

Oleh: kshitji RB singh, Gujan nagpure, jay singh dan ravindra pratap singh

Tahun: 2023

Rangkuman:

Revolusi industri telah mendorong kemakmuran ekonomi, seiring dengan pelepasan


berbagai polutan ke lingkungan. Selama beberapa tahun terakhir, teknologi baru telah
dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi penyisihan polutan, di antaranya, teknik
bioremediasi telah terbukti menjadi metode baru dan efektif untuk membersihkan polutan di
berbagai lingkungan dan pilihan pengelolaan yang cukup fleksibel untuk diterapkan. juga dalam
skala besar. Stimulasi pertumbuhan mikroorganisme asli (biostimulasi) atau inokulasi bakteri
non-pendegradasi minyak asli (bioaugmentasi) diakui sebagai tindakan efektif untuk
mempercepat detoksifikasi situs yang tercemar dengan dampak minimal pada sistem ekologi.
Meskipun bioremediasi memberikan strategi pemulihan yang sangat baik dan fleksibel untuk
berbagai polutan, namun kurang efektif ketika berhadapan dengan konsentrasi polutan dan
xenobiotik atau senyawa refraktori yang tinggi, menyebabkan efisiensi perawatan dan waktu
pemulihan yang tidak berkelanjutan.

Pengembangan nanoteknologi dan integrasi penggunaan bahan nano nanopartikel —


partikel dengan dua atau tiga dimensi lebih besar dari 1 nm mewakili strategi inovatif untuk
memajukan bioremediasi melampaui keterbatasannya. Pendekatan gabungan ini dapat mencakup
aplikasi potensial yang lebih luas dengan pengurangan biaya dan dampak negatif minimal
terhadap lingkungan untuk mengolah polutan dalam air tanah dan air limbah, sedimen yang
tercemar logam berat dan hidrokarbon dan senyawa organik atau anorganik dalam tanah.

Selain efek positifnya pada penghilangan kontaminan ini, NM dapat berinteraksi dengan
unsur biotik dan abiotik, baik secara positif maupun negatif, inilah mengapa banyak upaya telah
dilakukan untuk mengevaluasi efek sinergis dari kombinasi penggunaan NMs dan praktik
bioremediasi dan menjelaskan interaksi fisik, kimia dan biologisnya baik di tanah maupun air.
Sejauh ini, tidak ada kesimpulan yang konsisten tentang apakah teknologi gabungan bermanfaat
untuk meningkatkan efisiensi penghilangan polutan dan kombinasi teknologi bioremediasi dan
bahan nano untuk menghilangkan polutan belum banyak dilaporkan. interaksi dengan komponen
biotik dan abiotik selama proses remediasi dan akhirnya, beberapa pertimbangan mengenai
kerangka peraturan internasional dan pasar dunia disebutkan.

1. Prinsip Teknologi Nanobioremediasi

Setiap tahun sekitar 10 juta ton senyawa kimia beracun dilepaskan oleh industry.
Setelah dilepaskan, senyawa ini selanjutnya dapat bereaksi membentuk bahan kimia,
misalnya, dibenzo-p-dioksin poliklorinasi atau dibenzofuran poliklorinasi, yang merupakan
produk sampingan dari proses kimia tertentu yang melibatkan klorin. Ada variabilitas yang
tinggi dalam sifat fisik dan kimia dari senyawa kimia ini, dan sitotoksisitasnya serta interaksi
ganda dengan faktor lingkungan biotik dan abiotik, yaitu mikroorganisme, tumbuhan, hewan,
air, mineral, bahan organik, udara dan sebagainya telah memperumit keberhasilan
implementasi teknologi remediasi.

Kombinasi penggunaan NM dan NP dengan bioteknologi dapat menawarkan langkah


perubahan dalam kemampuan remediasi, menghindari perantara proses dan meningkatkan
kecepatan degradasi. Selain teknologi fisik dan kimia untuk memulihkan situs yang tercemar,
perawatan biologis menjadi relevan karena biayanya yang rendah dan aplikasi yang luas .
Bioremediasi meliputi biosorpsi, bioakumulasi, biotransformasi, dan stabilisasi biologis.
Teknologi ini menggunakan tanaman dan mikroorganisme tertentu termasuk bakteri dan
jamur, serta kombinasinya. Selama beberapa tahun terakhir, NMs telah terintegrasi dengan
proses biologis untuk mempercepat dan mempromosikan penghilangan senyawa beracun dari
lingkungan, menggunakan istilah nanobioremediasi untuk proses di mana NP dan
mikroorganisme atau tanaman digunakan untuk menghilangkan kontaminan.

Menamai jenis praktik ini sesuai dengan sifat organisme yang digunakan untuk
remediasi kontaminan. Dengan demikian, mereka lebih spesifik dan menamai tekniknya
sebagai phytonanoremediasi, nanoremediasi mikroba, dan nanoremediasi kebun binatang.
Bagaimanapun, karena bioremediasi menggunakan organisme hidup untuk memulihkan
lingkungan yang terkontaminasi, interaksi yang tepat antara nanopartikel (NP) dan organisme
hidup sangat penting. Dalam konteks ini, beberapa aspek menjadi sangat penting. Sebagai
contoh, diketahui bahwa nanotoksisitas, ukuran NP, dan nanonutrisi dapat mempengaruhi
organisme hidup dan pada gilirannya dapat mempengaruhi keseluruhan proses bioremediasi.
stabilitas NM serta kontaminan. Dalam nanobioremediasi, proses penyerapan sangat penting.
Penyerapan melibatkan adsorpsi dan penyerapan.

Pertama, interaksi antara polutan dan sorben terjadi pada tingkat permukaan.
Sebaliknya, pada yang kedua, polutan menembus lapisan sorben yang lebih dalam untuk
membentuk larutan. Selain itu, perbedaan lebih lanjut dapat dibuat. Chemisorpsi dan fisisorpsi
dibedakan karena, pada yang pertama, reaksi kimia terjadi, sedangkan pada kasus terakhir
hanya kekuatan fisik yang terlibat. Apapun kasusnya, dalam penyerapan kontaminan dapat
dilumpuhkan, diasingkan dan dipekatkan. Sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk
memahami sifat dari proses adsorpsi menggunakan NMS. Dengan demikian, studi mekanistik,
termodinamika dan kinetik sangat penting untuk menggambarkan perilaku bahan nano ketika
bahan ini bersentuhan dengan kontaminan.

Beberapa model yang menggambarkan perilaku memasukkan matriks biologis dalam


proses remediasi, yaitu isoterm Freundlich dan Temkin, model Langmuir dan Dubinin–
Radushkevich. Tergantung pada sifat NM, kontaminan dapat terdegradasi oleh proses
fotokatalitik. Produk yang dihasilkan dapat dibiotransformasi lebih lanjut oleh sistem biotik
dan mengurangi konsentrasi polutan dalam media. Selain itu, beberapa enzim yang dihasilkan
oleh organisme hidup dapat mendegradasi berbagai kontaminan. Karena ukurannya, NP
bahkan dapat memasuki zona terkontaminasi di mana entitas lain tidak dapat melakukannya.
Oleh karena itu, teknologi nanobioremediasi dapat memperluas bidang aplikasinya.

Aspek ini merupakan keunggulan dibandingkan teknik remediasi lainnya. Namun,


pertimbangan lain diperlukan, misalnya standarisasi protokol untuk mengevaluasi toksisitas
nanopartikel dan nanomaterial di tanah dan air, penjelasan interaksinya dengan unsur biotik
dan abiotik;39]. Kesimpulannya, pemilihan NP dan organisme hidup merupakan tantangan
dan merupakan area peluang untuk penelitian lebih lanjut dalam hal efek jangka menengah
dan panjang dari penggunaan sinergis bahan nano dan bioteknologi pada mikroorganisme,
dan trofik transfer NMS dalam rantai makanan dan efeknya pada kesehatan manusia.

2. Bahan Nano dan Partikel


Nano digunakan dalam Bioremediasi Seperti yang telah disebutkan, beberapa NM
telah berhasil digunakan untuk bioremediasi sistem yang terkontaminasi dan untuk
menghilangkan beberapa kontaminan dalam kondisi yang berbeda. Kinerja penghilangan NM
ini diukur dalam kondisi laboratorium karena pembatasan saat ini untuk menerapkan
perawatan ini di lapangan; Tumbuhan menampilkan keunggulan tertentu dibandingkan
organisme mikroba. Misalnya, mereka menghasilkan beberapa molekul yang terlibat dalam
transformasi polutan. Ini termasuk glutathione, flavonoid, spesies oksigen reaktif dan
molekul bioaktif yang bertindak sebagai respon di bawah tekanan.

Tanaman lebih mudah dibudidayakan dan ditangani dibandingkan dengan organisme


lain yang membutuhkan pasokan nutrisi terus menerus serta kondisi yang lebih terkontrol.
Penting untuk mempertimbangkan bahwa NP tidak hanya membantu dalam proses perbaikan.
Mereka juga berfungsi untuk mendeteksi kontaminan dan, akibatnya, untuk pencegahan
polusi.

3. Respons Biologis Selama Penerapan Gabungan Bahan Nano dan Bioremediasi

Studi bioremediasi telah menunjukkan bahwa bakteri dan tanaman mampu


melumpuhkan logam dan mengubah kontaminan organik dan anorganik. Selama beberapa
tahun terakhir, ada hasil positif yang menjanjikan dari penggunaan gabungan NM dan
teknologi bioremediasi untuk menghilangkan kontaminan dari lingkungan. Penting untuk
disebutkan bahwa organisme hidup merespons dengan cara yang berbeda, bergantung pada
kondisi lingkungan, jenis kontaminan dan NM yang digunakan.

. Kombinasi surfaktan, perlakuan elektrokinetik atau nZVI telah digunakan sebagai


perlakuan awal dalam bioremediasi anion nitrat, logam berat, pestisida, poliklorinasi bifenil
(PCB), senyawa organik volatil terklorinasi (cVOC) dan radionuklida. Namun, bahan organik
alami (NOM) seperti asam fulvat dan humat mempengaruhi reaktivitas nZVI terhadap polutan
karena persaingan antara NOM dan polutan untuk situs reaktif permukaan pada nZVI di mana
reaksi terjadi. Senyawa beracun lainnya, seperti polychlorinated byphenils (PCBs), mewakili
masalah lingkungan global karena persistensinya, transportasi atmosfer jarak jauh, degradasi
yang sulit dan lambat, dan bioakumulasi. NP yang dikatalisis oleh Fenton atau mirip Fenton,
dan aktivasi persulfat dapat memberikan beberapa teknologi yang berguna untuk
nanobioremediasi tanah yang tercemar PCB.

NMS juga dapat mengurangi konsentrasi enzim yang terlibat dalam proses ekologis,
tetapi meningkat lagi setelah hari pertama percobaan. Ini menunjukkan bahwa NM memiliki
efek priming pada awal penelitian, tetapi keseimbangan ekologi dipulihkan kembali setelah
beberapa hari karena ketahanannya. Namun, bukti baru muncul menggunakan tabung nano
karbon (CNT). Penggunaan NM dapat mengurangi keterbatasan terkait imobilisasi dan
penjebakan mikroorganisme selama strategi bioaugmentasi karena luas permukaan yang
besar.
Buku 3: Bioremediation Technologies For Wastewater and Sustainable Circular
Bioeconomy

Oleh: Riti Thapar Kapoor dan Mohd Rafatullah

Tahun: 2023

Rangkuman:

Kontaminasi bahan pencemar yang berasal dari aktivitas industri, pertanian, peternakan,
maupun kegiatan rumah tangga telah menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang
signifikan pada badan air seperti sungai, danau dan waduk. Walaupun saat ini telah diberlakukan
berbagai macam kebijakan dan peraturan terkait dengan pengendalian pencemaran air. Saat ini
upaya pengendalian pencemaran air pada umumnya dilakukan melalui teknologi pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air dengan pemilihan teknologi yang mempertimbangkan
karakteristik air limbah dan standar kualitas efluen-nya. Teknologi yang dipilih diharapkan
mampu mengubah kualitas efluen (effluent-standard) sehingga dapat memenuhi standar kualitas
badan air penerima (stream-standard) yang dapat diaplikasikan secara maksimal agar dapat
melindungi lingkungan serta memberikan toleransi bagi pembangunan industri.

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk


ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut.
Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang
tidak beracun dan berbahaya. Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian
pencemaran air, termasuk upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru
namun telah memainkan peran sentral dalam pengolahan limbah Saat ini, bioremediasi telah
berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit
untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam
berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan
herbisida, maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang.
Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan
dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini menjadi lebih menguntungkan
dibandingkan dengan metoda yang menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum
yang berbahan baku Alum untuk menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan
dengan bioflokulan yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui
dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94%. Selain itu, kehandalan mikroba termasuk
diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam
menjaga keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi.

1. prinsip dasar

Pengolahan air tercemar secara biologi pada prinsipnya adalah meniru proses alami
self purification di sungai dalam mendegradasi polutan melalui peranan mikroorganisma.
Peranan mikroorganisma pada proses self purification ini pada prinsipnya ada dua yaitu
pertumbuhan mikroorganisma menempel dan tersuspensi.

a. Pertumbuhan mikroorganisme menempel

Mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu permukaan misalnya


pada batuan ataupun tanaman air. Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPA) misalnya dengan sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air
limbah domestik, genus bakteri yang sering ditemukan berupa Gram-negatif berbentuk
batang heterotrofik organisme, termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter,
Achromobacter, Alcaligenes dan Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera
Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana
organisme seperti Nitrosomonas dan nitrifikasi Nitrobacter.

b. Pertumbuhan mikroorganisma yang tersuspesi

Mikroorganisme ini keberadaannya dalam bentuk suspensi di dalam air yang


tercemar. Selanjutnya diaplikasikan pada IPAL dengan sistem lumpur aktif konvensional
menggunakan bak aerasi maupun sistem SBR (Sequence Batch Reactor). Berbeda dengan
mikroorganisma yang menempel, sistem pertumbuhan mikroorganisma yang tersuspensi
terdiri dari agregat mikroorganisma yang pada umumnya tumbuh sebagai flocs dalam
kontak dengan air limbah pada waktu pengolahan. Agregat atau flocs, yang terdiri dari
berbagai spesies mikroba, berperan dalam penurunan polutan. Umumnya spesies mikroba
ini terdiri dari bakteri, protozoa dan metazoa. Pada sistem kolam stabilisasi, organisme
phototrophic, yang memanfaatkan berbagai akseptor elektron, dapat dimanfaatkan untuk
mencapai pengolahan yang baik dengan mengabaikan masukan energi. Kumpulan paper
yang menceritakan berbagai metoda pengolahan air limbah yang menggunakan
mikroorganisma serta permasalahannya.

2. Aplikasi Bioremediasi

1.) Isolasi bakteri dan Penurunan Kadar Pencemar

Aplikasi bioremediasi untuk air tercemar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
bakteri indigenous dan bakteri “commercial product”

a) Bakteri Indigenous

Bakteri indigenous merupakan hasil isolasi bakteri yang dilakukan oleh


laboratorium yang bersangkutan. Isolat terbaik yang dipilih dapat dikombinasikan dalam
suatu konsorsium. Hasil isolasi dan seleksi bakteri indigenous yang berasal dari lumpur
Sungai Siak didapatkan 6 isolat bakteri yang dapat mereduksi logam Pb. Bakteri tersebut
terdiri dari: Microccocus, Corynebacterium, Phenylo- bacterium, Enhydrobacter,
Morrococcus, Flavobacterium dengan jumlah total bakteri berkisar antara 3,0 X 107
sampai 1,5 X 108 sel/ml.

Selain berpotensi dalam penurunan logam, bakteri indigenous lain yang berasal
dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) juga mempunyai kemampuan untuk menurunkan
pencemar organik menurunkan COD 63% waktu retensi 7 hari. Selain dari lumpur
sungai, bakteri untuk bioremediasi air juga dapat diperoleh dari air dan sedimen danau.

b) Bakteri “commercial product”

Selain bakteri indigenous, perkembangan IPTEK bioremediasi menjadikan


produksi mikroorganisma maupun enzim dipasaran komersial semakin mudah
didapatkan. Produk komersial untuk bioremediasi biasa dipergunakan untuk menjaga
kualitas air danau (pond), algal bloom, penurunan nitrat-fosfat, peningkatan kecerahan
(Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3). Selain untuk perairan tergenang (lentic),
produk komersial juga telah diterapkan pada perairan mengalir (lotic). Produk ACF32
dan BioAktiv yang dapat menurunkan kadar BOD, COD, TSS, Total-N, Total-P dalam
air sebesar ratarata 50%.

2.) Identifikasi bakteri

Identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara termasuk Pengamatan morfologi


sel, pewarnaan gram dan uji biokimia. Selain berdasarkan morfolofi, bakteri juga dibedakan
menjadi 3 bentuk meliputi: Bentuk bulat (kokus), Bentuk batang (basil) dan Bentuk spiral.
Beberapa contoh dari hasil isolasi dan identifikasi indeginous bakteri didapatkan jenis
Microccocus, Corynebacterium, Phenylo- bacterium, Enhydro- bacter, Morrococcus,
Flavobacterium. Selain bakteri indigenous tersebut, bakteri “commercial product” seperti
jenis Bacillus, Pseudomonas, Escherichia, serta enzym Amylase, Protease, Lipase, Esterase,
Urease, Cellulase, Xylanase, juga diketahui dapat mendegradasi bahan pencemar organik
(BOD, COD) di sungai, maupun degradasi nitrogen, fosfat, maupun kontrol pertumbuhan
alga di danau.

3.) Perbanyakan bakteri

Setelah didapatkan isolat yang diinginkan, uji degradasi dan identifikasi bakteri,
selanjutnya adalah membuat perbanyakan bakteri untuk uji skala lapangan. Perbanyakan
bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi inokulum.
Medium pengembangan inokulum harus cukup serupa dengan medium produksi. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalkan periode adaptasi dengan mereduksi fase lag.
Perbanyakan bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan proses untuk
memproduksi inokulum dengan jumlah yang besar sehingga menjaga keberlangsungan
Perbanyakan bakteri indigenous dilakukan melalui tahapan: pembuatan kultur stok,
pemeliharaan kultur, perbanyakan kultur tahap I, perbanyakan kultur tahap II, dan
pembuatan kultur produksi.

4.) Bioeknomi sirkular berkelanjutan.


Ekonomi sirkular adalah salah satu bentuk yang restoratif dengan desain yang
bertujuan untuk menjaga produk, komponen, dan bahan pada kegunaan serta nilai
tertingginya di setiap saat. Selain itu, ekonomi sirkular juga menekankan pada sistem yang
mengelola keterbatasan sumber daya secara bertanggung jawab dan bijak dengan tujuan
mengurangi bahkan menghilangkan limbah sehingga menciptakan daur hidup yang
berkelanjutan. Sehingga penting untuk setiap individu maupun organisasi untuk mengadopsi
konsep ini untuk keberlanjutan lingkungan hidup ke depannya. Untuk mendapatkan
wawasan yang lebih mengenai sirkuler ekonomi dan ingin mengetahui seberapa jauh
individu dan perusahaan telah mengadopsi prinsip-prinsip ekonomi sirkular.
Buku 4: Biotechonological Innovations For Environmental Bioremediation

Oleh: Sudipti Arora, Ashwani Kumar, Shinjiro Ogita, Yuan- Yeu Yau

Tahun: 2022.

Rangkuman:

Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya menyebabkan


berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air yang dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian, terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia
atau makhluk hidup lain. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah berubah atau
hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama pertambangan yang dilakukan secara
terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi.

Logam berat merupakan jenis polutan yang terdistribusi secara luas di dalam tanah dan
mendapat perhatian secara khusus karena sifatnya yang tidak dapat terdegradasi serta dapat
bertahan lama di dalam lingkungan. Limbah padat dan atau cair yang dihasilkan dari berbagai
proses industri dan pertambangan mengandung logam berat toksik. Termasuk logam berat yang
sering mencemari habitat lingkungan diantaranya yaitu Cr, Cd, As Pb dan Hg (Merkuri). Merkuri
ini merupakan salah satu jenis polutan yang bersifat toksik. Merkuri menimbulkan masalah
serius bagi kesehatan manusia, seperti bioaccumulation merkuri dalam otak dan ginjal pada
akhirnya mengarah pada penyakit neurologis. Upaya penanggulangan bahaya pencemaran yang
diakibatkan oleh merkuri telah banyak dilakukan. Berdasarkan asumsi bahwa baik tanaman
maupun bakteri merupakan agens biologi penting yang dapat digunakan untuk bioremediasi,
maka beberapa tahun terakhir ini bidang mikrobiologi terapan dan biologi molekular menjadi
dasar pengembangan teknologi bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri yang dapat
mereduksi merkuri.

A. Merkuri

Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai sifat cair pada
temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya hantar listrik yang tinggi. merkuri di
industri ini untuk memudahkan (sebagai katalis) proses pencampuran logam dengan logam
lainnya, contohnya dalam proses ekstraksi logam emas dan logam campuran untuk gigi.

1. Sifat Fiska-Kimia Merkuri

Secara umum logam merkuri mempunyai sifat-sifat sebagai berikut yaitu


berwujud cair pada suhu kamar (250C) dengan titik beku paling rendah sekitar 390C.
Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam yang
lain.Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri
sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.Dapat melarutkan
bermacammacam logam untuk membentuk alloy yang disebut dengan amalgam.
Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup , baik itu dalam
bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan. Merkuri
umumnya terdiri dari tiga bentuk yaitu elemen merkuri (Hg0 ), ion merkuri (Hg2+),
dan merkuri organik kompleks.

2. Siklus Merkuri di Dalam Lingkungan

Siklus merkuri di alam dimediasi oleh proses geologi dan biologi. Bentuk
utama merkuri di atmosfer adalah uap merkuri (HgO) yang mudah menguap dan
dioksidasi menjadi ion merkuri (Hg2+) sebagai hasil dari interaksi terhadap ozon
dengan adanya air. Kebanyakan merkuri yang masuk ke lingkungan perarian adalah
Hg2+. Organisme predator yang ada di tingkat paling atas dalam rantai makanan
umumnya memiliki konsentrasi merkuri lebih tinggi, yang dikenal sebagai bentuk
organik metylmerkuri. Umumnya bentuk kimia merkuri yang terpapar pada manusia
adalah uap merkuri Hgo dan senyawa metyl merkuri yang merupakan racun yang
sangat kuat bagi semua organisma hidup.

Adanya kontaminasi limbah logam berat mengakibatkan beberapa bakteri,


jamur dan tanaman telah berevolusi sehingga memiliki mekanisme resistensi terhadap
beberapa bentuk zat kimia yang berbeda. Bakteri memainkan peran penting dalam
siklus global merkuri dalam lingkungan sekitar. Berkenaan dengan bakteri resistensi
terhadap merkuri dan peran bakteri tersebut dalam silus merkuri telah dipelajari secara
ekstensif.
B. Bioremediasi

Bioremediasi merupakan proses penguraian limbah organik atau anorganik polutan


secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan
mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Bioremediasi adalah penggunaan organisme
hidup, terutama mikroorganisme, untuk mendegradasi kontaminan lingkungan ke dalam
bentuk yang kurang beracun. Bioremediasi terjadi karena enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan
tersebut, disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan
akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi atau biodegradasi


adalah dengan cara seeding dan feeding. Secara umum teknik bioremediasi terbagi dua in situ
(on-site), dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar dan ex situ (off-site) yaitu tanah
tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol. Lalu diberi
perlakuan khusus dengan memakai mikroba.

Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi yaitu stimulasi aktivitas
mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi
redoks, optimasi pH. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu
mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus. Penerapan immobilized
enzymes. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah
pencemar. Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut biostimulasi, bioaugmentasi dan
bioremediasi intrinsic. Faktor yang mempengaruhi optimalisasi proses bioremediasi meliputi
adanya populasi mikroba yang mampu menurunkan polutan, keberadaan kontaminan terhadap
populasi mikroba, faktor-faktor lingkungan (jenis tanah, suhu, pH, adanya oksigen atau
akseptor elektron lainnya dan nutrisi )

C. Bioremediasi Merkuri

Upaya penanggulangan bahaya pencemaran yang diakibatkan oleh merkuri telah


banyak dilakukan. Berdasarkan asumsi bahwa baik tanaman maupun bakteri merupakan agens
biologi penting yang dapat digunakan untuk bioremediasi, maka beberapa tahun terakhir ini
bidang mikrobiologi terapan dan biologi molekular menjadi dasar pengembangan teknologi
bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri yang dapat mereduksi merkuri.

Bakteri Gram negatif menunjukkan toleransi terhadap logam yang lebih besar
daripada Gram positif karena memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks yang mampu
mengikat dan mengimobilisasi ion logam termasuk Hg2+ . Kemampuan bakteri menghasilkan
polisakarida ekstraselular dapat melindungi sel dari pengaruh toksik logam berat. Hasil
penelitiannya memberikan indikasi bahwa bakteri heterotrof yang ditumbuhkan di dalam
medium yang mengandung merkuri dengan konsentrasi 150-200 µg/g akan mengalami
penurunan viabilitas setelah 21 hari inkubasi. Kontaminasi yang diakibatkan oleh logam berat
di alam tidak bersifat bio degradable. Namun demikian, sejumlah logam berat dan metaloid
pengkontaminan penting bersifat kurang larut dan lebih volatil dalam bentuk tereduksi apabila
dibandingkan dalam bentuk teroksidasi.

Reaksi reduksi merkuri merupakan salah satu contoh reaksi reduksi logam larut
menjadi bentuk volatil dengan persamaan reaksi sebagai berikut: Hg(II) + [H2] → Hg(0) + 2
HMerkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktifitas
mikroorganisme menjadi komponen methyl merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan
daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal
tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan
biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat
mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia,
yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut.

Proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan
merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekskresi.
Kadar merkuri di dalam tanah sangat bervariasi dan tergantung tingkat kedalaman khususnya
pada tanah-tanah alami. Hal ini berarti bahwa kedalaman pengambilan contoh tanah
merupakan suatu pedoman yang penting untuk memperoleh akurasi data. Pada tanah yang
diolah, kadar merkuri dalam lapisan olah dengan kedalaman 0 - 20 cm cukup homogen karena
adanya pengelolaan tanah.
Ada 3 mekanisme bioremediasi terhadap merkuri yaitu metilasi, reduksi secara
enzimatis, pengendapan dari ion Hg2+ sebagai HgS yang tidak larut sebagai hasil dari
pembentukan gas H2S, atau biomineralisasi dari ion Hg2+ sebagai komplek merkuri-fosfat
yang tidak larut selain HgS. Enterobacter aerogenes melakukan bioremediasi dengan
melakukan uptake reduksi terhadap ion Hg. Resistensi bakteri tersebut berdasarkan potensial
redoks dimana sel mampu mereduksi ion Hg2+ menjadi Hg 0 yang lebih tidak toksik bagi sel
bakteri dengan bantuan enzim reduktase, sehingga Hg0 dapat meninggalkan sel melalui
mekanisme difusi pasif maupun volatilisasi.

Enterobacter aerogenes lebih banyak melakukan bioremediasi terhadap logam Hg


secara reduksi enzimatis, karena tidak terjadi mekanisme efflux hingga jam ke-30.
Enterobacter aerogenes tidak dapat melakukan bioremediasi logam Hg dengan cara
pembentukan HgS, karena bakteri tersebut tidak dapat menghasilkan gas H 2S ketika dilakukan
uji biokimia. Sedangkan mekanisme bioremediasi secara metilasi biasanya terjadi pada
bakteri anaerob dan belum pernah dilaporkan terjadi pada Enterobacter aerogenes.
Bioremediasi logam Hg baik dengan variasi pH maupun suhu inkubasi, tidak tampak
terjadinya mekanisme efflux. Hal ini diduga karena Hg 0 yang terbentuk selama proses
remediasi keluar dari sel bakteri melalui proses volatilisasi.

Pendapat sejalan juga mengungkapkan bahwa detoksifikasi merkuri dapat dilakukan


menggunakan mikroorgansime resisten merkuri, misalnya bakteri resisten merkuri. Berbagai
mekanisme detoksifikasi merkuri telah dilaporkan, seperti berkurangnya penyerapan ion
merkuri karena pengurangan permeabilitas selular untuk ion Hg2+ yang melibatkan
dekomposisi dan inaktivasi dari merkuri anorganik dengan hidrogen sulfida (H 2S), metilasi
merkuri oleh bakteri tertentu yang menggunakan metilasi sebagai resistensi atau detoksifikasi
mekanisme dan penyitaan dari methylmercury.

Jenis bakteri yang resisten terhadap logam berat mungkin berada di dalam tanah dan di
lokasi tambang. Apabila bakteri tersebut dapat beradaptasi pada lingkungan dengan tingkat
kontaminasi logam berat yang tinggi, maka diasumsikan bahwa penggunaan bakteri tersebut
sangat efektif dalam meningkatkan reduksi logam berat.Sejumlah bakteri resisten terhadap
merkuri telah diisolasi dari berbagai jenis lingkungan. Umumnya bakteri tersebut termasuk
dalam kelompok baik bakteri Gram negatif maupun Gram positif. Beberapa bakteri aerobik
dan fakultatif mengkatalisasi proses reduksi Hg(II) menjadi Hg(0) seperti Bacillus,
Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio. Pseudomonas maltophilia dapat
mereduksi Cr6+ yang bersifat mobile dan toksik menjadi bentuk immobile dan nontoksik
Cr3+ serta meminimumkan mobilitas ion toksik lainnya di lingkungan seperti Hg2+, Pb2+
dan Cd2+ .

Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten
merkuri memiliki gen resisten merkuri, mer operon. Struktur mer operon berbeda untuk tiap
jenis bakteri yang mengubah Hg(II) menjadi Hg(0). Umumnya struktur mer operon terdiri
dari gen metaloregulator (merR), gen transpor merkuri (merT,merP, merC), gen merkuri
reduktase (merA) dan organomerkuri liase (merB). Model mekanisme resisten merkuri bakteri
gram negatif adalah sebagai berikut Hg(II) yang masuk periplasma terikat ke pasangan residu
sistein MerP. Selanjutnya MerP mentransfer Hg(II) ke residu sistein MerT atau MerC.

Akhirnya ion Hg menyeberang membran sitoplasma melalui proses reaksi pertukaran


ligan menuju sisi aktif flavin disulfide oksidoreduktase, merkuri reduktase (MerA). Merkuri
reduktase (MerA) mengkatalisis reduksi Hg (II) menjadi Hg (0) volatil dan sedikit reaktif.
Akhirnya Hg(0) berdifusi di lingkungan sel untuk selanjutnya dikeluarkan dari sel. Bakteri
yang hanya memiliki protein merkuri reduktase (MerA) disebut dengan bakteri resisten
merkuri spektrum sempit. Beberapa bakteri selain memiliki protein merkuri reduktase (MerA)
juga memiliki protein organomerkuri liase (MerB). MerB berfungsi dalam mengkatalisis
pemutusan ikatan merkuri-karbon sehingga dihasilkan senyawa organik dan ion Hg yang
berupa garam tiol. Bakteri yang memiliki kedua protein merkuri reduktase (MerA) dan
organomerkuri liase (MerB) disebut dengan bakteri resisten merkuri spektrum luas. Bentuk
merkuri yang utama di dalam atmosfer adalah unsur merkuri dalam bentuk (Hg o ), yang mana
mudah menguap dan dioksidasi menjadi ion merkuri (Hg2+,) secara fotokimia kebanyakan
dari merkuri yang memasuki lingkungan akuatik dalam bentuk Hg2-.

Resistensi merkuri telah dipelajari secara intensif pada bakteri Gram negatif
Pseudomonas aeruginosa, dimana gen untuk resistensi merkuri berada pada suatu plasmid.
Gen ini disebut gen mer yang diatur di dalam suatu operon dan dibawah kontrol dari protein
regulator MeR (produk dari merR). MerR berfungsi seperti repressor dan suatu aktivator.
Pada keadaan tidak adanya Hg2+, MerR mengikat kepada bagian operator dan adanya
transkripsi dari mer TPCAD. Bagaimanapun, jika ada Hg2+ , membentuk suatu kompleks
dengan MerR, yang kemudian berfungsi sebagai suatu activator dari transkripsi dari operon
mer. Merkuri reduktase, menjadi produk dari gen merA. MerD, produk dari merD, juga
memainkan suatu peran sebagai regulator, sedangkan mer menyandi suatu protein pengikat
Hg2+ periplasmik. Protein ini, MerP mengikat Hg2+ dan memindahkannya kepada suatu
membran protein MerT (produk merT), yang mengangkut Hg2+ ke dalam sel untuk direduksi
merkuri reduktase. Hasil akhir adalah reduksi Hg2+ menjadi Hgo , yang mudah menguap dan
bebas dari sel. Jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat resisten terhadap merkuri Sulfbiobus
solfataric,Pseudomonas putida Spi3, Pseudomonas stutzeri I b03, Pseudomonas fulva Spil 1.
DAFTAR PUSTAKA

Kshitji RB singh, Gujan nagpure, jay singh & ravindra pratap singh. 2023. Nanobioteknologi For
Bioremediation. Amsterdam: Matthew deans

Riti Thapar Kapoor & Mohd Rafatullah. 2023. Bioremediation Technologies For Wastewater
and Sustainable Circular Bioeconomy. Berlin: Walter de Gruyter

Sazada siddiqui, Mukesh kumar meghyansi & Kamal kishore chaudhary. 2022. Pesticides
Bioremediation. swiss Ag: Springer Nature Switzerland Ag

sudipti arora, ashwani kumar, shinjiro ogita & yuan- yeu yau. 2022. Biotechonological
innovations for environmental bioremediation. Singapore: Springer Nature Singapore

Anda mungkin juga menyukai