Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI TEKNIK NUKLIR


Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng Gondok

DISUSUN OLEH :
NAMA : Rikhi Galatia
NIM : 011300355
Rekan kerja : Afrizal Afifudin
Gea Fitria
Hengki Firmansyah
PROGRAM STUDI : D-IV TEKNOKIMIA NUKLIR
JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR
PEMBIMBING : Maria Christina Prihatiningsih

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2016
Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng Gondok

I. Tujuan
Memahami tentang Phytoremediasi dan Metode Isoterm Adsorbsi
Mengetahui nilai Isoterm Adsorbsi pada persamaan Langmuir dan Freundlich
Menentukan Konstanta Adsorbsi

II. Dasar Teori


Pengertian Fitoremediasi
Istilah Fitoremediasi berasal dari kata Inggris phyroremediation. Kata ini sendiri
tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton yaitu
tumbuhan dan remediation yang berasal dari kata Latin remedium yang berarti
menyembuhkan atau membersihkan. Fitoremediasi merupaakan salah satu teknologi
merupakan salah satu teknologi yang besifat biologi, yaitu pemanfaatn jasa tumbuhan hijau
dan ataupun mikroorganisme yang berasosiasi, untuk mengurangi polutan lingkungan, baik
pada air, tanah, maupun udara, baik yang disebabkan oleh polutan metal maupun organic
(Truu et al., 2003).
Mengembangkan tumbuhan fitoremediasi akan memberikan keuntungan baik secara
fisik maupun secara kimia terhadap tanah. Secara fisik, tumbuhan yang toleran dapat
mencegah perpindahan polutan terangkut melalui erosi (Salt et al., 1996). Adanya
tumbuhan pada lahan tersebut akan melindungi tanah tererosi oleh air. Sehingga
mekanisme ini disebut fitostabilisasi. Keuntungan secara kimia diberikan oleh tumbuhan
yang adaptif. Melalui mekanisme fitoimobilisasi tumbuhan mengeluarkan metabolit
sekunder yang dapat mengimobilisasi logam sehingga dapat mencegah pengangkutan
logam terlarut dalam air. Disamping itu, tumbuhan adaptif mempunyai mekanisme
fitoekstraksi, yaitu mengekstrak logam dari tanah dan dikumpulkan ke dalam jaringan (Salt
et al., 1996). Khan et al., 2000, juga berpendapat bahwa dalam proses remediasi tumbuhan
berperan sebagai pengumpul, penstabil atau pendegradasi logam-logam.
Metode fitoremediasi mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: teknologinya in situ,
efisien, biaya yang dibutuhkan relatif kecil, tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan. Akan tetapi metode fitoremediasi juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu

1
proses pembersihan yang diperlukan relatif lama, logam yang terakumulasi pada tanaman
dapat memasuki rantai makanan apabila tanaman tersebut termakan oleh mahluk hidup,
keefektifannya dipengaruhi musim serta serangan hama dan penyakit tanaman, dan apabila
konsentrasi kontaminan tinggi dapat menyebabkan fitotoksik dan menghambat
pertumbuhan tanaman (Schnoor dan Cutcheon, 2003).
Saat ini pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi fitoremediasi mulai
digabungkan dengan biologi dan teknik untuk mengoptimalkan fitoremediasi sehingga
terbagi menjadi (Salt et al., 1996) :
1. Fitoekstraksi, yaitu penyerapan polutan logam berat di dalam tanah oleh akar
tumbuhan, dan mengakumulasikan senyawa tersebut ke bagian tumbuhan (akar,
batang, atau daun).
2. Rhizofiltrasi, yaitu pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerapan,
mengendapkan, dan mengakumulasi logam dari permukaan atau aliran air yang
terkontaminasi Limbah.
3. Fitostabilisasi, yaitu penggunaan jenis tumbuhan tertentu untuk mengimobilisasi
polutan di daerah rhizosfer tanah dan permukaan air, melalui absorpsi dan
akumulasi oleh akar.
4. Fitodegradasi adalah metabolisme logam berat di dalam jaringan tanaman oleh
enzim seperti dehalogenase dan oksigenase.
5. Fitovolatilisasi terjadi ketika tanaman menyerap logam berat dan melepaskannya ke
udara lewat daun dan ada kalanya logam berat mengalami degradasi terlebih dahulu
sebelum dilepas lewat daun.
Tanaman yang ideal untuk fitoremediasi harus memiliki produktivitas biomassa yang
tinggi, toleransi yang tinggi dan kapasitas akumulasi konsentrasi tinggi dari kontaminan.
Tanaman cukup mampu untuk menyerap kontaminan dalam konsentrasi tinggi tanpa
kerusakan yang lebih besar untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini tidak hanya untuk
membersihkan tanah tetapi juga air. Penyerapan dan akumulasi kontaminan tergantung
pada sifat dan jenis tanaman (Rija, 2000).
Baker (1999) menyatakan bahwa tanaman hyperaccumulator adalahtanaman yang
dapat menyerap dan kemudian mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam
kadar (11%) yang luar biasa tinggi, namun tidak mengganggu kehidupan dan tergantung

2
pada jenis tanamannya. Untuk logam Cd kadar tertinggi 0,01 % (100 mg/kg berat kering),
logam Co, Cu dan Pb kadartertinggi adalah 0,1 % (1,000 mg/kg berat kering) dan untuk Zn
dan Mn adalah 1 % (10,000 mg/kg berat kering). Menurut Syahputra (2005), suatu
tumbuhan dapat dikatakan hyperaccumulator dan dapat digunakan sebagai fitoremediasi
apabila memiliki karakter-karakter sebagai berikut:
1. Tumbuhan memiliki laju penyerapan unsur dari tanah yang lebih tinggi dibanding
tanaman lainnya.
2. Tumbuhan dapat mentoleransi polutan dalam tingkat yang tinggi pada jaringan akar,
tajuknya dan memiliki biomassa yang besar
3. Tumbuhan memiliki laju translokasi logam berat dari akar ke tajuk yang tinggi
sehingga akumulasinya tidak hanya akar dan tidak mengubah polutan menjadi lebih
berbahaya.
Kemampuan tanaman dalam mengakumulasi logam berat dapat diprediksi dari nilai
Bioconcentration Factor (BCF) dan Transfer Factor (TF). Menurut (Ghosh and singh,
2005), Bioconcentration Factor adalah kemampuan tanaman untuk mengakumulasi logam
berat tertentu sebagai tanggapan terhadap konsentrasi logam tersebut didalam substrat.
Bioconcentration Factor (BCF) ditentukan oleh rasio logam di akar dengan yang terdapat
didalam tanah. Nilai BCF > menunjukan spesies tersebut sebagai akumulator. Transfer
Factor (TF) menurut Sharma et al., (2010) adalah rasio konsentrasi logam pada bagian
tajuk terhadap bagian akar, menunjukan kemampuan transfer logam pada bagian tajuk
tanaman. Pada tanaman hiperakumulator atau akumulator, nilai TF > 1 digunakan untuk
tujuan fitoekstraksi, sebaliknya TF < 1 sebagai ekskluder (digunakan untuk tujuan
fitostabilisasi) (Haque et al., 2008)
Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dibagi menjadi
tiga proses (Priyanto dan Prayitno, 2007), yaitu:
1. Penyerapan oleh akar. Dalam menyerap logam berat, tumbuhan membentuk suatu
enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam
yang selanjutnya diangkut melalui mekanisme khusus di dalam membran akar.
2. Translokasi di dalam tubuh tanaman. Setelah logam masuk ke dalam sel akar,
selanjutnya logam diangkut melalui jaringan pengangkut, xylem dan floem ke bagian
tumbuhan yang lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh

3
molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan
oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni dan fitokhelatin-glutation
yang terikat pada Cd dan Pb.
3. Lokalisasi logam pada jaringan. Untuk mencegah toksisitas logam terhadap sel,
tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam
di dalam organ tertentu seperti akar (untuk Cd pada Silene dioica), trikhoma (untuk
Cd), dan lateks (untuk Ni pada Serbetia acuminata).

Pengertian Adsorpsi dan Isoterm Adsorpsi


Adsorbsi adalah gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan
zat lain, sebagai akibat dari ketidakjenuhan gaya-gaya pada permukaaan zat tersebut.
Dalam adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorban, dimana adsorbat adalah substansi
yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan adsorban
adalah merupakan suatu media penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon.
Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau
molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat
cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang
mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya
adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke
dalam absorbens sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada
permukaannya (Sukardjo, 1990). Komponen yang terserap disebut adsorbat (adsorbate),
sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben (adsorbent / substrate).
Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat digolongkan menjadi adsorpsi fisik dan kimia.
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa
teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada
temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk
menjelaskan isoterm adsorpsi.

4
1. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa:
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu
molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara
molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut: selalu ada
ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan mekanisme
adsorpsi pada molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada molekul
terakhir yang teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
A(g) + S AS, dimana A adalah molekul gas dan S adalah permukaan adsorpsi.
2. Isoterm Brunauer, Emmet, and Teller (BET).
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang homogen.
Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa molekul-molekul
adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaannya. Pada
isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda. Mekanisme
yang diajukan dalam isoterm ini adalah:
Isoterm Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia,
sedangkan isoterm BET akan lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan
untuk adsoprsi fisik
3. Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat
digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm
ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap
molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan
persamaan yang paling banyak digunakan saat ini. Persamaannya adalah
x/m = kC1/n
dengan x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)

5
m = massa dari adsorben (mg)
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan
k,n,= konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot sebagai
ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada koordinat
logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini, akan diketahui
kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian
yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu
adsorben.
Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah sebagai berikut.
1. Kurva isoterm yang cenderung datar rtinya, isoterm yang digunakan menyerap pada
kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan.
2. Kurva isoterm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.
Adsorpsi ion logam oleh material padat secara kuantitatif mengikuti persamaan
Langmuir. Persamaan Langmuir merupakan tinjauan teoritis proses adsorpsi.
C/(x/m) = 1/Kb + C/b
Persamaan tersebut dapat digunakan pada adsorpsi oleh padatan. Konstanta pada
persamaan adsorpsi Langmuir menunjukan besarnya adsorpsi maksimum (b) oleh
adsorben, dan K menunjukkan konstanta yang dihubungkan dengan energi ikat. Harga
adsorpsi maksimum secara teoritis seperti yang dicantumkan pada tabel 3.
Keterangan: *per berat membran
Terdapat perbedaan antara berat teradsorp teoritis dan eksperimen. Hal tersebut
menunjukan bahwa berkurangnya konsentrasi ion logam tidak hanya terjadi karena
adsorpsi secara pertukaran ion, tetapi terjadi juga pemerangkapan ion logam pada pori-
pori membran.
Jenis Tanaman Fitoremediasi
Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk media fitoremediasi antara lain :
Bunga matahari/ Heliantus anuus : mendegradasi Uranium
Populas trichocarpa, P.deltaritas Famili sacnaceae : mendegradasi TCE
(Trichloroethylene)

6
Najar graminae (tumbuhan air) : menyerap Co,Pb,Ni
Vetiver grass (Vetiveria zizonaides), akar wangi: mendegradasi Pb, Zn
Kangkung air, teratai, eceng gondok :menyerap/mengakumulasi logam berat
padasemua jaringan.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang sering menjadi permasalahan di
lingkungan perairan karena dianggap sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) ternyata
memiliki sifat hiperakumulator terhadap beberapa bahan pencemar seperti logam berat.
Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Liao dan Chang (2004) dimana eceng gondok
mampu menyerap Cd,Pb, Cu, Zn dan Ni masing-masing adalah 24 mg/m2, 542 mg/m2,
2162 mg/m2, 2617 mg/m2, dan 1346 mg/m2 untuk kondisi perairan yang tercemar logam berat.
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah.
Tingginya sekitar 0,4-0,8 meter. Tidak mempunyai batang, daunnya berbentuk oval, ujung
dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daun eceng
gondok ini licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk
bulir,kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya
kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Eceng gondok
memiliki akar yang bercabang-cabang halus, permukaan akarnya digunakan oleh
mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan (Neis, 1993).
Muramoto dan Oki dalam Sudibyo (1989) menjelaskan, bahwa eceng gondok dapat
digunakan untuk menghilangkan polutan, karena fungsinya sebagai sistem filtrasi biologis,
menghilangkan nutrien mineral, untuk menghilangkan logam berat seperti cuprum, aurum,
cobalt, strontium, merkuri, timah,kadmium dan nikel.
Kelebihan dan kekuranganFitoremediasi
1. Kelebihan Fitoremediasi
Biaya murah karena memanfaatkan cahaya matahari
Mudah diterima oleh masyarakat
2. Kekurangan Fitoremediasi
Terbatas pada air dan tanah
Cara kerjanya lambat
Dapat meracuni tanaman dan berpotensi masukke makanan
Racun sulit diketahui jenisnya

7
III. Alat dan Bahan
Alat
1. Seperangkat sistem pencacah Geiger-Muller (GM)
2. Neraca Ohauss
3. Neraca Analitik
4. Planset
5. Gunting
6. Pinset
7. Shielding Pb
8. Pipet Eppendorf
Bahan
1. Sumber Radiasi Iodium 131
2. Eceng Gondok
3. Air
4. Tanah
5. Kertas saring

IV. Langkah Kerja


1. Sumber I-131 sebanyak 50 mikroliter dipipet kemudian diteteskan didalam planset yang
terisi kertas saring kemudian dicacah dengan GM.
2. Disiapkan sampel tanaman eceng gondok dalam 4 pot (ditambah air 150 ml dan tanah
300 gram) kemudian ditetesi dengan sumber I-131 masing-masing pot 2 ml, 3 ml, 4 ml,
dan 5ml. Dibiarkan selama 24 jam.
3. Dilakukan cacah latar dengan HV 780 volt dalam waktu 100 detik.
4. Setelah dibiarkan 24 jam, masing-masing sampel diambil daunya (ukurannya
diusahakan sama) kemudian dicacah dengan waktu 100 sekon. Kemudian masing-
masing daun tersebut ditimbang berat pastinya dengan neraca analitis.

V. Data Pengamatan
Massa tanah : 300 gram
Massa eceng gondok : 25 gram

8
Volume air : 150 mL
Cacah tanah (1 mL) : 803
Cacah latar : 63
Waktu cacah : 100 s
Sampel pot ke- 1 2 3 4
Volume I-131 (ml) 2 3 4 5
Cacah sampel 308 146 408 384
291 132 402 367
275 132 397 353
Cacah rata-rata 291,3 136.6 402.3 368
Cacah I-131 50 L 43198 43260 43491 -
Massa daun yg 0.146 0.105 0.086 0.085
diambil (gr)
Jumlah batang dan 4 daun, 4 4 daun, 3 4 daun,4 4 daun, 6
daun batang batang batang batang

VI. Pengolahan Data


Menghitung Harga qe
131
=

Cacah latar = 63 cacah
43260+43491+43198
Cacah standar = 3

= 43316 cacah
Cacah netto std = Cacah standar cacah latar
= (43316 63) cacah
=43253cacah
Cacah netto daun = (291,3 63) cacah
= 228,3 cacah
Banyaknya I-131 yang diserap oleh akar eceng gondok pada sampel 1 :
131 131
=
131 131

9
50 43253
=
131 228,3
131 = 0,2639 = 2,639 104

Massa I-131 yang terserap daun = Volume I-131 yang terserap daun x densitas I-131
= 2,639 x 10-4mL x 3,67 gram/mL
= 9,685 x 10-4 gram
= 0,9685 mg
131
=

0,9685
=
0,1460
= 6,6335/
Dengan cara yang sama, didapatkan hasil sebagai berikut:
Volume Massa Netto
Cacah Netto Massa I-131 yang
I- daun qe (mg/g)
(cps) terserap (mg)
131(mL) (gram)
2 228,3 0,146 0.9685 6,6335
3 73,6 0,105 0,3122 2,9733
4 339,3 0,086 1,4394 16.7372
5 305 0,085 1,2939 15.2223

Menghitung Harga konsentrasi kesetimbangan NaI-131 dalam larutan (Ce)


131
=

Massa NaI-131 :
=
1000
= 2 3 3,67 3 = 7340
1
Massa NaI-131 dalam larutan = massa NaI-131 massa NaI-131 yang terjerap
= 7340 mg 0,9685 mg
= 7339.03 mg

10
Volume larutan = 150 mL= 0,15 L
7339.03
= = 48926.8
0,15
Dengan cara yang sama, maka didapatkan data sebagai berikut :
Massa NaI- Volume
Volume standar
No 131 dalam Larutan (L) Ce (mg/L)
(mL)
sampel (mg)
1 2 7339.03 0.15 48926.8
2 3 11009.7 0.15 73398
3 4 14678.5 0.15 97856.7
4 5 18348.7 0.15 122324.7

Grafik Standar Langmuir dan Freundlich


a. Persamaan adsorpsi menurut Langmuir
Variasi volume
qe 1/qe
I-131 pada Ce (mg/L) 1/Ce (L/mg)
(mg/gram) (gram/mg)
batang
2 ml 6.6335 0.1507 48926.8 2.044 x 10-5
3 ml 2.9733 0.3363 73398 1.362 x 10-5
4 ml 16.7372 0.0597 97856.7 1,022 x 10-5
5 ml 15.2223 0.0657 122324.7 0.817 x 10-5
Dari data diatas dibuat grafik hubungan 1/Ce vs 1/qe mengikuti persamaan Langmuir.

Grafik hubungan antara 1/ce


terhadap 1/qe
0.4
1/qe (gr/mg)

0.3 y = 8963.3x + 0.0356


0.2 R = 0.1396
0.1
0
0.00000000 0.00000500 0.00001000 0.00001500 0.00002000 0.00002500
1/Ce (L/mg)

11
Dari grafik hubungan hubungan Ce vs (Ce/qe) didapat persamaan regresi :
= 8963.3 + 0,0356
Dari rumus sebagai berikut
1 1 1 1
=[ ] +
.
Maka,
Intersep = 0,0356
1
= 0,0356

= 28.09
Slope = 8963.3
1
= 8963.3
.
1
= 8963.3
28.09
1
= = 3.972 106
28.09 8963.3

b. Persamaan adsorpsi menurut Freundlich


Variasi volume
qe
I-131 pada Log qe Ce (mg/L) Log Ce
(mg/gram)
batang
2 ml 6.6335 0.822 48926.8 4.689
3 ml 2.9733 0.473 73398 4.865
4 ml 16.7372 1.224 97856.7 4.990
5 ml 15.2223 1.182 122324.7 5.087

Dari data diatas dibuat grafik hubungan Log Ce vs Log qe mengikuti persamaan
Freundlich.

12
Grafik hubungan antara log Ce
terhadap log qe
1.4
1.2
Log qe 1
0.8
0.6
0.4 y = 1.2703x - 5.3089
R = 0.3859
0.2
0
4.6 4.7 4.8 4.9 5 5.1 5.2
Log Ce

Dari grafik hubungan hubungan Log Ce vs Log qe didapat persamaan regresi :


= 1.2703 5.3089
Dari rumus sebagai berikut
= . 1/
1
log = log + log

Maka,
Slope= 1.2703
1
= 1.2703

= 0.7872
Intersep = -5.3089
log = 5.3089
= 4.91 106

13
VII. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan fenomena adsorpsi zat cairan radioaktif di
bagian-bagian eceng gondok dengan pendekatan 2 persamaan yaitu Langmuir dan
Frieundlich. Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan
pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan
untuk menjelaskan isoterm adsorpsi, namun disini hanya dibahas 2 saja, yaitu Langmuir
dan Frieundlich.
Isoterm Langmuir ini berdasar asumsi bahwa:
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi
satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi
antara molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Isoterm Freundlich
Pada praktikum ini menggunakan metode Langmuir atau Frenluich untuk
menentukan tipe dari adsorpsi yang terjadi. Berat akan berfungsi sebagai variabel untuk
menghitung nilai qe. Diketahui bahwa digunakan Iodium-131 50 L dari larutan Iodin,
sehingga bisa dikonversikan ke L dan dapat dicari variabel sumbu x yaitu (1/Ce), yang
dengan qe nya adalah gram/L. Sementara untuk sumbu y nya merupakan variabel hasil dari
(massa bagian tumbuhan rata-rata / massa yang terserap).
Dari hasil percobaan, pencacahan hanya dilakukan pada bagian daun saja.
Banyaknya zat yang terjerap akan bergantung dari kemampuan atau daya serap tanaman.
Grafik yang terbentuk pada saat praktikum kurang sesuai dengan teori yang ada. Hal ini
dikarenakan salah satunya yaitu besarnya eceng gondok tiap variasi sampel tidak sama,
jumlah daun dan batang eceng gondok pada tiap sampel tidak sama. Maka dari itu
kemungkinan penyerapan zat radioaktif tiap bagian daun juga berbeda-beda yang
menyebabkan cacahan daun dari variasi sampel grafiknya naik turun karena tidak tahu
bagian daun yang manakah yang daya serapnya paling tinggi dan tingkat adsorpsinya sama
dengan daun pada sampel yang lain.

14
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
1. Fitoremediasi merupakan salah satu teknologi yang secara biologi yang memanfaatkan
tumbuhan atau mikroorganisme yang dapat berasosiasi untuk mengurangi polutan
lingkungan baik pada air, tanah dan udara yang diakibatkan oleh logam atau bahan
organic.
2. Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa
teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada
temperatur tertentu.
3. Nilai konstanta adsorpsi untuk metode Langmuir sebesar . .
4. Nilai konstanta adsorpsi untuk metode Langmuir sebesar 4.91
5. Banyaknya zat yang terjerap akan bergantung dari kemampuan atau daya serap
tanaman. Grafik yang terbentuk pada saat praktikum kurang sesuai dengan teori yang
ada. Hal ini dikarenakan salah satunya yaitu besarnya eceng gondok tiap variasi sampel
tidak sama, jumlah daun dan batang eceng gondok pada tiap sampel tidak sama.

IX. Tinjauan Pustaka


Baker, A.J.M. 1999. Metal Hyperaccumulator Plants: A Biological Resource for
Exploitation in the Phytoextraction of Metal-Polluted Soils. URL
Ghosh M. and Singh S.P. 2005. Comparative Uptake and Phytoextraction Study of Soil
Induced Chromium by Accumulator and High Biomass Weed Spesies. Journal
Applied Ecology and Environmental Research Vol. 3 No.2 Page: 67-79.
Haque, N., J.R. Beralta-Videa, G.L. Jones, T.E. Gill, and J.L. Gardea-Torresdey. 2008.
Screening the Phytoremediation Potential of Desert Broom (Baccharis Sarothroides
Gray) Growing on Mine Tailings in Arizona, USA. Journal Environmental
Pollution. Vol.153 Page: 362-368.
Khan, A.G., C. Kuek, T.M., Chaudry, C.S. Khoo and W.J. Hayes. 2000. Role of Plants,
Mycorrhyzae and Phytochelators in Heavy Metal Contaminated Land Remediation.
Journal Chemosphere Vol. 21 Hal: 197 207.
Priyanto, B., dan Priyatno, J. 2007. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan
Pencemaran, Khusus Logam Berat. Web: http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora.htm.

15
Rija, S. 2000. Evaluasi Pengaruh Tahan Terpapar Air Buangan Tekstil terhadap
Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa) serta Serapan beberapa Unsur
Logam Berat. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional VII Himpunan Ilmu Tanah
Indonesia. Bandung 2-4 November 1999. Hal: 1507-1521.
Salt, D. E., M. Blaylock, N. P. B. A. Kumar, V. Dushenkov, B. D. Enshley, L. Chet and L
.Raskin. 1996. Phytoremediation: A Novel Strategy for the Removal of Toxic Metals
from the Environments Using Plants. Biotechnology Vol. 13 Page: 468 474.
Schnoor, J. L and Cutcheon, S. C. Mc. 2005. Phytoremediation Transformation and
Control of Contaminants. USA: Wiley-Interscience Inc.
Sharma S., Sharma P., and Mehrotra. 2010. Bioaccumulation of Heavy Metals in Pisum
Sativum L. Growing In Fly Ash Amandemed Soil. Journal of American Science.
Vol. 6 No. 6 Page: 43-50.
Sukmabuana Putu, Tjahaja Poppy Intan. 2007. Penyerapan Cs-134 dari Tanah oleh
Tanaman Bunga Matahari (Helianthus Anuus, Less). Bandung: PTNBR BATAN
Syahputra, R. 2005. Fitoremediasi Logam Cu dan Zn dengan Tanaman Eceng Gondok
(Eichhornia Crassipes (Matt.) Solms). Jurnal Logika. Vol. 2 No. 2 Hal: 57-67.
Truu, J. Talpsep, E. Vedler, E. Heinaru, E & Heinaru, A. 2003. Enhanced Biodegradation
of Oil Shale Chemical Industry Solid Wastes by Phytoremediation and
Bioaugmentation. Estonia Academy Publisher.

Yogyakarta, 25 Juni 2016


Pembimbing, Praktikan,

Maria Christina P. Rikhi Galatia

16

Anda mungkin juga menyukai