Anda di halaman 1dari 19

Nama : Fajar Riski Maydani

NIM : N1A117072
Kelas : 5K/K3
Mata Kuliah : Toksikologi Industri

1. Toluena diisosianat
 Profil kimia
Toluene diisocyanate adalah senyawa organik dengan rumus CH₃C₆H₃
(NCO)₂. Dua dari enam isomer yang mungkin secara komersial penting: 2,4-TDI
dan 2,6-TDI. 2,4-TDI diproduksi dalam keadaan murni, tetapi TDI sering
dipasarkan sebagai campuran 80/20 dan 65/35 masing-masing dari 2,4 dan 2,6
isomer.
Rumus: C9H6N2O2
Kepadatan: 1,21 g/cm³
Massa molar: 174,2 g/mol
Titik didih: 251°C
Titik lebur: 21,8°C

 Mekanisme
Toluene dapat diserap kedalam tubuh melalui inhalasi, pencernaan, dan
kontak dengan kulit. Paparan toluena telah dikaitkan dengan pusing, halusinasi,
gangguan jantung dan dapat merusak janin. Gejala-gejala berikut dapat terjadi
segera setelah terpapar tingkat lebih dari 100.000 ppbv toluena di udara:
a. Kelelahan, pusing, sakit kepala, kehilangan kordinasi atau pendengaran,
euforia, insomnia
b. Mual
c. Iritasi mata dan hidung
d. Keterlambatan cepat waktu reaksi, tidak sadar, dan kematian pada tingkat
4.000 ppm (4.000.000 ppbv).

2. Benzena
 Profil kimia
Nama IUPAC : Benzena (atau 1,3,5-sikloheksatriena)
Nama lain : Benzol
Nomor CAS : 71-43-2
Nomor RTECS : CY1400000
Rumus kimia : C6H6
Massa molar : 78,1121 g/mol
Penampilan : Cairan tak berwarna
Densitas : 0,8786 g/mL, zat cair
Titik lebur : 5,5 °C (278,6 K)
Titik didih : 80,1 °C (353,2 K)
Kelarutan dalam air: 1,79 g/L (25 °C)
Viskositas : 0,652 cP pada 20 °C
Momen dipol : 0 D
Klasifikasi UE (DSD) (usang): (F) Carc. Cat. 1 Muta. Cat. 2
Toxic (T)
Frasa-R : R45, R46, R11, R36/38,R48/23/24/25, R65
Frasa-S : S53, S45
Titik nyala : −11 °C
Senyawa terkait : Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada temperatur
dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).
Benzena adalah cairan tidak berwarna, yang mudah terbakar dengan bau yang
manis. Menguap dengan cepat bila terkena udara. Benzene terbentuk dari proses alam,
seperti gunung berapi dan kebakaran hutan, tetapi kebanyakan paparan hasil benzena
dari aktivitas manusia. Benzena pada umumnya digunakan sebagai bahan dasar dari
senyawa kimia lainnya. Sekitar 80% benzena dikonsumsi dalam 3 senyawa kimia utama
yaitu etilbenzena, kumena, dan sikloheksana, Senyawa turunan yang paling terkenal
adalah etilbenzena, karena merupakan bahan baku stirena, yang nantinya diproduksi
menjadi plastik dan polimer lainnya. Kumena digunakan sebagai bahan baku resin dan
perekat. Sikloheksana digunakan dalam pembuatan nilon. Sejumlah benzena lain dalam
jumlah sedikit juga digunakan pada pembuatan karet, pelumas, pewarna, obat, deterjen,
bahan peledak, dan pestisida.
Sifat Benzena
Sifat Fisik:
 Zat cair tidak berwarna
 Memiliki bau yang khas
 Mudah menguap
 Tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi larut dalm pelarut yang kurang
polar atau nonpolar seperti eter
 Titik lelehnya yaitu 5,5 derajat Celsius
 Titik didihnya yaitu 80,1derajat Celsius
Sifat Kimia:
 Bersifat kasinogenik (racun)
 Merupakan senyawa nonpolar
 Tidak begitu reaktif, tapi mudah terbakar
 Lebih mudah mengalami reaksi substitusi dari pada adisi

 Mekanisme
Benzena dapat masuk ke dalam tubuh terutama masuk dengan cara inhalasi
melalui pernapasan dan absorpsi melalui kulit. Masuknya benzene secara oral
hampir tidak terjadi kecuali pada kasus kecelakaan kerja. Nilai ambang batas
pajanan benzena yang diperbolehkan untuk pajanan selama 8 jam kerja adalah
0,5 ppm, sedangkan untuk pajanan waktu singkat 15 menit diperbolehkan
hingga 5 ppm menurut OSHA, tetapi NIOSH hanya memperbolehkan hingga 1
ppm saja.
ATSDR (2007) menjelaskan mekanisme toksisitas benzena dalam tubuh dengan
proses absorpsi, distribusi, metabolisme, eliminasi dan ekskresi.
a. Absorpsi
Paparan inhalasi adalah rute utama paparan benzena, dan banyak
penelitian dari penyerapan benzena setelah paparan inhalasi dalam situasi
yang berbeda telah dilakukan. Hasil dari penelitian terhadap 23 subyek yang
menghirup 47-110 ppm benzena selama 2-3 jam menunjukkan bahwa
penyerapan tertinggi di beberapa menit pertama paparan, tetapi menurun
dengan cepat setelah itu (Srbova et al. 1950 dalam ATDSR 2007). Dalam 5
menit paparan pertama, penyerapan adalah 70-80%, tetapi dengan 1 jam,
berkurang menjadi sekitar 50% (kisaran 20-60%).
b. Distribusi
Karena sifatnya yang lipofil diduga distribusi benzena yang besar terdapat
pada jaringan yang banyak mengandung lemak seperti otak dan lemak.
Benzena juga dapat melewati plasenta bayi dan dapat berikatan langsung
dengan protein. Benzena juga didistribusikan ke ginjal, paru-paru, hati, dan
otak. Metabolit benzena yaitu katekol, hidrokuinon dan fenol terdeteksi dalam
darah dan sum-sum tulang setelah 6 jam terpapar benzena.
Kadar dalam sumsum tulang melebihi kadaar dalam daarah. Kadar fenol
dalam darah dan sumsum tulang menurun drastis setelah paparan berhenti.
Hal ini tidak terjadi pada katekol dan hidrokuinon, yang berarti kemungkinan
kedua zat ini terakumulasi dalam tubuh lebih besar.
Paparan melalui jalur ingesti terdistribusi ke berbagai organ dan jaringan
dalam waktu 1 jam setelah terpapar. Terdeteksi kadar hidrokuinon tertinggi
terdapat pada hati, ginjal dan darah, sedangkan untuk fenol terdapat paling
banyak pada saluran pernapasan, pencernaan, dan ginjal. Metabolit benzena
yang terkonjungsi akan terkumpul di darah, sumsum tulang, saluran
pencernaan, ginjal. Benzena yang terabsorpsi oleh kulit akan terdistribusi
paling banyak ke ginjal, hati, dan kulit.
c. Metabolisme
Metabolisme benzena sebenarnya terjadi di hampir seluruh jaringan,
namun tempat penyimpanan metabolit benzena yang utama ialah pada hati
metabolit yang dihasilkan di hati selanjutnya dibawa ke sumsum tulang. Tiap
metabolit fenolik dari benzenaa (katekol, hidrokuinon, 1,2,4-benzanatriol, da
fenol) dapat mengalamikonjugasi sulfonat ataupun glukuronat. Hasil konjugat
dari fenol dan hidrokuinon merupakan metabolit yang paling banyak
ditemukan di urin. Asam trans-trans mukonat, fenol, katekol, hidrokuinon dan
benzokuinon dapat merangsan enzim sitokrom p-450 pada sistem sel darah
manusia. Enzim ini mengkatalisis reaksi metabolisme benzena pada sumsum
tulang, karena itu benzena dapat menyebabkan efek toksisitas pada sel darah
(hematotoxicity).
d. Eliminasi dan ekskresi
Benzena yang diserap diekskresikan melalui metabaolisme menjadi asam
fenol dan muconic diikuti oleh ekskresi derivatif terkonjungasi (sulfat dan
glucuronides). Dalam enam relawan pria dan wanita terkena benzena 52-62
ppm selama 4 jam, ekskresi pernapasan (jumlah benzena diserap diekskresi
melalui paru-paru) adalah sekitar 17%. Hasil studi dari 23 orang yang
menghirup 47-110 ppm benzena selama 2-3 jam menunjukkan bahwa 16,4-
41,6% dari benzena ditahan diekskresikan dengan paru-paru dalam hitungan
5-7 jam.
Tingkat ekskresi benzena adalah yang terbesar selama satu jam pertama.
Benzena terutama diekskresikan didalam urin sebagai metabolit khususnya
konjugasi phenol, glucuronic dan sulphuric acid, dan dihembuskan ke udara
dalam bentuk yang tidak berubah. Diperkirakan sesudah terpajan benzena
ditempat kerja pada tingkat 100 cm3/m3, sejumlah 13,2% fenol, 10,2%
quinol, 1,9% t,t-MA, 1,6% kathekol, dan 0,5% 1,2,4-benzenatriol dari jumlah
yang diabsorpsi, diekskresikan lewat urin sesudah jam kerja.
-Penyakit Yang Ditimbulkan Secara Umum
 Keracunan Akut
Gejala toksik akut dari benzena adalah penekanan terhadap sistem syaraf pusat
yang terpajan dengan kadar 800 – 1600 mg/m3 akan menimbulkan gejala-
gejala. Efek neurologis sebagai gejala utama pada keracunan akut dapat
berupa:
Rasa pusing - Mual Muntah
Iritasi pada mata, hidung, saluran napas - Jalan sempoyongan
Nyeri kepala - Kejang
Kekacauan - Koma
Mabuk - Berakhir dengan kematian akibat henti nafas
 Keracunan Kronik
Pajanan benzena kronis yang berulang dan lama, meskipun dalam konsentrasi
yang rendah, dapat menimbulkan bermacam kelainan darah dari anemia hingga
leukemia, penyakit ganas yang ireversibel dan fatal.
-Efek keracunan kronik benzena dapat dibagi 2 yaitu :
 Efek bukan kanker
Efek toksik pajanan benzena yang paling berarti adalah kerusakan sumsum
tulang belakang yang terjadi secara diam-diam dan sering irreversibel.
Kerentanan individual dan kelainan hematologis ini sangat bervariasi, yaitu
dapat berupa trombositopenia, leukopenia, anemia atau gabungan ketiganya
yang disebut pansitopenia. Beberapa studi menggambarkan bahwa benzena
juga bersifat reprotoksisitas yaitu dapat memberikan dampak negatif terhadap
kesuburan pada perempuan yang terpajanan dosis tinggi. Gejala klinis pada
awal mulai timbul intoksikasi memberikan gejala seperti sakit kepala,
kehilangan selera makan dan rasa tidak enak pada perut. Gejala intoksikasi
lebih lanjut akan menyebabkan kelemahan tubuh, pandangan kabur, sesak
nafas saat beraktifitas, kulit dan membran mukosa kemerahan dan terjadi
tendensi perdarahan seperti ptechiae, epistaxis, pendarahan gusi, termasuk juga
menstruasi berlebihan pada wanita. Pada tingkatan lebih serius, akan
menyebabkan anemia aplastik dan penderita ini akan meninggal dalam 3 bulan
setelah terdiagnosis akibat terjadinya pendarahan dan infeksi. Hanya sekitar 30
% yang dapat bertahan selama 6 bulan.
 Efek kanker
Benzena digolongkan sebagai karsinogen grup A1 yang diketahui
menyebabkan kanker pada manusia. Leukemia (kanker sel darah putih) yang
berhubungan dengan pajanan benzena, umumnya Leukemia tipe non limfoid
atau mieloblastic, tapi kadang ditemukan pula Leukemia aleukemik dan
Eritroleukemia. Supresi sumsum tulang dapat mendahului timbulnya leukemia.

3. Selenium
 Profil kimia
Nama, simbol : selenium, Se
Penampilan : alotrop hitam, merah, dan abu-abu (tidak digambar) allotropes
Nomor atom (Z) : 34
Golongan, blok : golongan 16 (kalkogen), blok-p
Periode : periode 4
Kategori unsur : nonlogam poliatomik, kadang-kadang dianggap metaloid
Konfigurasi elektron: [Ar] 3d10 4s2 4p4
Fase : solid
Titik lebur : 494 K (221 °C, 430 °F)
Titik didih : 958 K (685 °C, 1265 °F)
Kepadatan mendekati s.k.: abu-abu: 4.81 g/cm3
alfa: 4.39 g/cm3
vitreous: 4.28 g/cm3
saat cair, pada t.l.: 3.99 g/cm3
Titik kritis : 1766 K, 27.2 Mpa
Kalor peleburan : gray: 6.69 kJ/mol
Kalor penguapan : 95.48 kJ/mol
Kapasitas kalor molar: 25.363 J/(mol·K)
Bilangan oksidasi : 6, 5, 4, 3, 2, 1,[1] −1, −2 (oksida asam kuat)
Elektronegativitas: Skala Pauling: 2.55
Energi ionisasi : ke-1: 941.0 kJ/mol
ke-2: 2045 kJ/mol
ke-3: 2973.7 kJ/mol
Jari-jari atom : empiris: 120 pm
Jari-jari kovalen : 120±4 pm
Jari-jari van der Waals: 190 pm
Sifat Sifat Selenium
Selenium berada dalam beberapa bentuk allotrop, walaupun hanya dikenal tiga
bentuk. Selenium bisa didapatkan baik dalam struktur amorf maupun kristal. Selenium
amorf bisa berwarna merah (bentuk serbuk) atau hitam (dalam bentuk seperti kaca).
Selenium kristal monoklinik berwarna merah tua. Sedangkan selenium kristal
heksagonal, yang merupakan jenis paling stabil, berwarna abu-abu metalik.
Selenium menunjukkan sifat fotovoltaik, yakni mengubah cahaya menjadi listrik,
dan sifat fotokonduktif, yakni menunjukkan penurunan hambatan listrik dengan
meningkatnya cahaya dari luar (menjadi penghantar listrik ketika terpapar cahaya
dengan energi yang cukup). Sifat-sifat ini membuat selenium sangat berguna dalam
produksi fotosel dan exposuremeter untuk tujuan fotografi, seperti sel matahari. Di
bawah titik cairnya, selenium adalah semikonduktor tipe p dan memiliki banyak
kegunaan dalam penerapan elektronik. Selenium telah dikatakan non toksik, dan
menjadi kebutuhan unsur yang penting dalam jumlah sedikit. Namun asam selenida dan
senyawa selenium lainnya adalah racun, dan reaksi fisiologisnya menyerupai arsen.
Fungsi Kegunaan Selenium
Selenium digunakan dalam xerografi untuk memperbanyak salinan dokumen, surat
dan lain-lain. Juga digunakan oleh industri kaca untuk mengawawarnakan kaca dan
untuk membuat kaca dan lapisan email gigi yang berwarna rubi. Juga digunakan sebagai
tinta fotografi dan sebagai bahan tambahan baja tahan karat.
Grober, 2012 dan Fairweather-Tait et al, 2011 menuliskan beberapa fungsi dari
selenium, yaitu :
1. Selenium merupakan kofaktor regulatori dan katalitik untuk protein (enzim)
yang mengandung selenosistein. Beberapa protein yang mengandung
selenosistein :
 GSH-peroksidase (GSH-Px) : Detoksifikasi hydrogen peroksida dan lipid
hidroperoksida.
 Tioreduksin reduktase (TrxR) : Reduksi disulfide menjadi gugus SH
(misalnya GSSG menjadi GSH), regulasi faktor transkripsi yang sensitive
terhadap redoks (contohnya NF-kB), pelipatan protein, biosintesis DNA,
regenerasi beberapa antioksidan, termasuk vitamin C dan ubikuinol
 Iodotironin deiodinase (tiroid) : konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin
(T3) yang aktif secara biologis
 Selenoprotein P : Penyimpanan/transport selenium, perlindungan
endothelium (pemecahan spesi nitrogen reaktif, seperti peroksinitrit).
2. Fungsi protektif antioksidan (GSH-Px, selenoprotein P, TrxR) : proteksi
eritrosit, membrane fosfolipid,PUFA, dan organel sel.
3. Imunokompetensi (seluler,humoral) : Proliferasi limfosit, produksi sitokin,
sintesis gamma interferon, aktivitas sel T dan sel NK yang sitotoksik, produksi
antibody.
4. Aktivitas antikarsinogenik : kerja antiproliperatif dan proapoptotik pada sel
tumor, inaktivasi segmen gen onkogenik, aktivitas antivirus antioksidatif,
antimutagenik, potensiasi imunokompetensi humoral dan seluler
5. Metabolism hormone tiroid : aktivasi tiroksin (T4) menjadi Triiodotironin (T3)
(deiodinase) defisiensi selenium dapat memperburuk efek defisiensi iodine.
6. Metabolism inflamasi: penghambatan faktor transkripsi yang sensitive terhadap
redoks (misalnya NF-kB) dan prostaglandin /leukotrien proinflamasi, sitokin
regulasi.
7. Proliferasi dan diferensiasi sel (TrxR : Interaksi dengan faktor transkripsi
sensitive-redoks)
8. Sinergi dengan vitamin E, detoksifikasi (misalnya cadmium, merkuri). Selenium
tampaknya membantu aktivitas vitamin E dalam menghambat lipidperoksidasi.

 Mekanisme
Mekanisme kerja selenium terhadap kanker dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Kerja selenium meliputi :


1. Kemampuan memprotek terhadap kerusakan DNA dengan merangsang efektif
imun.
2. Menghambat pertumbuhan dan apoptosis sel. Menghambat AP-1 (selular
oncogen untuk pertumbuhan sel)
3. Merangsang seleno-diglutatione menekan tumor dengan memproduksi (P-53).
(P53 merupakan tumor supresor protein dan menyebabkan apoptosis sel kanker).
4. Menghambat release cytokine : IL-8 (IL-8 = promosi metastasis dan
angiogenesis). Selenium melakukan aksi memblok sel-sel normal agar tidak
berubah menjadi sel kanker.
 Tanda Dan Gejala Defisiensi
Grober, 2012 menuliskan beberapa tanda dan gejala defisiensi Selenium :
1. Umum : kerentanan terhadap infeksi, kelelahan dan depresi
2. Darah : hemolisis, peningkatan sintesis methemoglobin, penurunan aktivitas
gsh-px
3. Fertilitas : sub-fertilitas
4. Kulit : eritematosa
5. Hormon : disfungsi tiroid (penurunan t3)
6. Sistem imun : imunodepresi, peningkatan kerentanan terhadap alergi (perubahan
th1/th2)
7. Jaringan otot : miopati, kelelahan, astenia
8. Kanker : dapat meningkatkan insiden dan mortalitas (terutama prostat, kolon)
9. Penyakit keshan : nekrosis miokardial/kerusakan reperfusi (kardiomiopati)
10. Penyakit kashin-beck : degenerasi kartilago artikular antarsendi (osteoarthritis
Selanjutnya Fairweather-Tait et al, 2011 menuliskan efek selenium terhadap kesehatan
yaitu:
1. Penyakit Kardiovaskuler
Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa terhadap asosiasi biomarker
selenium dengan CHD (Coronary heart Disease). Berdasarkan penelitian percobaaan
klinis yang dilakukan bahwa suplemen selenium dapat mencegah CHD.
2. Kanker
a. Kanker Gastrointestinal
Metanalisis yang dilakukan pada lima penelitian yang dipublish pada tahun 2007
yaitu meneliti efek selenium terhadap kanker gastrointestinal. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa suplementasi selenium diasosiasikan dengan penurunan
sekitar 25%-60% kejadian kanker gastrointestinal (included kanker esophageal,
gastric, small intestine, colorectal, pancreatic, liver and biliary track).
b. Kanker Prostat
Studi case control di United State menunjukkan bahwa konsentrasi serum
selenium > 151 ng/ml berhubungan dengan terjadinya penurunan resiko kanker
prostat dibandingkan dengan kadar serum selenium dibawah 119 ng/ml. Dalam
beberapa studi, salah satunya yang dilakukan oleh World Cancer Research ,
2007 menunjukkan bahwa selenium dan suplemen dapat mengurangi resiko
terjadinya kanker prostat, namun penelitian ini membutuhkan penelitian lebih
lanjut.
c. Kanker payudara
Study terbesar yang dilakukan yaitu untuk melihat asosiasi antara beberapa
polimorpism dalam 10 kunci gen yang dihubungkan dengan perbaikan
kerusakan oksidatif pada > 4000 wanita dengan kanker payudara berkaitan
dengan dua polimorpism pada GPx4 dengan meningkatnya resiko kematian.
Studi baru-baru ini melihat hubungan selenium dengan faktor genetic BRCA 1.
Penulis memperkirakan suplementasi selenium bermanfaat untuk carrier BRCA1
dan menurunkan kerusakan yang terjadi pada kromosom. Selanjutnya diketahui
pula efek genotip dan polimorpism dikaitkan dengan selenium dan resiko
kanker. Variasi SNPs dalam selenoprotein gen SEPP1, GPX1, GPX4 dan
SEP15, dihubungkan dengan resiko kanker pada manusia (kanker paru,
colorectal, kepala dan leher, prostat, payudara, kandung kemih, hati, dan
lymphoma).
3. Diabetes mellitus
Penelitian tentang peran selenium pada diabetes tipe 2 yang dilakukan oleh
Febiyanto et al, bahwa semakin tinggi kadar konsentrasi selenium baseline maka
akan semakin tinggi risiko terkena DM tipe 2, dan sebaliknya. Teori yang dapat
menjelaskan kejadian ini ( peningkatan resiko DM tipe 2 pada konsentrasi selenium
baseline tinggi ) adalah adanya penghambatan spesies oksigen reaktif (SOR) sebagai
second messenger pada penyignalan insulin, inkorporasi non spesifik selenometionin
pada protein serum, serta pengurangan jumlah adiponektin yang dirangsang oleh
tingginya konsentrasi selenoprotein p (SEPP). Pada subyek dengan kadar selenium
baseline rendah atau adekuat, kadar selenium dalam jaringan serta konsentrasi GPx
dan SEPP akan mencapai kadar yang optimal setelah suplementasi, sehingga
mekanisme yang merangsang peningkatan resiko DM tipe 2 tidak akan terjadi.
Kesimpulan dalam penelitian ini menyebutkan bahwa subyek dengan kadar
selenium baseline yang rendah/adekuat akan memiliki GPx dan SEPP dalam kadar
yang optimal setelah suplementasi sehingga mereka akan mendapatkan perlindungan
dari timbulnya resiko DM tipe 2. Namun, setelah kadar maksimal terlewati,
selenoprotein tadi akan mengganggu penyignalan insulin dengan menghambat SOR
yang penting dan dengan menurunkan kadar adiponektin.
4. Inflamasi
Selenium dapat mempengaruhi respon inflamasi, termasuk menghambat kaskade
NF-kB, yang menginduksi produksi interleukin dan TNF-α (Tumor nekrosis factor –
α).
5. Kesuburan
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa Selenium berperan dalam
spermatogenesis pada pria dan kualitas semen (seperti jumlah sperma, volume
semen, motility dan morphologi),dan kaitan selanjutnya juga menunjukkan bahwa
selenium juga berhubungan dengan masalah reproduksi wanita seperti preeclampsia
dan keguguran.

4. Etilena glikol
 Profil kimia

Nama IUPAC : 1,2-etanadiol


Nama lain: Glikol, Etilen alkohol, Hypodicarbonous acid, Monoetilena glikol
Nomor CAS : 107-21-1 
104700-12-1 (13C2)
59609-67-5 (14C2)
2219-52-5 (2H),(2H)
3Dmet : B00278
Singkatan : MEG
Referensi Beilstein : 505945
ChEBI : CHEBI:30742 
ChEMBL : ChEMBL457299 
ChemSpider : 13835235 
13835235 (13C2) 
118525 (14C2) 
DrugBank : DB01867 
Nomor EC : 203-473-3
Referensi Gmelin : 943
KEGG : C01380 
MeSH : Ethylene+glycol
PubChem CID : 174
21334931 (1-2H1)
16213434 (13C2)
134462 (14C2)
10986148 (2H),(2H)
Nomor RTECS : KW2975000
UNII : FC72KVT52F 
Rumus kimia : C2H6O2
Massa molar : 62,07 g·mol−1
Penampilan : cairan bening
Densitas : 1.1132 g/cm³
Titik lebur : −12,9 °C (8,8 °F; 260,2 K)
Titik didih : 197,3 °C (387,1 °F; 470,4 K)
Kelarutan dalam air: Miscible
Kelarutan : larut pada hampir semua pelarut organik
Viskositas : 1.61 × 10−2 N*s / m2[1]
Bahaya utama : Berbahaya pada hewan dan anak kecil.
Klasifikasi UE (DSD) (usang): Berbahaya (Xn)
Frasa-R : R22 R36
Frasa-S : S26 S36 S37 S39 S45 S53
Titik nyala : 111 °C (231.8 °F) (closed cup)
Senyawa terkait : Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada temperatur
dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).

 Mekanisme
Lethal Dose 1-1,5 ml/kg terabsorbsi melalui saluran pencernaan dalam waktu
30-60 menit. Kadar letal dalam darah: 200 mg/dL. Konsentrasi maksimal dalam
darah tercapai dalam waktu 1-4 jam. Waktu paro 3-8 jam.
Penyerapan lewat saluran cerna sangat cepat dan sekitar 80%dosis yang
tertelan dimetabolisme di hati. Pada poses metabolisme dalam tubuh, enzim hati
mengoksidasi etilen glikol menjadi asam oksalat. Senyawa ini akan mengkristal
dalam hati sebagai kalsium oksalat (CaC2O4) yang dapat merusak ginjal. Di hati
etilen glikol dimetabolisme oleh alcohol dehydrogenase menjadi Glycoaldehide,
yang kemudian dimetabolisme menjadi Glycolate, Glicoxylate, Oxalat.
Pembentukan glycolate yang beracun melibatkan perubahan NAD
Nicotinamide Adenine Dinucleotide menyebabkan perubahan pyruvat menjadi
laktat, akibatnya asam laktat juga meningkat pada keracunan etilen glikol. Hasil
akhir metabolisme etilen glikol adalah asam oksalat yang dapat bersenyawa
dengan kalsium membentuk senyawa kompleks kalsium oksalat yang dapat
menimbulkan endapan di tubuluus ginjal. Kristaluria kalsium oksalat ini dapat
menyebabkan kerusakan tubulus ginjal, akibatnya dapat terjadi gagal ginjal akut.
Gejala awal mulai timbul 3-12 jam. Gejala awal keracunan etilen glikol
berupa mual, muntah dan tampak mabuk. Karena etilen glikol tidak berbau maka
napas tidak berbau. Pada kasus yang berat disertai koma, kejang umum, edema
paru, kolaps kardiovaskular dan gagal ginjal.

5. Tetracloroetilen
 Profil kimia
Tetrakloroetilena (nama sistematis: tetrakloroetena), atau disebut
juga perkloroetilena, perc dan PCE) adalah senyawa kimia buatan dengan rumus
kimia C2Cl4, atau Cl2C=CCl2. Senyawa ini banyak digunakan dalam dry
cleaning pada kain maupun dalam pembersihan logam. Senyawa ini juga
digunakan untuk membuat bahan kimia lainnya dan digunakan dalam beberapa
produk konsumsi.
Pada suhu kamar, tetrakloroetilena merupakan cairan yang mudah terbakar.
Cairan ini mudah menguap dan memiliki bau yang tajam dan manis.
Kebanyakan orang dapat mencium tetrakloroetilena meski
dalam konsentrasi 1 ppm (0.0001%), dan beberapa orang bahkan dapat
menciumnya dalam kadar yang lebih kecil.

 Mekanisme
Orang-orang bisa terekspos tetrakloroetilen dengan menghirupnya, kontak
langsung pada kulit, atau menelan air atau makanan yang terkontaminasi.
Bagaimanapun caranya terekspos, kebanyakan langsung keluar saat kita
menghembuskan napas. Sejumlah kecil bisa tertinggal dan diubah oleh tubuh
menjadi kimia lainnya dan dibuang melalui urine, beberapa tetap berada di
dalam tubuh selama sekian waktu.

6. Vinyl chlorida
 Profil kimia

Nama IUPAC : Kloroetena


Nama lain : Monomer vinil klorida
VCM
Kloroetilena
Refrigeran-1140
Nomor CAS : 75-01-4 
ChEBI : CHEBI:28509 
ChemSpider : 6098 
KEGG : C06793 
PubChem CID : 6338
Rumus kimia : C2H3Cl
Massa molar : 62,50 g·mol−1
Penampilan : gas tak berwarna
Bau : sedap
Densitas : 0.911 g/ml
Titik lebur : −153,8 °C (−244,8 °F; 119,3 K)
Titik didih : −13,4 °C (7,9 °F; 259,8 K)
Kelarutan dalam air: 2.7 g/L (0.0432 mol/L)
Tekanan uap : 2580 mm. raksa pada 20 °C (68 °F)
Suseptibilitas magnetik (χ): -35.9·10−6 cm3/mol
Kapasitas kalor (C) : 0.8592 J/K/g (gas)
0.9504 J/K/g (solid)
Entalpi pembentukan standar (ΔfHo): −94.12 kJ/mol (padat)
Frasa-R : R12, R45
Frasa-S : S45, S53
Titik nyala : −61 °C (−78 °F; 212 K)
Ambang ledakan : 3.6%-33%[1]
PEL (yang diperbolehkan): TWA 1 ppm C 5 ppm [15-menit][1]
REL (yang direkomendasikan): Ca
IDLH (langsung berbahaya): Ca [N.D.]

 Mekanisme
Rute eksposur
- Pernafasan, merupakan rute utama dari eksposur dan vinyl chloride bersifat
sangat mudah terabsorbsi ke dalam jaringan paru-paru.
- Dermal, kontak langsung dengan kulit/mata mungkin terjadi dengan gas
terkompresi/cairan vinyl chloride yang bocor.
- Oral, kemungkinan eksposur melalui mulut dapat dikatakan tidak ada,
karena vinyl chloride berbentuk gas pada temperatur ruangan. Sejumlah
kecil dapat terlarut dalam cairan atau terkandung dalam makanan yang
dibungkus oleh kontainer mengandung vinyl chloride namun dapat
diabaikan.
Berikut ini merupakan toksikokinetik terpenting untuk senyawa vinyl chloride:
a. Absorpsi vinyl chloride melalui pernafasan pada manusia terjadi dengan
sangat cepat.
b. Tidak terdapat data toksikokinetik mengenai absorpsi oral atau dermal di
manusia
c. Tidak terdapat data distribusi vinyl chloride di manusia
d. Pada hewan uji, metabolit vinyl chloride ditemukan di hati, ginjal, empedu,
dan otak
e. Metabolisme vinyl chloride di manusia berkaitan dengan enzim P-450
monooxigenase di hati
f. Intermediet vinyl chloride tersisihkan melalui mekanisme detoksifikasi
gluthathione conjugation dan dikeluarkan melalui urin sebagai senyawa
turunan cysteine
g. Eksresi metabolit vinyl chloride terjadi terutama melalui urin pada tingkat
eksposur rendah. Pada tingkat eksposur tinggi, vinyl chloride dikeluarkan
kembali melalui ekshalasi sebagai senyawa induk
h. Vinyl chloride tidak terakumulasi pada tubuh

Eksposur Rendah
Lingkungan Rute Eksposur Organ Sasaran Ekskresi
Urine
Vinyl Pernafasan, Hati,
Chloride dermal ginjal, empedu, otak
Eksposur Tinggi
Ekshalasi

Paparan akut (jangka pendek) terhadap vinyl chloride dalam konsentrasi


tinggi di udara diketahui mengakibatkan efek pada sistem saraf pusat (central
nervous system – CNS) manusia, seperti pusing, mengantuk, dan sakit kepala.
Paparan kronis (jangka panjang) vinyl chloride melalui inhalasi dan oral
diketahui mengakibatkan kerusakan hati. Kanker merupakan perhatian utama
dari paparan vinyl chloride melalui inhalasi, karena telah terbukti meningkatkan
risiko tipe kanker hati yang jarang ditemui pada manusia yaitu angiosarcoma.
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai paparan akibat vinyl chloride,
yang dibagi berdasarkan lama eksposurnya yaitu : akut (14 hari atau kurang)
dan kronis (lebih dari 364 hari).
Eksposur Akut
- Central Nervous System
CNS adalah target utama dari toksisitas akut vinyl chloride. Gejala-gejala
yang paling sering dilaporkan adalah yang berkaitan dngan sifat anestesi vinil
klorida, yaitu pusing, ataksia, kelelahan, mengantuk, sakit kepala, dan
kehilangan kesadaran. Untuk paparan melalui inhalasi, gejala yang lebih
serius ditemukan pada rentang konsentrasi 8.000 hingga 20.000 ppm vinyl
chloride di udara. Paparan konsentrasi yang lebih tinggi untuk jangka waktu
yang lebih lama dapat menyebabkan kematian.
- Respiratory
Paparan vinyl chloride melalui inhalasi dapat menyebabkan iritasi saluran
pernafasan ringan, mengi, dan bronkitis. Efek ini bersifat sementara dan dapat
hilang secara cepat jika paparan dihentikan. Kematian dapat terjadi akibat
depresi saluran pernafasan.
- Kardiovaskular
Vinyl chloride dapat menurunkan ambang myocardial terhadap efek
dysrhythmogenic katekolamin; yang dapat mempengaruhi pasien penderita
ventricular ectopy dan fibrillation.
- Dermal
Eksposur terhadap gas bertekanan/ cairan yang bocor dapat menyebabkan
frostbite yang ditandai dengan kulit kemerahan dan kulit melepuh.
- Ocular
Eksposur terhadap gas bertekanan/ cairan yang bocor dapat menyebabkan
frostbite yang disertai dengan iritasi/rasa terbakar pada kornea dan
konjungtiva. Uap dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi mata.
Eksposur Kronis
- Karsinogenitas
The U.S. Department of Health and Human Services (DHHS) and the
International Agency for Research on Cancer (IARC) telah
mengklasifikasikan vinyl chloride bersifat karsinogen pada manusia. Vinyl
chloride telah menyebabkan penyakit kanker hati, seperti angiosarcoma pada
pekerja yang terpapar konsentrasi tinggi. Vinyl chloride juga diduga dapat
menyebabkan kanker pada otak, saluran gastrointestinal, paru-paru, dan
sistem limfatik /hematopoietic.
- Genetoksisitas
Vinyl Chloride juga bersifat genetoxicant, yaitu menyebabkan perubahan
komposisi DNA pada jaringan yang dapat menyebabkan kanker di tingkat
eksposur tertentu pada manusia dan hewan uji. Oleh karena itu, kasus
eksposur pada ibu hamil harus diperhatikan secara khusus melalui konseling
medis.

Anda mungkin juga menyukai