Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR


MATERI :
Beta Thickness Gauging

Disusun Oleh :
Nama : Nisa Akmalia
NIM : 0112400392
Jurusan : Teknokimia Nuklir
Kelompok : 2
Rekan Kerja : 1. Annisa
2. Arbi Widiyantoro
3. Ridwan Arifudin
Asisten : Riko Iman D

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2017
A. Tujuan
1. Mengetahui prinsip kerja gauging
2. Mengukur ketebalan bahan menggunakan sumber radioaktif

B. Dasar Teori
Nuclear gauge adalah sistem peralatan (terdiri atas sumber radiasi dan detektor
radiasi) yang memanfaatkan sifat-sifat unik radiasi pengion untuk pengontrolan proses
dan kualitas produk. Perlu diketahui bahwa data yang diperoleh dari detektor akan
diteruskan ke sistem komputasi yang terkoneksi secara integral dengan sistem kontrol.
Penerapan teknik nuklir dalam proses kontrol mempunyai beberapa kelebihan
dibanding dengan teknik lainnya, antara lain :
- sumber radioaktif dapat dipilih sesuai dengan sifat bahan yang diukur
- tidak merusak, tidak ada kontak, dan tidak meninggalkan bekas pada bahan
- pengukuran cepat dan dapat dipercaya
- sesuai untuk bahan kimia yang berbahaya atau bahan yang bertemperatur ekstrim.
Teknik Gauging adalah teknik pengukuran dengan menggunakan radioisotop dan
teknik pengukuran ini ada beberapa macam, yaitu thickness gauging, level gauging, dan
density gauging. Cara kerja teknik pengukuran ini berdasarkan :
a. Cara Back Scaterring.
Cara Back Scaterring atau hamburan balik banyak digunakan dalam industry karena
dapat di singkat. Cara pakai seara luas di berbagai bidang kegiatan dan hasilnya
dapat diperoleh dalam waktu singkat. Cara hamburan balik ini, sering juga disebut
dengan uji tak merusak, karena radiasi yang datang tidak bereaksi dengan bahan
yang diamati, tetapi hanya sekedar memanfaatkan pantulan radiasi atau hamburan
balik dari radiasi yang mengenai bahan.
Cara hamburan balik yang pada umunya digunakan adalah sesuai dengan sumber
radiasi yang digunakan yaitu:
1. Cara hamburan balik radiasi neutron.
2. Cara hamburan balik radiasi fluorescensi sinar-X ( XRF).
3. Cara hamburan balik radiasi sinar-X dan radiasi Gamma.
4. Cara hamburan balik radiasi Beta.
Analisis bahan dengan cara tak merusak yang banyak dijumpai dalam bidang
industry dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu singkat adalah teknik
fluorescensi sinar-X( XRF), karena peralatannya mudah dibawa ke lapangan dan
hasilnya segera diketahui.
b. Cara Transmisi.
Teknik pengukuran dengan cara transmisi adalah dengan memanfaatkan sifat
atenuasi atau peneyerapan zarah radiasi oleh suatu bahan. Perbedaan intensitas
radiasi sebelum melewati suatu bahan dan sesudah melewati suatu bahan digunakan
untuk mengukur bahan tersebut.
Perbandingan intensitas pancaran yang datang dan intensitas yang masih
diteruskan, tergantung pada tebal bahan, Jenis bahan dan energi radiasi gamma.
Secara matematis hubungan tersebut dinyatakan dengan

I I 0 e x
dengan
I0 = Intensitas paparan radiasi yang datang (mR/jam)
I = Intensitas paparan radiasi yang diteruskan (mR/jam)
= Koefisienn serap linier bahan pada energi tertentu (mm-1)
x = Tebal bahan (mm)
Bila intensitas pancaran radiasi gamma tersebut digambarkan terhadap tebal bahan,
maka akan sesuai dengan gambar 1
Tebal paro (HVT) merupakan tebal bahan yang dapat menyerap sebagian intensitas
paparan radiasi yang datang sehingga intensitas paparan radiasi yang diteruskan
tinggal setengah intensitas mula-mula.

I 1
e HVT
I0 2
1
ln HVT
2
0,693
HVT

Gambar 1
Kurva Intensitas Radiasi vs Tebal Bahan

Nilai HVT dapat ditentukan secara matematis dengan persamaan 3 di atas atau
dapat juga ditentukan secara eksperimen dengan melakukan beberapa pengukuran
dan menggambarkan kurva peluruhan intensitas paparan radiasi sebagaiman
gambar diatas.
Nilai HVT sangat bermanfaat untuk keperluan praktis di lapangan, yaitu untuk
menentukan tebal suatu bahan yang diperlukan sebagai penahan radiasi
n
I 1

I0 2
dengan
n = banyaknya HVT penyusun tebal penahan radiasi
= x/HVT

Beta Thickness Gauging

Beta thickness gauging terdiri dari dua komponen dasar yaitu sumber radiasi, dan
detektor radiasi. Web yang akan diukur ditempatkan antara sumber dan detektor.
Selain itu, beberapa jenis komputer yang digunakan untuk memproses informasi
dari detektor, dan mengubahnya menjadi pengukuran.
Partikel beta tidak lebih electron yang bergerak cepat, yang dipancarkan dari isotop
radioaktif tertentu, yang disebut sumber. Elektron ini dipancarkan ketika atom
mengalami peluruhan.
Ketika mereka menumbuk materi, beberapa partikel akan melewati, sementara yang
lain akan berhenti. Tebal (atau lebih padat) materi, semakin banyak partikel akan
dihentikan. Dengan mengukur rasio jumlah partikel yang melewati materi ke nomor
tanpa bahan, ketebalan (atau berat) bahan dapat ditentukan.

Untuk membuat pengukuran yang akurat, penting bahwa materi tidak begitu
berat sehingga menghentikan semua (atau terlalu banyak) dari partikel beta. Hal ini
juga penting bahwa menghentikan sejumlah partikel beta . Jika terlalu ringan,
sehingga sedikit dari partikel beta akan dihentikan sehingga akan sulit untuk
mengukur jumlah yang berhenti. Dengan kata lain, hanya sejumlah kecil partikel
beta akan dihentikan.

Kesempatan bahwa partikel beta akan membuatnya melalui materi tergantung pada
seberapa berat bahan tersebut, dan pada kecepatan partikel beta. Sebuah partikel
bergerak lebih cepat memiliki kesempatan yang lebih baik melalui materi. Sumber
yang berbeda menghasilkan partikel beta dengan kecepatan yang berbeda. Jadi,
dengan memilih sumber yang menghasilkan partikel beta dari kecepatan yang
benar, kita bisa mencocokkan kecepatan yang dengan berat bahan kami mencoba
untuk mengukur. Inilah sebabnya mengapa beberapa sumber yang berbeda yang
digunakan dalam mengukur.

Ada tiga sumber beta yang umum digunakan:

1.Promethium (Pm147)
Ini adalah sumber energi beta termurah umum digunakan, sangat cocok untuk
pengukuran hingga sekitar 275 g / m2.

2.Krypton (Kr85)
Ini adalah sumber energi beat media. Sangat cocok untuk pengukuran di kisaran
150 sampai 1500 gram / m2.

3.Strontium (SR90)
Ini adalah sumber beta energi tertinggi yang umum digunakan. Sangat cocok untuk
pengukuran di kisaran 1.000-8.000 g / m2.

C. Alat dan Bahan


a. Sumber Sr-90
b. Lembaran aluminium foil, polimer, plastic mika, plastic fotokopi
c. Gunting
d. Jangka sorong
e. Detektor GM
D. Langkah Kerja
a. Tegangan kerja detector GM diatur pada HV 760
b. Background dicacah selama 100 detik
c. Sumber Sr-90 dicacah tanpa menggunakan penghalang selama 100 detik sebagai
intensitas awal (Io)
d. Sumber Sr-90 dicacah dengan menyisipkan aluminium foil antara sumber dan
detector
e. Pencacahan dilakukan kembali dengan ketebalan aluminium foil yang berbeda
untuk menentukan tebal paro ( HVL) aluminium foil
f. Sumber Sr-90 dicacah dengan mengganti aluminium foil dengan sampel yang akan
diukur ketebalannya
g. Dilakukan pengulangan untuk jenis penghalang yang berbeda
E. Data Percobaan
Sumber = Sr-90
Aktivitas Sumber =
HV = 760
t = 100 s
Slot kedua = 2 cm
Cacah background (cps) 75
72
75

Io(cps) Rt2 netto


12279 12234,33 12160,33
12307
12117

Cacah Standar

No Standar Tebal (mili inchi) Densitas (mg/cm3) Cacah


A Standar 1 (Al Foil) 0,7 4,5 11785
12028
11845
B Standar 2 (Al Foil) 1 6,5 11654
11567
11469
C Standar 3 (polymer) 4 9,6 11740
11855
11616
D Standar 4 (polymer) 8 19,2 11178
11006
11102
E Plastik E 0,03 59,1 5216
Plastik F 0,04 102 5045
5025
Cacah Sampel (cps)
Tebal mika = 0,22 cm
Tebal plastik = 0,125 cm
Tebal kertas = 0,175 cm

Mika Cacah netto Plastik Cacah netto Kertas Cacah netto


rt2 fotokopi rt2 rt2
2663 2698,667 2624,667 7101 7166 7092 6026 6003 5929
2776 7132 5970
2657 7265 6013

F. Pengolahan Data
a. Penentuan HVL

No Standar Tebal Tebal Cacah Cacah rata Netto


(mili inchi) (mm) rata
A Standar 1 (Al Foil) 0,7 0,01778 11785 11886 11812
12028
11845
B Standar 2 (Al Foil) 1 0,0254 11654 11563,33 11489,33
11567
11469
C Standar 3 (polymer) 4 0,1016 11740 11747 11673
11855
11616
D Standar 4 (polymer) 8 0,2032 11178 11095,33 11021,33
11006
11102
E Plastik E 5216 5095,333 5021,333
Plastik F 5045
Total 0,07 0,001778 5025

Grafik Hubungan Tebal Bahan VS Cacah Netto

12000

10000

8000 y = 11986e-0.488x
cacah netto

R = 0.9969
6000

4000 Series1
Expon. (Series1)
2000

0
0 0.5 1 1.5 2
tebal bahan (mm)

Tebal paro ( HVL) dihitung dengan menggunakan persamaan

I I 0 e x
I 1
e HVL
I0 2
0,693
HVL

Dari grafik diperoleh persamaan
y = 11986e-0,488x
sehingga nilai HVL
0,693
HVL

0,693
HVL
0,488
HVL= 1,42 mm = 0,142 cm
b. Penetuan tebal sampel
Tebal sampel dihitung dengan menggunakan

I I 0 e x

Ln() = -x

1. Sampel 1 (menggunakan penghalang mika)


Io = 12160,33
I = 2624,667

ln ( ) =


ln()
x=

2624,667
ln(12160,33)
=
0,488/

= 3,141 = 0,3141 cm

2. Sampel 2 (plastik fotokopian)


Io = 12160,33
I = 7092


ln ( ) =


ln()
x=

7092
ln(12160,33)
=
0,488/

=1,1049 = 0,11049 cm
3. Sample 3 (kertas)
Io = 12160,33
I = 5929


ln ( ) =


ln()
x=

5929
ln(12160,33)
=
0,488/

=1,4719 mm = 0,14719 cm

G. Pembahasan
Beta Thickness gauging adalah teknik pengukuran ketebalan bahan dengan
memanfaatkan radiasi beta. Bahan yang digunakan adalah aluminium foil. Pada praktikum
ini dilakukan pengukuran ketebalan aluminium foil dengan menggunakan radiasi beta yang
berasal dari Stronsium-90 yang memiliki waktu paruh 28,8 tahun.
Pengukuran ketebalan kali ini menggunakan sumber radiasi beta. Jika
menggunakan radiasi alpha maka kemungkinan kecil radiasi akan menembus aluminium
foil. Sedangkan jika menggunakan radiasi gamma, aluminium foil akan sangat transparan
terhadap radiasi gamma karena daya tembus radiasi yang sangat tinggi.

Prinsip beta thickness gauging adalah pemanfaatan daya tembus (transmisi) radiasi
beta terhadap material, Daya tembus radiasi beta dipengaruhi oleh koefisien atenuasi ()
yang nilainya spesifik untuk setiap material, Dengan mengetahui nilai , maka ketebalan
suatu bahan dapat diketahui.
Beta thickness gauging terdiri dari dua komponen dasar, yaitu sumber radiasi dan
detektor radiasi. Material yang akan diukur ditempatkan di antara sumber dan detektor.
Pada industri, ditambahkan perangkat komputer untuk memproses informasi dari detektor
dan mengkonversinya sebagai nilai ketebalan. Secara sederhana, skema beta thickness
gauging adalah sebagai berikut,

Sebelum menentukan tebal bahan, pertama tama dilakukan cacah latar, yaitu
pencacahan sumber Sr 90 tanpa menggunakan material penghalang. Setelah itu, dilakukan
pencacahan pada Sr 90 dengan menggunakan material penghalang berupa aluminium foil,
polymer dan plastik. Masing masing pencacahan menggunakan material penghalang
dilakukan 3 kali pencacahan.
Pencacahan sumber standar dilakukan pada 5 variasi untuk menentukan kurva
standar dan nilai HVL. Sehingga dapat diketahui nilai HVL dari kurva standar dengan
persamaan y = 11986e-0,488x adalah 0,142 cm. Kemudian dapat ditentukan tebal sampel
yaitu mika, plastik (fotokopian) dan kertas masing-masing sebesar 0,3141 cm, 0,11049 cm,
dan 0,14719 cm. Sedangkan apabila dibandingkan dengan tebal bahan hasil dari
pengukuran dengan jangka sorong maka diperoleh 0,22 cm (mika), 0, 125 cm (plastik
fotokopian), dan 0,175 cm (kertas).
Saat radiasi mengenai material, sebagian dari radiasi akan menembus
penghalang, dan sebagiannya tidak. Semakin tebal atau padat suatu material, akan semakin
banyak radiasi yang tidak dapat menembus penghalang. Dengan mengukur perbandingan
radiasi yang melewati material dengan radiasi tanpa penghalang, ketebalan suatu material
dapat ditentukan.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, di dapatkan grafik sebagai berikut :
Grafik Hubungan Tebal Bahan VS Cacah Netto

12000

10000

8000 y = 11986e-0.488x
cacah netto

R = 0.9969
6000

4000 Series1
Expon. (Series1)
2000

0
0 0.5 1 1.5 2
tebal bahan (mm)

Dari grafik tersebut, dapat dilihat bahwa semakin tebal material penghalang,
semakin sedikit cacahan yang dihasilkan.

H. Kesimpulan
a. Teknik thickness gauging adalah teknik menentukan ketebalan aluminium dengan
menggunakan sifat tranmisi radiasi beta.
b. Semakin besar ketebalan bahan maka radiasi beta yang tembus semakin sedikit
sehingga jumlah cacahan semakin kecil.
c. Nilai koefisien atenuasi () dari kurva standar adalah 0,488
d. Half value thickness dari kurva standar untuk radiasi beta adalah 0,142 cm
e. Ketebalan sampel 1 adalah 0,3141 cm, sampel 2 adalah 0,11049 cm sedangkan
ketebalan sampel 3 adalah 0,14719 cm.

I. Daftar Pustaka
Astuti, Puji. LAPORAN PRAKTIKUM BETA THICKNESS GAUGING.2012.STTN-
BATAN, YOGYAKARTA
http://dokumen.tips/documents/beta-gauging-laporan-praktikum-aplikasi-teknik-
nuklir.html
http://www.atigauge.com/how.html

Yogyakarta, 11 Juni 2017

Asisten Praktikan

Riko Iman D Nisa Akmalia Thori

Anda mungkin juga menyukai