Anda di halaman 1dari 7

Pengolahan secara Fisika Kimia

Bab 8

PENGOLAHAN LIMBAH SECARA FISIKA-KIMIA

8.1 PENDAHULUAN

Sasaran pengolahan limbah adalah :


• Sasaran utama adalah memperoleh residu yang sesuai baku mutu. Misalnya dalam limbah
cair, maka materi terlarut atau tersuspensi semaksimal mungkin dipisahkan dari larutannya,
dengan beragam cara, baik secara fisika, kimia maupun biologi.
• Sasaran lain adalah memperingan beban pengolahan selanjutnya, misalnya melalui
pengendapan, netralisasi, stabilisasi, dsb
• Khusus untuk pengolahan limbah berbahaya, maka sasaran utamanya adalah detoksifikasi
bahan berbahaya agar menjadi lebih tidak berbahaya, misalnya reduksi Cr (VI) menjadi Cr
(III), atau menjadi immobile

Beraneka ragam cara pengolahan limbah berbahaya, yang dapat dikelompokkan secara fisika-
kimiawi, secara biologi daan secara termal. Kombinasi dari keempat kelompok tersebut banyak
diterapkan untuk mendapatkan biaya yang paling efektif dan sesuai dengan kriteria lingkungan.

Baku mutu emisi dan limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan tersebut tertuang dalam Kep-
03/BAPEDAL /09/1995 tentang baku mutu emisi dari insinerator menurut dan baku mutu kegiatan
pengolahan limbah industri B3 .

Beberapa jenis proses fisika-kimia adalah antara lain : stripping, adsorpsi, proses dengan
membran, oksidasi-reduksi, dan penggunaan sifat-sifat fluida kritis.

8.2 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Secara umum pengolahan lengkap limbah cair adalah sebagai berikut :


1. Storage atau equalization : menyeimbangkan beban aliran dan beban organik yang akan
masuk ke pengolahan utama
2. Proses pengolahan pendahuluan, misalnya netralisasi, atau pengasaman dalam proses
reduksi pada pengolahan khrom, atau pembasaan seperti pada pengolahan sianida
3. Proses pengolahan kimia utama, biasanya mereduksi atau mengoksidasi bahan-bahan kimia
agar lebih tidak toksik. Unit ini dapat pula berfungi sebagai pengolah utama, sehingga tidak
dibutuhkan pengolahan biologi
4. Pengendapan, dibutuhkan untuk mengendapkan proses yang terjadi sebelumnya
5. Bila limbah berbahaya mengandung bahan organik, maka pengolahan lanjut adalah
degradasi materi organik memanfaatkan mikroorganisme pengurai sesuai jenis limbah yang
akan diolah.
6. Pengendapan, dibutuhkan untuk mengendapkan sludge dan biomas hasil degradasi.
Sebagian biomas mikrorganisme kadangkala diresirkulasi kembali.
7. Proses pengolahan spesifik, misalnya penurunan nutrisi untuk mencegah eutrifikasi, atau
proses netralisasi dsb
8. Penanganan sludge, yang dapat berkatagori B3 atau berkatagori non-B3.

8.3 PENGOLAHAN SECARA FISIKA

Pengolahan secara fisika merupakan proses tanpa adanya reaksi kimia atau biologi. Setiap tahap
dari proses fisika melibatkan tahapan pemisahan materi tersuspensi dari fase fluidanya.
Didasarkan atas proses yang digunakan, pengolahan secara fisika dapat dikelompokkan menjadi
:
a. Pemisahan yang didasarkan atas kerja suatu gaya pada campuran bahan yang akan diolah.
Yang paling sederhana adalah menggunakan prinsip perbedaan densitas antar satu bahan
dibanding bahan yang lain, seperti pemisahan materi tersuspensi pada pengolahan air sungai
agar terendapkan, atau flotasi materi yang lebih ringan dari air. Contoh lain adalah
penggunaan gaya magnetis, seperti pemisahan logam magnetis dengan logam non-
magnetis.

Pengelolaan Limbah B3-2008 VIII-1


Pengolahan secara Fisika Kimia

b. Pemisahan melalui bukaan sebuah media, atau melalui media berpori. Proses ini mulai dari
yang sederhana seperti screening, sampai pengunaan membran. Dalam filtrasi secara
konvensional, limbah cair dilalukan melalui media berpori dan granular dengan diameter antar
pori sedemikian rupa sehingga materi tersuspensi dapat ditahan dalam media tersebut. Bila
filtrasi yang digunakan mempunyai pori yang cukup kecil, maka pemisahan dalam tingkat
molekul bisa dicapai, yang dilakukan melalui sebuah membran, seperti ultrafiltrasi (UF),
reverse osmosis (RO) dan elektrodialisis (ED).
c. Pemisahan jenis lain adalah berdasarkan perbedaan fasa, seperti ekstraksi solven
menggunakan solven lain, stripping, atau pemanfaatan pronsip sorpsi.

8.4 ULTRAFILTRASI (UF)

Filtrasi merupakan kelompok proses yang sering digunakan dalam pemisahan fasa padat-cair.
Dalam filtrasi secara konvensional, limbah cair dilalukan melalui media berpori dan granular
dengan diameter antar pori sedemikian rupa sehingga materi tersuspensi dapat ditahan dalam
media tersebut. Variabel desain biasanya didasarkan atas beban hidrolis, atau laju volumetris per
satuan luas media. Media berpori yang biasa digunakan adalah pasir. Filter dengan multi media
sering digunakan untuk menambah kinerja dari sistem. Disamping itu, filter vakum, belt press dan
filterpress sering digunakan untuk menyisihkan air dari lumpur untuk memproduksi filter cake
dengan kandungan padatan sampai 50 %.

Bila filtrasi yang digunakan mempunyai pori yang cukup kecil, maka pemisahan dalam tingkat
molekul bisa dicapai, yang dilakukan melalui sebuah membran. Proses filtrasi yang berkatagori
molekuler adalah ultrafiltrasi (UF), dan berkatagori molekuler seperti reverse osmosis (RO) dan
elektrodialisis (ED).

Berat molekul partikel yang lebih besar dari cutoff yang dirancang pada membran, akan
menentukan jenis proses yang terjadi. Perbedaan antara cutoff berat molekular berkaitan dengan
perbedaan tekanan kerja untuk memberikan flux tertentu. Cutoff untuk UF biasanya dari ribuan
6
sampai 10 dalton (molekul dengan berat mol dari ribuan sampai 1 juta gram/mol). Semua
komponen kimia dengan berat molekuler lebih besar dari cutoff tersebut akan tertahan oleh pori
membran, sedang yang lebih kecil akan lolos. Membran UF biasanya bekerja pada perbedaan
tekanan setinggi 5 - 100 psi, dan sering pula digunakan di hulu proses sebelum membran RO.
Proses UF dapat dioperasikan secara batch maupun menerus. Guna meningkatkan efisiensi,
dibutuhkan pengulangan aliran. Dalam aplikasi pengolahan limbah berbahaya, UF telah
diterapkan dalam daur-ulang polyvinyl alcohol pada industri tekstil, pemisahan emulsi minyak-air,
serta industri cat. Membran RO bekerja dengan cut off berat molekul yang lebih kecil.

8.5 REVERSE OSMOSIS (RO)

Membran RO bisa mencapai cutoff 100 - 200 dalton. Oleh karenanya, membran RO akan dapat
menahan beraneka ragam organik maupun anorganik, dengan tekanan transmembran sampai
500 psi. Proses ini telah banyak diterapkan dalam penjernihan air laut. Dalam aplikasi
pengolahan limbah berbahaya, prinsip ini telah diterapkan pada limbah industri elektroplating,
untuk menangkap/ memanfaatkan kembali logam-logam berat.

Larutan dialirkan melalui membran semi permeabel dari larutan encer menuju larutan yang lebih
pekat misalnya air laut. Membran akan meloloskan molekul-molekul air dan sedikit molekul-
molekul garam. Akibatnya, terjadi kenaikan tekanan dalam larutan yang lebih pekat (garam)
sampai tekanan osmotis tercapai.

Pada kondisi ini, terjadi keseimbangan dan praktis transport solven tidak ada. RO terjadi bila
tekanan mekanis yang lebih tinggi dari tekanan osmosis diterapkan pada larutan yang lebih
pekat.

Perbedaan tekanan (tekanan osmosis) yang diterapkan pada membran mengakibatkan solven
mengalir dari larutan yang lebih kuat ke larutan yang lebih lemah.

Pengelolaan Limbah B3-2008 VIII-2


Pengolahan secara Fisika Kimia

8.6 ELEKTRODIALISIS (ED)

Elektrodialisis (ED) merupakan proses pemisahan materi berion dari air dengan menggunakan
arus listrik. Disamping itu digunakan membran ion-selective (membran kation dan membran
anion), sehingga memungkinkan lalunya kation-kation melalui membrane kation pengganti (cation
exchange membrane), serta anion-anion melalui membran pengganti anion (anion exchange
membrane).

Secara elektrokimia Ion-ion berpindah melintasi membran selektif anion dan kation dari larutan
yang lebih encer menuju larutan yang lebih pekat. Membran selektif-ion memungkinkan lolosnya
kation-kation melalui membran penukar kation atau lolosnya anion-anion melalui membran
penukar anion. Dengan adanya aliran listrik, maka kation-kation akan lolos menuju katode,
sedang anion-anion berkumpul menuju anoda. Proses ED telah digunakan dalam industri
elektroplating untuk menangkap logam-logam berat.

Sejumlah sel-sel membran setebal 0,5 mm dengan jarak 1 mm diletakkan diantara 2 elektroda.
Elektrode-elektrode yang digunakan perlu secara terus menerus dibilas untuk menghindari
terjadinya penumpukan gas hidrogen pada katode, serta oksigen atau khlor pada anode.

Dibutuhkan beberapa kali pengulangan limbah cair melalui ED agar diperoleh kumpulan logam
yang dapat digunakan kembali, dengan efluen yang memenuhi persyaratan. Dilaporkan di AS
bahwa unit telah dapat mencapai efisiensi pemisahan logam sampai 90 % dengan tekanan kerja
40 - 60 psi.

8.7 PEMISAHAN BERDASARKAN BEDA FASE

Stripping udara merupakan cara pengolahan limbah dengan prinsip transfer massa melalui
volatilisasi senyawa-senyawa (yang berada dalam air) melalui aliran udara, sehingga transfer
massa antara air dan udara dapat terjadi. Limbah yang akan diolah dialirkan ke bawah, dan dari
bawah dialirkan udara sehingga cemaran yang akan disisihkan berpindah dari fasa cair ke fasa
gas (uap). Untuk meningkatkan kinerja penyisihan dilakukan beberapa jalan, antara lain :
- Reaktor pengolah diisi media tertentu (packed tower),
- Reaktor pengolah dibagi dalam bidang-bidang melintang (tray tower),
- Udara dimasukkan melalui semburan udara (diffused system),
- Udara dimasukkan melalui aerasi mekanis (mechanical aeration)

Mekanisme transfer udara serta proses yang berlangsung pada prinsipnya adalah sama satu
dengan yang lain. Cara ini dapat digunakan untuk beragam jenis organik bervolatil dan mampu
menyisihkan sampai konsentrasi yang sangat rendah. Namun cara ini tidak cocok untuk
senyawa-senyawa non volatil (dengan konsentrasi Henry  0,01).

Cara ini merupakan salah satu proses yang paling umum dilakukan untuk mengolah air tanah
yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa organik bervolatil seperti pelarut organik dan lebih
efektif untuk menyisihkan cemaran dengan konsentrasi rendah (< 200 mg/L), misalnya melalui
soil vapor extraction (SVE).

8.8 SOIL VAPOR EXTRACTOR (SVE)

Tumpahan atau bocoran minyak menyebabkan pencemaran tanah permukaan dan


subpermukaan oleh senyawa volatil organik atau volatile organic compound (VOC). Cemaran
dengan densitas rendah akan cenderung berada di pori-pori kapiler atau permukaan air tanah,
sedang cemaran yang lebih berat akan mengikuti aliran dan cenderung menuju ke bawah akuifer
sampai menjumpai tanah kedap. Cemaran-cemaran yang berada di pori-pori tanah inilah yang
menjadi target proses SVE. SVE merupakan pilihan teknologi remediasi tanah yang baru
dikembangkan, untuk menyingkirkan SVE dari tanah dan dari area zone vadoze. Aplikasinya di
lapangan dapat dilaksanakan secara in-situ (lihat gambar), maaupun ex-situ.

Prinsip SVE adalah dengan membangun sumur-sumur ektraksi uap atau pipa-pipa perforasi pada
zone yang akan diremediasi. Kemudian dilakukan penyedotan (vakum) untuk memaksa gas atau
uap cemaran dapat keluar dari tanah tersebut. Sistem SVE biasanya dilengkapi dengan drum

Pengelolaan Limbah B3-2008 VIII-3


Pengolahan secara Fisika Kimia

knockout untuk menyisihkan uap air yang terbawa, dilanjutkan dengan pengolahan gas, biasanya
dengan karbon aktif, sebelum dilepas ke udara bebas.

Aplikasi yang dilaksanakan di AS dilaporkan bahwa radius jangkauan sumur ekstraksi bervariasi
antara 6 – 45 m tergantung jenis tanah yang akan diremediasi. Kedalaman yang dapat dicapai
–4
sampai mencapai 7 m, dengan kelulusan rata-rata 10 cm/det. Mekanisme penyisihan VOC
pada SVE adalah:
a. adveksi yaitu gerakan cemaran fasa uap dengan aliran udara melalui media tanah
yang permeabel
b. difusi yaitu gerakan cemaran melalui media tanah karena adanya gradien konsentrasi.

8.9 STEAM STRIPPING / DISTILLATION

Evaporasi bersasaran mengkonsentrasikan limbah cair berbahaya untuk ditangani lebih lanjut.
Cara ini cocok bagi cemaran dengan tekanan uap yang rendah pada temperatur kerja evaporator.
Biasanya cara ini digunakan sebagai pra-pengolahan, misalnya pengkonsentrasian trinitrotoluene
sebelum diolah di sebuah insinerator. Teknik ini akan menjadi murah bila memanfaatkan sinar
matahari, misalnya dalam pengeringan lumpur pengolahan limbah dalam sludge drying bed. Bila
dalam campuran limbah tersebut terkandung juga organik bervolatil yang mempunyai tekanan
uap seperti air, maka uap yang terbentuk masih memerlukan pengolahan lebih lanjut. Bagian
teruapkan merupakan komponen yang ditangkap kembali untuk dimanfaatkan lebih lanjut.

Berbeda dengan evaporasi, maka proses distilasi bersasaran memisahkan organik bervolatil
dengan penguapan berdasarkan perbedaan suhu didihnya. Bila sebuah fasa cair tidak larut
dalam air, maka prosesnya dikenal sebagai steam distillation, sedang bila fasa cair tersebut larut
dalam air, maka prosesnya adalah steam stripping. Pada distilasi uap, dilakukan penambahan air
pada bahan yang mempunyai titik didih di atas titik didih uap. Uap terdiri dari campuran uap air
dan uap komponen organik. Pada fluida yang tidak larut, tekanan uap setiap komponen akan
diatur hanya dengan komposisi fasa fluidanya dan temperatur. Dengan hadirnya uap, maka
tekanan atmosfir pada temperatur yang lebih rendah akan tercapai. Distilat yang dihasilkan
setelah dikondensasikan akan membentuk fasa tak larut yang selanjutnya dapat dipisahkan
secara mudah.

8.10 ADSORPSI KARBON AKTIF

Adsorpsi merupakan proses fisika dengan adanya mekanisme adhesi dari molekul-molekul atau
partikel-partikel cemaran terlarut (adsorbat) pada permukaan padat (adsorben) tanpa ada reaksi
kimia. Sedang absorpsi merupakan penetrasi molekul-molekul atau partikel-partikel cemaran ke
dalam media absorben padat, seperti layaknya sponge dengan air. Salah satu adsorben pada
proses adsorpsi yang paling sering digunakan adalah karbon aktif.

Penyisihan substansi organik (termasuk bau dan warna) banyak dilakukan dengan karbon aktif,
dalam bentuk butiran ataupun serbuk. Granular activated carbon (GAC) adalah yang paling
sering digunakan untuk menyisihkan senyawa-senyawa organik pencemar pada air tanah, serta
dari limbah industri. Sedang karbon aktif bubuk banyak digunakan dalam sistem pengolahan
secara biologis. Keefektifan karbon aktif dalam menyisihkan substansi berbahaya dari larutannya
adalah berbanding lurus dengan luas permukaannya, karena adsorpsi adalah reaksi permukaan.
Setelah digunakan, kolom karbon aktif lama kelamaan menjadi jenuh dan perlu diregenerasi. Bila
substansi organik adalah bersifat volatil, media karbon dapat diregenerasi dengan pemanasan.

Sistem yang digunakan biasanya aliran kontinu disusun secara seri, sehingga unit terakhir
berfungsi pembersih (polishing). Dapat digunakan aliran upflow atau downflow. Modivikasi juga
dijumpai dengan sistem downflow yang dijalankan secara paralel.

8.11 PENGOLAHAN SECARA KIMIA

Pengolahan secara kimiawi pada dasarnya memanfaatkan reaksi-reaksi kimia untuk


mentransformasi limbah berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Berbagai bentuk pengolahan
misalnya seperti netralisasi, koagulasi-flokulasi, oksidasi dan reduksi, penukaran ion, khlorinasi.
Netralisasi limbah asam dengan alkali merupakan contoh pengolahan secara kimiawi untuk
menetralisir limbah B-3 (biasanya korosif) :

Pengelolaan Limbah B3-2008 VIII-4


Pengolahan secara Fisika Kimia

asam + basa  garam + air.

Limbah yang asam dapat dinetralisir misalnya dengan pengolahan kapur Ca(OH)2, caustic soda
(NaOH) atau soda abu Na2CO3. Yang termurah diantara basa tersebut adalah Ca(OH)2. Dengan
kontainer yang teraduk serta pengaturan pH, maka penetralisir ini ditambahkan pada limbah
yang bersifat asam. Limbah alkalin dapat dinetralkan dengan asam mineral kuat seperti H 2SO4
atau HCl atau dengan CO2. Kontrol pH dan pengaduk juga dibutuhkan dalam proses ini.

Limbah cair yang mengandung logam berat, bila konsentrasinya cukup tinggi, maka logam
tersebut dapat dipisahkan dari cairannya, dan biasanya dilakukan dengan pengendapan. Logam-
logam tersebut akan mengendap secara baik pada pH tertentu (tergantung dari ion-ionnya) untuk
menghasilkan senyawa tak larut. Netralisasi limbah asam akan menyebabkan pengendapan
logam berat sehingga logam ini dapat disingkirkan sebagai lumpur melalui klarifikasi
(pengendapan) atau filtrasi.

8.12 KOAGULASI-FLOKULASI-SEDIMENTASI

Bentuk endapan sludge yang sering digunakan adalah hidroksida, misalnya logam berat yang
diendapkan dengan kapur. Hidroksida logam berat biasanya tidak larut. Pembentukan karbonat
dan sulfida juga banyak diterapkan. Cara lain adalah kombinasi keduanya, misalnya
pengendapan hidroksida terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pengendapan sulfida seperti
penambahan Na2S atau NaHS. Selama pengendapan sulfida mungkin akan timbul gas H2S yang
berbahaya. Karenanya, kondisi sedikit alkalin perlu dipertahankan.

Proses pengendapan logam berat dapat dipercepat dengan penambahan bahan kimia yang larut
dalam air dan atau penambahan polimer sehingga terjadi koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan
flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dari cairannya bila dengan
pengendapan biasa ternyata kurang memuaskan. Koagulasi adalah penambahan dan
pengadukan cepat sebuah koagulan untuk menetralisir muatan dan membentuk partikel limbah
yang koloid sehingga menjadi lebih besar dan dapat mengendap. Koagulan yang biasa
digunakan adalah Al2 (SO4) 3., FeCl3. atau Fe(SO4)3.

Penggunaan polimer organik seringkali lebih efektif dibanding penambahan garam-garam alum
atau besi dalam menumbuhkan flok. Koagulan-koagulan ini mengakibatkan partikel-partikel koloid
membesar dan membentuk flok. Flok-flok ditumbuhkan dengan pengadukan lambat dengan
pengontrolan pH untuk menghasilkan partikel yang lebih besar. Koagulan logam ini sensitif
terhadap pH dan alkalinitas, oleh karenanya bila pH tidak dijaga secara baik klarifikasi menjadi
kurang baik.

8.13 PROSES OKSIDASI-REDUKSI

Proses kimia secara oksidasi-reduksi dapat digunakan untuk merubah pencemaran yang bersifat
toksik menjadi lebih tidak berbahaya. Reaksi-reaksi kimiawi yang melibatkan oksidasi dan reduksi
dikenal sebagai reaksi redoks.
Contoh oksidasi adalah pengolahan limbah sianida dengan khlorinasi dalam suasana alkalin.
Sianida dioksidasi menjadi sianat yang lebih tidak toksik, kemudian dirobah menjadi CO2 dan
nitrogen. Reaksi terjadi pada pH > 10 untuk membentuk natrium sianat. Proses khlorinasi ini
dapat pula dilaksanakan dengan menggunakan hipokhlorit atau peroksida atau ozon untuk
mendestruksi secara sempurna limbah sianida.

Contoh reduksi adalah khrom (Cr) hexavalen (VI) yang dikatagorikan sangat toksik, yang
direduksi menjadi khrom trivalen (III) dalam suasana asam (pH sekitar 2), kemudian dilanjutkan
dengan pengendapan khrom hidroksida.
Khlor adalah oksidator kuat yang banyak digunakan karena relatif efektif pada konsentrasi
rendah. Bahan ini banyak digunakan sebagai desinfektan pada air minum. Kadangkala digunakan
gas khlor. Gas ini bersifat racun, berwarna kuning-hijau pada temperatur kamar dan tekanan
atmosfer. Uap khlor sangat korosif sehingga wadah atau pipa yang digunakan harus non-logam
atau campuran logam khusus. Uap khlor menyebabkan iritasi pada pernafasan dan mata, dan
pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan fisis.

Pengelolaan Limbah B3-2008 VIII-5


Pengolahan secara Fisika Kimia

Khlor adalah oksidator kuat dan mampu bereaksi dengan banyak pencemar dalam limbah. Khlor
bereaksi dengan amonia membentuk senyawa khloramin yang bersifat biosidal, yaitu
monokhloramin, dikhloramin, dan trikhloramin.

8.14 PROSES OKSIDASI LANJUT (ADVANCED OXIDATION PROCESS)

Banyak proses abiotis (non-biologis) untuk mengolah limbah B3. Saat ini yang banyak diterapkan
dan dilakukan pengembangannya adalah kelompok Advanced Oxidation Processes (AOP),
seperti penggunaan ozone, cahaya ultraviolet (UV) dan ozone, hydrogen peroxide dan ozone,
cahaya UV dan hydrogen peroxide, reagen Fenton (hydrogen peroxide dan catalysts), dan
photocatalysis dengan media titanium oxide.

Reaktan yang biasa dikenal diatara AOP adalah radikal hiydroxyl (OH.) Radikal ini tidak stabil,
dan bereaksi dengan hampir semua senyawa organik. Senyawa-senyawa organik yang kaya
elektron, seperti aromatis dan alkene, akan bereaksi dengan cepat dengan radikal hydroxil.

Walapun proses biologis biasanya menawarkan mekanisme yang lebih cost-effective untuk
mengolah kontaminan, namun AOP lebih mampu dalam mengolah senyawa-senyawa yang
bersifat biorefractory (resistan terhadap degradasi biologis), seperti perchloroetyhyelen (PCE).
PCE terdegradasi melalui proses anaerob, namun akan lebih cepat lagi terdegradasi dengan
AOP, karena reaksinya yang cepat dengan radikal hydroxyl.

Reaktan yang paling banyak digunakan dalam AOP adalah hydrogen peroxide, ozone dan
cahaya UV. Peroksida (H2O2) relatif stabil dan dapat diperoleh dalam kemasan-kemasan,
bahkan dalam skala besar. Ozone dikenal tidak stabil dan harus dibuat di tempat, melalui corona
discharge. Cahaya UV secara komersial dapat diperoleh, biasanya dipasang pada reaktor quartz
tubular, yang tidak mengabsorb cahaya yang dihasilkan.

8.15 OKSIDASI BASAH (WET OXIDATION)

Penggunaan proses fotolisis, yaitu radiasi ultra violet (UV) telah juga diterapkan untuk
degradas -i senyawa kompleks besi-sianida yang stabil dan sulit dioksidasi dengan khlor atau
dengan ozon. Radiasi UV digunakan sebagai pemutus ikatan besi-sianida, menghasilkan sianida

bebas dan besi hidroksida : Fe(CN)  Fe +3 + CN
-3

Sianida bebas selanjutnya dioksidasi oleh khlor atau dengan ozon menjadi sianat, sesuai dengan
reaksi :

CN + 2 OCl + 2 H  CNO + 2 Cl + H2O.


- - - -

Bila oksidasi ini dilanjutkan, sianat akan dirubah menjadi CO2 dan nitrogen.

Oksidasi basah atau wet oxidation (WO) sering pula digunakan dalam pengolahan limbah
berbahaya. WO adalah proses oksidasi dengan oksigen dilaksanakan pada temperatur 150 - 300
oC, sedang tekanan dipertahankan antara 2 - 20 kPa untuk mengontrol penguapan dan reaksi.
Relatif tingginya temperatur, akan mengeringkan lumpur yang akan diolah. Sebagian besar unsur
karbon organik akan dioksidasi menjadi oksida karbon, hidrogen akan dikonversi menjadi H2O,
senyawa halogen akan menjadi halida, dan senyawa sulfur akan menjadi sulfat. Cara ini cukup
efektif untuk mengolah limbah yang mengandung sianida, sulfida, hidrokarbon alifatik,
hidrokarbon aromatik, termasuk organik berkhlor atau juga fenol.

Pengembangan lebih lanjut adalah teknologi Supercritical Fluids (SCF) yang dicirikan dengan
temperatur dan tekanan tinggi. Proses Temperatur-tinggi dan Tekanan-tinggi telah banyak
digunakan untuk mengolah limbah kimia organik.

8.16 SUPERCRITICAL FLUIDS (SCF)

Proses dengan konsep Supercritical Fluids (SCF) banyak diterapkan untuk limbah kimia organik,
tanah dan sludge yang tercemar dan sangat sulit terdegradasi. SCF bersasaran mengubah
karakteristik fisik larutan menjadi kondisi fasa yang disebut sebagai superkritis, yang dapat
mempercepat proses oksidasi. Pada fase ini, air yang melarutkan limbah akan berada pada fasa
cair dan uap sekaligus akibat tekanan dan termperatur tinggi.

Pengelolaan Limbah B3-2008 VIII-6


Pengolahan secara Fisika Kimia

SCF didasarkan atas konsep bahwa titik kritis (critical point) air berada pada kondisi tanpa batas
o
fasa (cair dan uap) yaitu pada 374,2 C dan 218,4 atm . Diatas kondisi ini, air berada pada fasa
super kritis (single fasa). Bila transformasi dilakukan pada kondisi ini, maka efek sorpsi bisa
dihilangkan, Pada saat yang sama, dengan adanya oksigen akan terjadi peningkatan oksidasi
terhadap molekul-molekul organik dari organik di limbah, dengan peningkatan kinetika reaksi
yang sangat tinggi. Oksidasi berlangsung cepat dan relatif sempurna. Pada fasa tersebut, sifat-
sifat fasa cair atau uap sudah berubah, dan mempunyai sifat-sifat fisika yang baru, sehinga
senyawa organik yang sulit terdegradasi akan menjadi sangat larut dan mudah diuraikan.

Proses ini telah berhasil digunakan pada reaktor ex-situ. Dilaporkan bahwa efisiensi destruksi
dapat mencapai > 99 % untuk limbah sejenis Trichloroethylene (TCE), Trichloroethane (TCA),
insektisida organoklorin, PCB, dioxin, dsb.

Pengelolaan Limbah B3-2008 VIII-7

Anda mungkin juga menyukai