Anda di halaman 1dari 8

Epistaksis Anterior Pada Pasien Dengan Riwayat Hipertensi

Dibuat oleh: Nazmiansyah,Modifikasi terakhir pada Wed 25 of Aug, 2010 [13:42] Abstrak Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung. Penanganan pertama adalah mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping itu perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab -sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik, kelainan sistemik yang sering menimbulkan epistaksis adalah penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi. Pada kasus ini, pasien mengalami hipertensi yang mengakibatkan terjadinya epistaksis anterior.

Kata kunci: Epistaksis, anterior, hipertensi

Isi Pasien datang ke IGD RSUD Saras Husada Purworejo pasien mengeluh hidungnya mengeluarkan darah mengucur sejak tadi malam pukul 00.30, darah kemudian berhenti keluar namun pukul 03.00 darah keluar lagi. Darah keluar dari kedua hidung dan saat pasien meludah kadang-kadang juga terdapat darah. menurut keluarga pasien, darah yang keluar cukup banyak kira-kira 1 gelas. Pasien merasa lemas dan pusing. P asien sebelumnya mengalami pilek dan sering kambuh. Pasien tidak ada ri wayat trauma pada hidung. Riwayat penyakit serupa disangkal. Terdapat riwayat tekanan darah tinggi, riwayat trauma disangkal, riwayat alergi di sangkal, riwayat batuk lama disangkal, riwayat benda asing di hidung disangkal. Pasien datang dalam keadaan umum gelisah dan tampak pucat, kesadaran compos mentis, Vital sign menunjukkan tekanan darah 90/60 mmHg; nadi 90 x/menit, reguler, dan teraba kuat; respirasi tidak diukur, dan suhu 36,8 0 C. Pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen, dan ekstrimitas dala m batas normal. Pemeriksaan status lokalis telinga dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis hidung pada inspeksi tidak terdapat deformitas, lubang hidung tertutup tampon, pada palpasi terdapat nyeri tekan hidung. Pemeriksaan status lokalis rongga mul ut dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan angka leukosit meningkat (14,8 10 3/mm 3), angka hemoglobin menurun (9,6 g/dL), dan angka hematokrit menurun (30,8 %).

Diagnosis Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan epistaksis anterior.

Terapi Penatalaksanaan pasien berupa pasang tampon hidung (tampon anterior), injeksi Intermoxil 2x1 gr, injeksi kalnex 3x1 A, dan injeksi Ketorolac 3 x 30 mg, dan Adona (drip) 2x1.

Pembahasan Pasien didiagnosis dengan epistaksis anterior. Berdasarkan sumber perdarahannya, epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Pecahnya Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior dikarenakan berbagai sebab seperti trauma pada hidung, adanya benda asing, tumor jinak hidung, ataupun sebab sistemik seperti adanya riwayat hipertensi. Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, terjadinya epistaksis dimungkinkan karena adanya riwayat hipertensi. Pleksus kiesselbach merupakan daerah dimana rentan terjadi perdarahan karena daerah ini mempunyai pembuluh darah yang kecil dan rapuh. Hipertensi dapat menyebabka pleksus kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior menjadi pecah karena tingginya tekanan darah di daerah tersebut. Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pasang tampon hidung (tampon anterior), ini dilakukan untuk menekan dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior agar perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga

dengan cara menekan pangkal hidung untuk menghentikan perdarahan tersebut. Pemberian antibiotic intermoxil bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi karena tampon dipasang selama 2x24 jam. Injeksi kalnex dan adona drip bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Pemberian ketorolac digunakan untuk menghilangkan rasa sakit karena ketorolak merupakan golongan asam traxenamat yang berfungsi sebagai analgetik kuat.

Kesimpulan Pada epistaksis, penanganan pertama adalah mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping itu perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. Jika penyebab epistaksis adalah penyakit hipertensi, maka tekanan darah harus dikontrol agar tidak terjadi epistaksis yang berulang.

Referensi Efiaty arsyad. 2001. Epistaksis, Buku ajar ilmu kesehatan teling-hidung-tenggorok-leher. FKUI. 2001 Suardana, W. dkk. 1992. Epistaksis : Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok RSUP Denpasar. Lab/UPF Telinga Hidung dan Tenggorok FK Unud. Denpasar. Snell, Richard S. 1997. Anatomi hidung : Anatomi Klinik : 128 139. Edisi 13. EGC. Jakarta Mohammad ichsan. 2008. Penatalaksanaan epistaksis, artikel, diakses tanggal 28 november 2010 dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_PenatalaksanaanEpistaksis.pdf/15_PenatalaksanaanEpistaksis.html

Penulis Nazmiansyah, Bagian Ilmu THT, RSUD Saras Husada, Kab. Purworejo, Jawa Tengah.

EPISTAKSIS PADA PRIA BERUSIA 30 TAHUN et causa TRAUMA HIDUNG


Dibuat oleh: Dedi Handoko,Modifikasi terakhir pada Mon 27 of Sep, 2010 [07:26] Highlighted words: epistaksis EPISTAKSIS PADA PRIA BERUSIA 30 TAHUN et causa TRAUMA HIDUNG

ABSTRAK Perdarahan Hidung (Epistaksis, Mimisan) adalah pardarahan yang berasal dari hidung. Penyebab epistaksis: Infeksi lokal (Vestibulitis dan Sinusitis), selaput lendir yang kering pada hidung yang mengalami cedera (trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, adanya benda asing di hidung, trauma pembedahan atau iritasi oleh gas yang merangsang dan patah tulang hidung), penyakit kardiovaskuler (penyempitan arteri (arteriosklerosis) dan tekanan darah tinggi), infeksi sistemik (demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid), kelai nan darah (Anemia aplastik, Leukemia, Trombositopenia, Hemofilia, Telangiektasi hemoragik herediter), tumor pada hidung, sinus atau nasofaring, baik jinak maupun ganas, gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menars dan menopause, pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak (seperti pada penerbang dan penyelam/penyakit Caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin, benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus berbau busuk.

Keyword: epistaksis, trauma

KASUS Seorang pria berusia 30 tahun datang dengan keluhan hidungnya mengeluarkan darah sejak kemarin malam, kemudian berhenti dan siang ini darah keluar lagi.pasien sebelumnya mengalami kejatuhan bambu pada bagian hidung sekitar 13 hari yang lalu, p asien juga muntah sebanyak 1 kali. Keadaan umum sedang, tidak pucat. Kesadaran pasien composmentis. Dan status gizinya baik. Tanda vital: Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, Pernapasan: tidak diukur, Suhu: afebris. Pemeriksaan generalis: dalam batas normal. Telinga: inspeksi: Aurikula: AD: nampak kelainan kogenital AS: dbn, Kanalis auditorius: AD: bersih, serumen (-), liang sempit (-), AS: bersih, serumen (-), liang sempit (-), otoskopi: Membrane timpani : tidak dilakukan, palpasi: Nyeri tek an tragus: AD(-) , AS(-), Nyeri tarik aurikula: AD (tidak dilakukan), AS (-). Hidung dan sinus paranasal: inspeksi : deformitas (-), palpasi: nyeri tekan (-), rinoskopi anterior: tertutup tampon, rinoskopi posterior: tidak dilakukan. Rongga mulut: Lidah: tremor ( -), Mulut : tidak hiperemis, Gigi geligi: karies (+), Palatum: dbn. Tenggorokan: Inspeksi regio nasofaring: Mukosa hiperemis ( -), Tonsil tidak membesar, T1 T1, Post nasal drip (-).

DIAGNOSIS Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fi sik maka dapat dibuat diagnosa kerja epistaksis et causa trauma hidung

TERAPI Penatalaksanaan pada pasien dengan epistaksis tersebut, yaitu pasang tampon hidung. Dan untuk terapi medika mentosanya, yaitu Infus RL, Inj. Amoxicilin (2x1 gr), Inj. kalnex (3x1 A), Inj. Ranitidin (2x1 A), Trifed (3x1 tab).

DISKUSI Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan akut dari rongga hidung, yang keluar melalui lubang hidung ataupun ke belakang (nasopharing). Secara patofisiologis, bisa dibedakan menjadi epistaxis anterior dan posterior. 90 % mimisan berasal dari bagian depan hidung (anterior), berasal dari sekat/dinding rongga hidung. Mengapa berdarah? Bagian dalam hidung dilapisi oleh mukosa yang tipis dan mengandung banyak pembuluh darah (al Kiesselbach plexus) yang fungsinya menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup. Pembuluh-pembuluh ini amat peka terhadap pengaruh pengaruh dari luar, selain karena letaknya di permukaan juga karena hidung merupakan bagian wajah yang paling menonjol. Sehingga perubahan cuaca (panas, kering), tekanan udara (di daerah tinggi), teriritasi gas/z at kimia yang merangsang, pemakaian obat untuk mencegah pembekuan darah atau hanya sekedar terbentur (pukulan), gesekan, garukan, iritasi hidung karena pilek/allergi atau kemasukan benda asing dapat menimbulkan mimisan. Jenis mimisan yang anterior biasany a lebih mudah diatasi dengan pertolongan pertama di rumah. Epistaksis yang posterior, sumber perdarahannya berasal dari rongga hidung bagian belakang atau nasopharing. Mimisan biasanya lebih berat dan biasanya merupakan indikasi adanya suatu penyakit seriu s seperti demam berdarah, tekanan darah tinggi, tumor ganas (kanker) pada rongga hidung atau nasopharing, kanker darah (leukemia), penyakit kardiovaskuler, hemofilia (kelainan darah) dll. Pada pasien ini jelas dari anamnesis didapatkan bahwa ada riwayat trauma hidung oleh bamboo yang merupakan penyebab dari epistaksis itu. Penanganan pasien ini sudah tepat berupa pemasangan tampon dan terapi medikamentosa yang tepat.

KESIMPULAN Perdarahan Hidung (Epistaksis, Mimisan) adalah pardarahan yang berasal dari hi dung. Penyebab epistaksis: Infeksi lokal (Vestibulitis dan Sinusitis), selaput lendir yang kering pada hidung yang mengalami cedera (trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, adanya benda asing di hidung, trauma pembedahan atau iritasi oleh gas yang merangsang dan patah tulang hidung). Dua jenis epistaksis yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Jenis epistaksis anterior biasanya lebih mudah ditangani

DAFTAR PUSTAKA 1. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Teli nga Hidung Tenggorokan. Edisi Kedua, Jakarta FKUI, 1993, hal. 85, 103-7.

2. Junaidi P, Soemarso SA, Amelz H. (eds) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Kedua, Jakarta : Penerbit Media Acusculapius, 1992, 242.

3. Rifki, Nusjirwan. Epistaksis Dalam "Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorokan. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 1992; 112-7.

PENULIS Dedi Handoko, Bagian Ilmu Penyakit THT, RSUD Saras Husada Purworejo, Jawa Tengah, 2010.

Komentar

Epistaksis Posterior et causa Curiga Hipertensi dan Kelainan Kardiovarkuler


Dibuat oleh: Dewi Lestari,Modifikasi terakhir pada Wed 01 of Sep, 2010 [08:32] Highlighted words: epistaksis ABSTRAK

Dilaporkan suatu kasus epistaksis posterior di rsud temanggung pada seorang laki-laki berusia 45 tahun dengan keluhan keluar darah dari hidung yang tidak berhenti sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, darah mengalir dirasakan sampai keluar dari mulut. Penderita tampak lemah dan kesakitan dengan tekanan darah 140/90 mmhg. Pada pemeriksaan fisik telinga tidak ada kelainan. Cairan darah mengalir dari kedua lubang hidung, mukosa menebal, hiperemi, konka hipertrofi dan nyeri pada palpasi, tidak didapatkan krepitasi. Pada tenggorokan terdapat sekret darah, post nasal drip, lender, dan tonsil tidak membesar. Dari pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka dalam batas normal. Rotgen thorax menggambarkan pulmo dalam batas normal dan kardiomegali. CT scan sinus paranasal posisi waters ditemukan sinusitis maksilaris et etmoid alis, suspect perdarahan atau massa. Penderita ini didiagnosis epistaksis posterior et causa curiga hipertensi dan kelainan kardiovarkuler. Diberikan terapi infus ringer laktat 24 tetes per menit, pasang bellocq tampon, obat hemostatik, antibiotik, dan ana lgetik.

Kata Kunci: epistaksis epistaksis posterior- hipertensi- kardiovaskuler-belloq tampon

Kasus Seorang laki-laki berumur 45 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari hidung yang tidak berhenti sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, darah mengalir dirasakan sampai keluar dari mulut. Penderita merasakannya secara tiba-tiba disertai pusing, mual te tapi tidak muntah. Pasien belum melakukan penanganan apapun kecuali membersihkan darah yang mengalir. Penderita mengaku belum pernah mengalami keluhan serupa, tidak ada riwayat operasi, tidak menjalani pengobatan jangka panjang, tidak ada riwayat trauma, p enyakit serius maupun alergi. Penderita tampak lemah dan kesakitan dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Pada pemeriksaan fisik telinga, hidung, dan tenggorokan didapatkan sebagai berikut: Telinga Auricula: tampak tenang, tidak ada kelainan congenital, tidak a da tanda-tanda peradangan, tidak fistula, sikatrik, edema, benjolan, hiperemi. CAE: serumen otore-, membrane timpani utuh. Hidung Cairan darah mengalir dari kedua lubang hidung, mukosa menebal, hiperemi, septum deviasi ( -), konka hipertrofi, nyeri pada palpasi, krepitasi (-) Tenggorokan Orofaring: tidak ada tanda-tanda peradangan, tidak ada jaringan granulasi, edema (-) sekret darah (+), post nasal drip (+), tonsil T1 -T1, lateral band, lendir (+), penebalan mukosa ( -), palatum mole: tidak ada tanda-tanda peradangan. Dari pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka dalam batas normal. Rotgen thorax menggambarkan pulmo dalam batas normal dan kardiomegali. Pada CT scan sinus paranasal posisi waters ditemukan sinusitis maksilaris et etmoidalis, lesi inhomogen d i intracavum nasi, choane, faring, nasofaring sampai orofaring proximal suspect perdarahan atau massa. Setelah anamnesa dan serangkaian pemeriksaan, penderita ini didiagnosis epistaksis posterior et causa curiga hipertensi dan kelainan kardiovarkuler. Dibe rikan terapi infus Ringer laktat 24 tetes per menit, pasang Bellocq tampon, obat hemostatik, antibiotik, dan analgetik.

Diskusi Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung, dan nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik. Epistaksis ini merupakan masalah klinis yang berbahaya terutama bila berasal dari bagian hidung paling dalam yaitu arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Sering terjadi

pada usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan, namun seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu khas seperti mual, muntah darah, batuk darah, dan anemia. Pada epistaksis posterior, sebagian besar darah masuk ke mulut sehingga pemasangan tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal dan umum atau kelainan sistemik diantaranya trauma, infeksi, neoplasma, kelainan congenital, benda asing dan perforasi septum, pengaruh lingkungan, kelainan darah (trombositopenia, hemofilia, leukemia), penyakit kardio vaskuler, dan gangguan endokrin. Penyebab yang paling mungkin pada penderita ini adalah kelainan vaskuler didukung dengan tekanan darah penderita yang tinggi dan gambaran kardiomegali pada foto thorax. Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti pada at erosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, dan diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Episteksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik. Pemeriksaan yang adekuat menggunakan speculum hidung untuk membersihkan, dan observasi tempat penyebab perdarahan. Pemeriksaan lain yang diperlukan berupa rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, rotgen atau CT scan sinus paranasal, dan skrining terhadap koagulopati. Prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan berulangnya epistaksis. Perdarahan posterior lebih sulit diatasi karena sumber perdarahan sulit dicari dengan rinoskopi anterior. Untuk mengatasinya dilakukan pemasangan tampon Bellocq. Tampon ini harus m enutupi koane (nares posterior). Tampon dipasang selama 2-3 hari disertai dengan pemberian antibiotik peroral untuk mencegah infeksi pada sinus maupun telinga tengah. Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dahkan septicemia. Oleh karen a itu antibiotic harus selalu diberikan pada setiap pemasangan tampon hidung. Setelah 2-3 hari tampon harus dicabut, meskipun akan dipasang tampon baru bila masih ada perdarahan. Selama pemasangan tampon, kenyamanan pasien akan terganggu sehingga perlu diberikan analgetik atau sedative untuk mengontrol rasa nyeri. Disamping tindakan ini juga bisa diberikan hemostatik untuk membantu menghentikan perdarahan. Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi anemia dan syok serta turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan masalah pada jantung sehingga harus diberikan infus atau transfusi darah secepatnya. Pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon anterior maupun posterior dapat dilakukan ligasi arteri.

Kesimpulan Telah dilaporkan kasus epistaksis posterior pada seorang laki-laki 45 tahun penderita hipertensi dan kelainan kardiovaskuler yang ditangani dengan tampon Bellocq, hemostatik, antibiotic, dan analgetik.

Referensi Admin. 2009 Epistaksis. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2009 dari http://medlinux. blogspot.com/2009/02/epistaksis.html Ichsan, M. 2001 Penatalaksanaan Epistaksis. Laboratorium/SMF Bagian Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Syah Kuala. Aceh Nuty & Endang. 2002 Buku Ajar Ilmu THT, Kepala dan Leher edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Dewi Lestari (20040310044) Program Pendidikan Profesi FK UMY

EPISTAKSIS KARENA HIPERTENSI MALIGNA


Dibuat oleh: Dewi Y,Modifikasi terakhir pad a Thu 02 of Sep, 2010 [13:31] Highlighted words: epistaksis ABSTRAK Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri. Tujuan penulisan: Pada kasus ini akan dibahas mengenai Mengenai penyebab epistaksis dan penatalaksanaanya. Kasus Pasien dengan keluhan keluar darah dari kedua lubang hidung. Darah juga dirasakan mengalir sampai ke mulut. Mimisan berupa Darah segar keluar mendadak di pagi hari saat bangun tidur. Tidak berhenti walaupun sudah menekan hidung. Riwayat hipertensi semenjak 1 tahun yang lalu, jarang kontrol tekanan darah. Pemeriksaan Hidung tampak darah segar keluar dari kedua lubang hidung.

Keywords : epistaksis, hipertensi maligna

HISTORY Seorang wanita datang dengan keluhan keluar darah segar dari kedua lubang hidung. Keluar darah semenjak pagi hari setelah bangun tidur. Darah dirasakan mengalir sampai ke mulut. Mimisan keluar terus menerus tanpa henti. Mimisan tidak berhenti walaupun sudah dipencet kedua lubang hidung. Satu hari SMRS pasi en mengeluh nyeri kepala dan terasa berputar yang tetap terasa pada saat beristirahat. Pasien memiliki riwayat Hipertensi tapi tidak terkontrol. Vital sign Nadi 110 X/menit, Tekanan darah 220/120 mmHg, RR 20 X/menit, Suhu 37 derajat C. Pemeriksaan hidung tampak darah keluar darah dari kedua lubang hidung, krepitasi (-). Hasil darah rutin Hb : 10,0 g/dl, AL : 9,23 X 10 3 / ul, AT : 152.000, CT : 3 dan BT : 2 .

DIAGNOSIS Epistaksis karena hipertensi Malignan

TERAPI Penatalaksanaan pasien berupa mengelola tekanan darah, menghentikan perdarahan secara aktif pemasangan tampon, dan mencegah komplikasi infeksi. Pemberian obat obat anti hipertensi (Captopril, amlodipin, dan furosemid) bertujuan untuk mengontrol tekanan darah yang tinggi. Antibitotik di berikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

DISKUSI Pada pasien ini dari anamnesis adanya perdarahan dari lubang hidung dan dimana darah yang keluar terus menerus. Darah juga dirasakan mengalir ke mulut. Darah berwarna merah segar. Satu SMRS pasien meng eluh nyeri kepala sampai berputar, Serta memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Tidak ada riwayat trauma pada hidung. Pemeriksaan Fisik didapat adanya tekanan darah 220/120 mmHg. Dan pada pemeiksaan hidung terlihat adanya darah segar yang keluar. Tidak dilakukannya rinoskopi posterior dan anterior sehingga tidak mengetahui sumber perdarahannya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis ke arah epistaksis yang disebabkan oleh penyebab sistemik berupa hipertensi.

Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). penyebab lokal berupa Idopatik (85% kasus), Trauma, iritasi, Pengaruh lingkungan, Benda asing Infeksi, Tumor jinak maupun ganas pada hidung dan Iatrogenik.Penyebab sistemik berupa Penyakit kardiovaskular, Kelainan kongenital, Kelainan endokrin , dan Infeksi. Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior.

Epistaksis pada pasien hipertensi merupakan suatu kompensasi dari tubuh terhadap adanya tekanan darah yang tinggi. Pecahnya pembuluh darah di hidung, dapat mengurangi tekanan aliran darah ke otak sehingga penyakit stroke dapat dicegah.

Penatalaksanaan pasien berupa mengelola tekanan darah, menghentikan perdarahan secara aktif pemasangan tampon, dan mencegah komplikasi infeksi. Pemberian obat obat anti hipertensi (Captopril, amlodipin, dan furosemid) bertujuan untuk mengontrol tekanan darah yang tinggi. Antibitotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi karena adanya tampon yang dipandang benda asing oleh hidung. Selain untuk mencegah pertumbuhan bakteri juga mencegah timbulnya bau. Analgetik yang gunakan adalah asam mefenamat untuk mengurangi nyeri pada hidung yang mengalami epistaksis.

KESIMPULAN Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis ke arah epistaksis yang disebabkan oleh penyebab sistemik berupa hipertensi. Epistaksis pada pasien hipertensi merupakan suatu kompensasi dari tubuh terhadap adanya tekanan darah yang tinggi. Pecahnya pembuluh darah di hidung, dapat mengurangi tekanan aliran darah ke otak sehingga penyakit stroke dapat dicegah. Penatalaksanaan pasien berupa mengelola tekanan darah, menghentikan perdarahan secara aktif pemasangan tampon, dan mencegah komplikasi infeksi. Pemberian obat obat anti hipertensi bertujua n untuk mengontrol tekanan darah yang tinggi. Antibitotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

DAFTAR PUSTAKA <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Nuty dan Endang, Epistaksis, dalam : Efianty, Nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT, Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 125 -129 <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Peter A. Hilger, MD, Penyakit Hidung, dalam : Harjanto, Kuswidayati, editor, BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta, 1997, 224-233 <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Mansjoer, Arif., et al (eds), Kapita Selekta Kedokteran ed.III, jilid 1, FKUI, Media Aesculapius, Jakarta. 1999.pp; 96-99 <!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Mark A. Graber dan Laura Beaty, Otolaringologi, dalam : Dewi, Susilawati, editor, Buku Saku Kedokteran Keluarga University of IOWA, ed.3, EGC, Jakarta, 2006, 745-747

Penulis Dewi Yuliati S.Ked. Program Profesi Pendidikan Dokter. Bagian Ilmu Penyaki t THT. 2010

Anda mungkin juga menyukai