Oleh Tohir
Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan tersebar luas
dibandingkan dengan organisme lainnya di bumi. Bakteri umumnya merupakan
organisme uniseluler, prokariota atau prokariot, tidak mengandung klorofil, serta
berukuran mikroskopik. Bakteri berperan dalam bidang pertanian, kesehatan, industri,
lingkungan, dan lain-lain.
Kasus tanah-tanah terkontaminasi logam-logam berat akibat aktivitas manusia dalam
industri-industri penambangan adalah sudah mulai terasa dampaknya bagi lingkungan
ekologi tanah. Lingkungan tanah yang terkontaminasi logam berat merupakan salah satu
kendala utama, karena adanya saling interaksi secara langsung maupun tidak langsung
dengan organisme di atas permukaan tanah (manusia, tumbuhan, binatang) maupun di
dalam tanah (mikroorganisme). Pada beberapa daerah di Indonesia, kasus tanah
terkontaminasi logam berat sebagian besar disebabkan oleh kondisi lingkungan alam
yang sejak awalnya telah didominasi oleh unsur logam hasil pelapukan batuan mineral,
misalnya : tanah-tanah sulfat masam dan hasil penambangan yang melibatkan aktivitas
manusia.
Permasalahan utama saat ini yang muncul pada tanah-tanah terkontaminasi logam berat
adalah akibat aktifitas manusia melalui industri-industri penambangan yang
menghasilkan limbah (misalnya : pertambangan tembaga & emas, dan batubara),
sehingga mencemari lingkungan tanah di sekitarnya. Pemanfaatan mikroorganisme akhir-
akhir ini dalam mengurangi efek toksik logam pada tanah terkontaminasi telah menjadi
perhatian para peneliti karena lebih bersifat ramah lingkungan. Secara alami, suatu
ekosistem alam mempunyai mekanisme dalam mengurangi bahaya kontaminasi logam
berat. Bila kontaminasi logam berat berlebihan, terjadi akumulasi dan bersifat toksik,
sehingga akan terjadi ketidakseimbangan di dalam suatu ekosistem. Dalam hal ini
peranan mikroorganisme dalam mengatasi permasalahan lingkungan terkontaminasi
logam berat akan sangat membantu.
Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau “remediate” yang artinya
menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan
mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga
lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah.
Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya
tertentu, misalnya berbagai jenis minyak. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air
dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan
karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai
bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi
lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi. Bioremediasi bertujuan untuk memecah
atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air) (Fardiaz, 1992).
Istilah bioremediasi digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan mikroorganisme
perombak polutan untuk membersihkan lingkungan tercemar. Kemampuan perombakan
tersebut berkaitan dengan kehadiran plasmid microbial yang mengandung gen-gen
penyandi berbagai enzim perombak polutan. Proses bioremediasi didasari oleh
dekomposisi bahan organik di biosfer yang dilakukan oleh bakteri dan jamur
heterotropik. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik
alami sebagai sumber karbon dan energi. Proses dekomposisi yang terjadi menghasilkan
karbon dioksida, metan, air, biomassa mikroba dan hasil sampingan yang lebih sederhana
dibanding dengan senyawa awalnya. Bioremediasi dipilih sebagai teknologi remediasi
unggulan karena teknologi ini mempunyai beberapa keuntungan dan dapat
menyelesaikan permasalahan pencemaran lingkungan secara murah dan tuntas (Fardiaz,
1992).
Berdasarkan konsep pengembangan perancangan bioremediasi dapat dilakukan secara in
situ, ex situ atau kombinasinya. Bioremediasi in situ disebut juga intrinsic bioremediation
atau natural attenuatio, pada prinsipnya adalah suatu proses bioremediasi yang hanya
mengandalkan kemampuan mikroorganisme indigenous yang telah ada di lingkungan
tercemar limbah untuk mendegradasinya. Bioremediasi ex situ disebut juga above ground
treatment merupakan proses bioremediasi yang dilakukan dengan cara memindahkan
kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan beberapa perlakuan (Capuccino, 1983).
Bioremediasi dengan cara in situ dapat dilakukan secara terekayasa maupun alami.
Bioremediasi in situ secara alami tidak perlu penambahan nutrien, hanya dengan
memanfaatkan kemampuan dari bakteri indigenous yang terdapat pada lahan tercemar
tersebut sedangkan terekayasa dengan disertai penambahan oksigen, nutrien, ataupun
bakteri. Bioremediasi in situ secara terekayasa dapat melalui mekanisme biostimulasi
(penambahan oksigen dan nutrien) dan dengan mekanisme bioaugmentasi (penambahan
oksigen, nutrien, dan bakteri). Mekanisme biostimulasi dapat melalui cara bioventing
(pemompaan udara dan nutrisi melalui sumur injeksi) dan melalui air sparging
(pemompaan udara untuk meningkatkan aktivitas degradasi oleh mikroba) (Capuccino,
1983).
Bioremediasi secara ex situ dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan metode
landfarming, composting, biopile dan bioreaktor. Mekanisme landfarming adalah dengan
memindahkan tanah yang terkena kontaminasi ke permukaan lapangan yang diberi
perlakuan dengan penambahan bakteri, air, udara, dan nutrisi. Cara ini yang paling sering
digunakan. Composting adalah penyampuran limbah dengan jerami atau bahan lain untuk
mempermudah masuknya air, udara, dan nutrisi. Biopile adalah salah satu cara
bioremediasi dengan mengangkat tanah tercemar ke permukaan, ditumpuk, dan diberi
perlakuan penambahan air, udara, dan nutrien. Mekanisme bioremediasi ex situ dengan
cara bioreaktor adalah mekanisme bioremediasi menggunakan bejana besar sebagai
bioreaktor yang mengandung tanah, air, nutrisi, dan udara yang dapat membuat mikroba
aktif mendegradasi senyawa pencemar (Capuccino, 1983).
MENURUT PALAR (1994) BIOREMEDIASI MEMBUTUHKAN FAKTOR-FAKTOR
SEBAGAI BERIKUT:
a. Tipe dan jumlah logam berat pencemar
Tingkat degradasi logam berat pencemar sangat bergantung pada tipe dan jumlah logam
berat pencemar tersebut. Semakin tinggi jumlah logam berat tersebut maka akan
membuat pertumbuhan bahkan dapat membuat matinya bakteri yang tidak tahan terhadap
logam tersebut.
b. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kondisi fisik logam berat yang mencemari tanah dan
mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Temperatur yang semakin tinggi dapat
mengganggu pertumbuhan optimum dari mikroba pendegradasi.
c. Nutrien
Masuknya sumber karbon yang sangat besar akan menyebabkan berkurang secara
cepatnya nutrien anorganik yang akan membatasi tingkat biodegradasi, sehingga
biostimulasi dapat digunakan untuk memaksimalkan proses bioremediasi.
d. pH
Mayoritas mikroorganisme akan tumbuh dengan subur pada pH antara 6 dan 8, namun
ada pula mikroorganisme yang mampu mendegradasi dengan derajat keasaman di bawah
pH netral, seperti Thiobacillus ferooxidans yang mampu untuk tumbuh pada kisaran ph
1,3-4,5.
e. Oksigen
Keberadaan oksigen merupakan faktor pembatas laju degradasi logam berat maupun
pertumbuhan mikroba yang digunakan. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk
mengkatabolisme logam berat dengan cara mengoksidasi substrat dengan katalis enzim
oksigenase.
f . Kadar air
Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam bioremediasi. Selama bioremediasi,
jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya oksigen untuk masuk kedalam
tanah.
g. Waktu kontak
Semakin lama waktu kontak mikroba dengan permukaan medium semakin tinggi pula
mikroba yang melekat pada permukaan substrat sehingga proses leachingnya semakin
tinggi.
Proses bioremediasi logam berat umumnya terdiri dari dua mekanisme yang melibatkan
proses pengambilan aktif (active uptake) dan penyerapan pasif (passive uptake) (Fardiaz,
1992). Pada saat ion logam berat tersebar pada permukaan sel, ion akan mengikat pada
permukaan sel berdasarkan kemampuan daya afinitas kimia yang dimilikinya.
Mekanisme kedua penyerapan tersebut kemudian diuraikan sebagai berikut:
Passive uptake dikenal dengan istilah proses biosorpsi. Proses ini terjadi ketika ion logam
berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda, pertama pertukaran ion dimana
ion monovalen dan divalent seperti Na, Mg dan Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-
ion logam berat dan keduanya adalan formasi kompleks antara ion-ion logam berat
dengan functional groups seperti carbonyl, amino, thiol, hydroxy, phosphate dan hydroxy
carboxyl yang berada pada dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak-balik dan
cepat. Proses bolak-balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat terjadi pada
sel mati dan sel hidup pada suatu biomass. Proses biosorpsi dapat lebih efektif dengan
kehadiran pH tertentu dan kehadiran ion-ion lainnya di media dimana logam berat dapat
terendapkan sebagai garam yang tidak larut. Secara umum, biosorpsi ion logam berat
berlangsung cepat, bolak-balik dan tidak tergantung terhadap faktor kinetik bioremoval
bila dikaitkan dengan penyebaran sel (Palar, 1994)
Active uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini secara simultan
terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
akumulasi intraseluler ion logam tersebut. Logam berat juga dapat diendapkan pada
proses metabolisme dan ekresi pada tingkat kedua. Proses ini terkandung dari energi yang
terkandung dan sensitifitasnya terhadap parameter-parameter yang berbeda seperti pH,
suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lain-lain. Proses ini dapat dihambat dengan suhu
yang rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambat-penghambat metabolisme
sel. Biosorpsi logam berat dengan sel hidup ini terbatas dikarenakan akumulasi ion yang
menyebabkan racun terhadap mikroorganisme. Hal ini biasanya dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme disaat keracunan ion logam tercapai. (Palar, 1994).
Secara umum mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dengan cara
detoksifikasi, biohidrometalurgi, bioleaching dan bioakumulasi (Atlas and Bartha, 1993).
Detoksifikasi pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik menjadi
ion atau senyawa yang tidak bersifat toksik lagi. Proses ini umumnya berlangsung secara
anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron. Menurut Atlas dan
Artha (1993) dalam Ariono (1996), biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion
logam yang terikat pada suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa
yang dapat larut dalam air.