Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai
Dan harapan penulise semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya agar dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Untuk memahami mengenai penanganan limbah logam menggunakan fitoremediasi
BAB 2
PEMBAHASAN
Berikut ini adalah 6 jenis fitoremediasi yang memiliki cara kerja yang berbeda beda
a. Phytosequestration
Juga disebut dengan phytostabilization. Terdapat berbagai macam proses yang
termasuk dalam kategori ini, bisa berupa penyerapan oleh akar, penyerapan ke
permukaan akar atau produksi biokimia oleh tanaman yang dilepaskan ke tanah
atau air tanah di sekitar akar, dan dapat menyerap, mengendap, atau
melumpuhkan kontaminan terdekat.
b. Rhizodegradation
Hal ini terjadi di tanah atau air tanah yang langsung berada di sekitar akar tanaman.
Eksudat dari tanaman merangsang bakteri rhizosfer untuk meningkatkan
biodegradasi kontaminan tanah.
c. Photohydraulic
Penggunaan tanaman berakar (biasanya pohon) untuk menampung, menyita atau
menurunkan kontaminan air tanah yang bersentuhan dengan akarnya. Dalam salah
satu contohnya, pohon poplar digunakan untuk mengandung lumut air tanah metil-
tert-butil eter (MTBE) (Hong et al. 2001. Environmental Science and Technology
35(6):1231-1239)
d. Phytoextraction
Juga dikenal sebagai phytoaccumulation. Tanaman mengambil atau mengalikan
kontaminan melalui akarnya dan menyimpannya di jaringan batang atau dedaunan.
Kontaminan tidak harus terdegradasi namun dikeluarkan dari lingkungan saat
tanaman dipanen. Ini sangat berguna untuk menghilangkan logam dari tanah dan,
dalam beberapa kasus, logam dapat dipulihkan untuk digunakan kembali, dengan
membakar tanaman, dalam proses yang disebut phytomining.
e. Phytovolatilization
Tanaman mengambil senyawa volatil melalui akarnya, kemudian memprosesnya
seperti ketika tanaman berespirasi, setelah itu akan dilepaskan ke atmosfir.
f. Phytodegradation
Kontaminan dibawa ke jaringan tanaman di mana mereka dimetabolisme, atau
biotransformasi. Dimana transformasi berlangsung tergantung pada jenis tanaman,
dan bisa terjadi pada akar, batang atau daun.
2.4 Tumbuhan Hiperakumulator Logam
Tumbuhan hiperakumulator adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk
mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi.
Kebanyakan tumbuhan umumnya mengakumulasi logam, misalnya nikel sebesar 10
mg/kg berat kering (setara dengan 0,001 %), tetapi tumbuhan hiperakumulator logam
mampu mengakumulasi hingga 11 % berat kering. Batas kadar logam yang terdapat di
dalam biomassa agar suatu tumbuhan dapat disebut hiperakumulator berbeda-beda
tergantung pada jenis logamnya. Kadmium kadar setinggi 0,01 % (100 mg/kg BK)
dianggap sebagai batas hiperakumulator, sedangkan batas bagi kobalt, tembaga, dan
timbal adalah 0,1 % (1.000 mg/kg BK) serta untuk seng dan mangan adalah 1 % (10.000
mg/kg BK).
Akumulasi logam oleh tumbuhan bergantung pada banyak faktor yaitu :
Sifat alamiah tumbuhan, seperti: spesies, kecepatan tumbuh, ukuran dan
kedalaman akar, kecepatan penguapan, serta kebutuhan nutrien untuk
metabolisme,
Faktor tanah, seperti: pH, kandungan dan sifat alamiah zat organik, status
nutrien, jumlah ion-ion logam dan anion-anion tertentu seperti fosfat, sulfat,
kadar mineral lempung, dan tipe tanah, dan
Variabel-variabel lingkungan dan pengelolaan yaitu temperatur, kelembaban,
sinar matahari, curah hujan, pemupukan dan lain-lain.
Jenis tanaman air di Indonesia sangat beraneka ragam dan hampir semuanya memiliki
kemampuan untuk menyerap limbah misalnya: Typha sp, Ipomeous sp, Eichornia
crassipies, Bunga Matahari (Helianthus anuusLinneus), Tumbuhan Obor (Typha latifolia),
Tanaman Enceng Gondok (Eichhornia crassipes), Kiambang (Salvinia molesta)
Salvina Molesta atau kiambang merupakan salah satu tanaman fitoremediator logam
berat Cd dan Cr yang terdapat pada limbah cair , serta mampu beradaptasi pada
lingkungan dengan kondisi salinitas rendah (<10%). S. Molesta mampu tumbuh pada
nutrisi yang rendah. Selain itu secara morfologi S. Molesta memiliki diameter daun yang
relatif kecil (rata-rata 2-4 Cm), tetapi memiliki perakaran yang lebat dan panjang
Kf dan n dapat dicari dengan membuat kurva ln(qe) berbanding ln(Ce). Kf didapat
dari titik potong dengan sumbu tegak dan n dari tangen arah garis lurus yang terbentuk.
Koefisisen Kf sering dikaitkan dengan kapasitas adsorpsi adsorben sehingga
mencerminkan jumlah rongga dalam adsorben tersebut (Singh and Alloway, 2006)
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
1. Interkasi tanaman dengan bahan pencemar memiliki mekanisme sebagai berikut :