Anda di halaman 1dari 37

WALK THROUGH SURVEY DI PERUSAHAAN

PT. INDONESIA PONDASI


RAYA (INDOPORA)
PADA 07 APRIL 2017

HIGIENE INDUSTRI

Disusun oleh :

KELOMPOK 2
dr. Empat Patonah
dr. Airiza Aszelea
dr. Mohd. Riyan Adi Hermawan
dr. Witrisyah Putri
dr. Yogie Nahara Saputra
dr. Nurfitri Azhri
dr. Riris Rizani Dewi
dr. Tamara Firdaus Anindhita

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


JAKARTA
PERIODE 03 – 08 APRIL 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Proses industrialiasi masyarakat Indonesia
makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam.
Dalam pelaksanaan sebuah industri, terdapat beragam aspek yang harus dievaluasi
diantaranya aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, aspek teknik
operasi, aspek manajemen/organisasi, aspek sosial ekonomi, dan aspek dampak
lingkungan. Salah satu komponen aspek dampak lingkungan adalah dampak terhadap
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
merupakan salah satu komponen penting untuk menjamin kesejahteraan tenaga kerja yang
berkaitan erat dengan produktivitas suatu perusahaan.
Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan Higiene Industri atau
Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Selain itu kegiatannya bertujuan agar
tenaga kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya
melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian, dan melakukan tindakan perbaikan yang
mungkin dapat dilakukan. Melihat resiko bagi tenaga kerja yang mungkin dihadapi di
lingkungan kerjaanya, maka perlu adanya personil di lingkungan industri yang mengerti
tentang hygiene Industri dan menerapkannya di lingkungan kerja.
Data dari International Labour Organization (ILO) mencatat, setiap hari terjadi
sekitar 6.000 kecelakaan kerja fatal di dunia. Di Indonesia sendiri, terdapat kasus
kecelakaan yang setiap harinya dialami para buruh dari setiap 100 ribu tenaga kerja dan
30% di antaranya terjadi di sektor konstruksi. (http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id,
2015).
Dalam upaya menekan angka kecelakaan akibat kerja dan menurunkan penyakit
akibat kerja sebaiknya dilakukan pemantauan pihak yang berwenang dan pemeliharaan
oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi bidang kesehatan kerja masih terbatas. Ada dua jalur penciptaan tenaga kerja
yaitu melalui pelatihan dan pendidikan. Jumlah dokter dengan keahlian kesehatan kerja

2
yang mengikuti pelatihan Hiperkes tahun 2005 diperkirakan terdapat 14.227 orang
sedangkan perawat 7.405 orang. Keadaan tenaga K3 yang berbasis pendidikan kesehatan
setiap tahunnya bertambah 1.600 lulusan baru. Kebanyakan lulusan ini diserap oleh
industri sebagai petugas keselamatan kerja (Modul pelatihan kesehatan kerja bagi petugas
kesehatan, 2010).
Melihat masih adanya tenaga kesehatan yang belum terlatih terkait keselamatan
kesehatan kerja (K3) akan mempengaruhi jumlah pekerja yang sakit akibat kerja maupun
mengalami kecelakaan. Keadaan tersebut bila tidak dilakukan pembinaan akan
menimbulkan risiko bahaya yang cukup tinggi dari sisi masyarakat pekerja seperti
terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan akibat kerja yang mencederai pekerja serta
pencemaran lingkungan yang berdampak kemasyarakat disekitarnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, paramedis diharapkan membuat laporan
pengamatan terhadap PT Indonesia Pondasi Raya mengidentifikasi bahaya di lingkungan
kerja tersebut.

1.2 Tujuan
Peserta pelatihan Hiperkes dapat mengidentifikasi permasalahan dibidang K3 khususnya
dalam bidang higine industri, menilai keadaan lingkungan perusahaan dan mendiskusikan
langkah-langkah pengendalian dari setiap masalah yang ditemukan.

1.3 Tempat dan Waktu Observasi


Tempat : PT Indonesia Pondasi Raya
Alamat : Jalan Penggangsaan dua KM. 4,5, RT 05/RW 03, Kelapa Gading, Jakarta
Utara, DKI Jakarta
Waktu : 13.00 s/d 16.00 WIB

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Hiperkes merupakan cabang dari ilmu kesehatan masyarakat yang


mempelajari cara-cara pengawasan serta pemeliharaan kesehatan tenaga
kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan dan segala kemungkinan
gangguan kesehatan dan keselamatan akibat proses produksi di perusahaan.
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi
dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-
usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja,
serta terhadap penyakit-penyakit umum.
OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja sebagai kondisi dan factor yang mempengaruhi atau akan
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja
kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja.

2.2. Pengertian Higiene Industri

Menurut Suma'mur (1994) Higiene Perusahaan adalah spesialisasi


dalam ilmu higiene beserta prakteknya yang melakukan penilaian pada
faktor penyebab penyakit secara kualitatif dan kuantitatif di lingkungan
kerja Perusahaan, yang hasilnya digunakan untuk dasar tindakan
korektif pada lingkungan, serta pencegahan, agar pekerja dan masyarakat
di sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta
memungkinkan mengecap derajat Kesehatan yang setinggi- tingginya.
Sehingga Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni
dalam melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian terhadap

4
faktor-faktor lingkungan atau stress, yang timbul di atau dari tempat
kerja, yang bisa menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan kesejahteraan
atau ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga
masyarakat. Ruang lingkup hygiene industri merupakan sekuen atau
urutan langkah atau metode dalam implementasi HI, dimana urutan tidak
bisa dibolak balik dan merupakan suatu siklus yang tidak berakhir (selama
aktivitas industri berjalan). Di dalam undang-undang Nomor 2 Tahun
1996, Higiene di nyatakan sebagai kesehatan masyarakat yang meliputi
semua usaha untuk memelihara, melindungi, dan mempertinggi derajat
kesehatan badan, jiwa, baik untuk umum maupun perorangan yang
bertujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat, serta
mempertinggi kesehatan dalam perikemanusiaan. Konsep dalam higiene
industry adalah bagaimana membatasi paparan hazard yang diterima pekerja
di tempat kerja.Pembatasan dilakukan melalui proses antisipasi, rekognisi,
evaluasi dan pengendalian paparan hazard yang ada di tempat kerja.
Pendekatannya melalui usaha preventif untuk melindungi kesehatan pekerja
dan mencegah timbulnya efek yang ditimbulkan oleh bahaya (hazard). Proses
dalam higiene industry meliputi :

a. Antisipasi

Kemampuan untuk memperkirakan, memprediksi dan mengestimasi


bahaya (hazard) yang mungkin terdapat pada tempat kerja yang merupakan
konseksuensi dari aktivitas kerja.
b. Rekognisi

Mengenal bahaya (hazard) lingkungan yang berhubungan dengan


pekerjaan dan pemahaman dari efek atau akibatnya terhadap para pekerja
maupun masyarakat disekitarnya.

5
c. Evaluasi

Proses pengambilan keputusan yang hasilnya adalah tingkat


bahaya (hazard) dalam operasi indutri. Proses evaluasi digunakan sebagai
pendekatan dasar dalam menentukan tindakan pengendalian yang akan
diambil. Pada tahap evaluasi ini dilakukan justifikasi terhadap tingkat bahaya
yang ada dengan membandingkannya dengan standar ex : PEL, TL V dan
atau NAB.

6
d. Pengendalian

Tindakan pengendalian terhadap bahaya merupakan proses


untuk menurunkan tingkat risiko yang mungkin diterima oleh
pekerja. Pengendalian untuk bahaya (hazard) yang dapat
mempengaruhi kesehatan dibagi menjadi 3 kategori :
1. Engineering control

Meliputi cara pengendalian bahaya baik berdasarkan spesifikasi


saat menentukan desain awal maupun dengan menerapkan
metode substitusi, isolasi, memagari atau sistem ventilasi.
Engineering control berdasarkan hierarkinya merupakan
pengendalian yang pertama.
2. Administrative control

Pengendalian melalui penjadwalan, yaitu mengurangi waktu


bekerja para pekerja di area kerja yang mengandung bahaya.
Selain itu termasuk juga di dalam administrative control adalah
training yang memberikan pekerja kemampuan untuk mengenali
bahaya dan bekerja dengan aman melalui prosedur.
3. APD (Alat Pelindung Diri)

Pengendalian ini merupakan pegendalian terakhir pada hirarki


pengendalian bahaya. APD digunakan oleh pekerja untuk
melindungi pekerja dari bahaya (hazard) yang terdapat di
lingkungan kerjanya.

7
2.3. Potensi Bahaya Di Lingkungan Kerja

Faktor lingkungan kerja adalah potensi-potensi bahaya yang


kemungkinan terjadi di lingkungan kerja akibat adanya suatu proses
kerja dalam Permennakertrans -No PER.l3/MEN/X/2011 Th 2011,
NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Bahaya-bahaya
(hazard) yang terkait isu higiene industri diantaranya:

1. Bahaya fisik

Permennakertrans No PER.13/MEN/X/2011 Th 2011 NAB Faktor Fisika


dan Kimia di tempat kerja. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja
yang bersifat fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim
kerja, kebisingan, getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan
medan magnet.

a) Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. NAB kebisingan
ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA). Kebisingan yang melampaui
NAB, waktu pemaparan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran NOMOR PER.13/MEN/X/2011 TAHUN 2011.
Pengukuran kebisingan dapat dilakukan dengan menggunakan sound level
meter. Alat ini mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan frekuensi dari
20-20.000 Hz.

8
Tabel 2.1 Skala Intensitas Kebisingan Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
No Sumber Skala DB batas dengar
tertinggi
1 Halilintar 120DB
2 Meriam 110 DB
3 Mesin Uap lOODB
4 Jalan yang ramai 90DB
5 Pluit 80DB
6 Kantor Gaduh 70DB

7 Radio 60DB

8 Rumah Gaduh 50DB

9 Kantor pada umumnya 40DB


10 Rumah Tenang 30DB

11 Kantor perorangan 20DB


12 Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air 10DB

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi


bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek
akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya
mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi
(biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli
yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit
akibat kerja yang paling banyak di klaim. Contoh : Pengolahan kayu, tekstil,
metal, dll.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan
kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari basil
penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising
dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB.Oleh
sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin
diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga
guna mencegah gangguan pendengaran.Disamping itu kebisingan juga dapat
mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja

9
berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang
teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah
komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah
keluarga juga terbiasa berbicara keras.Bisa jadi timbul salah persepsi di
kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah.Lebih jauh
kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi
pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhimya
menurunkan produktivitas kerja.

b) Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya. NAB getaran alat kerja yang
kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja
ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat (m/det2). Getaran yang melampaui
NAB, waktu pemaparan ditetapkan. NAB getaran yang kontak langsung
maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per
detik kuadrat (m/det2) Getaran mempunyai parameter yang hampir sama
dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat
getaran terus menerus atau intermitten.
Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam
memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan "powered
tool" berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai
" Raynaud's phenomenon " atau " vibration-induced white fingers"(VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada
sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram
dan sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain
saw.

10
c) Pencahayaan
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja
karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh
karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan
yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat
melihat objek yang dikerjakan denganjelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang
didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga
mempengaruhi.Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil
maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas
penerangan di pabrik mobil.Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur
seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam
menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada
orang yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan
menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala
kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya
kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu
kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna
mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan
terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan
dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Perbaikan kontras dimana wama objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan wama objek yang dikerjakan.
2) Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan
lampu-lampu tersendiri.
3) Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga
kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di
malam hari. Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan
diatas, penerangan/pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga
menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga
menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
11
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau
dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya I penerangan sedemikian rupa sehingga tidak
langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang
langsung memasukkan sinar matahari
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.

Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan. Penerangan yang silau buruk
(kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
- Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
- Kelemahan mental.
- Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
- Kerusakan alat penglihatan (mata)

d) Iklim kerja
lklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas
dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam
peraturan ini adalah iklim kerja panas.

e) Radiasi
Radiasi frekuensi radio dan gel om bang mikro (Microwave)
adalah radiasi elektromagnetik dengan frekuensi 30 Kilo Hertz sampai 300
Giga Herzt. Radiasi ultra ungu (ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang 180 nanometer sampai 400 nano meter (nm).
Medan magnet statis adalah suatu medan atau area yang ditimbulkan oleh
pergerakan arus listrik. Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi
atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang
elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber
radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi,
lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan
lain-lain.

12
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat
unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan
bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan
bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di
dalam air. Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion
dan radiasi Non pengion.

a) Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi
(terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi.
Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar
gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang
termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (a), partikel beta (P), sinar gamma (y), sinar-X,
partikel neutron.

b) Radiasi Non Pengion


Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi
apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling
kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah
gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan
televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan
transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam
bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan
matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut:
a. Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk
mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan
detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai
kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor
alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
b. Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses
ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.

13
2. Bahaya Kimia
Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia yang dalam
keputusan ini meliputi bentuk padatan (partikel), cair, gas, kabut, aerosol dan uap yang
berasal dari bahan-bahan kimia. Faktor kirnia mencakup wujud yang bersifat partikel
adalah debu, awan, kabut, uap logam, dan asap; serta wujud yang tidak bersifat partikel
adalah gas dan uap.
Bahaya kimia timbul dari timbul dari excess-nya konsentrasi mists, uap, gas atau
padatan dalam bentuk fume atau debu di udara. Selain itu, bahaya kimia terkait higiene industri
termasuk juga bahan yang bersifat iritan atau beracun ketika terabsorpsi kulit.

3. Bahaya biologi
Bahaya biologi disebabkan oleh organisme hidup atau sifat organisme tersebut yang
dapat memberikan efek/dampak kesehatan yang terhadap manusia (agen yang
menginfeksi). Agen yang menginfeksi biasanya akan timbul baud an membusuk. Yang
dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang
tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja.Selanjutnya bau
bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja.Bau-bauan sebenamya
merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi
juga dari segi higiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan
kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih bersifat objektif.Hal ini disebabkan
karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau
tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhimya
menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di
lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama•
kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan
kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman. Dalam kaitannya dengan kesehatan
kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan
kelelahan penciuman.Dikatakan penyesuaian penciuman apabila indera penciuman
menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti
contoh pekerja tersebut diatas.
Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium
kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang
tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai
14
binatang.Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu•
waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang
mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang
aneh, yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang.

4. Potensi bahaya Psiko-sosial


Yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek
psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti
: penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi,
temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai,
kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat
kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni
dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya
stress akibat kerja.

5. Bahaya Ergonomi
Bahaya yang termasuk bahaya ergonomi termasuk adalah design peralatan kerja, area
kerja, prosedur kerja yang tidak memadai/sesuai. Selain itu, bahaya ergonomi yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan atau pekerja sakit diantaranya pengangkatan dan proses ketika
menjangkau/meraih yang tidak memadai, kondisi visual yang buruk, gerakan monoton
dalam postur janggal.

2.4. Sanitasi Lingkungan


Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang
mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama
terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup (Yula, 2006).
Sanitasi lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang optimum pula. Ruang
lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan
kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor
(air limbah), rumah hewan temak (kandang) dan sebagainya (Anwar, 2003).

15
WHO mendefinisikan bahwa kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan
ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat
dari manusia, keadaan sehat mencakup manusia seutuhnya dan tidak hanya sehat fisik saja

16
tetapi juga sehat mental dan hubungan sosial yang optimal di dalam lingkungannya
(Mawardi, 1992).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kegiatan
sanitasi di peruusahaan meliputi aspek sebagai berikut:

1. Penyediaan air bersih/ air minum (water supply) Meliputi hal-hal sebagai
berikut:
- Pengawasan terhadap kualitas dan kuantitas
- Pemanfaatan air
- Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air
- Cara pengolahan
- Cara pemeliharaan.

2. Pengolahan sampah (refuse disposal) Meliputi hal-hal berikut: Cara/system


pembuangan Peralatan pembuangan dan cara penggunaannya serta cara
pemeliharaannya

3. Pengolahan makanan dan minuman (food sanitation) Meliputi hal-hal sebagai


berikut:
- pengadaan bahan makanan/bahan baku
- Penyimpanan bahan makanan/bahan baku
- Pengolahan makanan
- Pengangkutan makanan
- Penyimpanan makanan
- Penyajian makanan

4. Pengawasan/pengendalian serangga dan binatang pengerat (insect


and rodent control) Meliputi cara pengendalian vector

17
5. Kesehatan dan keselamatan kerja, Meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Tempat/ruang kerja
- Pekerjaan
- Cara kerja
- Tenaga kerja/pekerja

2.5. Pengolahan Limbah


Berdasarkan PP No. 18/1999 Jo.PP 85/1999 limbah didefinisikan sebagai
sisa/buangan dari suatu usaha dan atau kegiatan manusia akan menghasilkan limbah. Limbah
tersebut sering kali dibuang ke lingkungan, sementara jumlah limbah yang dihasilkan terus
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi serta
perekonomian. Ketika mencapai jumlah atau konsentrasi tertentu, limbah yang dibuang
kelingkungan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
UU RI No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungn hidup
mendefinisikan Baku Mutu Lingkungan sebagai ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup.
Limbah cair dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok, yaitu:
a. Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil
buangan darri perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan,
perkantoran, dan sarana jenis. Contoh : Air detergen sisa cucian, air sabun,
dan air tinja.
b. Limbah cair industri (Industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil
buangan industri. Contoh: air sisa cucian daging, buah, atau sayur dari
industri pengolahan makanan dan dari sisa pewamaan kain/bahan dari
industri tekstil.
c. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal
dari berbagai sumber yang memasukisaluran pembuangan limbah cair melalui
rembesan kedalam tanah atau melalui Iuapan dari permukan. Contoh:
halaman, Air buangan dri talng atap, pendingin ruangan (AC), halaman,
bangunan perdagangan industri, serta pertanian atau perkebunan.

18
d. Air Hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air
hujan diatas permukaan tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat
melewati dan membawa partikel• partikel buangan padat atau cair sehingga
dapat disebut limbah cair.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan
polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan
air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3
metode pengolahan:
1. pengolahan secara fisika
2. pengolahan secara kimia
3. pengolahan secara biologi

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi. Limbah cair adalah
sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP 82 thn 2001).
Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan pada :
a. Sifat Fisika dan Sifat Agregat . Keasaman sebagai salah satu contoh
sifat limbah dapat diukur dengan menggunakan metoda Titrimetrik
b. Parameter Logam, contohnya Arsenik (As) dengan metoda SSA
c. Anorganik non Metalik contohnya Amonia (NH3-N) dengan metoda Biru
Indofenol d. Organik Agregat contohnya Biological Oxygen Demand
(BOD)
d. Mikroorganisme contohnya E Coli dengan metoda MPN
e. Sifat Khusus contohnya Asam Borat (H3 B03) dengan metoda Titrimetrik g.
Air Laut contohnya Tembaga (Cu) dengan metoda SPR-IDA-SSA

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Menurut PP RI No. 18/1999 tentang pengolahan limbah bahan berbahaya
dan beracun adalah sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun, yang karena sifat dan atau konsentrasinya, baik secara langsung
maupun tak langsung merusak lingkungan hidup, kesehatan maupun manusia.
Limbah B3 dapat diklasifikasikan sebagai zat bahan yang mengandung satu atau
lebih senyawa:

19
• Mudah meledak (explosive)

• Pengoksidasi (oxidizing)

• Amat sangat mudah terbakar (extremely flammable)

• Sangat mudah terbakar (highlyflammable)

• Mudah terbakar (flammable)

• Amat sangat beracun (extremely toxic), Sangat beracun (highly toxic)

• Beracun (moderately toxic),Berbahaya (harmful)

• Korosif (corrosive), Bersifat mengiritasi (irritant)

Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)


Karsinogenik/dapat menyebabkan kanker (carcinogenic)


Teratogenik/dapat menyebabkan kecacatanjanin (teratogenic)


Mutagenik/dapat menyebabkan mutasi (mutagenic)


20
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1 Profil
Nama Perusahaan : PT. Indonesia Pondasi Raya
Alamat : Jl. Pegangsaan Dua KM 4.5, Jakarta Utara, 14250
Jumlah Karyawan : 1.000 karyawan
Asuransi :BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan
Jenis Usaha : Pembangunan pondasi bangunan
PT Indonesia Pondasi Raya (Indopora) Tbk didirikan pada tahun 1977 oleh Ir. Yang
Suryahimsa. Sejak awal berdirinya, Indopora memfokuskan kegiatan usahanya pada
pembuatan Pondasi, dinding penahan tanah, dan perbaikan tanah.

Melalui lini bisnis utamanya, Indopora menghadirkan layanan pembangunan Pondasi


bangunanbangunan maupun infrastruktur mulai dari rumah, rumah ibadah, rumah sakit,
gedung tinggi, jalan, jembatan, bendungan, bandara, underpass dan lain-lain. Seiring waktu,
bisnis Indopora bertumbuh semakin pesat dan menangani berbagai proyek hampir di seluruh
penjuru Indonesia.

Sejalan dengan hal tersebut, manajemen Indopora juga berkembang semakin kuat dengan
peralihan kepemimpinan pada Manuel Djunako, putra tunggal Bapak Alm. Ir. Yang
Suryahimsa pada tahun 2000 dan bergabungnya Febyan (saat ini menjabat sebagai Presiden
Direktur) pada tahun 1992. Bersama, keduanya menjadi ‘motor’ penggerak utama dalam
meningkatkan kinerja Indopora menuju tingkatan yang lebih tinggi dan menjadi perusahaan
terdepan  dan terbesar dalam bidangnya.

Berbekal pengalaman panjang dalam dunia konstruksi Pondasi dan dengan didukung
sumber daya yang kompeten dan peralatan yang inovatif, Indopora senantiasa menyediakan
jasa yang berkualitas, tepat waktu dan dapat diandalkan. Hingga saat ini, Indopora memiliki
lebih dari 1.000 karyawan, satu anak usaha di bidang beton pracetak, serta portofolio
peralatan yang komprehensif untuk pekerjaan konstruksi Pondasi, dinding penahan tanah,
perbaikan tanah, pengujian tiang, dan jenis pekerjaan lainnya.

21
Visi
Menjadi pemimpin di industry kontruksi pondasi di Indonesia serta menjadi perusahaan yang
dapat diandalkan dan terpercaya.

Misi
Memberi layanan yang berkualitas, tepat waktu, dan dengan harga yang kompetitif.

22
Gambar 1. Struktur Perusahaan

23
Gambar 2. Struktur Group Perusahaan

24
Terdapat beberapa fasilitas yang memadai di PT Indonesia Pondasi Raya, yaitu :
1. Area Parkir

Gambar 3.1
Area Parkir di PT Indonesia Pondasi Raya

2. Pos Satpam
3. Meeting room : terdapat 1 ruang pertemuan di lantai 2

Gambar 3.2
Ruang Rapat di PT Indonesia Pondasi Raya

4. Toilet : terdapat 2 toilet pada setiap lantainya (gedung terdiri dari 3 lantai) dan yang
dibedakan antara perempuan dan laki-laki

25
5. Tempat mengelola limbah pabrik : suatu tempat unutk mengelola limbah pabrik
berupa cat, tiner, oli, dan sebagainya.

Gambar 3.3
Tempat pengelolaan limbah

6. Kantin

Gambar 3.4
Kantin

26
7. Ruang K3 dan ruang P3K

Gambar 3.5
Ruang K3

Gambar 3.6
Ruang P3K

27
Penjelasan :
Ketata rumah tanggaan perusahaan :
a. Gedung perusahaan di jaga agar tetap bersih, dicat, mempunyai penerangan yang
cukup dan mempunyai sistem sirkulasi udara/ ventilasi yang baik,
b. Mesin – mesin, peralatan dan perkakas kerja diatur sehingga aman dan efisien untuk
melakukan pekerjaan serta mudah untuk dibersihkan, bahan – bahan disimpan secara
aman,
c. Ruangan, tempat lalu lintas, jalan keluar dari tempat kerja harus bebas dari bahan
buangan,
d. Semua sudut ruangan tempat kerja harus dibersihkan, mempunyai penerangan yang
cukup dan bebas dari bahan buangan,
e. Bahan yang mudah terbakar harus dibuang ditempat yang telah ditentukan atau
disimpan ditempat yang tertutup,
f. Alat – alat perlengkapan kerja disimpan secara aman didalam lemari atau risk,
g. Tempat pembuangan dan penyimpanan sampah harus tersedia, layat dan harus sering
dikosongkan dan teratur,
h. Tempat kerja harus terang, bersih, bebas dari kotoran dan gangguan,
i. Lantai harus dibersihkan, bebas dari hambatan, bebas dari bahan/ bahan yang dapat
menyebabkan terjatuh/ terpeleset (air, minyak dll),
j. Sisa – sisa produksi yang bersih disimpan wadah tertutup, kemudian disimpan disuatu
ruangan yang tahan api atau di dalam lemari,
k. Alat kerja yang sudah tua atau tidak digunakan lagi harus dibuang atau dipindahkan
dari tempat kerja.

3.2 Kebersihan Lingkungan Perusahaan


kebersihan lingkungan kerja dapat bermanfaat untuk mencegah timbulnya penyakit
akibat kerja, contohnya penyakit dermatitis dapat dicegah bila tempat kerjanya bersih dan
tenaga kerja memenuhi aturan keselamatan dan kesehatan kerja memenuhi aturan
keselamatan dan kesehatan kerja. Kebersihan lingkungan meliputi kebersihan didalam
perusahaan seperti dinding, lantai, atap, peralatan dan perkakas, gudang penyimpanan bahan
baku, gudang penyimpanan produk kerja serta kebersihan diluar perusahaan meliputi
kebersihan halaman, jalanan.

28
Pada saat kunjungan Perusahaan Indopora tampak bahwa secara umum kebersihan
lingkungan perusahaan tersebut sudah baik, namun untuk kerapihan penataan barang-barang
masih kurang.
Kebersihan lingkungan didalam perusahaan seperti lantai, tampak bersih dan tidak
tampak adanya genangan air yang dapat menyebabkan lantai menjadi licin. Dinding atap,
peralatan dan perkakas, gudang penyimpanan bahan baku, gudang penyimpanan produk kerja
juga tampak bersih. Sedangkan diluar perusahaan meliputi kebersihan halaman, jalanan pun
tampak bersih, tempat peletakan barang-barang proyek kurang tertata rapi, benda masih
sering tercampur. Untuk menangani masalah kebersihan tersebut perusahaan mempekerjakan
petugas kebersihan yang bekerja setiap hari kerja pada setiap ruangan.

3.3 Tabel pengamatan


Tabel 3.3.1
Pengamatan secara keseluruhan Pada Perusahaan
PT Indonesia Pondasi Raya Pada Tanggal 7 April 2016
Faktor-faktor
PAK & sanitasi Pengukuran dan ketersediaan Antisipasi yang telah dilakukan
PAHK dan industry dan fasilitas Limbah
masalah pengolahan
kesehatan limbah
Kebersihan Tidak Pengolahan 1. Kebersihan didalam Limbah WC, 1. Terdapat 3 petugas
secara umum ditemukan limbah B3 perusahaan dan diluar limbah makanan kebersihan yang bertugas
adanya bekerjasama prusahaan sudah terjaga setiap harinya
PAK dan dengan PTDNS dengan baik
PAHK sedangkan 2. Terdapat alat-alat
untuk limbah penunjang kebersihan,
padat tempat sampah
bekerjasama dibedakan untuk B3 dan
dengan dinas sampah sisa produksi
kebersihan. dan sering dikosongkan
dengan teratur.
3. Pemeliharaan fasilitas
industri sudah terjaga
dengan baik, bebas dari
debu dan sisa bahan
produksi.
4. Higiene perseorangan
sudah terjaga dengan
baik.
Fasilitas Tidak Pengolahan Master point (pos satpam), gudang Limbah WC, Terhadap hazard mapping dan
ditemukan limbah penyimpanan, kamar mandi, limbah makanan pemeliharaan fasilitas secara berkala
adanya bekerjasama tempat beristrirahat dan merokok,
PAK dan dengan PTDNS wastafel, ruang makan, mushola,

29
PAHK dan Dinas parkir area
Kebersihan 2. WC memenuhi syarat
kesehatan dari jumlah
dan letaknya tapi ada
sebagian yang tidak
nyaman karena berbau
3. Ruang makan sudah
memenuhi syarat
kesehatan
4. Wastafel sudah ideal
karena dibedakan
wastafel setelah bekerja
dan sebelum kerja.
Pencegahan Tidak Limbah 1. Terdapat alat-alat Limbah wc, limbah 1. Terdapat 3 petugas
dan ditemukan merupakan penunjang kebersihan, makanan kebersihan yang bertugas
pembasmian adanya sarana tempat sampah setiap harinya
vector PAK dan berkembangnya dibedakan untuk B3 dan
penyakit PAHK vector penyakit, sampah sisa produksi
pengolahan 2. Pemeliharaan fasilitas
limbah industry sudah terjaga
diserahkan dengan baik, bebas dari
sepenuhnya debu
kepada dinas
terkait
Penyediaan Tidak Pengolaan Sumber kualitas dan jumlah Limbah hasil Dengan menggunakan jasa
air ditemukan limbah kebutuhan penyediaan air pencuci air bekas penyediaan air minum dan PAM
adanya diserahkan bergantung dari jenis kebutuhan rumah tangga, untuk kebutuhan Industri
PAK dan sepenuhnya hygiene perorangan
PAHK kepada dinas dan pencucian
terkait mesin
Sanitasi Tidak Pengolahan 1. Tersediannya kantin Limbah makanan 1. Terdapat office boy yang
makanan ditemukan limbah dan ruang makan yang selalu membersihkan
adanya diserahkan menyediakan tempat pantry dan ruang makan
PAK dan sepenuhnya khusus untuk mencuci 2. 2. Sabun antiseptic selalu
PAHK kepada dinas tangan tersedia
yang terkait 2. Pemesanan dan 3. Alat-alat makan dan
pembelian makanan minum yang tersedia
dari area luar kantor menggunakan bahan yang
dilakukan secara sesuai dengan standar
kolektif
3. Minuman menggunakan
air yang memenuhi
standar kesehatan
Pembuangan Tidak Pengolahan Tergantung bentuk limbah yang 1. Oil Penyimpanan limbah dibagi 2 tempat
dan ditemukan limbah ada. 2. Cat :
pengelolaan adanya diserahkan 1. Cair : dalam bentuk 1. Limbah B3
limbah PAK dan sepenuhnya liter Perusahaan hanya
PAHK kepada dinas 2. Padat : dalam ukuran bertanggung jawab
terkait kilogram mengumpulkan limbah
yang sudah terisi penuh
sejumlah 10 drum dan
selanjutnya akan diangkut

30
dan diolah dengan dinas
yang terkait
2. Limbah organic dan non-
organik
Diangkut dan diolah oleh
dinas kebersihan

Tabel 3.3.2
Pengamatan secara keseluruhan pada perusahaan PT Indonesia Pondasi Raya
Pada Tanggal 7 April 2017
Nama Ruangan Potensi Jenis Bahaya Sumber Dampak Saran
Work Shop Fisika Kebisingan Menaruh besi NIHL Pakai Ear plug
yang dipotong

Tejatuh Jalanan yang Terluka Memberi rambu agar


tidak rata berhati-hati
ISPA
Kimia Fume Pengelasan Pakai masker las

Ergonomi Posisi Kerja Mengangkat besi LBP Posisi yang benar


yang ingin di
potong
Gudang Fisika Penerangan Pencahayaan di Kelelahan mata Memberikan pencahayaan
gudang yang yang cukup
kurang

3.4 Hazard Mapping


Pada PT Indonesia Pondasi Raya tidak terdapat hazard mapping yang cukup. Hanya
beberapa tempat saja yang memiliki rambu-rambu keselamatan. Kurangnya Hazard Mapping
membuat pabrik menjadi kurang aman untuk para pekerja.

3.5 Penyediaan Air


Dasar hukum yang menetapkan harus dilaksanakannya sanitasi industry di setiap
tempat kerja adalah peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan Dalam Tempat Kerja. Ruang lingkup sanitasi
industry salah satunya penyediaan air bersih.

Berdasarkan peruntukannya, air dalam industry dikategorikan sebagai :


 Kebutuhan domestik
 Kebutuhan proses produksi

31
Pada Perusahaan Indopora sumber air untuk kebutuhan domestic dan penyiraman
tanaman dibedakan. Sumber air untuk kebutuhan domestic seperti air minum pekerja/
pegawai didapat dari kerjasama dengan perusahaan lain yang secara rutin memberikan
beberapa gallon setiap minggunya ke tempat kerja, sedangkan untuk kegiatan higienitas
perorangan seperti aktivitas di WC, mencuci tangan didapat dari air PAM lingkungan. Pada
Indopora ini tidak menggunakan banyak sumber air karena kegiatan yang berlangsung hanya
berupa membuat pondasi dan perbaikan tanah, namun apabila ada beberapa mesin yang harus
dicuci (washing machine) di bagian cleaning room air yang digunakan juga bersumber dari
air PAM.
Seluruh aktivitas menggunakan sumber air PAM yang secara kolektif terdistribusi
dari penampungan air PAM sehingga standar atau kualitas air sudah terjamin. Begitu juga
dengan kualitas air minum yang sudah sesuai standar untuk dikonsumsikan.
Tidak ada proses sanitasi air pabrik ini. Tidak ada pencemaran air karena perusahaan
tidak banyak menggunakan air, kalaupun ada limbah B3 pabrik sudah bekerja sama dengan
pihak ketiga dalam mengatasi limbah tersebut.
Saran bagi perusahaan Indopora agar dapat terus mempertahankan sistem penyediaan
air yang ada karena apa yang telah dilakukan selama ini telah sesuai dengan ketepatan.

3.6 Sanitasi Makanan


Upaya pencegahan keracunan makanan dapat dilakukan dengan cara menyediakan
ruang makanan khusus yang terpisah jauh dari tempat kerja dan bebas kontaminasi bahan –
bahan kimia beracun, pengontrolan bahan makanan yang akan diolah, menggunakan air yang
memenuhi syarat standar kesehatan dan memasak makanan sebelum dikonsumsi, pengelola
makanan harus mengerti tentang sanitasi makanan dan gizi kerja.
Pada Perusahaan Indopora tersedia ruang makan yang sekaligus berfungsi sebagai
kantin umum yang cukup luas dan bersih. Terdapat office boy yang rutin membersihkan area
makan tersebut. Tempat ini juga dilengkapi dengan tempat cuci tangan khusus yang hanya
digunakan untuk sebelum dan sesudah makan. Tempat ini juga berfungsi sebagai area untuk
merokok dikarenakan sirkulasi udara yang baik sehingga dinilai tidak membahayakan.
Secara keseluruhan sanitasi makanan pada perusahaan ini sudah cukup baik. Akan
tetapi untuk masalah penyediaan makanan akan lebih baik lagi jika tersedia catering untuk
para karyawan sehingga dapat memudahkan karyawan untuk mendapatkan makanan dan
perusahaan dapat lebih mengetahui proses dari pembuatan makanan tersebut sehingga
perusahaan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya pencemaran makanan.

32
3.7 Pembuangan & Pengelolahan Limbah
untuk pengelolahan limbah industri, Perusahaan Indopora menggunakan pihak ketiga,
yaitu PT. DNS dan Dinas Kebersihan. Limbah yang dikeluarkan berupa oli bekas, cat, tiner,
dan aki. Sedangkan untuk limbah domestic, dikelola oleh perusahaan setiap hari.
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung
bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah yang dikenal dengan limbah B3
(bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relative
sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/ merusak lingkungan kehidupan dan sumber
daya. Sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari
pabrik industri.
Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan limbah tergantung pada jenis dan
karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka waktu
relative singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka waktu panjang
cukup fatal bagi lingkungan. Oleh sebab itu pencegahan dan penanggulangan haruslah
merumuskan akibat – akibat pada suatu jangka waktu yang cukup jauh.
Mengingat pada sifat – sifat limbah, karakteristik dan akibat yang ditimbulkan pada
masa sekarang maupun pada masa yang akan datang diperlukan langkah pencegahan,
penanggulangan dan pengelolaan.

3.8 Upaya Pengelolaan Limbah B3


a. Upaya meminimalisasi timbunan limbah,
b. Perusahaan harus membayar semua biaya yang diakibatkan,
c. Pengawasan mulai dari dihasilkan sampai dibuang/ ditimbunnya limbah B3,
d. Pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat mungkin
dengan sumbernya,
e. Semua limbah B3 harus diberlakukan sama di dalam pengolahan dan penanganannya,
f. Pembangunan berkelanjutan.
3.9 Bentuk Limbah
a. Limbah Padat
Limbah padat berasal dari kegiatan perusahaan dan domestik. Limbah domestik pada
umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga limbah padat kegiatan perdagangan,
perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat:

33
kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan., plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri kulit telur,
dll. Limbah padat adalah hasil buangan industry berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal
dari sisa proses pengolahaan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu
limbah padat yang dapat didaur ulang, seperti plastic, tekstil, potongan logam dan kedua
limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis. Bagi limbah padat yang tidak memiliki nilai
ekonomis dapat ditangani dengan berbagi cara antara lain ditimbun pada suatu tempat, diolah
kembali kemudian dibuang dan dibakar.

b. limbah gas dan partikel


polusi udara adalah tercemarnya udara oleh beberapa particular zat (limbah) yang
mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon
(asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida dan tima. Udara adalah media pencemar untuk
limbah gas. Limbah gas atau asap yang di produksi pabrik keluar bersamaan dengan udara.
Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti 02, N2, NO2, CO2, H2 dan lain-lain.
Penambahan gas ke dalam udara melampau kandungan alami akibat kegiatan manusia akan
menurunkan kualitas udara.
Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan
gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti
uap, air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya dapat
dirasakn melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini antara
lain SO2, NOx, CO, CO2, Hidrokarbon dan lain-lain.

c. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Menurut PP RI No. 18/1999 tentang pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun
adalah sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, yang karena sifat dana tau
konsentrasinya, baik secara langsung maupun tak langsung merusak lingkungan hidup,
kesehatan maupun manusia. Limbah B3 dapat dilingkungan hidup, kesehatan maupun
manusia.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan umum

34
Secara umum, penatalaksanaan sistem K3 dan sanitasi lingkungan dan pengolahan
limbah di PT Indonesia Pondasi Raya dari penilaian higine industryi sudah berjalan cukup
baik. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu dievaluasi lebih lanjut dikarenakan kurangnya
data diperoleh dari beberapa faktor di bawah ini :
a. Faktor fisika
1. Bising
Tidak dapat dievaluasi lebih lanjut karena keterbatasan data dan waktu kunjungan.
2. Penerangan
Tidak ditemukan permasalahan
3. Iklim kerja
Tidak didapatkan permasalahan
4. Getaran
Tidak dapat dievaluasi lebih lanjut karena keterbatasan data dan waktu kunjungan.
5. Radiasi
Pada saat dilakukan pengamatan, di dalam ruangan terdapat beberapa alat
elektronik seperti komputer, printer, CPU yang akan menimbulkan radiasi
pengion. Sedangkan di luar ruangan, terdapat bahaya berupa sinar dari alat las dan
paparan sinar matahari.

b. Faktor kimia
Pada saat dilakukan pengamatan, terdapat beberapa drum berisi solar, oli, bensin yang
dapat memicu pncemaran lingkungan jika drum tersebut mengalami kebocoran.
Selain itu juga terdapat fume dari hasil las logam-logam.

c. Faktor biologi
Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan bahaya dalam faktor biologi

d. Faktor ergonomi
Di dalam ruangan kantor, terdapat kursi yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
pekerja dan sudah sesuai dengan anatomi tubuh. Tetapi di luar ruangan, perilaku
pekerja pada saat mengangkat atau memindahkan barang belum secara ergonomis
sehingga dapat berisiko menimbulkan penyakit akibat kerja seperti low back pain.

e. Faktor psikososial

35
Tidak ditemukan permasalahan.

4.2 Saran
Dalam laporan ini, kami paramedik memberikan beberapa saran dalam menyikapi berbagai
masalah khususnya kepada pemegang HSSE :
1. Faktor fisika
Perlu dilakukan pengukuran dan evaluasi lebih lanjut pada faktor bising dan
getaran agar tidak terjadi dampak yang serius.
2. Faktor kimia
Hendaknya drum tersebut dipindahkan ke tempat yang lebih khusus agar tidak
terjadi pencemaran lingkungan jika drum tersebut mengalami kebocoran.
Untuk pekerja yang melakukan pekerjaan las, sebaiknya disediakan masker agar
asap fume hasil las logam tidak terhirup.
3. Faktor ergonomic
Perlu dilakukan penyuluhan dan pemberian informasi mengenai cara mengangkat
atau memindahkan barang secara baik serta efek samping dari tindakan yang salah
agar pekerja terhindar dari risiko low back pain.
Monitoring lingkungan kerja secara berkala dan melakukan Medical Check
Up khusus untuk tenaga kerja yang berisiko sesuai dengan paparan bahan
berbahaya yang digunakan oleh perusahaan PT Indonesia Pondasi Raya.

DAFTA R P U S T A K A

36
Angka Kecelakaan Kerja Menurun. Diakses pada tanggal 7 April 2017.
.http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id
Peraturan Pemerintah. 2012. Peraturan Pemerintah No.5012012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diakses
tanggal 14 April 2016. http://www.docstoc.com/doc/13259006/himpunan
_peraturan_ hiperkes _pdf
Swna'mur P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan KesehatanKerja. Jakarta: Gunung
Agung. Permen Lh Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Perizinan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Permen Lh Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Tata Laksana Perizinan Dan
Pengawasan PengelolaanLimbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Oleh Pemerintah Daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Kep No. 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpangan
Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan
Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Permennakertrans No PER.13/MEN/X/2011 Th 2011, NAB Faktor Fisika dan
Kimia di
Tempat Kerja.

37

Anda mungkin juga menyukai