Anda di halaman 1dari 53

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga
kerja baik berupa fisik atau mental dan menjadi tanggungjawabnya. Seorang
tenaga kerja saat melakukan pekerjaan menerima beban sebagai akibat dari
aktivitas fisik yang dilakukan. Pekerjaan yang sifatnya berat membutuhkan
istirahat yang sering dan waktu kerja yang pendek. Jika waktu kerja
ditambah maka melebihi kemampuan tenaga kerja dan dapat menimbulkan
kelelahan (Sumamur P. K, 1996:48).
Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan
dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik atau
mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu
memikul beban pada suatu berat tertentu. Bahkan adabeban yang dirasa optimal
bagi seseorang. Inilah maksud penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada
pekerjaan yang tepat. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan,
pengalaman, keterampilan, motivasi dan lain sebagainya (Sumamur P. K,
1996:48).
Begitu

juga

dengan

oksigen,

bahwa

setiap

individu

mempunyai

keterbatasan maksimum untuk oksigen yang dikonsumsi. Semakin meningkatnya


beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai
didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak
dapat dilaksanakan

dalam

kondisi

aerobik,

disebabkan

oleh kandungan

oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah
manifestasi rasa
Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang
sangat kompleks. Proses mempelajari manusia tidak cukup hanya ditinjau dari
segi keilmuan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa untuk
mengembangkan ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai disiplin, antara lain
psikologi, antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, fisika, dan
lain-lain (Sutalaksana, 1979).
Perubahan waktu, walaupun secara perlahan-lahan, telah merubah manusia
dari keadaan primitif menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian ini antara lain

terlihat pada perubahan rancangan peralatan-peralatan yang dipakai, yaitu mulai


dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan
meruncingkan beberapa bagian dari batu tersebut. Perubahan pada alat sederhana
ini, menunjukkan bahwa manusia telah sejak awal kebudayaannya berusaha
memperbaiki alat-alat yang dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini
terlihat lagi pada alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat
sebesar

genggaman

sehingga

lebih

memudahkan

dan

menggerakan

pemakaiannya. (Sutalaksana, 1979).


Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah
menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan
dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan
produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi
dampak negatifnya, bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang
mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai risiko
yang mempengaruhi kehidupan para pekerja. Berbagai risiko tersebut adalah
kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan
kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan
cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan
ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik. (Nurmianto, 2006).
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat
bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman,
aman, sehat dan efisien). Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada
tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working
life) (Nurmianto, 2006).
Ergonomi disebut juga sebagai Human Factors. Pembahasan tentang
ergonomi membutuhkan studi tentang sistem manusia, dimana manusia, fasilitas

kerja, dan lingkungan saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu


menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi umumnya
meliputi aktivitas rancang bangun (design) maupun rancang ulang (re-design). Hal
ini dapat mencakup perangkat keras seperti peralatan kerja (tools), bangku kerja
(benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali
(controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (acces ways), pintu (doors), jendela
(windows), dan lain-lain. Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan
pada suatu organisasi, desain perangkat lunak, meningkatkan faktor keselamatan
dan kesehatan kerja,serta desain dan evaluasi produk (Nurmianto, 2006).
Ilmu yang dikhususkan untuk manusia yang bekerja disebut Ilmu faal kerja.
Secara faal, bekerja adalah hasil kerja sama dalam koordinasi yang sebaik-baiknya
dari indra (mata, telinga, peraba, perasa dan lain-lain), otak dan susunan syarafsyaraf di pusat dan di perifer, serta otot-otot. Selanjutnya untuk pertukaran zat
yang di perlukan dan yang harus dibuang masih diperlukan peredaran darah ke
dan dari otot-otot. Dalam hal ini jantung, paru-paru, hati, usus dan lain-lainnya
menunjang kelancaran proses pekerjaan.
Otot-otot adalah salah satu organ yang terpenting terutama untuk pekerjaan
fisik. Otot bekerja dengan jalan kontraksi dan melemas, kekuaatan ditentukan oleh
jumlah yang besar serat-seratnya, daya kontraksi dan cepatnya berkontraksi.
Sebelum kontraksi (mengerut), darah diantara serat-serat otot atau diluar
pembuluh-pembuluh otonya terjepit, sehingga peredaran darah, jadi juta
pertukaran zat terganggu dan hal demikian menjadi sebab kelelahan otot. Kerja
terus-menerus dari suatu otot, sekalipun bersifat dinamik selalu diikuti dengan
kelelahan yang perlu istirahat untuk pemulihan.
Atas dasar kenyataan itu waktu istirahat dalam kerja atau sesudah kerja
sangat penting, kelelahan otot secara fisik antara lin akibat zat-zat sisa
metabolisme seperti asam lakfat, Co2 dan sebagaimnya, namun kelelahan sesuai
dengan mekanisme kekrja, tidak saya ditentukan oleh keadaan ototnya sendiri,
melainkan terdapat komponen mental psikologis yang sering-sering juga besar
pengaruhnya.
Otot dan tulang merupakah factor penting bagi ukuran-ukuran tubuh, ukuran
tinggi dan besar dari tubuh ataupun bagian-bagian. Ukuran ini menentukan pola
kemampuan fisik tenaga kerja. Peralatan kerja dan mesin perlu serasi dengan
ukuran-ukuran

demikian

untuk

hasil

kekrja

sebesar-besarnya.

Maka

berkembanglah ilmu yang disebut antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran-ukuran


tubuh,

baik

dalam

keadaan

statis

ataupun

dinamis.

Yang sangat penting bagi pekerjaan adalah ukuran-ukuran :


1. Berdiri : tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, depan
dan panjang lengan.
2. Duduk : tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan,
tinggi lutut, jarak lekuk otot garis punggung, jarak lekuk lutut-telapak kaki.
Jantung merupakan alat yang sangat penting untuk bekerja. Alat tersebut
merupakan pompa darah kepada otot-otot, sehingga zat yang diperlukan dapat di
berikan pada otot dan zat-zat sampah dapat diambil dari otot. Dengan sejumlah
denutan tiap menitnya, maka jantung memompakan sejumlah darah arteri yang
cukup untuk keperluan bekerja. Dengan kegiatan tubuh yang meningkat, jantung
harus memompakan darah lebih banyak, berarti jumlah denyutan bertambah,
denyutan jantung dapat diukur dari denyutan nadi. Dengan bekerja mula-mula
nadi bertambah, tetapi kemudian menetap sesuai dengan kebutuhan dan setelah
berhenti bekerja nadi berangsur-angsur kembali pada normal. Jantung yang baik
sanggup meningkatkan jumlah denyutannya dan normal kembali sesudah kegiatan
di hentikan. Denyut jantung masih dipengaruhi oleh keadaan cuaca kerja,
reaksipsikis dan psikologis, keadaan sakit dan lain-lain. Salah satu keperluan
utama otot untuk pekerjaannya adalah zat asam, yang dibawa oleh darah arteri
kepada otot untuk pembakaran zat dan menghasilkan energi, maka dari itu jumlah
O2 yang dipergunakan oleh tubuh untuk bekekrja merupakan salah satu petunjuk
pula dari beban kerja.

1. 2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang ergonomi dan faal kerja
serta perannya dalam meningkatkan produktifitas dan efektifitas dari para pekerja.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian ergonomi kerja
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat ergonomi kerja
3. Untuk mengetahui tuntutan tugas, kemampuan dan penampilan dalam
ergonomi kerja

4. Untuk mengetahui antropometri dinamik dalam ergonomi kerja


5. Untuk mengetahui antropometri statis, dan peralatan yang dapat digunakan
sesuai dengan ergonomi kerja
6. Untuk mengetahui kekuatan mengangkat dan mengangkut dari suatu pekerja
7. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ergonomi kerja seperti
suhu, music, dan dekorasi.
1. 3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah/referat ini adalah untuk menambah
wawasan bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya agar
setelah membaca referat ini, penulis maupun para pembaca, dapat lebih
memahami lagi tentang ergonomi kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
baik dari segi manusia/pekerjanya itu sendiri, lingkungan, maupun peralatan yang
digunakan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ergonomi Kerja
Ergonomi berasal dari kata Yunani ergon (kerja) dan nomos (aturan), secara
keseluruhan ergonomi berarti aturan yang berkaitan dengan kerja. Banyak definisi
tentang ergonomi yang dikeluarkan oleh para pakar dibidangnya antara lain:
1.

Ergonomi adalah Ilmu atau pendekatan multidisipliner yang


bertujuan mengoptimalkan sistem manusia-pekerjaannya, sehingga tercapai
alat, cara dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan efisien
(Manuaba, A, 1992).

2.

Ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk


menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan
baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan
manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan

3.

menjadi lebih baik (Tarwaka. dkk, 2004).


Ergonomi adalah ilmu tentang manusia dalam usaha untuk

4.

meningkatkan kenyamanan di lingkungan kerja (Nurmianto, 2006).


Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya
dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya

5.

melalui pemanfaatan manusia seoptimal-optimalnya (Sumamur, 1996).


Ergonomi adalah praktek dalam mendesain peralatan dan rincian
pekerjaan sesuai dengan kapabilitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah
cidera pada pekerja. (OSHA, 2000).
Dari berbagai pengertian di atas, dapat diintepretasikan bahwa pusat dari

ergonomi adalah manusia. Konsep ergonomi adalah berdasarkan kesadaran,


keterbatasan kemampuan, dan kapabilitas manusia. Sehingga dalam usaha untuk
mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kenyamanan
dibutuhkan penyerasian antara lingkungan kerja, pekerjaan dan manusia yang
terlibat dengan pekerjaan tersebut.
International Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi sebagai
penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai

penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum dengan


tujuan agar bermanfaat demi efisiensi kesejahteraan (Effendi, 2002).
Definisi ergonomi juga dapat dilakukan dengan cara menjabarkannya dalam
fokus, tujuan dan pendekatan mengenai ergonomi (Mc Coinick 1993) dimana
dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:
1. Secara fokus
Ergonomi menfokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan produk,
peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari manusia
hidup dan bekerja.
2. Secara tujuan
Tujuan ergonomi ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja
serta peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti peningkatan keselamatan
kerja, pengurangan rasa lelah dan sebagainya.
3. Secara pendekatan
Pendekatan ergonomi adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasanketerbatasan manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motivasi
untuk merancang prosedur dan lingkungan tempat aktivitas manusia tersebut
sehari-hari.
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut diatas, definisi ergonomi dapat
terangkumkan dalam definisi yang dikemukakan Chapanis (1985), yaitu ergonomi
adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi mengenai
perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya
untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk
meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas pekerjaan
manusia.
2.2 Tujuan dan Manfaat Ergonomi
Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja dimulai dari yang
sederhana dan pada tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan yang ergonomis
akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat
menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat.
Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan beban
kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan
meningkatkan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas


kontak sesama pekerja, dalam tempat kerja.
3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional pengorganisasian yang lebih
baik dan menghidupkan sistem kebersamaan antara aspek-aspek teknik,
ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan
meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin. (Sumamur, 1996)
Selain tujuan, adapun manfaat pelaksanaan dari ergonomi kerja adalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.


Menurunnya kecelakaan kerja.
Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang.
Stress akibat kerja berkurang.
Produktivitas membaik.
Alur kerja bertambah baik.
Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera.
Kepuasan kerja meningkat.

(Sumamur, 1996)
2.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Undang-undang (UU) no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja terdiri dari
11 bab 18 pasal, adalah merupakan UU pokok yang memuat aturan-aturan dasar
dan ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja baik darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara
yang berada di wilayah Negara RI (pasal 2). Sementara itu perumusan ruang
lingkup dalam undang-undang ini ditentukan atas dasar 3 hal yaitu :
1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja
3. Adanya bahaya dan resiko kerja di tempat kerja
Secara garis besar dapat dijelaskan bahwa UU no 1 tahun 1970 memuat
aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan umum sebagai berikut :
1. Pasal 3 dan pasal 4, secara jelas menyatakan bahwa setiap tempat kerja harus
memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan peraturan
perundangan
2. Pasal 8 mewajibkan kepada pengurus untuk memeriksakan kesehatan tenaga
kerja sesuai peraturan perundangan
3. Pasal 9 mewajibkan kepada pengurus untuk memberikan pembinaan kepada
tenaga kerja yang meliputi : penyelenggaraan pelatihan Kesehatan

Keselamatan Kerja (K3), menyediakan alat pelindung diri, malakukan upayaupaya pencegegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan K3 dan pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
bagi setiap tenaga kerja yang bekerja di perusahaannya sesuai dengan
persyaratan dan ketentuan yang berlaku
4. Pasal 10, pengurus berkewajiban mengusulkan pembentukkan Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di perusahaannya.
5. Pasal 11 mewajibkan kepada pengurus untuk melaporkan tiap kecelakaan
yang terjadi dalam tempat kerjanya sesuai dengan peraturan perundangan.
6. Pasal 12, mengatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja dalam menerapkan
K3 di tempat kerja untuk menjamin perlindungan keselamatan dan kesehatan
bagi dirinya
7. Pasal 13 mewajibkan kepada semua orang yang akan memasuki tempat kerja
untuk mentaati semua petunjuk keselamatan kerja
8. Mewajibkan kepada pengurus untuk memasang UU no. 1 tahun 1970,
memasang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan di tempat
keranya, serta menyediakan alat pelindung diri secara cuma-cuma sesuai
petunjuk pegawai pengawas atau ahli K3.
(Anonim, 2011)
2.4 Lingkungan Kerja
Dalam bekerja, untuk meningkatkan kenyamanan bagi para pekerjanya,
diperlukan pula lingkungan yang mendukung. Berikut akan dijelaskan beberapa
pengaruh lingkungan terhadap efektivitas dari pekerja itu sendiri :
1. Iklim
Adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan antara
parameter-parameter suhu udara dan suhu radiasi.
a. Lingkungan kerja yang panas biasanya disebabkan oleh :
- Adanya sumber panas dalam ruangan
- Ventilasi yang kurang
- Bahan bangunan
- Lokasi dari tempat kerja
b. Lingkungan kerja dingin biasanya disebabkan proses produksi dan peralatan
yang membutuhkan kondisi ruangan dengan suhu tertentu.
Parameter-parameter iklim kerja yang perlu diukur dan diperhatikan untuk
efektifitas kerja dari para pekerjanya adalah :
a. Suhu udara kering
b. Suhu basah
c. Kelembaban

10

d. Suhu basah alami (nilai ambang batas 21C - 30C)


e. Kecepatan gerakan udara
f. Suhu radiasi
Dibawah ini akan dijelaskan dampak dari salah satu suhu kerja yang tidak
optimal, yaitu jika suhu di tempat kerja terlalu panas, akan terjadi :
a. Kejang Panas
Akibat suhu udara tinggi, tubuh berusaha mengatur dengan cara
mengeluarkan keringat banyak dan terus menerus. Padahal, keringat tersebut
membawa garam didalam darah, sehingga lama kelamaan kadar garam dalam
darah berkurang. Gejala yang timbul, kejang otot tubuh, sakit perut, mual,
muntah, lemah, dan pingsan.
b. Penat Panas
Terjadi akibat suhu ruang kerja sangat panas, sementara tubuh tenaga kerja
belum beraklimatisasi dengan udara panas. Gejalanya, berkeringat banyak,
suhu badan normal, tekanan darah turun, lemah dan pingsan.
c. Pukulan Panas
Terjadi

bila

pekerjaan

terlalu

berat,

sementara

tubuh

belum

beraklimatisasi. Namun hal ini jarang terjadi.


2. Kebisingan
Adalah bunyi/suara yang tidak dikehendaki atau tidak diinginkan. Alasannya
karena sifatnya mengganggu dan merusak alat pendengaran. Menurut kejadiannya
ada 2 macam kebisingan yaitu kebisingan impulsif dan kebisingan merata/tetap.
Kebisingan ditentukan oleh 2 hal yaitu intensitas dan frekwensi
3. Penerangan
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek
yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Bila
penerangan tidak memadai, tenaga kerja menggunakan indera mata yang
dipaksakan, sehingga timbul kelelahan pada mata. Kelelahan ini akan
mengakibatkan kelelahan mental, yang manifestasinya berupa sakit kepala,
penurunan kemampuan maupun kecepatan berfikir, konsentrasi berkurang,
ketegangan otot-otot (spasm), dan lain sebagainya.
Penerangan dengan intensitas cahaya yang memadai merupakan usaha guna
membantu mata untuk melihat dan memeriksa pelaksanaan suatu pekerja serta
mengurangi kecelakaan. Intensitas penerangan dinyatakan dalam satuan lux meter.

11

Pengadaan penerangan yang baik dapat menaikkan produktifitas kerja hingga


35%. Fungsi dari pencahayaan ditempat kerja adalah pengadaan kondisi agar
diperoleh suatu pelaksanaan visual yang efisien dengan upaya dan ketegangan
yang minimal. Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :
a. Kelelahan pada mata
b. Meningkatkan angka kecelakaan
c. Memperpanjang waktu kerja
d. Kerusakan alat penglihatan
Untuk menghindari dampak dari penerangan yang buruk, dapat dibuat
penerangan buatan untuk menunjang efektifitas kinerja para pekerja. Penerangan
buatan (artificial lighting) dapat dilakukan dengan lima cara yaitu :
a. Direct lighting, 90-100% cahaya langsung diarahkan ke tempat kerja atau
area tertentu
b. Direct-indirect atau general diffuse lighting, dimana seluruh cahaya
didistribusikan secara merata ke seluruh ruangan.
c. Semi direct lighting yaitu 30-90% cahaya diarahkan kebawah, langsung ke
tempat kerja
d. Semi indirect lighting yaitu 60-90% cahaya diarahkan ke atas langit-langit
dan dinding bagian atas
e. Indirect lighting yaitu 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan pinggir
dinding bagian atas sehingga cahaya terpantul ke seluruh bagian ruangan.
4. Dekorasi
Kenyamanan ruang adalah segala sesuatu yang memperlihatkan penggunaan
ruang secara harmonis, baik dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, suara, bunyi,
cahaya, atau lainnya (Simond, 1997).
Menurut Hakim (2006), faktor yang mempengaruhi kenyamanan yaitu
sirkulasi, daya alam atau iklim,kebisingan, bau-bauan, bentuk, keamanan,
keindahan, kebersihan, dan penerangan. Dalam hal kenyamanan, keindahan dapat
diperoleh dari segi bentuk ataupun warna (Hakim, 2006).
Warna memiliki banyak kegunaan selain dapat mengubah rasa juga
mempengaruhi cara pandang dan menutupi ketidaksempurnaan serta bisa
membangun suasana atau kenyamanan untuk semua orang (Nugroho, 2008).
Tujuan pewarnaan di ruang kerja tidak hanya sekedar menyenangkan mata
saja tetapi mempunyai tujuan lain yaitu untuk meningkatkan kenyamanan dalam
ruang kerja sehingga dapat memperbesar efisiensi kerja para karyawan (Gie,
2007).

12

Warna adalah uraian cahaya yang terpisah ke dalam unsur-unsur visual


(Hakim, 2006). Saat mata menangkap warna yang sebenarnya terlihat adalah
pantulan cahaya dari sebuah benda yang kemudian diterima atau ditangkap mata.
Refleksi cahaya memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda yang diserap
atau dipantulkan oleh permukaan benda yang berbeda-beda. Perbedaan
gelombang cahaya inilah yang menciptakan perbedaan warna (Imelda, 2006).
Warna bukan saja sebagai elemen estetik dalam ruang, tapi juga dapat
memberikan efek psikologis kepada pengguna warna tersebut. Pengaruh dari
sebuah warna tidak hanya mekanisme dari penglihatan, tapi juga sebuah sensasi
atau perasaan yang secara langsung mengaktifkan pikiran kita dan mekanisme
kognitif kita (Mahnke, 1996).
Warna dapat mempengaruhi penerangan kantor, warna juga dapat
mempengaruhi perasaan kita serta warna juga dapat mempercantik kantor
(Moekijat, 2002).
Penggunaan warna yang tepat pada dinding ruangan dan alat-alat kerja dapat
memberikan kesan gembira, ketenangan bekerja juga mencegah kesilauan yang
ditimbulkan oleh cahaya yang berlebihan (Moekijat, 2002).
Warna juga dapat mengkamuflasekan sesuatu, misalnya ruang yang sempit
dapat kelihatan lebih luas dan sesuatu yang mempunyai proporsi kurang bagus
menjadi bagus (Pile, 2003).
Selain itu warna dapat berfungsi sebagai alat untuk menciptakan ilusi tentang
besarnya dan suhunya ruangan kerja yang memiliki efek psikologis dan
menghindari timbulnya ketegangan mata (Schultz, 1982).
Warna adalah salah satu elemen dalam lingkungan perkantoran yang
mempunyai dampak penting bagi karyawan (McShane, 1997). Meskipun sebagian
besar karyawan sadar akan dampak fisik warna, namun banyak yang tidak sadar
akan dampak psikologisnya, baik positif maupun negatif pada produktivitas,
kenyamanan, kelelahan, moral, tingkah laku, dan ketegangan (Sukoco, 2007).
Unsur warna dalam merancang ruang kerja merupakan sifat dasar yang
dimiliki oleh semua bentuk dan memegang peranan yang sangat penting dalam
hubungannya dengan aktivitas di dalam ruang kerja tersebut. Warna yang
digunakan dalam ruang kerja tidak hanya berfungsi untuk mempercantik tapi juga
perlu diperhatikan faktor keindahan dan psikologis dari warna tersebut. Riset telah
membuktikan adanya reaksi tubuh manusia terhadap warna baik secara psikologis
maupun fisiologis (Allen dan Stimpson, 1994).

13

Riset tersebut membuktikan bahwa warna mempengaruhi suasana hati dan


perasaan seseorang dalam hubungannya dengan space. Oleh karena itu, perlu
berhati-hati dalam memilih warna suatu ruang tertentu yang disesuaikan dengan
aktivitas yang dilakukan dalam ruang tersebut. Ada beberapa penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan kenyamanan dan warna yaitu penelitian Herman Miller
(2006) yang menunjukkan bahwa memiliki kantor yang nyaman untuk bekerja
sebagai atribut dengan nilai tertinggi di semua jenis pekerjaan. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Patricia Pitzer (2006) menyimpulkan bahwa tugas dasar dari
suatu perusahaan adalah menghasilkan kondisi kerja yang nyaman dan tidak
menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.
2.5 Ergometri, Automasi dan Mekanisasi
A. Pengertian Ergometri
Ergometri adalah ilmu untuk mengukur kerja baik beban kerja maupun
kemampuan kerja faktor manusianya. Biasanya dua hal yang diukur dan
dievaluasi, yaitu:
1. Pemakaian energi oleh seorang tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya.
2. Kemampuan kerja fisik maksimum atau sub-maksimum dari seorang tenaga
kerja.
Oleh tubuh, ketika seseorang bekerja, energi kimia diubah menjadi
energi mekanis dan panas. Untuk mendapat energi kimia diperlukan O 2
sebagai bahan pembakar. Sehubungan dengan itu, banyaknya O2 yang
dipergunakan untuk suatu kegiatan dalam menjalankan pekerjaan menjadi
petunjuk mengenai pemakaian energi. Cara menentukan pemakaian energi
dengan pengukuran O2 adalah cara tidak langsung, sebenarnya ada cara
langsung yaitu mengukur kalori yang dikeluarkan oleh tenaga kerja dengan
menggunakan alat calorimeter, tetapi cara demikian hanya dapat dikerjakan
di laboratorium yang sangat canggih dan khusus. Dari pemakaian O2,
banyaknya kalori yang dipakai untuk keperluan suatu pekerjaan dihitung
dengan dasar persamaan 1 liter O2 = 4,7-5,0 kilokalori (kalori).
Untuk menentukan pemakaian tenaga pada pekerjaan sehari-hari, perlu
dilakukan inventarisasi dari kegiatan seluruh hari.yang meliputi tidur,
duduk, berjalan, bekerja, dan sebagainya dan berapa lama waktu
berlangsungnya masing-masing kegiatan tersebut. Untuk setiap kegiatan,

14

kemudian diukur pemakaian O2atau digunakan nilai kalori kegiatan menurut


table yang telah dibuat oleh peneliti atau dipublikasikan oleh instansi resmi.
Pengukuran dan penilaian penggunaan energy biasanya dilakukan kepada
tenaga kerja ketika sedang melakukan pekerjaannya. Untuk maksud
tersebut, perlu metoda pengukuran O2 waktu tenaga kerja bekerja dan juga
alat-alat yang digunakan. Alat dari metodologi yang digunakan adalah:
a. Kantung Douglas. Dengan alat ini, tenaga kerja, melalui pipa dan katup
meniupkan udara nafasnya ke dalam kantung selama waktu tertentu
sehingga udara nafasnya terkumpul dalam kantung tersebut. Volume
udara diukur dengan meteran gas dan udara dianalisis terhadap kadar
O2, CO2, dan N2. Waktu pengukuran terbatas selama 2-5 menit, namun
cara ini tetap merupakan cara yang sangat dipercaya.
b. Meteran-Gas Kafranyi-Michaelis. Alat ini mengumpulkan

dan

mengukur udara ekspirasi secara terus-menerus dan mengambil sampel


udara pada waktu-waktu tertentu. Lamanya pengukuran dengan alat ini
dapat dilakukan 20-30 menit.
c. Pnemotakhograf Wolf. Alat ini mengukur udara ekspirasi secara
elektronis dan mengambil sampel udara dengan pompa elektris.
d. Cara analisis kontinyu. Suatu alat yang menggabungkan pengukuran
kontinyu dari udara ekspirasi dengan analisis gas secara polarografis,
sedangkan pengukuran oksigen sewaktu-waktu dapat dibaca oleh
pengamat melalui cara telemetris.
e. Volume udara perbapasan per menit. Untuk menghindari analisis gas,
maka kadang-kadang dipakai volume udara pernapasan per menit
sebagai

indicator pemakaian

oksigen

dan pengerahan energy.

Dibayangkan, bahwa volume demikian sangat tergantung dari berbagai


factor luar dan dalam tubuh sendiri. Maka dari itu penggunaannya
sangat terbatas.
f. Denyut jantung. Sebagai cara sederhana dapat dipakai bilangan denyut
jantung untuk indeks penggunaan oksigen dan juga energy yang
dipakai. Mudahnya cara ini dikerjakan menjamin kemungkinan
penerapannya yang sangat luas, lebih-lebih mengingat, bahwa
pengukuran penggunaan energy dengan memakai parameter denyut
jantung dapat dilakukan sepanjang wakktu kerja dengan pengukuran

15

langsung atau merekamnya secara telemetris atau menggunakan tape


recorder. Denyut jantung berubah menurut beban kerja fisiologis.
Kelemahannya ialah bahwa denyut jantung berubah pula pada posisi
tubuh, keadaan lingkungan dan kondisi lain seperti kelelahan, emosi
bahkan aktivitas seseorang diluar pekerjaan seperti misalnya merokok.
Kemampuan fisik maksimum (sub-maksimum) dapat diukur dengan cara
langsung terhadap kemampuan jantung. Sebenarnya pengukuran kemampuan
otot pada umumnya dapat juga memberikan derajat ketelitian tinggi bagi
penilaian kapasitas kerja seseorang. Berdasarkan fisiologis kerja, pemakaian
oksigen meningkat dengan semakin besarnya energy yang digunakan oleh tubuh
untuk bekerja, tetapi peningkatan besarnya energy tersebut ada maksimumnya,
yaitu sesudah oksigen mencapai kadar jenuh dalam darah. Penggunaan oksigen
pada tingkat maksimum ini, menentukan kapasitas aerobic (proses metabolisme
dengan penggunaan oksigen) dari tubuh. Kenyataannya, sesudah kadar
maksimum oksigen darah dicapai, sedangkan masih diperlukan pengerahan
energy yang lebih besar lagi, tubuh masih juga dapat bekerja dengan pengerahan
energy yang lebih besar tetapi hanya untuk waktu yang tidak lama. Fenomin
seperti itu dilakukan dengan metabolisme anaerobic (tanpa oksigen).
Pengukuran kapasitas aerobic maksimum mengandung risiko dan sangat
berbahaya terutama menghadapi orang yang berusia lanjut atau penderita
insufisiensi jantng koroner. Untuk menghindari risiko demikian, pengukuran
tidak dilakukan secara langsung terhadap kapasitas aerobic maksimum
melainkan kapasitas aerobic sub-maksimum dengan metod pengukuran secara
tidak langsung.
Cara mengevaluasi kemampuan kerja fisik yang tidak langsung adalah
sebagai berikut:
1. Nomogram Astrand. Kapasitas aerobic dinilai dari factor usia, berat badan
dan bilangan denyut nadi yang diukur pada suatu kegiatan sub-maksimal.
Alat dan langkah kegiatan uji fisik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ergometer
Ergometer sepeda bekerja dengan mekanisme mengayuh pedal
sedangkan beban kerja adalah energy untuk mengatasi hambatan yang
diakibatkan oleh geseka rantai atau rem elektromagnetis. Besarnya

16

tahanan ergometer sepeda harus dikalibrasi. Frekuensi memutar pedal


adalah 50-60 per menit. Beban kerja dapat dinyatakan dalam
Kgm/menit, Newton-meter (Nm)/detik (1 Kgm/menit= 0,16 Nm/detik),
atau Watt ( 1 W= 1 Nm/detik sesuai dengan 6 Kgm/menit). Efisiensi
mekanis relative menetap dan energy diperlukan 4,4 kali energy kerja
mekanis. Suatu speedometer dipakai untuk mengatur kecepatan
mengayuh pedal. Ergometer engkol dibuat untuk mengukur penggunaan
energy pada pekerjaan tangan dan terdiri dari engkol dengan garis
menengah 30 cm serta porosnya di tempatkan 1 meter di atas lantai.
Kebanyakan orang mampu memulai kegiatan dengan energy 300
Kgm/menit dan kemudian ditingkatkan dengan tambahan 150-300
Kgm/menit.
b. Uji naik-turun bangku (stepping test)
Individu yang diuji kemampuan kerja fisiknya melakukan sejumlah
aktivitas fisik menetap dengan naik-turun suatu bangku. Energy yang
digunakan untuk melakukan aktivitas fisik tersebut diperhitungkan 5,7
x energy yang diperlukan untuk mengankat tubuh. Hasil perhitungan
tersebut tergantung pada ukuran tinggi bangku dan frekuensi naik-turun
bangku. Untuk orang muda, agar hasil pengukuran dicapai maksimal,
tinggi bangku sekurang-kurangnya 40-50 cm dan keecepatan naik-turun
15-45 kali per menit. Cara naik bangku harus diupayakan sedemikian
rupa, sehingga pusat berat badan jatuh pada titik tinggi naik. Dengan
tinggi bangku dan frekuensi naik-turun demikian, denyut jantung
menjadi 110-150 per menit. Uji naik-turun bangku menurut Master
menggunakkan bangku dengan injakan ganda (dobel) masing-masing
setinggi 23 cm yang menyebabkan efesiensi mekanis berkurang, dengan
cara ini energy yang diperlukan 6,1 x kerja mekanis mengangkat badan.
Energy yang dipakai untuk mengangkat beban demikian adalah 150300 Kgm/menit.
c. Treadmil
Suatu landasan berjalan (lopende baan) bergerak pada suatu permukaan
dengan tenaga motor listrik. Kecepatan bergeraknya landasan dan sudut

17

kemiringan dapat diubah dan diatur. Individu yang diuji kemampuan


kerja fisiknua harus berjalan berlawanan dengan arah gerakan landasan
berjalan, agar posisi pijakannya tetap dapat dipertahankan. Cara ini
lebih banyak digunakan dan memiliki aspek yang menguntungkan
disbanding

dengan

pemakaian

ergometer.

Hasil

pengukuran

penggunaan oksigen maksimum yang diukur dengan bergerak landasan


80m/detik kira-kira 3 x waktu istirahat. Kenaikan pengerahan energy
olh 2,5% perubahan sudut landasan berakibat kenaian energy yang
sama dengan peningkatana metabolisme untuk menghasilkan energy
yang diperlukan.
2. Uji kapasitas kerja fisik (Test of physical working capacity = PWC 170).
Bilangan denyut jantung meningkata dengan semakin beratnya beban kerja,
tetapi sesudah dicapai bilangan denyut jantung 170/menit kenaikan nadi
hamper tidak mempengaruhi hasil kerja. Jika diketahui hubungan antara
beban kerja fisik dengan bilangan nadi/menit, maka dapat diketahui
kemampuan kerja fisik seorang tenaga kerja. Untuk menerapkan cara ini
perlu waktu dan cara ini juga sulit digunakan untuk pengujian kapasitas
kerja tenaga kerja dalam jumlah besar.
3. Uji naik-turun bangku Harvard. Agar dihindari pengukuran dan pencatatan
bilangan denyut jantung selama waktu bekerja, yang pelaksanannya
biasanya sulit dilakukan, diupayakan suatu cara untuk menentukan kapasitas
kerja fisik dengan menilai pemulihandenyut jantung sesudahnya selesai
menjalankan kegiatan. Cara ii berdasarkkan prinsip bahwa dengan beban
kerja dari suatu aktivitas terjadi pengerahan energy yaitu waktu aktivitas
tersebut sedang berlangsung tetapi selanjutnya sesudah aktivitas berhenti
penggunaan energy akan berkurang dan akhirnya pulih kembali kepada
keadaan sebelum kegiatan. Pada waktu pemulihan, bilangan denyutan
jantung per menit mulai berkurang dan terus menurun selama pemulihan
serta waktu pemulihan kepada keadaan semula akan lebih pendek pada
individu yang mempunyai kapasitas kerja fisik yang lebih baik. Uji Harvard
hanya memerlukan bangku dengan tinggi 51 cm, kronometer dan
metronome. Kecepatan naik-turun bangku dari Harvard adlaah 30 langkah

18

per menit. Lamanya waktu uji naik-turun bangku adalah sejak dimulainya
aktivitas naik-turun bangku sampai tepat dirasakan kelelahan oleh individu
yang diuji kapasitas kerjanya atau selama waktu 5 menit. Bilangan nadi
dihitung selama 30 detik dan dimulai setelah 1 meni kegiatan dihentikan.
Uji naik-turun bangku ini sederhana, mudaah dilakukan, tanpa risiko dan
tidak perlu dilaksanakan hanya oleh orang yang ahli. Seperti halnya untuk
cara lainnya, penggunaan data hasil uji turun bangku Harvard harus
dilakukan dengan cermat.
Selain itu, dapat pula dipakai nomogram untuk menentukan indeks kapasitas
fisik dengan menggunakan modifikasi uji naik-turun bangku, yaitu bilangan
denyyut nadi dihitung 3 kali selama pemulihan yaitu sesudh menit pertama,
kedua dan keempat (masing-masing dihitung untuk 30 detik). Dari 2 kali jumlah
perhitungn nadi 3 kali (A) dan lamanya naik-turun bangku dalam detik (C),
dapat ditemukan indeks kesegaran jasmani (D). Adapun penafsiran dari indeks
kesegaran jasmani tersebut adalah: dibawah 50 buruk, 50-80 sedang dan diatas
80 baik.
Kapasitas aerobic dipegaruhi oleh beberapa factor. Pada pekerjaan yang
sifatnya mengangkat berat badan (seperti uji naik-turun bangku), energy yang
dibutuhkan proposional dengan berat badan, sehingga oksigen yang dipakai
sebaiknya dinyatakan dalam cm3/Kg berat badan. Tidak demikian halnya pada
pekerjaan yang harus memidahkan beban diluar badan, dalam hal ini kapasitas
aerobic lebih baik dinyatakan dalam nilai absolute. Bilangan denyut jantung
maksimum berkurang menurut bertambahnya usia, hal ini mempengaruhi
penafsiran kemampuan aerobic pada pembebanan energy sub-maksimal
Kapasitas aerobic maksimum orang laki berkurang secara bertingkat
menurut periode waktu 25-30 tahun dan pada usia 70 tahun nilainya hanya
setengah dari yang berusia 20 tahun. Pada wanita, puncak kapasitas aerobic
terdapat pada masa puberas, sedangkan penurunan kapasitas tersebut terutama
terjadi kemudian pada saat menopause. Kapasitas aerobic rerata per Kg berat
badan wanita muda adalah 70% daripada laki-laki muda.

19

Pada semua masyarakat, kemampuan aerobic maksimum menunjukan


perbedaan individual. Nilainya tertinggi dimiliki oleh olaharagawan terutama
pelari cepat. Pengaruh pekerjaan terhadap kapasitas aerobic tida sebesar
olahraga, namu begitu aneka pekerjaan yang mensyaratkan pengerahan energy
yang tidak sedikit misalnya pekerjaan memotong kayu gelondongan atau
membelah-belahnya yang dilakukan manual sangat besar pengaruhnya terhadap
kemampuan aerobic. Dalam masyaraat industry, akivitas olahraga yang
dilakukan pada waktu luang berefek lebih berarti kepada kapasitas aerobic
daripada pekerjaan itu sendiri.
Jika seseorang mulai berlatih, denyut jantungnya tidak cepat meningkat
menyesuaikan pemenuhan kebutuhan oksigen untuk kegiatan sub-maksimal,
sedangkan pada waktu kegiatan dihentikan denyut jantung tidak segera kembali
kepada denyut jantung sebelum dimulainya kegiatan melainkan memerlukan
waktu pemulihan yang lebih panjang. Pada orang yang terlatih atau terampil,
bilangan denyut jantung kurang dari orang tidak berlatih atau tidak mempunyai
keterampilan. Demikian juga, pemulihan denyut jantuung dari orang terlatih
lebih cepat daripada orang yang tidak terlatih. Latihan yang berat dan lama yang
dilakukan secara teratur dapat menyebabkan kenaikan kemampuan aerobic kirakira 10%.
Jika tenaga kerja akan dipekerjakan pada pekerjaan berat, uji fungsi
kardiovaskular dapat dopergunakan untuk meonentukan kesanggupan tenaga
kerja melaksanakan pekerjaannya. Dari pengalaman, jika pekerjaan dilakukan
dengan 35-50% kapasitas aerobic maksimum, tidak terjadi kelelahan yang
mencolok pada tenaga kerja tidak banyak mengadukan keluhan fisik. Dengan
menggunakan bilangan denyut jantung sebagai indikator, maka sebainya denyut
jantung para pekerja tidak melebihi 120 per menit bahkan sebaiknya 100 atau
dibawahnya. Namun, pasti tergantung dari beratnya beban kerja, bilangan denyut
jantung demikian tidak mungkin selalu dapat diterapkan.
B. Otomasi dan Mekanisasi
Istilah otomasi pertama-tama diajukan oleh Harder dari Ford Moto
Company. Mula-mula konsep otomasi Detroit adalah seni penggunaan alat-alat
mekanik untuk mengerjakan potongan bahan pekerjaan ke atau dari alat

20

melanjutkan dalam proses seterusnya, memisahkan sisa-sisa dari proses dari


malakukan secara berurutan menurut waktu sesuai dengan proses produksi
sehingga sebagian atau keseluruhan dari proses dapat dikendalikan dengan cara
tekan tombol pada tempat strategis. Sesudah itu Diebold mendefinisikan otomasi
sebangao penggunaan mesin untuk menjalankan mesin. Definisi-definisi di atas
terlalu menonjolkan aspek produktivitas dam teknologi, sehingga elemen
manusia terlupakan. Maka dari itu, otomasi harus diartikan suatu sistem yang
meliputi alat-alat mekanik, peralatan kerja lain dan manusia yang diperlukan
untuk mengerjakan bahan atau mengolah informasi menjadi suatu produk barang
atau

jasa

yang

dikehendaki.

Pertimbangan

pertama

otomasi

adalah

pengoptimalan produksi oleh manusia dan atay mesin. Yang menentukan tingkat
yang diberikan kepada proses produksi (input) dan hasil obyektif dari proses
produksi (output) serta pengaruh lingkungan terhadap hubungan manusia dan
proses produksi tersebut. Demikian pula hubungan antara manusia dan mesin
mengenai kemampuan dan limitasi masing-masing merupakan suatu faktor yang
perlu diperhatikan
Automasi adalah pengendalian suatu kegiatan secara otomatis dengan
memanfaatkan mesin. Dalam Encyclopedia Britanica (2004: 505) automasi
adalah suatu proses mekanik dalam menjalankan suatu perintah yang tidak
begitu memerlukan perintah dan tindakan pengawasan dari manusia secara terusmenerus. Definisi lain menurut The Concise Oxford Dictionary (1982: 59)
bahwa automasi adalah penggunaan peralatan yang dioperasikan secara
automasi, untuk menghemat tenaga fisik dan mental manusia. Dari pendapat
yang mengemukakan definisi dan arti automasi secara umum di atas, maka
automasi merupakan teknik untuk proses suatu kegiatan atau system yang
berjalan secara otomatis, mengendalikan secara otomatis untuk menggantikan
organ manusia dengan memanfaatkan mesin.
Mekanisasi adalah penggantian manusia sebagai sumber tenaga (gaya,
kekuatan) atau sebagai alat untuk memberikan informasi dalam pengelolaan siati
operasi atau proses. Mekaniasi adalah salah satu komponen dari otomasi.
Terdapat empat tingkat dalam perkembangan mekanisasi/otomasi, yaitu dari
penggunaan alat bantu pada pekerjaan tangan (kerja manual) sampai kepada

21

mekanisasi/ otomasi pernuh dengan penggunaan mesin yang luar biasa canggih.
Menurut fungsinya tingkat-tingkat tersebut adalah
1. Fungsi penunjang dari mekanisasi/ otomasi
menyempurnakan

atau

memperluas

kemampuan

dengan

maksud

manusi

(contoh

penggunaan alat-alat manual guna meningkatan kemampuan kerja otot


seperti pisau, cangkul, gergaji manual, alat ukur yang emperbaiki hasil
pengukuran tanpa alat, mikroskop untuk memperbaiki kemampuan indera
mata, dan lain-lain)
2. Fungsi melipat-gandakan tenaga untuk mengatasi keterbatasan kekuatan
manusia, baik dalam hal besar maupun lama waktunya (penggunaan tenaga
alam atau bahan bakar, listrik, tenaga nuklir)
3. Fungsi meringankan terutama dalam pengendalian operaso atau proses yang
rumit/canggih (missal pengukuran otomatis/terus-meneris, pengendalian
program, pengaturan, analisis data)
4. Fungsi menggantikan manusia yaitu tenaga manusia digantikan untuk
sebagian atau seluruhnya atau pada operas/proses yang dijalankan dengan
menerapkan mekanisasi/otomasi.
Tabel 2.1 Perbandingan Manusia dan Mesin dalam Pekerjaan
Mesin

Manusia
Kelambatan dalam bilangan

Kecepatan

Luar biasa

Tenaga

detik
Dapat diatur dengan baik : Dua tenaga

kuda

(TK)

besar, menetap, dan dapat untuk 10 detik:0,5 TK utuk


dibuat kekuatan standar

beberapa menit dan 0,2 TK


untuk

Keseragaman

Cocok

untuk

pekerjaan

terus-

menerus sehari
pekerjaan Tidal dapat dipercaya. Perlu

rutin, berulang dan perlu dimonitor dengan mesin


Kegiatan jamak
Ingatan

ketepatan
Banyak saluran
Satu saluran
Terbaik untuk memproduksi Segala macam

dengan

sesuatu yang ditentukan dan pendekatan dari berbagai

Berfikir

bersifat

penyimpanan sudut, baik untuk dipakai

memori

menetapkan

Deduktif baik

strategi
Induktif baik

komse[

dan

22

Hitung-menghitung

Cepat dan tepat, tetapi tidak Lambat

dan

memiliki kemampuan untuk mungkin


melakukan koreksi
Pendirian

Dapat

menjadi

tambahan

kesalahan,

membuat
tetapi

energi

dan

menangkap mengolahnya secara serta-

gelombang elektromagnetis merta


yang

cukup

kemampuan
indera Menerima rangsangan dari
seperti berbagai

kemampuan

sangat

mengion

misalnya

mata menentukan lokasi relative,

sekaligus

gerakan dan warna, baik


untuk

menentukan

pola,

misalnya dapat menentukan


lokasi dari kebisingan yang
tinggi intensitasnya
Dipengaruhi oleh

panas,

Dapat dibuat tidak peka suhu dingin, kebisingan dan


terhadap rangsangan luar
Reaksi

terjadap Kerusakan tiba-tiba

getaran (yang intensitasnya


melewati batas tertentu)
Degradasi

beban yang melebihi


kemampuan
Kepintaran

Tidak ada

Dapat

menyesuaikan

terhadap sesuatu yang tidak


dapat di duga; memiliki
kemampian
Kecakapan

Khusus

meramalkan

sesuatu
Sangat besar

manipulasi
Manusia terbatas dalam hal kecepatan dan ketelitian. Selain itu, kecepatan
kerja tenaga manusia yang lebih besar selalu disertai oleh penurunan ketelitian.
Dalam hal inilah otomasi dan mekanisasi memegang peranan sangat penting
dalam meningkatkan kecepatan dan ketelitian suatu operasi atau proses.

23

Tenaga kerja yang bekerja pada proses produksi yang menerapkan otomasi
termasuk mekanisasi adalah sebaga berikut :
1. Tenaga kerja yang bekerja pada proses yang padanya diterapkan otomasi
dituntut untuk berperilaku efisien, memiliki motivasi tinggi dalam hal
mewujudkan produktivitas dan kualitas prima dengan posisi sentral pada
sistem manusia-mesin
2. Penerapan otomasi menimbulkan aneka tekanan mental-psikologis yang
menjadi beban kepada tenaga kerja uang berada pada sistem tersebut, dan
untuk hal tersebut sangat perlu kesiapan sosio-kultural yang kondusof pada
setiap dan seluruh tenaga kerja. Contoh tragis dari ketidaksiapan demikian
adalah histersia massa (mass hysteria) atau kehilangan nilai atau hati nurani
kemanusiaan (loss of human dignity). Hysteria massa biasanya dialami oleh
tenaga kerja yang migrasi dari sector tradisional ke sector modern, menurun
atau hilangnya rasa kemanusiaan dapat diderita oleh tenaga kerja yang
misalnya sendirian berada di tempat kerja yang capital intensif sehingga
yang

bersangkutan

tenggelam

dalam

lingkungan

tempat

bekerja/beroperasinya mesin
3. Berbagai kemampuan khusus/keterampilan/keahlian harus dimiliki oleh
setiap faktor manusia menurut peran masing-masing dalam sistem yang
menerapkan otomasi termasuk mekanisasi.
2.4 Tuntutan Tugas, Kemampuan, dan Penampilan
1. Tuntutan tugas pekerjaan/aktivitas tergantung pada:
a. Kharakteristik tugas dan meterial (Task

and

material

characteristics); ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin,


tipe, kecepatan dan irama kerja, dan sebagainya.
b. Kharakteristik organisasi (Organizational

characteristics);

berhubungan dengan jam kerja dan jam istirahat, kerja malam dan
bergulir, cuti dan libur, manajemen, dan sebagainya.
c. Kharakteristik lingkungan (Environmental characteristics);
berkaitan dengan manusia teman setugas, suhu dan kelembapan,
bising dan getaran, penerangan, sosio-budaya, tabu, norma, adat
dan kebiasaan, bahan-bahan pencemar, dan sebagainya.
2. Kemampuan Kerja
Kemampuan seseorang sangat ditentukan oleh :

24

a. Karakteristik pribadi (Personal capacity); meliputi faktor usia,


jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status sosial,
agama dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran tubuh, dan
lain-lain.
b. Kemampuan

fisiologi

(Physiological

capacity);

meliputi

kemampuan dan daya tahan cardio-vaskular, syaraf otot, panca


indera, dan lain sebagainya.
c. Kemampuan psikologis (Psycological capacity); berhubungan
dengan kemampuan mental, waktu reaksi, kemampuan adaptasi,
stabilitasi emosi, dan sebagainya.
d. Kemampuan bio-mekanik (Biomechanical capacity) berkaitan
dengan kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian, tendon
dan jalinan tulang.
3. Performasi
Performasi atau tampilan seseorang sangat tergantung kepada rasio dari
besarnya tuntutan tugas dengan besarnya kemampuan yang bersangkutan.
Dengan demikian apabila :
a. Rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan seseorang atau
kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir berupa;
ketidaknyamanan, Overstress, kelelahan, kecelakaan, cidera, rasa
sakit, penyakit, dan tidak produktif.
b. Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada kemampuan
seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan akhir
berupa: understress, kebosanan, kejemuan, kelesuan, sakit, dan tidak
produktif.
c. Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya keseimbangan
dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan yang dimiliki
sehingga tercapai kondisi dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman,
dan produktif.
2.5 Kekuatan Mengangkat dan Mengangkut
Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan mengangkat dan mengangkut sudah
menjadi suatu kegiatan yang tak terpisahkan pada diri manusia. Dalam dunia
kerja, kegiatan angkat dan angkut merupakan suatu hal pokok atau bisa disebut
esensial, karena hampir di setiap pekerjaan dijumpai kegiatan angkat angkut.

25

Kegiatan angkat angkut biasanya dijumpai di perkebunan, pertambangan,


perindustrian, pelabuhan, di pasar, bahkan di kantor pemerintahan maupun swasta.
Pekerjaan mengangkat dan mengangkut jika tidak dilakukan dengan benar
dan hati-hati dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit
akibat kerja. Oleh sebab itu maka teknik mengangkat dan mengangkut yang benar
serta alat mengangkat dan mengangkut yang ergonomis sangat diperlukan untuk
mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja. Kegiatan mengangkat dan
mengangkut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
1. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
2. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun,
3.
4.
5.
6.

dll.
Ketrampilan bekerja.
Peralatan kerja.
Ukuran beban yang akan diangkut.
Metode mengangkut yang benar.
Disamping itu, jenis kelamin seseorang juga dapat mempengaruhi kegiatan

mengangkat dan mengangkut. Cara mengangkat dan mengangkut yang baik harus
memenuhi 2 prinsip kinetis, yaitu :
1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang yang lemah dibebaskan dari pembebanan.
2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut :
1. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan
memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan
statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.
2. Lengan harus sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi
pada lengan untuk mengangkut dan mengangkat menyebabkan ketegangan
otot statis yang melelahkan.
3. Punggung harus diluruskan.
4. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada
permulaan gerakan. Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang
belakang diluruskan.
5. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi
momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Satu kaki ditempatkan ke

26

arah jurusan gerakan yang dituju, kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa
sehingga membantu mendorong tubuh pada gerakan pertama.
6. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
7. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
Selain hal diatas dalam kegiatan mengangkat dan mengangkut juga harus
diperhatikan ketentuan berikut ini :
1. Semua barang/benda yang menghalangi pandangan mata sebaiknya
disingkirkan terlebih dahulu, sebelum pekerjaan mengangkat dan mengangkut
dilakukan.
2. Tinggi maksimum tempat pemegang dari lantai tidak lebih dari 35 cm.
3. Jika suatu beban harus diangkut dari permukaan lantai dianjurkan agar
menggunakan agar menggunakan alat mekanis (katrol).
4. Beban yang akan diangkut harus berada sedekat mungkin dengan tubuh.
5. Punggung harus lurus agar bahaya kerusakan terhadap diskus dapat
dihindarkan.
6. Mula-mula lutut harus bengkok dan tubuh harus berada pada sikap dengan
punggung lurus.
Pada kegiatan mengangkat dan mengangkut, dianjurkan agar beban sedekat
mungkin pada garis vertikal gravitasi tubuh. Dengan begitu, upaya yang bersifat
mengimbangi berkurang dan dihindari aktivitas otot statis yang tidak perlu. Dalam
hubungan ini, mengangkut dengan pemakaian gendongan sangat cocok. Adapun
pekerjaan mengangkut dengan beban di atas punggung kurang menguntungkan,
oleh karena beberapa otot perut menjadi berkontraksi statis. Aktivitas yang dapat
menimbulkan Hazard (efek samping negatif) :
1.
2.
3.
4.

Mengangkat beban berat di kantor/perusahaan.


Mengangkat pasien di Rumah Sakit.
Menyebar benih tanaman.
Mengoperasikan peralatan di industri, dll
Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja yang sebesar-besarnya, hendaknya

dihindari sejauh mungkin bahwa manusia dipergunakan sebagai alat untuk


kegiatan mengangkut dan mengangkat. Faktor resiko yang berpengaruh dalam
pemindahan material yaitu :

27

1. Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan
operator.
2. Jarak horizontal dari beban relatif terhadap operator.
3. Ukuran beban yang harus diangkat (berukuran besar) memiliki pusat massa
(centre of gravity) yang letaknya jauh dari badan operator. Selain itu juga
menghalangi pandangan (vision) operator.
4. Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban
(mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit dari pada
mengangkat beban dari ketinggian pada permukaan pinggang).
5. Beban puntir (twisting load) pada badan operator selama aktivitas angkat
beban.
6. Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Untuk mengantsipasi
beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.
7. Stabilitas beban yang akan diangkat.
8. Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja.
9. Berbagai macam rintangan yang menghalangi ataupun keterbatasan postur
tubuh yang berada pada suatu tempat kerja.
10. Kondisi kerja, meliputi: pencahayaan, temperatur, kebisingan, kelicinan
lantai.
11. Frekuensi angkat, yaitu banyaknya aktivitas angkat.
12. Tidak terkoordinasinya kelompok kerja (lifting team).
13. Diangkatnya suatu beban dalam suatu periode. Hal ini sama dengan
membawa beban pada jarak tertentu dan memberi tambahan beban
pada vertebral discus (VD) dan intervertebral discus (ID) pada vertebral
column di daerah punggung.
14. Metode angkat angkut yang benar (tidak boleh mengangkat dan mengangkut
beban secara tiba-tiba).
Bila alat kerja dari yang paling sederhana sampai pada yang paling rumit
tersedia, sebaiknya alat tersebut dipergunakan secara tepat. Tentu saja selalu
dipertimbangkan keseimbangan yang tepat diantara penggunaan peralatan kerja
dengan prinsip bahwa pekerjaan sebaiknya padat karya.
Cara kerja dimodifikasi, agar beban angkat dan angkut dikurangi seperti
halnya penggunaan roda pada barang yang diangkat dan diangkut, kereta dorong,
dll. Modernisasi telah memungkinkan perubahan tersebut. Penyelesaian untuk
pemindahan material secara teknis yaitu :

28

1. Pindahkan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah dirancang dengan
menggunakan roller (ban berjalan).
2. Gunakan meja yang dapat digerakkan naik turun untuk menjaga agar bagian
permukaan meja kerja dapat langsung dipakai untuk memasukkan lembaran
logam atau benda kerja lainnya ke dalam mesin.
3. Tempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih tinggi dan
turunkan dengan bantuan gaya gravitasi.
4. Berikan peralatan yang dapat mengangkat, misalnya: pada ujung belakang
truk untuk memudahkan pengangkatan material.
5. Bila beban terlalu berat gunakan alat bantu angkat (misalnya: crane).
6. Rancanglah overhead monorail, diutamakan menggunakan power (tenaga),
baik untuk gerakan vertikal ataupun horizontal.
7. Desainlah kotak (tempat benda kerja) dengan disertai handel yang ergonomis
sehingga mudah pada waktu mengangkat.
8. Aturlah peletakan fasilitas sehingga semakin memudahkan metodologi angkat
benda pada ketinggian permukaan pinggang.
9. Berilah tanda atau angka pada beban sesuai dengan beratnya.
10. Siapkan trolley dan pengungkit (lever) untuk mengangkat ujung dari drum
(dengan volume 200 liter).
11. Bebaskan area kerja dari gerakan dan peletakan material yang mengganggu
jalur (acces) dari operator.
12. Hindarkan lantai kerja dari sesuatu yang dapat membuat licin sehingga akan
membahayakan operator pada saat perjalanan memindahkan material.
13. Buatlah suatu ruang kerja yang cukup untuk gerakan dinamis bebas pada
operator.
14. Tempatkan semua material sedekat mungkin terhadap operator.
Pekerjaan mengangkat dan mengangkut jika dilakukan dengan salah dapat
menyebabkan resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
semakin tinggi. Bagian tubuh yang paling paling beresiko terkena dampak dari
cara mengangkat dan mengangkut yang benar yaitu tulang belakang. Hal ini tentu
sangat berbahaya karena pada tulang belakang terdapat susunan syaraf yang
menghubungkan syaraf sensorik dan motorik dengan pengatur syaraf pusat atau
otak. Disamping itu juga terdapat resiko lain yang dapat terjadi jika proses
mengangkat dan mengangkut dilakukan dengan salah. Adapun contoh kerusakan
tulang belakang akibat teknik mengangkat dan mengangkut beban yang terlalu
berat antara lain :

29

2. Over Exertion Lifting and Carrying yaitu kerusakan jaringan, tubuh yang
diakibatkan oleh beban angkut yang berlebihan.
3. HNP (Hernia Nucleus Pulposus) yaitu robeknya bagian dalam dari lempeng
menonjol keluar serta mungkin menekan saraf-saraf disekitarnya akibat beban
angkut berlebih dan pembebanan tiba-tiba.
4. Back Injury yaitu timbulnya nyeri pada punggung, biasanya sikap kerja atau
mengangkat yang tidak benar dipengaruhi oleh arah beban yang diangkat.
Cara mengangkat dan mengangkut:
1. Mengangkat dan mengangkut beban balok dengan pegangan.
a. Tubuh posisi jongkok, salah satu kaki yang terkuat diletakkan didepan
sebagai tumpuan dan sikap punggung diusahakan tegak atau sebesar 60.
b. Tangan mengangkat beban dengan sikap punggung tetap tegak dan
meletakkannya pada paha kaki yang terkuat. Pastikan pegangan tangan
sudah kuat dan nyaman.
c. Berdiri dengan bertumpu pada kaki yang terkuat, beban diangkat hatihati dengan sikap punggung masih tegak sampai dengan berdiri
sempurna.
d. Saat berjalan, beban harus berada sedekat mungkin dengan tubuh dengan
posisi tangan disesuaikan dengan kenyamanan saat berjalan.
e. Saat akan meletakkan beban kembali dilakukan seperti cara mengangkat
beban tetapi dengan urutan terbalik.
2. Mengangkat dan mengangkut beban tanpa pegangan
a. Tubuh posisi jongkok dengan kaki yang terkuat di depan dan sikap
punggung diusahakan tegak.
b. Kedua tangan kedua ujung beban bagian atas, lalu beban dimiringkan ke
kiri dan tangan kanan turun ke bawah memegang ujung kanan bawah
beban.
c. Beban didorong ke belakang pada kaki yang terkuat, kemudian tangan
kiri turun ke bawah memegang ujung kiri bawah.
d. Beban kemudian diletakkan pada paha yang terkuat, gunanya sebagai
persiapan untuk berdiri, atau boleh langsung diangkat jika mampu.
e. Kemudian berdiri dengan hati-hati kemudian berjalan, usahakan beban
tidak melebihi atau menghalangi pandangan mata.posisikan tangan
senyaman mungkin.
f. Saat akan meletakkan beban kembali seperti cara mengangkat beban
dengan urutan terbalik.
3. Mengangkat dan mengangkut papan

30

a. Tubuh posisi jongkok dengan kaki yang terkuat di depan dan sikap
punggung diusahakan tegak.
b. Kedua tangan mengangkat beban, lalu beban dimiringkan ke kiri dan
tangan kanan turun ke bawah memegang ujung kanan bawah beban.
c. Kemudian letakkan beban pada paha kaki yang terkuat dan tangan kiri
masih memegang beban yang atas dengan sikap punggung masih tetap
tegak.
d. Berdiri dengan hati-hati dengan posisi tangan yang nyaman untuk
berjalan. Kemudian berjalan dengan posisi miring agar dapat melihat
jalan yang akan dilalui.
e. Saat akan meletakkan beban kembali seperti cara mengangkat beban
dengan urutan terbalik.
4. Mengangkat dan mengangkut beban di meja.
a. Mengatur posisi beban yang akan diangkat pada meja sehingga
memudahkan ketika akan mengangkat.
b. Tubuh dengan posisi jongkok dengan salah satu kaki yang terkuat di
depan sebagai tumpuan dan usahakan punggung dalam posisi tegak.
c. Tangan kanan memegang bagian bawah beban dan tangan kiri
memeganga bagian atas beban.
d. Letakkan beban pada bahu yang terkuat dan menyandarkannya pada
kepala, hindarkan bagian sudut yang lancip agar tidak terkena kepala,
kemudian berdiri dengan hati-hati dan berjalan.
e. Saat akan meletakkan beban kembali seperti cara mengangkat beban
dengan urutan terbalik.
5. Mengangkat beban karung :
a. Perhatikan posisi dasar badan sebelum mengangkat, dan cara memegang
kedua sudut karung.
b. Badan dan karung dirapatkan agar tangan kanan dapat mendekap karung
c.
d.
e.
f.
g.

dari bawah.
Kemudian tangan kiri digerakkan ke pinggang karung.
Lutut diluruskan untuk mengangkat beban.
Kaki kiri melangkah ke arah tujuan.
Pengangkat membelakangi tempat meletakkan beban.
Saat akan meletakkan beban kembali, kaki kiri ditekuk perlahan-lahan,

kemudian badan dimiringkan ke kanan.


h. Bahu kanan direndahkan agar beban terlepas dengan selamat.
Prinsip-prinsip teknologi tepat guna ergonomik yang perlu diperhatikan

31

1. Usahakan lebar jalan untuk transportasi barang dapat dilalui dengan 2 arah

2. Permukaan jalan untuk rute transportasi harus rata, tidak licin dan bebas
hambatan

3. Buatlah area kerja sedemikian rupa sehingga gerakan tubuh dapat dibatasi
untuk menghemat tenaga

4. Untuk memindahkan barang sedapat mungkin menggunakan alat/ kereta


pendorong

32

5. Untuk mengangkat barang-barang yang berat gunakan alat pendorong


(container) atau membaginya dalam kemasan-kemasan yang lebih ringan

6. Untuk mengangkat barang secara manual bagilah berat badan sama di atas
tumpuan kedua bahu untuk mengurangi pemakaian tenaga.

7. Buatlah tempat pegangan tangan pada setiap kemasan barang untuk


menghambat tenaga dan menghindari kecelakaan.

8. Hilangkan atau kurangi perbedaan tinggi permukaan pada area kerja bila
memindahkan barang secara manual untuk menghemat tenaga

9. Hindarkan gerakan membungkuk atau berputar bila memegang barang


untuk menghemat tenaga dan mengurangi gangguan muskuloskeletal

33

10. Peganglah barang yang dibawa sedekat mugkin ke tubuh anda untuk
menghemat tenaga dan manghindari beban yang berlebihan.

11. Menaikkan atau menurunkan barang haruslah secara perlahan-lahan di


depan tubuh tanpa gerakan membungkuk atau memutar.

12. Melakukan pekerjaan dengan beban yang berat sebaiknya diselingi dengan
pekerjaan yang ringan selih berganti untuk mengurangi kelelahan/cidera
sehingga tercapai efisiensi.

13. Gunakan peralatan khusus untuk pekerjaan tertentu yang dilakukan secara
berulang

agar

muskuloskeletal.

hasil

kerja

optimal

dan

mengurangi

gangguan

34

14. Gunakanlah peralatan yang dapat mengurangi pemakaian tenaga

15. Pegangan pada peralatan tangan sebaiknya mempunyai ketebalan, panjang


dan bentuk yang cocok agar dengan mudah dapat dipegang.

16. Pegangan pada peralatan tangan sebaiknya diisolasi untuk mencegah luka
bakar dan renjatan listrik.

35

17. Sedapat mungkin kurangilah efek getaran dan kebisingan dari peralatan
tangan untuk menghindari gangguan/ penyakit akibat kerja dan
meningkatkan kenyamanan kerja.

18. Peliharalah keutuhan peralatan kerja dengan pemeriksaan secara rutin


untuk menghindari kecelakaan kerja dan penghematan biaya pemeriksaan
peralatan.

19. Pekerjaan perlu diberi pelatihan sebelum mempergunakan peralatan kerja


yang menggunakan tenaga listrik untuk mencegah kecelakaan kerja dan
menghindari kerusakan alat.

36

20. Sediakan penerangan yang cukup di koridor, tangga, tangga yang landai di
tempat

yang

ada

orangnya

untuk

menghindari

kecelakaan

dan

meningkatkan kenyamanan kerja.

21. Sediakan penerangan lampu yang memadai bagi pekerjaan sehingga dapat
bekerja secara efisien dan nyaman setiap saat.

22. Upaya ventilasi yang baik di tempat kerja untuk kenyamanan kerja.

2.6 Kelelahan dan Kelalaian Kerja


1. Kelelahan Kerja
Kata kelelahan diterapkan di berbagai macam kondisi. Istilah kelelahan
mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan,

37

walaupun ini bukan satu-satunya gejala. Kelelahan kerja merupakan suatu


kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja,
keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja
merupakan kriteria yang kompleks tidak hanya menyangkut kelelahan yang
bersifat fisik dan psikis tetapi dominan hubungannya dengan penurunan
performans fisik, adanya perasaan kelelahan, penurunan motivasi dan penurunan
produktivitas kerja. Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan
sebelum stres yang memperlemah fungsi dan performa, fungsi organ saling
mempengaruhi yang akhirnya menggangu fungsi kepribadian, umumnya
bersamaan dengan menurunnya kesiagaan kerja dan meningkatnya sensasi
ketegangan.
a. Jenis kelelahan kerja
Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan
proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.
1) Berdasarkan proses, meliputi :
a) Kelelahan otot (muscular fatigue)
Kelelahan otot di tunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa
seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot dapat
terlihat pada gejala yang tampak dari luar (external signs).
b) Kelelahan Umum
Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan
untuk bekerja yang disebabkan oleh karena motoni; intensitas dan lamanya
kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan
keadaan gizi.
Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai
perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada
akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. 18
Gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa
aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya
gejala kelelahan terebut.
2) Berdasarkan waktu terjadi kelelahan, meliputi :
a) Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh
organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba
b) Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap
perpanjangan stress.10 Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu

38

sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh
tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa
yang panjang. Pada keadaan seperti ini, gejalanya tidak hanya stres atau
sesaat setelah masa stress, tetapi cepat atau lambat akan sangat
mengancam setiap saat.
3) Berdasarkan penyebab kelelahan, meliputi:
a) kelelahan fisiologis yang timbul karena adanya perubahanperubahan
fisiologis dalam tubuh,
b) kelelahan psikologis bersifat objektif dan subjektif, yang timbul karena
perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya,
dapat diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya: kurang minat dalam
pekerjaan, monotoni kerja, tanggung jawab, kekhawatiran, konflikkonflik, yang terkumpul dalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa
lelah
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja Grandjean (1991)
menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat
bervariasi, dan untuk memelihara/ memepertahankan kesehatan dan efisiensi,
proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress).
Menurut Wicken, et al (2004), kelelahan bisa disebabkan oleh sebab fisik
ataupun tekanan mental. Salah satu penyebab fatique adalah gangguan tidur
(sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu
tidur dan ganguan pada circadian rhythms akibat jet lag atau shift kerja.
Menurut ILO (1983), Astrand (1986), Green (1992), Sumamur (1994),
Payne (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan yaitu : faktor internal
dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal yaitu :
1) Faktor somatis atau fisik, seperti : kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis
kelamin, usia.
2) Faktor psikis, seperti : pengetahuan, sikap/ gaya hidup/ pengelolaan stress.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yaitu :
1)
2)
3)
4)

Faktor fisik, seperti : kebisingan, suhu, pencahayaan.


Faktor kimia, seperti : zat beracun
Faktor biologis, seperti : bakteri jamur
Faktor ergonomi

39

5) Faktor lingkungan kerja, seperti : kategori pekerjaan, sifat pekerjaan,


disiplin perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi
kerja.
Faktor individu yang mempengaruhi tingkat kelelahan, yaitu :
1) Umur
Umur dapat mempengaruhi kelelahan pekerja. Semakin tua umur seseorang
semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena
faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang.
Menurut Setyawati (1994) menyatakan bahwa umur dapat berpengaruh terhadap
perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur tua seorang tenaga kerja mempunyai
stabilitas emosional lebih baik daripada usia muda yang dapat berakibat positif
dalam melakukan pekerjaannya.
2) Masa Kerja
Lince (2007) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa semakin lama
masa kerja berpengaruh kepada tingkat kelelahan diakibatkan tingkat monotoni
kerja yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun.
3) Tingkat Pendidikan
Simanjuntak

(1985)

menyatakan

bahwa

pendidikan

memberikan

pengetahuan bukan saja langsung dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga
landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua
sarana yang ada untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Pendidikan merupakan
suatu kekuatan dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian atau
kehidupan individu.
4) Faktor psikologis juga memainkan peranan besar dalam menimbulkan
kelelahan.
Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan apapun juga, tetapi mereka
merasa lelah. Sebabnya ialah adanya tanggung jawab, kecemasan dan konflik.
Konflik ini bisa timbul akibat kejadian di lingkungan rumah tangganya.
Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomis nya kondisi sarana, prasarana
dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi menurunnya atau

40

rendahnya produktivitas kerja seorang tenaga kerja. Suasana kerja yang tidak
ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat antara lain adalah sebagai
penyebab timbulnya kelelahan kerja. Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja
sebagai akibat pembebanan kerja yang berlebihan, antara lain irama kerja yang
tidak serasi, pekerjaan yang monoton dan kondisi tempat kerja yang
menggairahkan. Tingkat kelelahan kerja tergantung pada faktor antara lain oleh
jam kerja, periode istirahat, cahaya, suhu dan ventilasi yang berpengaruh pada
kenyamanan fisik, sikap mental output dan kelelahan tenaga kerja, kebisingan
dan getaran.
2. Kelalaian Kerja
Teori kecelakaan kerja Swiss Cheese Model menekankan penyebab
kecelakaan pada kelalaian/kesalahan manusia (human eror). James T. Reason
(1990) menggambarkan proses terjadinya kecelakaan melalui ilustrasi potonganpotongan keju Swiss seperti pada gambar di bawah. Lapisan-lapisan (layers)
keju tersebut menggambarkan hal-hal yang terlibat dalam suatu sistem
keselamatan, sedangkan lubang-lubang yang terdapat pada tiap lapisan tersebut
menunjukkan adanya kelemahan yang berpotensi menimbulkan terjadinya
kecelakaan. Di teori ini, James Reason membagi penyebab kelalaian/kesalahan
manusia menjadi 4 tingkatan:
a. Organizational Influences (pengaruh pengorganisasian dan kebijakan
manajemen dalam terjadinya kelalaian/kesalahan)
b. Unsafe Supervision (pengawasan yang tidak baik)
c. Precondition for Unsafe Act (kondisi yang mendukung munculnya unsafe
act)
d. Unsafe Act (perilaku atau tindakan tidak aman yang dilakukan dan
berhubungan langsung dengan terjadinya kelalaian/kesalahan)

41

Gambar 2.1 Penyebab Kelalaian Manusia


Kecelakaan yang terjadi bukan hanya karena kesalahan pada sistem,
melainkan juga faktor kelalaian manusia sebagai penyebab yang paling dekat
dengan kecelakaan. Lubang-lubang ini bervariasi besar dan posisinya. Jika
kelemahan-kelemahan itu dapat melewati lubang pada tiap layer, kecelakaan
akan terjadi. Namun, apabila lubang pada tiap layer tidak dapat dilalui, berarti
kecelakaan masih dapat dicegah. Pada model ini, kegagalan (failure) dibedakan
menjadi dua, yaitu active failure dan latent failure (terselubung). Active failure
merupakan kesalahan yang efeknya langsung dirasakan yang tercakup di dalam
unsafe act (perilaku tidak aman) dan latent failure adalah kegagalan terselubung
yang efeknya tidak dirasakan secara langsung sehingga harus diwaspadai.
Organizational Influences, Unsafe Supervision, dan Precondition for Unsafe Act
merupakan latent failure, sedangkan Unsafe Act adalah active failure.
a. Active Failure > Disebabkan oleh komunikasi, kerusakan fisik, faktor
psikologis, dan interaksi manusia dengan peralatan.
b. Latent Failure > Terdapat pada organisasi, sistem manajemen, hukum dan
peraturan, prosedur, tujuan, dan sasaran.
2.7 Antropometri
Istilah antropometri berasal dari kata anthropos (man) yang berarti
manusia dan metron (measure) yang berarti ukuran (Bridger 2003).
Berikut adalah beberapa definisi antropometri dari berbagai sumber :
1. Antropometri menurut (Nurmianto, 2006) adalah suatu kumpulan data
numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia seperti

42

ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk
penanganan masalah desain.
2. Antropometri terutama berkaitan dengan dimensi stasiun kerja dan
pengaturan alat, peralatan, serta material (Pulat 1997).
3. Antropometri tidak hanya fokus pada kesesuaian ketinggian tempat kerja,
tetapi juga bagaimana operator dapat dengan mudah mengakses kontrol dan
perangkat input (Helander, 2006).
4. Antropometri merupakan studi dan pengukuran dimensi tubuh manusia
(Wickens et al. 1998).
Tujuan penggunaan antropometri untuk pekerja adalah untuk mengurangi
tingkat kelelahan kerja,meningkatkan performasi kerja dan meminimasi potensi
kecelakaan kerja.data antropometri digunakan untuk perancangan areal kerja,
perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas tools, dan
sebagainya. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja,
computer dan perancangan lingkungan kerja fisik.
Ada 3 filosofi dasar untuk desain yang digunakan oleh ahli-ahli ergonomi
sebagai data antropometri untuk diaplikasikan (Niebel & Freivalds 2002).
1. Desain untuk Ekstrim, yang berarti bahwa untuk desain tempat atau
lingkungan kerja tertentu seharusnya menggunakan data antropometri
individu ekstrim. Contoh : penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi
dari pintu darurat.
2. Desain untuk penyesuaian, desainer seharusnya merancang dimensi peralatan
atau fasilitas tertentu yang bisa disesuaikan dengan pengguna (users). Contoh:
perancangann kursi mobil yang letaknya bisa di geser maju atau mundur, dan
sudut sandarannya pun bisa diubah.
3. Desain untuk rata-rata, desainer dapat menggunakan nilai antropometri ratarata dalam mendesain dimensi fasilitas tertentu. Contoh : desain fasilitas
umum seperti toilet umum, kursi tunggu, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan suatu perancangan yang optimum dari suatu ruang dan
fasilitas, maka faktor-faktor seperti panjan dari suatu dimensi tubuh baik dalam
posisi statis maupun dinamis harus diperhatikan. Hal lain yang perlu diamati
adalah berat dan pusat massa (centre of gravity) dari suatu segmen /bagian tubuh,

43

bentuk tubuh, jarak untuk pergerakan melingkar (angular motion) dari tangan dan
kaki, dan sebagainya. (Nurmianto, 2006).
Selain itu, harus didapatkan pula data-data yang sesuai dengan tubuh
manusia. Pengukuran tersebut adalah relatif mudah untuk didapat jika
diaplikasikan pada data perseorangan.Namun, semakin banyak jumlah manusia
yang diukur dimensi tubuhnya, maka semakin terlihat besar variasi antara satu
tubuh dengan tubuh lainnya baik secara keseluruhan tubuh maupun persegmennya
(Nurmianto, 2006).
Data antropometri yang diperoleh akan diaplikasikan secara luas dalam hal :
1.
2.
3.
4.

Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dll)


Perancangan peralatan kerja
Perancangan produk-produk konsumtif
Perancangan lingkungan kerja fisik

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Ada beberapa prinsip dalam perancangan area kerja yaitu :


Menentukkan ketinggian permukaan area kerja dengan tinggi siku
Menyesuaikan ketinggian berdasarkan pekerjaan yang dilakukan
Menyediakan kursi yang nyaman untuk operator yang duduk
Menyediakan kursi yang dapat disesuaikan
Mendorong fleksibilitas postural
Menyediakan tikar anti lelah (antifatigue mats) untuk operator yang berdiri
Meletakkan semua alat dan bahan dalam jangkauan kerja yang normal
Menetapkan lokasi alat dan bahan untuk mendapatkan posisi terbaik
Menggunakan alat pengiriman untuk mengurangi jangkauan dan perpindahan

berulang
10. Mengatur alat, kontrol, dan komponen lain secara optimal untuk
meminimalkan gerakkan.
Antropometri dibagi dalam dua bagian yaitu antropometri statis dan
antropometri dinamis.antropometri statis dimana pengukuran dilakukan pada saat
tubuh dalam keadaan diam/posisi diam tidak bergerak. Dan antropometri dinamis
dimana dimensi tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang bergerak.ada
terdapat tiga kelas pengukuran antropometri dinamis yaitu pengukuran tingkat
keterampilan,sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan mekanisdari suatu
aktivitas,dan pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat bekerja dan
pengukuran variabilitas kerja. (Nurmianto, 2006)
A. Pengukuran Dimensi Tubuh

44

Pengukuran dimensi tubuh manusia dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: dimensi


statis dan dimensi dinamis atau fungsional. Untuk mendesain peralatan yang
digunakan manusia, seyogianya mengaplikasikan kedua jenis pengukuran dimensi
ini.
1. Dimensi Statis
Dimensi Statis merupakan pengukuran yang dilaksanakan pada saat tubuh
manusia dalam sikap statis (posisi dalam diam ditempat). Dua jenis sikap standar
pengukuran dimensi statis terdiri dari:
a. Sikap Berdiri Standar
Manusia yang diukur harus berdiri tegak, melihat lurus ke muka dalam
bidang Fankfrut (bidang yang melalui sudut lateral mata dan liang telinga
luar), dengan bahu yang tidak kaku dan lengan diposisikan tegak lurus
kebawah.
b. Sikap Duduk Standar
Manusia yang diukur harus duduk dengan tegak pada permukaan tempat
duduk yang horizontal, melihat lurus ke muka dalam bidang Frankfrut,
dengan bahu yang tidak kaku, dengan lengan atas diposisikan tegak lurus ke
bawah dan lengan bawah dalam posisi horizontal ke muka, tinggi tempat
duduk disesuaikan agar tungkai atas berada dalam posisi horizontal ke muka
dan tungkai bawah tegak lurus di atas lantai.
Dikenal 36 ukuran dimensi tubuh manusia dalam berbagai sikap, tetapi secara
praktis umumnya cukup digunakan 18 ukuran dimensi tubuh untuk mendesain
mesin, peralatan, dan tempat kerja yang memadai. Pada pemakaian data
antropometrik untuk mendesain suatu produk, harus digunakan data antropometri
dari populasi yang mewakili kelompok populasi yang akan menggunakan
peralatan tersebut.
a. Metode Aplikasi Data Dimensi Statis Antropometrik
Untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip ergonomi pada desain produk agar
dapat digunakan oleh sebagian besar individu, dapat dipilih 3 metode untuk
mengaplikasikan data antropometrik dari 3 situasi yang berbeda.
1) Desain Untuk Individu Yang Ekstrem
Desain nilai maksimum dari populasi merupakan strategi yang tepat
untuk nilai maksimum (tinggi) dari beberapa desain peralatan yang digunakan

45

untuk semua orang, isalnya tinggi pintu, kekuatan peralatan penyokong


(trapeze, tali tangga, railing ruang peralatan berbahaya yang tidak dapat
dijangkau).
Desain nilai minimum dari populasi, merupakan strategi yang tepat untuk
nilai minimum (rendah) dari beberapa desain peralatan yang akan digunakan
untuk semua orang, misalnya letak tombol control operator.
Untuk parameter desain nilai maksimum dan desain nilai minimum
biasanya digunakan persentil ke-95 laki-laki dan persentil ke-5 perempuan
dari distribusi populasi yang relevan.
2) Desain Untuk Peralatan atau Produk Yang Ukurannya Dapat Disesuaikan
Desain ini digunakan untuk mendesain peralatan atau fasilitas yang dapat
disesuaikan dengan individu yang menggunakannya, misalnya tempat duduk
mobil, kursi dan meja, pijakan kaki, dan lainnya.
Biasanya desain ini digunakan jarak persentil ke-5 perempuan sampai
persentil ke-95 laki-laki dari distribusi populasi yang relevan sebagai
parameter desain jarak penyesuaian.
3) Desain Untuk Penggunaan Rata-Rata Sebagian Besar Individu
Desain ini digunakan apabila tidak praktis untuk menggunakan metode
desain individu yang ekstrem, misalnya jalan keluar (lorong kassa) sebuah
pasar swalayan.
b. Dimensi Statis Antropometrik dan Aplikasinya
Tinggi Badan (stature)
Tinggi badan didefinisikan sebagai tinggi puncak kepala dari lantai pada
saat berdiri tegak. Ukuran ini digunakan untuk menentukan tinggi minimal
desain produk yang ada di atas kepala, misalnya tinggi pintu, tinggi lampu
gantung, dan lainnya.
Tinggi Mata Sikap Berdiri (standing eye height)
Tinggi mata pada saat berdiri didefinisikan sebagai tinggi posisi mata
(canthus internus, bola mata bagian dalam) dari lantai saat berdiri tegak.
Ukuran ini digunakan untuk menentukan tinggi maksimal yang sesuai untuk
lokasi monitor atau tampilan visual lainnya untuk seorang operator yang
berdiri. Monitor yang letaknya lebih tinggi dari dimensi ini menyebabkan
operator akan menengadahkan kepalanya untuk jangka waktu yang lama saat
bekerja.
Tinggi Bahu Pada Sikap Berdiri (standing shoulder height)

46

Tinggi bahu pada sikap berdiri didefinisikan sebagai tinggi bahu


(acromion) dari lantai pada saat berdiri tegak. Ukuran ini digunakan untuk
referensi pusat rotasi lengan dari atas lantai, yang digunakan untuk mendesain
tiggi maksimal yang sesuai dengan tombol-tombol control. Tombol-tombol
control yang letaknya lebih tinggi dan dimensi ini akan menyebabkan
operator akan mengangkat lengannya diatas bahu untuk jangka waktu yang
lama pada saat bekerja.
Tinggi Siku Pada Sikap Berdiri (standing elbow height)
Tinggi siku pada sikap berdiri didefinisikan sebagai tinggi siku dari lantai
pada saat berdiri tegak. Ukuran ini digunakan untuk memperkirakan tinggi
meja kerja dari atas lantai. Meja kerja yang letaknya lebih tinggi dari dimensi
ini akan menyebabkan pekerja akan mengangkat atau menggantung
lengannya untuk jangka waktu yang lama pada saat bekerja.
Tinggi Pangkal Paha Pada Sikap Berdiri (Standing hip height)
Tinggi pangkal paha pada sikap berdiri didefinisikan sebagai tinggi posisi
trokanter mayor (teraba pada sisi lateral paha) dari lantai pada saat berdiri
tegak. Ukuran ini digunakan untuk untuk referensi titik pusat rotasi sendi
pangkal paha yang dibutuhkan untuk menentukan panjang fungsional tungkai
bawah.
Tinggi Pangkal Jari Tangan Pada Sikap Berdiri (standing knuckle height)
Tinggi pangkal jari tangan pada sikap berdiri didefinisikan sebagai tinggi
ujung distal metacarpal III dari lantai pada saat berdiri tegak. Ukuran ini
digunakan untuk memperkirakan tinggi minimum tempat peralatan atau
komponen kerja dari atas lantai. Tempat peralatan atau komponen kerja yang
letaknya lebih rendah dari dimensi ini menyebabkan operator menekuk
lututnya berulang-ulang pada saat mengambil peralatan atau komponen kerja.
Tinggi Ujung-Ujung Jari Pada Sikap Berdiri (standing finger tip height)
Tinggi ujung-ujung jari pada sikap berdiri didefinisikan sebagai tinggi
ujung jari dari lantai pada saat berdiri tegak. Ukuran ini digunakan untuk
memperkirakan tinggi minimum posisi tombol-tombol control diatas lantai.
Posisi tombol control yang letaknya lebih rendah dari dimensi ini akan
menyebabkan operator menekuk lututnya
mengoperasikan tombol-tombol control.
Tinggi Pada Sikap Duduk (sitting height)

berulang-ulang pada saat

47

Tinggi pada sikap duduk ddefinisikan sebagai tinggi puncak kepala dari
permukaan kursi pada sikap duduk. Ukuran ini digunakan untuk menentukan
tinggi desain atap suatu kendaraan dengan menyediakan jarak puncak kepala
dengan atap kendaraan sesuai dengan yang diinginkan.
Tinggi Posisi Mata Pada Sikap Duduk (sitting eye height)
Tinggi posisi mata pada sikap duduk didefinisikan sebagai tinggi mata
(canthus internus/sudut bola mata bagian dalam) dari permukaan kursi pada
sikap duduk. Penggunaannya seperti tinggi mata saat berdiri, namun ukuran
ini diperuntukkan khusus pada orang yang hendak bekerja dalam posisi
duduk.
Tinggi Bahu Dalam Posisi Duduk (Sitting shoulder height)
Tinggi bahu dalam posisi duduk didefinisikan sebagai tinggi bahu
(acromion) dari kursi pada saat sikap duduk. Penggunaannya seperti tinggi
bahu pada saat berdiri, namun ukuran ini diperuntukkan khusus untuk orang
yang bekerja dalam posisi duduk.
Tinggi Siku Pada Sikap Duduk (sitting elbow height)
Tinggi siku pada sikap duduk didefinisikan sebagai tinggu siku dari
permukaan kursi pada sikap duduk. Ukuran ini digunakan untuk menentukan
tinggi desain penopang siku (arm rest)dan permukaan meja kerja pada
pekerja yang bekerja pada posisi duduk, menjadi referensi untuk tinggi
permukaan meja kerja, letak keyboard, dan lainnya.
Tebal Paha (thight thickness/thight clearance)
Tebal paha didefinisikan sebagai jarak tegak lurus dari permuakan kursi
sampai permukaan paha yang paling tinggi (tanpa penekanan jaringan lunak)
pada sikap duduk. Ukuran ini digunakan untuk menentukan ukuran kosong
yang dibutuhkan antara permukaan tempat duduk dan permukaan bawah meja
atau hambatan lainnya.
Jarak bokong-lutut (buttock knee length)
Jarak bokong-lutut didefinisikan sebagai jarak horizontal antara
permukaan belakang bokong sampai puncak lutut pada sikap duduk. Ukuran
ini digunakan untuk mennetukan ruang kosong yang dibutuhkan antara
sandaran kursi dan hambatan yang ada dimuka lutut.
Jarak bokong-lekuk lutut (buttock-popliteal length)
Jarak bokong-lekuk lutut didefinisikan sebagai jarak horizontal dari
pinggir belakang bokong sampai lekuk lutut. Ukuran ini digunakan untuk
menentukan desain lebar maksimal muka belakang permukaan kursi, maka

48

lebar permukaan kursi tidak melebihi jarak pinggir belakang bokong dan
lekuk lutut pekerja yang pendek.
Tinggi Lutut (popliteal height)
Tinggi lutut didefinisikan sebagai tinggi puncak lutut (insersio
m.quadrisep femoris) dari lantai pada sikap duduk standar. Ukuran ini
digunakan untuk mennetukan jarak dasar permukaan meja kerja dan
permukaan kursi.
Tinggi Lekuk Lutut (popliteal height)
Tinggi lekuk lutut didefinisikan sebagai tinggi lekuk fossa popliteal dari
lantai pada sikap duduk standar. Ukuran ini digunakan untuk menentukan
tinggi maksimal desain kursi yang tingginya. Dapat disesuaikan pada
kelompok populasi persentil ke-95.
Lebar Bahu Bideltoid (Shoulder width/sjoulder breath bideltoidea)
Lebar bahu bideltoid didefinisikan sebagai jarak terjauh dari kedua bahu,
diukur pada kedua tonjolan lateral m.deltoidea. ukuran ini digunakan untuk
menentukan lebar minimum lorong sempit, koridor, dan lainnya, agar
individu tidak kesulitan memiringkan badan ketika melalui lorong sempit.
Lebar Bahu Biakromial (Shoulder width/shoulder breath biacromial)
Lebar bahu biakromial didefinisikan sebagai jarak terjauh dari kedua
bahu, diukur pada kedua tonjol paling lateral acromion. Ukuran ini digunakan
untuk menentukan ruang kosong yang dibutuhkan pekerja yang masih
membutuhkan gerak rotasi ekstremitas atas.
Lebar Pinggul (hip breadth)
Lebar pinggul didefinisikan sebagai jarak terjauh dari kedua pinggul
pada saat posisi duduk. Ukuran ini digunakan untuk menentukan lebar
minimum desain kursiagar dapat memberikan kenyamanan duduk

pada

orang-orang yang berpinggul lebar.


Jarak Horizontal (Potongan Sagital Dada)
Jarak Horizontal didefinisikan sebagai jarak horizontal terjauh dari
punggung sampai bagian depan dada pada potongan sagittal. Ukuranini
digunakan untuk menentukan lebar minimum yang dibutuhkan pada ruangan
kerja yang sempit. Selain itu, ukuran ini juga berguna untuk menentukan
jarak permukaan depan punggung kursi dan hambatan di mukanya.
Jarak Horizontal Potongan Sagital Perut (abdominal depth)

49

Jarak Horizontal potongan sagittal perut didefinisikan sebagai jarak


horizontal terjauh dari pinggang sampai bagian depan perut pada potongan
sagittal. Ukuran ini digunakan untuk menentukan lebar-minimal yang
dibutuhkan pada ruangan kerja yang sempit.
Panjang Bahu-Siku
Panjang bahu-siku didefinisikan sebagai jarak acromion sampai ujung
jari dengan siku dan pergelangan tangan lurus pada sikap duduk standar.
Panjang Siku-Ujung Jari
Panjang Suku Ujung jari didefinisikan sebagai ujung tonjolan siku
sampai ujung jari tengah pada sikap duduk standar. Ukuran ini digunakan
untuk menentukan jarak jangkauan lengan bawah pada desain tempat kerja
yang nyaman.
Panjang Lengan (upper limb length)
Panjang lengan didefinisikan sebagai jarak acromion sampai tonjolan
siku pada sikap berdiri stadar dan pergelangan tangan yang lurus.
Panjang bahu-kepalan tangan
Panjang bahu-kepalan tangan didefinisikan sebagai jarak acromion
sampai pusat kepalan tangan yang menggenggam objek dengan siku dan
pergelangan tangan yang lurus. Ukuran ini digunakan untuk standar panjang
fungsional ekstremitas atas, biasanya untuk menentukan zona jangkuan yang
nyaman.

Panjang Kepala (head length)


Panjang kepala didefinisikan sebagai horizontal antara glabella dan
oksipital pada potongan sagittal kepala. Ukuran ini digunakan untuk titik dari
referensi dati jemlak mata.
Lebar Kepala (head breadth)
Lebar kepala didefinisikan sebagai lebar maksimal kepala, diukur dari
sisi lateral kepala diatas telinga. Ukuran ini digunakan untuk titik referensi
lebar kepala, sampai ke telinga ditambah 3.5 cm, untuk lebar ruang kosong
yang dibutuhkan helm biasanya ditambah 9cm.
Panjang Tangan (hand length)
Panjang tangan didefinisikan sebagai panjang tangan yang diukur dari
lekuk pergelangan tangan sampai ujung distal jari tengah, dengan tangan yang

50

dipertahankan lurus dan kaku. Ukuran ini digunakan untuk referensi dalam
mendesain peganfan peralatan kerja yang digenggam.
Lebar Tangan (hand-breadth)
Lebar tangan didefinisikan sebagai jarak horizontal terjauh tangan,
diukur dengan melintasi telapak tangan. Ukuran ini digunakan untuk referensi
dalam mendesain pegangan peralatan kerja yang digenggam.
Panjang kaki (foot length)
Panjang kaki didefinisikan sebagai panjang kaki yang diukur dari
punggung tumit sampai uung distal jari kaki yang terpanjang. Ukuran ini
digunakan untuk referensi dalam mendesain pedal.
(Ridwan, 2009)
2. Dimensi Dinamis
Dimensi ini diukur pada saat tubuh dalam posisi mengerjakan beberapa
aktivitas fisik. Pada kebanyakan aktivitas fisik, misalnya mengemudi mobil,
mengoperasikan forklift, menjangkau peralatan di meja kerja, merakit peralatan
elektronik, dan lainnya. Terdapat 3 kelas pengukuran dinamis, yaitu :
a. Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan
mekanis dari suatu aktivitas
Contoh : dalam mempelajari performa atlet
b. Pengukuran jangkauan ruangan yang dibutuhkan saat kerja
Contoh : jangkauan dari gerakkan tangan dan kaki efektif saat bekerja yang
dilakukan dengan berdiri atau duduk
c. Pengukuran variabilitas kerja
Contoh : analisis kinematika dan kemampuan jari-jari tangan dari seorang
juru ketik atau operator komputer.
Berikut ini akan dijelaskan standar ukuran meja kerja bagi pekerjaan yang
dilakukan dengan berdiri, antara lain :
a. Pada pekerjaan tangan manual yang dilakukan dengan cara berdiri tinggi
meja kerja sebaiknya 5-10cm dibawah tinggi siku
b. Apabila bekerja dilakukan dengan berdiri dan pekerjaan dikerjakan diatas
meja dan dataran tinggi siku dinyatakan sebagai dataran 0 maka bidang kerja:
1) untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0+(5-10)cm
2) untuk pekerjaan ringan 0-(5-10) cm
3) untuk pekerja berat yang perlu mengangkat barang berat dan memerlukan
bekerjanya otot punggugng 0-(10-20)cm

51

c. Dari segi otot,posisi duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk
sedangkan dari aspek tulang terbaik adalah duduk yang tegak agar punggung
tidak bungkuk dan otot perut tidak dalam keadaan yang lemas.sebagai jalan
keluar dianjurkan agar digunakan posisi duduk yang tegak dengan selingi
istirahat dalam bentuk sedikit membungkuk.
d. Tempat duduk yang baik memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan injakan kaki sehingga
sesuai dengan tinggi lutut,sedangkan pada dalam keadaan datar
2) Tinggi papan sandaran punggung dapat di atur dan menekan dengan baik
kepada punggung
3) Lebar atas duduk tidak kurang dari lebar terbesar ukuran antropometri
pinggul misalnya lebih dari 40 cm
4) Tinggi meja kerja merupakan ukuran dasar.
e. Pekerjaan berdiri mungkin diubah menjadi pekerjaan yang menjadi posisi
duduk untuk pekerjaan dilakukan sambil berdiri bagi tenaga kerja disediakan
tempat duduk diberi kesempatan untuk duduk
f. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-27 kebawah sedangkan
untuk pekerjaan duduk 32-44derajat kebawah arah penglihatan ini sesuai
dengan posisi kepala yang berada pada keadaan istirahat
g. Ruang gerak lengan ditentukan oleh punggung lengan seluruhnya dan juga
oleh lengan bawah pegangan dari obyek kerja harus diletakan didaerah ruang
gerak tersebut: hal ini penting lagi bila sikap tubuh berada posisi tidak
berubah.
h. Kemampuan seseorang bekerja seharian adalah 8-10jam lebih dari itu
efisiensi dan kualitas kerja serta keselamatan kesehatan dan kepuasan kerja
sangat menurun
(Nurmianto, 2006)

52

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja
selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk
dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang
baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan
sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat,
membuat berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja
serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam
pembinaannya
3.2 Saran
Pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki
performansi kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, accuracy,
keselamatan kerja disamping untuk mengurangi energi kerja yang berlebihan serta
mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat. Disamping itu disiplin
ergonomi diharapkan mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia
serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia
(human errors). Manusia adalah manusia, bukannya mesin. Mesin tidak
seharusnya mengatur manusia, untuk itu bebanilah manusia (operator/pekerja)
dengan tugas-tugas yang manusiawi.
Pendekatan khusus yang ada dalam disiplin Ergonomi ialah aplikasi yang
sistematis dari segala informasi yang relevan yang berkaitan dengan karakteristik
dan perilaku manusia didalam perancangan peralatan, fasilitas dan lingkungan
kerja yang dipakai.

53

DAFTAR PUSTAKA
Anggawisastra, R., Sutalaksana, I. Z, dan Tjakraatmadja, J. H. (1979) Teknik Tata
Cara Kerja. Bandung : Departemen Teknik Industri ITB
Anonim. (2011) Landasan Hukum Keselamatan Kerja (online). Jurnal Kesehatan
dan Keselamatan Kerja. Diakses 16 Januari 2015
Fikri Effendi. (2002) Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal. Online : Cermin
Dunia Kedokteran No. 36.
Manuaba, A. (1992) Pengaruh Ergonomi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja.
Disampaikan pada Seminar Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta 30
Januari.
Nurmianto, Eko. (2003) Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya :
Guna Widya.
OSHA. (2000) Ergonomis : The Study of Work. United States : Department of
Labour.
Pulat, B. M. (1992) Fundamentals of Industrial Ergonomis. New Jersey : Prentice
Hall.
Sumamur P.K. (1996) Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT.
Toko Gunung Agung. Cetakan ketiga belas hal. 82-93.
Tarwaka, dkk. (2004) Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS. Cetakan Pertama Hal. 35; 97101;

Anda mungkin juga menyukai