Anda di halaman 1dari 19

Pencegahan logam berat

E. PENCEGAHAN Berbagai metode sudah banyak yang ditemukan untuk melakukan pencegahan pencemaran logam merkuri, salah satu metode yang sangat murah dan efisein adalah fitoremidiasi. Fitoremidiasi yaitu tekhnologi pencegahan pencemaran polutan berbahaya seperti logam berat, senyawa organik dan lain lain dalam tanah atau air dengan menggunakan bantuan tanaman (hiperkomulator plant). Proses fitoremediasi yaitu: 1. Phytoacumulation : tumbuhan menarik zat kontaminan sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan 2. Rhizofiltration : proses adsorpsi / pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. 3. Phytostabilization : penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan 4. Rhyzodegradetion : penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba 5. Phytodegradation : penguraian zat kontamin 6. Phytovolatization : transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya Fitoremediasi logam hg dapat menggunakan tumbuhan

Pteris vittata

Liriodendron tulipifera

Nicotiana tabacum

Limbah atau bahan buangan yang dihasilkan dari semua aktifitas kehidupan manusia, baik dari setiap rumah tangga, kegiatan pertanian, industri serta pertambangan tidak bisa kita hindari. Namun kita masih bisa mencegah atau paling tidak mengurangi dampak dari limbah tersebut, agar tidak merusak lingkungan yang pada akhirnya juga akan merugikan manusia. Untuk mencegah atau paling tidak mengurangi segala akibat yang ditimbulkan oleh limbah berbahaya dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut; setiap rumah tangga sebaiknya menggunakan deterjen secukupnya dan memilah sampah organik dari sampah anorganik. Sampah organik bisa dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik bisa didaur ulang. Pemerintah bekerjasama dengan World Bank, pada saat ini tengah mempersiapkan pemberian insentif berupa subsidi bagi masyarakat yang melakukan pengomposan

sampah kota.

Beberapa manfaat pengomposan sampah antara lain : Mengurangi sampah di sumbernya Mengurangi beban volume di TPA Mengurangi biaya pengelolaan Menciptakan peluang kerja Memperbaiki kondisi lingkungan Mengurangi emisi gas rumah kaca Penggunaan pupuk dan pestisida secukupnya atau memilih pupuk dan pestisida yang mengandung bahan-bahan yang lebih cepat terurai, yang tidak terakumulasi pada rantai makanan, juga dapat mengurangi dampak pencemaran air.

Setiap pabrik / kegiatan industri sebaiknya memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), untuk mengolah limbah yang dihasilkannya sebelum dibuang ke lingkungan sekitar. Dengan demikian diharapkan dapat meminimalisasi limbah yang dihasilkan atau mengubahnya menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan. Mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kegiatan pertambangan atau menggantinya dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan. Atau diharuskan membangun instalasi pengolahan air limbah pertambangan, sehingga limbah bisa diolah terlebih dahulu menjadi limbah yang lebih ramah lingkungan, sebelum dibuang keluar daerah pertambangan. F. PENANGGULANGAN Penanggulangan logam Hg dapat digunakankpenetralan logam berat yang aktif

menjadi senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan senyawa-senyawa tertentu, kemudian dilepas ke lingkungan perairan, namun pembuangan logam berat non-aktif juga menjadi masalah karena dapat dengan mudah mengalami degradasi oleh lingkungan menjadi senyawa yang dapat mencemari lingkungan. Cara lain adalah pengerukan sedimen yang terkontaminasi, reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi dan resin penukar ion. Reverse osmosis adalah proses pemisahan logam berat oleh membran semipermeabel dengan menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotik dari limbah, kerugian sistem ini adalah biaya yang mahal sehingga sulit terjangkau oleh industri di Indonesia. Teknik elektrodialisis menggunakan membran ion selektif permeabel berdasarkan perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menyebabkan perpindahan kation dan anion, juga menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa logam-hidroksi yang menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu penyaringan dengan tekanan tinggi melalui membran berpori, juga merugikan karena menimbulkan banyak sludge (lumpur). Resin penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik di mana ion yang terdapat pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah, kerugian metode ini adalah biaya yang besar dan menimbulkan ion yang ter-remove sebagian. Menilik pada berbagai kelemahan metode di atas, maka dewasa ini para peneliti sedang menggalakkan pencarian metode alternatif lain. Salah satunya adalah pengunaan mikroorganisme untuk mengabsorpsi logam berat atau biasa disebut dengan bioremoval. Keuntungan penggunaan mikroorganisme sebagai bioremoval menurut Kratochvil dan Voleski (1998) adalah biaya yang rendah, efisiensi yang tinggi, biosorbennya dapat diregenerasi, tidak perlu nutrisi tambahan, kemampuannya dalam me-recovery logam dan sludge yang dihasilkan sangat minim. Dilihat dari keuntungannya itu, maka bioremoval lebih efektif dibanding dengan pertukaran ion dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitifitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid). Istilah bioabsorpsi tidak dapat dilepaskan dari istilah bioremoval karena bioabsorpsi merupakan bagian dari bioremoval. Bioremoval dapat diartikan sebagai terkonsentrasi dan terakumulasinya bahan penyebab polusi atau polutan dalam suatu perairan oleh material biologi, material biologi tersebut dapat me-recovery polutan sehingga dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan berdasarkan kemampuannya untuk membentuk ikatan antara logam berat dengan mikroorganisme maka bioabsorpsi merupakan kemampuan material biologi untuk mengakumulasikan logam berat melalui media metabolisme atau jalur psiko-kimia. Proses bioabsorpsi ini dapat terjadi karena adanya material biologi yang disebut biosorben dan adanya larutan yang mengandung logam berat (dengan afinitas yang tinggi) sehingga mudah terikat pada biosorben. Jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioabsorpsi Hg terutama adalah (Pseudomonas syring). Sebagian besar mekanisme pembersihan logam berat oleh mikrooganisme adalah proses pertukaran ion yang mirip pertukaran ion pada resin. Mekanisme pertukaran ion ini dapat dirumuskan sebagai: A2+ + (B-biomassa) -> B2+ + (A-biomassa)

Mekanisme ini dapat dibagi atas 3 cara yakni berdasarkan metabolisme sel (dibagi atas; proses yang bergantung pada metabolisme dan proses yang tidak bergantung pada metabolisme sel). Sedangkan jika berdasarkan posisi logam berat di-remove, dapat dibagi atas; akumulasi ekstraseluler (presipitasi), akumulasi intraseluler dan penyerapan oleh permukaan sel. Dan untuk mekanisme yang terakhir adalah berdasarkan cara pengambilan (absorbsi) logam berat. Cara pengambilan (absorbsi) logam berat dapat dibagi dua yakni : 1. Passive uptake. Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel biosorben. Mekanisme passive uptake dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan cara pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil secara bolak balik dan cepat. Sebagai contoh adalah pada Sargassum sp. dan Eklonia sp. di mana Cr(6) mengalami reaksi reduksi pada pH rendah menjadi Cr(3) dan Cr(3) diremove melalui proses pertukaran kation.

Gambar.1.6. Proses pasisive uptake Cr pada permukaan membran sel Sumber : Cossich., et.al (2002) 2. Aktif uptake. Mekanisme masuknya logam berat melewati membran sel sama dengan proses masuknya logam esensial melalui sistem transpor membran, hal ini disebabkan adanya kemiripan sifat antara logam berat dengan logam esensial dalam hal sifat fisika-kimia secara keseluruhan. Proses aktif uptake pada mikroorganisme dapat terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan dan akumulasi intraselular ion logam. Menghitung Jumlah Logam berat yang Teradsorpsi Untuk mengetahui jumlah logam berat yang mengalami proses bioabsorpsi oleh mikroorganisme dapat dihitung dengan pendekatan konstanta Langmuir yaitu :

Q = miligram logam yang diakumulasi per gram Ceq = besar konsentrasi logam pada larutan Qmax = maksimum serapan spesifik dari biosorben

b = rasio bioabsorpsi Perhitungan di atas berlaku pada pH konstan dan untuk bioabsorpsi 1 jenis logam saja.

G. ANALISIS (Control of Polutan)


Dunia industri berperan besar dalam mengakibatkan pencemaran lingkungan terutama yang diakibatkan oleh logam berat. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi bahaya pencemaran ini, namun proses biaya yang sangat mahal membuat para pelaku industri berpikir seribu kali untuk menerapakannya. Sehingga sebagian industri lebih memilih membuang limbahnya kelingkungan sekitarnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk menawarkan salah satu solusi yang murah dan sangat efisien, yaitu penanggulangan logam berat dengan mikrooranisme atau mikroba (dalam istilah Biologi dikenal dengan bioakumulasi, atau bioremediasi). Beberapa hasil studi melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani pencemaran logam berat lebih efektif dibandingkan dengan ion exchange dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari proses pengendapan (presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Dengan kata lain, penanganan logam berat dengan mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan. Sianobakteria merupakan organisme selular yang termasuk kelompok mikroalga atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini tersebar luas baik di perairan tawar maupun lautan. Sampai saat ini diketahui sekitar 2.000 jenis sianobakteria tersebar di berbagai habitat. Berdasarkan penelitian terbaru, sianobakteria merupakan salah satu organisme yang diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti Hg, Cd dan Pb. Suhendrayatna (2001) dalam makalahnya, menjelaskan lebih rinci tentang proses penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme secara umum. Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme terdiri atas dua mekanisme yang melibatkan proses active uptake (biosorpsi) dan passive uptake (bioakumulasi). Proses active uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan sianobakteria, dan atau akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan pada proses metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini tergantung dari energi yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya. Namun demikian, proses ini dapat pula dihambat oleh suhu rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambat metabolisme sel. Peristiwa ini seperti ditunjukkan oleh akumulasi kadmium pada dinding sel Ankistrodesmus dan Chlorella vulgaris yang mencapai sekitar 80 derajat dari total akumulasinya di dalam sel, sedangkan arsenik yang berikatan dengan dinding sel Chlorella vulgaris rata-rata 26 persen. Suhendrayatna (2001) menambahkan, untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah yang mengandung ion logam berat dengan melibatkan sianobakteria relatif mudah dilakukan. Proses pertama, sianobakteria pilihan dimasukkan, ditumbuhkan dan selanjutnya dikontakkan dengan air yang tercemar ion logam berat tersebut. Proses

pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar sianobakteria berinteraksi dengan ion logam berat, selanjutnya biomassa sianobakteria ini dipisahkan dari cairan. Proses terakhir, biomassa sianobakteria yang terikat dengan ion logam berat diregenerasi untuk digunakan kembali atau kemudian dibuang ke lingkungan. Pemanfaatan sianobakteria untuk menanggulangi pencemaran logam berat merupakan hal yang sangat menarik dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun industri. Karena, sianobakteria merupakan organisme selular yang mudah dijumpai, mempunyai spektrum habitat sangat luas, dapat tumbuh dengan cepat dan tidak membutuhkan persyaratan tertentu untuk hidup, mudah dibudidayakan dalam sistem akuakultur. Pada akhirnya dengan memanfaatkan sianobakteria dalam system pembuangan limbah industri diharapkan dapat mengurangi dampak negatif pencemaran logam berat terutama merkuri.

Eceng Gondok Pemersih Polutan Logam Berat


Harian Kompas memberitakan, Sungai Citarum serta Waduk Saguling dan Cirata di Kabupaten Bandung tercemar logam berat. Dalam daging ikan mas dan nila yang hidup di waduk tersebut ditemukan kandungan merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dengan kadar yang cukup membahayakan. Logam berat itu diketahui terkonsentrasi di perut, lemak, dan daging ikan. Temuan ini diikuti dengan imbauan agar masyarakat berhati-hati mengonsumsi ikan air tawar. Maklumlah, akumulasi logam berat di tubuh manusia, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti penyakit minamata, bibir sumbing, kerusakan susunan saraf, dan cacat pada bayi. Aparat terkait mengaku bahwa mereka telah berupaya untuk mencegah pencemaran tersebut dengan berbagai cara. Secara garis besar sebenarnya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencemaran perairan oleh logam berat, yaitu cara kimia dan biologi. Cara kimia, antara lain dengan reaksi chelating, yaitu memberikan senyawa asam yang bisa mengikat logam berat sehingga terbentuk garam dan mengendap. Namun, cara ini mahal dan logam berat masih tetap berada di waduk meski dalam keadaan terikat. UNTUNGLAH ada penanggulangan secara biologi yang bisa menjadi alternatif terhadap mahalnya penanggulangan dengan cara kimia. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan eceng gondok (Eichornia crassipes). Eceng gondok selama ini lebih dikenal sebagai tanaman gulma alias hama. Padahal, eceng gondok sebenarnya punya kemampuan menyerap logam berat. Kemampuan ini telah diteliti di laboratorium Biokimia, Institut Pertanian Bogor, dengan hasil yang sangat luar biasa.

Penelitian daya serap eceng gondok dilakukan terhadap besi (Fe) tahun 1999 dan timbal (Pb) pada tahun 2000. Untuk mengukur daya serap eceng gondok terhadap Fe, satu, dua, dan tiga rumpun eceng gondok ditempatkan dalam ember plastik berisi air sumur dengan tambahan 5 ppm FeSO>jmp 2008m<>kern 199m<>h 6024m,0<>w 6024m<4>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m< dan HNO>jmp 2008m<>kern 199m<>h 6024m,0<>w 6024m<3>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m< untuk menjaga keasaman. Konsentrasi Fe diukur pada hari ke-0, 7, 14, dan 21 dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Hasilnya terlihat pada Tabel 1. Dalam tabel itu bisa dilihat adanya penurunan kadar logam Fe secara signifikan pada hari ke-7. Kadar logam Fe menurun 3,177 ppm (65,45 persen) untuk 1 rumpun eceng gondok, 3,511 ppm (71,93 persen) untuk dua rumpun eceng gondok dan 3,686 ppm (74,47 persen) untuk tiga rumpun eceng gondok. Selanjutnya terlihat, semakin lama semakin banyak logam besi yang diserap. Pada hari ke-28, konsentrasi Fe hampir mendekati 0 untuk perlakuan dua rumpun eceng gondok dan tiga rumpun eceng gondok. Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa pada hari ke-7, 14, dan 21, eceng gondok memberikan respon nyata dalam menurunkan logam Fe untuk ketiga perlakuan. Namun, pada hari ke-28 eceng gondok yang berjumlah 2-3 rumpun memberikan respon yang tidak berbeda nyata dalam menurunkan logam besi. PENELITIAN untuk melihat kemampuan eceng gondok menyerap timbal (Pb) dilakukan sebagai berikut. Satu, tiga, lima rumpun eceng gondok ditempatkan di dalam ember plastik berisi air sumur dan larutan Pb(NO3) sebesar 5 ppm. Konsentrasi Pb diukur ketika hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. Hasilnya sebagaimana tertera dalam Tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat, ada penurunan kadar logam Pb secara signifikan pada hari ke7. Kadar logam Pb menurun 5,167 ppm (96,4 persen) pada perlakuan satu rumpun eceng gondok, menurun 5,204 ppm (98,7 persen) pada perlakuan tiga rumpun, dan menurun 6,019 ppm (99,7 persen) pada perlakuan lima rumpun dari konsentrasi hari ke-0. Analisis pada hari-hari selanjutnya (hari ke-14, 21, dan 28) menunjukkan perubahan kadar Pb tidak terlalu jauh dengan kadar logam Pb pada hari ke-7. Eceng gondok terbukti mampu menurunkan kadar polutan Pb dan Fe. Oleh karena itu, diyakini eceng gondok juga mampu menurunkan kadar polutan Hg, Zn, dan Cu yang mencemari Waduk Saguling dan Cirata. Sebab, secara struktur kimia, atom Hg, Zn, dan Cu termasuk dalam golongan logam berat bersama Pb dan Fe.

Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat juga telah dilakukan oleh para pakar. Widyanto dan Susilo (1977) melaporkan, dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen. SELAIN dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida, contohnya residu 2.4-D dan paraquat. Pada percobaan Chossi dan Husin (1977) diketahui eceng gondok mampu menyerap residu dari larutan yang mengandung 0,50 ppm 2.4-D sebanyak 0,296 ppm dan 2,00 ppm 2.4-D sebanyak 0,830 ppm dalam waktu 96 jam. Adapun paraquat yang diserap oleh eceng gondok dari dua kadar, yaitu 0,05 ppm dan 0,10 ppm masing-masing adalah 0,02 ppm dan 0,024 ppm. Dari hasil penelitian-penelitian itu dapat disimpulkan ternyata eceng gondok tidaklah siasia dicipta oleh Tuhan Yang Maha Esa, apalagi sebagai pengganggu manusia. Eceng gondok dapat dinyatakan sebagai pembersih alami perairan waduk atau danau terhadap polutan, baik logam berat maupun pestisida atau yang lain. MEMANG dilaporkan eceng gondok dapat tumbuh sangat cepat pada danau maupun waduk sehingga dalam waktu yang singkat dapat mengurangi oksigen perairan, mengurangi fitoplankton dan zooplankton serta menyerap air sehingga terjadi proses pendangkalan, bahkan dapat menghambat kapal yang berlayar pada waduk. Namun, apa arti sebuah danau yang bersih dari eceng gondok jika ternyata air dan ikan yang ada di dalamnya tercemari polutan? Bahkan, bila suatu danau polutan sangat tinggi dan tidak ada tanaman yang menyerapnya, pencemaran dapat merembes ke air sumur dan air tanah di sekitar danau. Agar danau bebas polusi namun pertumbuhan eceng gondoknya terkendali, tentu saja diperlukan pengelolaan danau secara benar. Untuk mengeliminasi gangguan eceng gondok, misalnya, caranya bisa dengan membatasi populasinya. Pembatasan dapat dilakukan dengan membatasi penutupan permukaan waduk oleh eceng gondok tidak lebih dari 50 persen permukaannya.

Akan jauh lebih baik lagi bila pembatasan populasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Sebab, dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan maupun bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Namun, masyarakat tidak disarankan untuk memberikan eceng gondok sebagai pakan pada ternak karena polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam dagingnya. Masyarakat sekitar bisa diberi pelatihan mengenai pengolahan eceng gondok menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi, mulai dari anyaman dompet, tas sekolah, topi, bahkan juga mebel. Pengendalian populasi eceng gondok yang melibatkan masyarakat akan memberikan keuntungan bagi pengelola waduk sekaligus masyarakat di sekitarnya. Pengelola waduk tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk memanen eceng gondok karena tumbuhan air tersebut akan dipanen sendiri oleh masyarakat. Pengelola cukup membantu masyarakat untuk memasarkan hasil kerajinannya. Adapun masyarakat jelas tidak hanya meningkat pendapatannya, tetapi juga hidup sehat karena terbebas dari ancaman bahan makanan yang tercemar.

Penulis : Dr Hasim DEA Dosen Biokimia dan Toxikologi FMIPA dan Pascasarjana IPB Sumber : Kompas (http://petanidesa.wordpress.com/2007/03/11/eceng-gondok-pemersih-polutan-logamberat/ Menanggulangi Pencemaran Logam Berat Written by webadmin Saturday, 09 September 2006 Oleh: Dindin H Mursyidin SSi Dosen Biologi FMIPA Unlam Banjarbaru Banjarmasin merupakan salah satu kota di Kalsel yang potensial terkena dampak pencemaran logam berat. Ini dapat dipahami, karena Banjarmasin sebagai kota seribu sungai dengan berbagai aktivitas di dalamnya baik rumah tangga maupun industri. Sungai merupakan satu-satunya prasarana paling mudah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti mandi cuci kakus (MCK), transportasi dan lainnya termasuk membuang sampah rumah tangga dan limbah industri. Dua aktivitas terakhir (membuang sampah rumah tangga dan limbah industri) merupakan faktor utama terjadinya pencemaran logam berat.

Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Kadmium misalnya, merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Elemen ini berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berpengaruh terhadap gangguan paru-paru, emphysema dan renal turbular disease kronis. Jumlah normal kadmium di tanah di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai di permukaan sampel tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Oleh: Dindin H Mursyidin SSi Dosen Biologi FMIPA Unlam Banjarbaru Banjarmasin merupakan salah satu kota di Kalsel yang potensial terkena dampak pencemaran logam berat. Ini dapat dipahami, karena Banjarmasin sebagai kota seribu sungai dengan berbagai aktivitas di dalamnya baik rumah tangga maupun industri. Sungai merupakan satu-satunya prasarana paling mudah bagi masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti mandi cuci kakus (MCK), transportasi dan lainnya termasuk membuang sampah rumah tangga dan limbah industri. Dua aktivitas terakhir (membuang sampah rumah tangga dan limbah industri) merupakan faktor utama terjadinya pencemaran logam berat. Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Di antaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam berat sendiri sebenarnya merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa di antaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Kadmium misalnya, merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya karena berisiko tinggi terhadap pembuluh darah. Elemen ini berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang

dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berpengaruh terhadap gangguan paru-paru, emphysema dan renal turbular disease kronis. Jumlah normal kadmium di tanah di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) dijumpai di permukaan sampel tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Upaya penanganan pencemaran logam berat sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan proses kimiawi. Seperti penambahan senyawa kimia tertentu untuk proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion (exchange resins), serta beberapa metode lainnya seperti penyerapan menggunakan karbon aktif, electrodialysis dan reverse osmosis. Namun proses ini relatif mahal dan cenderung menimbulkan permasalahan baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen dan organisme akuatik (perairan). Penanganan logam berat dengan mikroorganisme atau mikrobia (dalam istilah Biologi dikenal dengan bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval), menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat keracunan elemen logam berat di lingkungan perairan tersebut. Metode atau teknologi ini sangat menarik untuk dikembangkan dan diterapkan, karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi. Beberapa hasil studi melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani pencemaran logam berat lebih efektif dibandingkan dengan ion exchange dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari proses pengendapan (presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Dengan kata lain, penanganan logam berat dengan mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan.

Organisme Selular Sianobakteria merupakan organisme selular yang termasuk kelompok mikroalga atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini tersebar luas baik di perairan tawar maupun lautan. Sampai saat ini diketahui sekitar 2.000 jenis sianobakteria tersebar di berbagai habitat. Berdasarkan penelitian terbaru, sianobakteria merupakan salah satu organisme yang diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti Hg, Cd dan Pb. Suhendrayatna (2001) dalam makalahnya, menjelaskan lebih rinci tentang proses penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme secara umum. Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme terdiri atas dua mekanisme yang melibatkan proses active uptake (biosorpsi) dan passive uptake (bioakumulasi).

Proses active uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan sianobakteria, dan/atau akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan pada proses metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini tergantung dari energi yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya. Namun demikian, proses ini dapat pula dihambat oleh suhu rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambat metabolisme sel. Peristiwa ini seperti ditunjukkan oleh akumulasi kadmium pada dinding sel Ankistrodesmus dan Chlorella vulgaris yang mencapai sekitar 80 derajat dari total akumulasinya di dalam sel, sedangkan arsenik yang berikatan dengan dinding sel Chlorella vulgaris rata-rata 26 persen. Suhendrayatna (2001) menambahkan, untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah yang mengandung ion logam berat dengan melibatkan sianobakteria relatif mudah dilakukan. Proses pertama, sianobakteria pilihan dimasukkan, ditumbuhkan dan selanjutnya dikontakkan dengan air yang tercemar ion logam berat tersebut. Proses pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar sianobakteria berinteraksi dengan ion logam berat, selanjutnya biomassa sianobakteria ini dipisahkan dari cairan. Proses terakhir, biomassa sianobakteria yang terikat dengan ion logam berat diregenerasi untuk digunakan kembali atau kemudian dibuang ke lingkungan. Pemanfaatan sianobakteria untuk menanggulangi pencemaran logam berat merupakan hal yang sangat menarik dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun industri. Karena, sianobakteria merupakan organisme selular yang mudah dijumpai, mempunyai spektrum habitat sangat luas, dapat tumbuh dengan cepat dan tidak membutuhkan persyaratan tertentu untuk hidup, mudah dibudidayakan dalam sistem akuakultur. http://www.ychi.org/index.php?option=com_content&task=view&id=73&Itemid=39

Bioremoval, Metode Alternatif Untuk Menanggulangi Pencemaran Logam Berat


Kata Kunci: polusi Ditulis oleh Johan Angga Putra pada 18-04-2006

Mungkin istilah logam berat sudah tak asing bagi para kimiawan. Dari nomor atom sampai efek fisiologis telah secara rinci dibahas dalam buku-buku kimia terutama kimia anorganik dan kimia lingkungan. Tapi tak demikian dengan orang awam. Mungkin istilah logam berat masih terasa asing di telinga mereka dan didefinisikan secara sederhana saja yaitu logam yang berat (dalam artian ditimbang) seperti besi, baja, aluminium dan tembaga. Terlepas dari definisi di atas, biasanya dalam literatur kimia istilah logam berat digunakan untuk memerikan logam-logam yang memiliki sifat toksisitas (racun) pada makhluk hidup. Menurut Vouk (1986) terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lainlain. Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan. Menurut Nordberg., et.al (1986) logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan. Kontaminasi logam berat ini dapat berasal dari faktor alam seperti kegiatan gunung berapi dan kebakaran hutan atau faktor manusia seperti pembakaran minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses industri, kegiatan pertanian, peternakan dan kehutanan, serta limbah buangan termasuk sampah rumah tangga. Menyadari ancaman yang begitu besar dari pencemaran logam berat, maka berbagai metode alternatif telah banyak digunakan seperti dengan cara mengurangi konsentrasi logam berat yang akan dibuang ke perairan, tetapi dalam jangka waktu yang lama,

perlakuan tersebut dapat merusak lingkungan akibat dari akumulasi logam berat yang tidak sebanding dengan masa recovery (perbaikan) dari lingkungan itu sendiri. Teknik yang lebih baik dari teknik di atas adalah penetralan logam berat yang aktif menjadi senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan senyawa-senyawa tertentu, kemudian dilepas ke lingkungan perairan, namun pembuangan logam berat non-aktif juga menjadi masalah karena dapat dengan mudah mengalami degradasi oleh lingkungan menjadi senyawa yang dapat mencemari lingkungan. Cara lain adalah reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi dan resin penukar ion. Reverse osmosis adalah proses pemisahan logam berat oleh membran semipermeabel dengan menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotik dari limbah, kerugian sistem ini adalah biaya yang mahal sehingga sulit terjangkau oleh industri di Indonesia. Teknik elektrodialisis menggunakan membran ion selektif permeabel berdasarkan perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menyebabkan perpindahan kation dan anion, juga menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa logamhidroksi yang menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu penyaringan dengan tekanan tinggi melalui membran berpori, juga merugikan karena menimbulkan banyak sludge (lumpur). Resin penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik di mana ion yang terdapat pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah, kerugian metode ini adalah biaya yang besar dan menimbulkan ion yang ter-remove sebagian. Menilik pada berbagai kelemahan metode di atas, maka dewasa ini para peneliti sedang menggalakkan pencarian metode alternatif lain. Salah satunya adalah pengunaan mikroorganisme untuk mengabsorpsi logam berat atau biasa disebut dengan bioremoval. Keuntungan penggunaan mikroorganisme sebagai bioremoval menurut Kratochvil dan Voleski (1998) adalah biaya yang rendah, efisiensi yang tinggi, biosorbennya dapat diregenerasi, tidak perlu nutrisi tambahan, kemampuannya dalam me-recovery logam dan sludge yang dihasilkan sangat minim. Dilihat dari keuntungannya itu, maka bioremoval lebih efektif dibanding dengan pertukaran ion dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitifitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya serta lebih baik dari proses pengendapan (precipitation) bila dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Bioremoval dan Bioabsorpsi Istilah bioabsorpsi tidak dapat dilepaskan dari istilah bioremoval karena bioabsorpsi merupakan bagian dari bioremoval. Bioremoval dapat diartikan sebagai terkonsentrasi dan terakumulasinya bahan penyebab polusi atau polutan dalam suatu perairan oleh material biologi, yang mana material biologi tersebut dapat me-recovery polutan sehingga dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan berdasarkan kemampuannya untuk membentuk ikatan antara logam berat dengan mikroorganisme maka bioabsorpsi merupakan kemampuan material biologi untuk mengakumulasikan logam berat melalui media metabolisme atau jalur psiko-kimia. Proses bioabsorpsi ini dapat terjadi karena adanya material biologi yang disebut biosorben dan adanya larutan yang mengandung logam berat (dengan afinitas yang tinggi) sehingga mudah terikat pada biosorben.

Beberapa jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioabsorpsi terutama adalah dari golongan alga yakni alga dari divisi Phaeophyta, Rhodophyta dan Chlorophyta. Logam-logam yang dapat diabsorbsi/di-remove adalah logam berat beracun, logam esensial dan radionuklida. Tabel. Perbandingan selektifitas mikroorganisme terhadap logam berat

Mikrooganisme Mucur mucedo Rhizopus stolonifer Aspergillus orizae Penecillium chrysogenum Ecklonia radiata Saccharomyces cerevisie Chlorella vulgaris Phellinus badius Pinus radiata Sargassum sp. Durvillea potatorum Myriophylium spicatum Chiarella vulgaris Ganoderma lucidum Aspergillus niger Pseudomonas syringae Solanum elaeagnifolium Phanerochaete chrysosporium Absidia sp. *) Dari pelbagai sumber

Logam berat yang di remove berdasarkan beberapa penelitian Cu Cu,Cd,Zn,U,Pb Cu Cu Cu,Pb,Cd,Cr Cu,Pb,Cd,Ni Pb,As Pb,Cd Pb,Cd Cu,Cr,Fe Zn Pb,Zn,Cu Cu Cr,Cu Cr,Cu Hg,Zn,Cd Cu,Cr,Pb,Ni,Zn Ni,Cu,Pb Pb,U,Cu

Mekanisme Proses Bioabsorpsi Sebagian besar mekanisme pembersihan logam berat oleh mikrooganisme adalah proses pertukaran ion yang mirip pertukaran ion pada resin. Mekanisme pertukaran ion ini dapat dirumuskan sebagai: A2+ + (B-biomassa) > B2+ + (A-biomassa) Mekanisme ini dapat dibagi atas 3 cara yakni berdasarkan metabolisme sel (dibagi atas; proses yang bergantung pada metabolisme dan proses yang tidak bergantung pada metabolisme sel). Sedangkan jika berdasarkan posisi logam berat di-remove, dapat dibagi

atas; akumulasi ekstraseluler (presipitasi), akumulasi intraseluler dan penyerapan oleh permukaan sel. Dan untuk mekanisme yang terakhir adalah berdasarkan cara pengambilan (absorbsi) logam berat. Cara pengambilan (absorbsi) logam berat dapat dibagi dua yakni : 1. Passive uptake. Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel biosorben. Mekanisme passive uptake dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan cara pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil secara bolak balik dan cepat. Sebagai contoh adalah pada Sargassum sp. dan Eklonia sp. di mana Cr(6) mengalami reaksi reduksi pada pH rendah menjadi Cr(3) dan Cr(3) diremove melalui proses pertukaran kation.

Gambar. Proses pasisive uptake Cr pada permukaan membran sel Sumber : Cossich., et.al (2002) 2. Aktif uptake. Mekanisme masuknya logam berat melewati membran sel sama dengan proses masuknya logam esensial melalui sistem transpor membran, hal ini disebabkan adanya kemiripan sifat antara logam berat dengan logam esensial dalam hal sifat fisikakimia secara keseluruhan. Proses aktif uptake pada mikroorganisme dapat terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan dan akumulasi intraselular ion logam. Menghitung Jumlah Logam berat yang Teradsorpsi Untuk mengetahui jumlah logam berat yang mengalami proses bioabsorpsi oleh mikroorganisme dapat dihitung dengan pendekatan konstanta Langmuir yaitu :

Q= Q = miligram logam yang diakumulasi per gram Ceq = besar konsentrasi logam pada larutan Qmax = maksimum serapan spesifik dari biosorben b = rasio bioabsorpsi Perhitungan di atas berlaku pada pH konstan dan untuk bioabsorpsi 1 jenis logam saja. Salah satu contoh penelitian yang mengunakan konstanta langmuir untuk menghitung

jumlah logam berat yang teradsorpsi oleh mikroorganisme adalah penelitian oleh Voleski (2005), pada penelitiannya terhadap 3 jenis Sargassum untuk menyerap logam berat Cd, Cu dan Uranium (U) diperoleh data bahwa penyerapan Cd pada pH 4,5 adalah 87 mg Cd/g untuk Sargassum vulgare, 80 mg Cd/g untuk Sargassum fluitans dan 74 mg Cd/g untuk Sargassum filipendula. Sedangkan untuk penyerapan Cu pada Sargassum vulgare adalah 59 mg Cu/g, Sargassum filipendula 56 mg Cu/g, Sargassum fluitans 51 mg Cu/g dan untuk penyerapan Uranium oleh sargassum adalah > 500 mg U/g. Penutup Ulasan tentang bioremoval sebagaimana telah disajikan dalam tulisan ini mungkin hanya sebagian kecil dari cakupan penelitian dan bahasan ilmu tentang bioremoval. Tetapi setidaknya penulis berharap dapat membuka wacana tentang pentingnya pemanfaatan mikroorganisme di Indonesia. Penggunaan mikroorganisme sebagai metode alternatif sangat baik diterapkan di Indonesia karena metode ini tidak memerlukan biaya yang tinggi dan alat yang canggih tetapi hanya memanfaatkan mikroorganisme selektif yang mampu me-recovery logam berat menjadi logam yang aman bagi lingkungan. Walaupun ada beratus jenis spesies mikroorganisme yang telah diidentifikasi, namun sangat sedikit diantaranya telah teridentifikasi sebagai mikroorganisme yang mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh toksisitas suatu ion logam berat. Pada beberapa kasus juga, sangat terbatas riset yang melakukan studi banding terhadap beberapa jenis mikroorganisme, di mana hasilnya selalu memiliki banyak perbedaan dalam efisiensi ikatan antara logam berat dengan spesies mikroorganisme. Bahkan perbedaan ini dapat terjadi pada strain dari spesies tunggal dengan kondisi psiko-kimia yang sama. Menyadari bahwa metode ini belum sepenuhnya sempurna, maka diperlukan berbagai penelitian lebih lanjut untuk menunjang efektivitas metode bioremoval dalam menanggulangi pencemaran logam berat. Dalam perspektif pelestarian lingkungan, pencarian metode penanganan limbah yang efektif merupakan langkah awal yang seyogianya dilakukan di Indonesia. Dalam konteks ini, pengembangan metode bioremoval pantas diperhitungkan. DAFTAR PUSTAKA Cossich, E.S., C.R.G Tavares., T.M.K.Ravagnani., Biosorption of chromium(III) by Sargassum sp. Biomass. Universidad Catolica de Valparaiso. Chile, Vol. 5 No. 2, Issue of August 15, 2002. Elankumaran R., Raj Mohan B., M. N. Madhyastha., Biosorption of Copper from Contaminated Water by Hydrilla verticillata Casp. and Salvinia sp.. Karnataka Regional Engineering College), 575 025 Surathkal. India, July 2003. Gavrilescu, M., Removal of Heavy Metals from the Environment by Biosorption. Technical Engineering in Life Sciences. Univ. of Iasi, Romania, Vol 4 No 3, p 219-232,

2004. Kratochvil, David., Volesky, Bohumil., 2005. Biosorption of Cu From Ferruginous Wastewater by Algal Biomass. Water Research journal. Mc Gill University, Canada. Nakajama A., Sakaguchi T., Appl. Microbiol., 1986, 24, 59-64 Kratochvil, David. and Volesky, Bohumil. Advances in biosorption of heavy metals. Trends in Biotechnology, 1998, vol. 16, p. 291-300. N, Ahalya., T.V., Ramachandra., R.D., Kanamadi.., 2004. Biosorption of Heavy Metals. Centre for Ecological Sciences, Indian Institute of Science, Bangalore, India. Nordberg J. F., Parizek J., Pershagen G., and Gerhardsson L. 1986. Factor Influencing Effect and Dose-Respons Relationships of Metals. In: Freiberg L., Nordberg G.F., and Vouk V.B (Eds). Handbook on the Toxicology of Metals. Elsevier. New York Putra, Johan Angga. 2005. Penanggulangan Pencemaran Logam Berat pada Perairan dengan Pendekatan Konsep Bioremoval. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Lampung St. Mihova., T.Godjevargova. 2001. Biosorption of Heavy Metals from Aqueous Solutions. University Prof. Dr. A. Zlatarov, Bourgas 8010. ISSN 1311-8978. Volesky, Bohumil., 2004. Biosorption. Biological and Environmental System group. Mc Gill University, Canada. Volesky B, Holan ZR..,1995. Biosorption of Heavy Metals. Biotechnology Program. May-Jun;11(3):235-50. Vouk V. 1986. General Chemistry of Metals. In: Freiberg L., Nordberg G.F., and Vouk V.B (Eds). Handbook on the Toxicology of Metals. Elsevier. New York http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/biokimia/bioremoval_metode_alternatif_untuk_menanggulangi_pen cemaran_logam_berat/

Anda mungkin juga menyukai