Anda di halaman 1dari 8

HAZARD PSIKOLOGI DI TEMPAT KERJA

Disusun oleh:
Mayarni, SKp. MKes

I. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia industri saat ini demikian pesatnya, termasuk juga di Indonesia. Kondisi ini
semakin memicu persaingan baik antar perusahaan maupun individu yang berada di perusahaan
yang sama. Dampak dari persaingan tersebut dapat positif ataupun negatif. Masing-masing
individu terpacu untuk menghasilkan produk atau sistem baru demi kemajuan perusahaan dan
menimbulkan beban kerja yang tinggi baik secara fisik maupun psikologis.

Setiap individu selalu terpajan dengan berbagai hazard di tempat kerja, yaitu hazard fisik, kimia,
biologi, ergonomi dan psikologi. Pemantauan yang sering dilakukan adalah hazard fisik, kimia
dan biologi karena objeknya nyata, bisa diukur secara kuantitas dan penyakit yang ditimbulkan
juga mudah dikenali. Berbeda dengan hazard ergonomi dan psikologis yang masih memperoleh
perhatian kurang karena lebih banyak bersifat dugaan dan pengukurannya belum bisa dilakukan
secara kuantitatif.

Akhir-akhir ini terlihat adanya peningkatan angka keluhan pekerja berkaitan dengan faktor
psikologis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja. Keadaan ini perlu
disikapi agar produktivitas kerja tidak menurun, angka kesakitan terutama yang berhubungan
dengan keluhan psikologis dan angka kecelakaan kerja tidak meningkat. Setiap pekerja perlu
diberi informasi yang memadai mengenai hazard psikologis, cara mengelola dan menyikapi
keluhan tersebut.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai konflik dan stress, karena beban kerja yang
berlebihan, shift kerja dan hubungan yang tidak harmonis di tempat kerja dapat menimbulkan
konflik dan stress.

II. KONFLIK DI TEMPAT KERJA


Konflik  menurut Gillies (1989), Konflik adalah perbedaan pandangan atau ide antara
seseorang dengan orang lain.

Pada masa lalu orang berpendapat bahwa situasi konflik merupakan situasi yang menakutkan
sehingga perlu dicegah dan dihindari. Setelah dipelajari ternyata kondisi konflik dianggap
merupakan peristiwa alamiah yang harus dilalui oleh setiap individu dalam kehidupannya.
Situasi konflik membuat seseorang menjadi lebih dewasa dalam menyikapi suatu masalah.
Konflik tidak hanya terjadi pada individu tetapi dapat juga terjadi pada proses administrasi dan
manajemen.

Jika terjadi konflik di suatu perusahaan akan dapat diselesaikan dengan baik apabila pimpinan
mampu mengidentifikasi penyebab, pengaruh konflik, akibat, type dan tindakan untuk mengatasi
konflik yang terjadi.

PENYEBAB KONFLIK PADA INDIVIDU


Konflik terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan individu, yaitu; kebutuhan biologis,
psikologis, rasa aman, dimiliki dan memiliki, rasa dihargai dan aktualisasi diri
 Kebutuhan Biologis
Upah tidak memadai, tidak ada program pensiun, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja
terlalu panjang, waktu istirahat kurang.
 Kebutuhan Rasa aman
APD tidak memadai, isolasi sosial, manajemen kurang baik, wadah komunikasi tidak ada.
 Kebutuhan Rasa Kasih Sayang
Tidak ada wadah komunikasi, gap terlalu besar, birokrasi, kompetisi yang tidak sehat.

mayarni/hazpsiko/05 1
 Kebutuhan Rasa Memiliki
Pendaya gunaan SDM tidak sesuai, tidak ada program pengembangan SDM, tidak ada job
discription.
 Kebutuhan Rasa Dihargai
Tidak ada reward dan punishment, penolakan terhadap ide-ide baru, dsb.
 Kebutuhan Aktualisasi Diri
Penempatan SDM tidak sesuai, tidak ada dukungan positif dari lingkungan kerja, tidak/belum
ada program pengembangan SDM.

PENYEBAB KONFLIK DI PERUSAHAAN


 Saling ketergantungan antara pekerja sangat tinggi
 Dalam bekerja sering membutuhkan bantuan orang lain dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan
 Bantuan pekerjaan yang diberikan orang lain tidak selalu memuaskan kedua belah pihak
 Hubungan yang sangat dekat atau intim dengan individu tertentu
 Persepsi yang tidak sama tentang suatu objek
 Peran yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan

AKIBAT KONFLIK
 Hambatan dalam proses pencapaian tujuan organisasi
 Rusaknya kesatuan unit kerja
 Motivasi kerja menurun
 Konflik yang bersifat tekanan (pressure) dapat menimbulkan kinerja puncak
 Konflik yang berlanjut atau tidak tertangani dengan baik akan berkembang menjadi stress
 Gangguan kesehatan
 Gangguan bersosialisasi

Konflik langsung (direct conflict)


Adanya perbedaan pandangan antara satu orang dengan orang lain atau gangguan hubungan
interpersonal satu orang dengan orang lain. Biasanya lebih mudah di kontrol melalui intervensi
interpersonal.

Konflik tidak langsung (indirect conflict)


Adanya perbedaan pandangan individu dengan organisasi. Misalnya kebijakan atau peraturan
perusahaan yang belum tersosialisasi dengan baik, protokol organisasi yang tidak tepat secara
langsung menimbulkan kekesalan staf. Seringkali perasaan bermusuhan diekspresikan tidak
secara langsung, misalnya: sering tidak masuk kerja tanpa khabar atau datang tidak tepat
waktu, seringkali penyelesaian indirect konflik lebih lama dari direct konflik.

TAHAPAN & TYPE KONFLIK


Tahap awal
Konflik akan menetap, meskipun orang-orang yang terlibat konflik mulai mengembangkan rasa
curiga dan perasaan bersalah terhadap orang lain, tetapi tidak jelas faktor atau tanda perbedaan
pandangan tersebut.

Tahap kedua
Rasa bermusuhan disampaikan secara verbal atau diperlihatkan melalui perilaku

Tahap ketiga
Individu yang terlibat konflik menarik diri atau menghindar dari upaya penyelesaian konflik

Tahap keempat
Terjadi konflik total dan rasa bermusuhan yang dalam.

MANAJEMEN KONFLIK

mayarni/hazpsiko/05 2
Disiplin
Dengan menggunakan upaya disiplin untuk menata atau mencegah konflik, manajer atau
supervisor harus mengetahui dan memahami ketentuan atau peraturan-peraturan organisasi.
Jika ketentuan tersebut belum jelas maka perlu di klarifikasi. Disiplin merupakan cara untuk
mengoreksi atau memperbaiki staf yang tidak di inginkan. Peraturan-peraturan harus jelas dan
terkait dengan tugas yang dilaksanakan, ketentuan-ketentuan yang tidak jelas atau tidak
beralasan akan menimbulkan konflik atau perpecahan.

Ketentuan-ketentuan disiplin antara lain :


a. Disiplin harus berkembang
b. Hukum yang di berikan harus cukup beralasan
c. Bantuan yang diberikan dapat menyelesaikan masalah pekerjaan
d. Kebijaksanaan yang di gunakan untuk menata disiplin
e. Individu perlu dikonfrotir bukan kelompok
f. Pendekatan yang tepat untuk tiap staf harus ditetapkan dan manajer perlu konsisten
g. Disiplin harus jelas dan spesifik
h. Objektif atau sesuai fakta
i. Tegas dan mengarah pada keputusan
j. Disiplin menghasilkan reaksi yang bervariasi jika emosi meningkat, pertemuan
kedua perlu dijadualkan.
k. Manajer yang akan menetapkan disiplin perlu konsultasi pada atasan yang lebih
tinggi
l. Manajer harus dapat membangun rasa percaya, dan percaya diri dalam mengatasi
tindakan kedisiplinan.

Mempertimbangkan tahap kehidupan


Konflik dapat diatasi dengan membantu individu mencapai tujuan sesuai dengan kehidupannya,
tahapan tersebut meliputi :
a. Tahap dewasa muda, pada tahap ini diperlukan peningkatan karir, peningkatan
pengetahuan, ketrampilan. Konflik dapat di cegah dengan memfasilitasi perkembangan
tersebut
b. Tahap dewasa menengah, pada tahap ini seseorang mulai menata dan mengevaluasi
pencapaian tujuan hidup atau karir lebih stabil. Pekerja yang sudah berpengalaman
dapat membantu pekerja yang lebih muda untuk pengembangan karir
c. Tahap manusia diatas 55 tahun, pada tahap ini individu mulai memikirkan penyelesaian
pekerjaan dan persiapan pensiun. Sering terjadi konflik apabila tidak di antisipasi, tapi
sebaliknya bagi pekerja yang telah mencapai perkembangan optimal dapat membantu
menyelesaikan konflik pada pekerja yang lebih muda sesuai pengalamannya.

Komunikasi
Komunikasi merupakan seni yang penting untuk mempertahankan lingkungan yang kondusif dan
sangat penting untuk menyelesaikan tugas. Melalui peningkatan komunikasi efektif akan dapat
mencegah konflik manajemen.

Assertive training
Individu yang asertif mengetahui bahwa mereka bertanggung jawab terhadap pikiran, perasaan
dan tindakannya. Ia akan dapat membantu orang lain mengatasi konflik, mereka mengetahui
kekuatan dan kelemahannya, sehingga konflik dapat dicegah. Selain peningkatan kesadaran,
training asertif dapat meningkatkan kemampuan manajer atau supervisor dalam mengatasi
perilaku konflik.

TEKNIK MANAJEMEN KONFLIK


1. Menetapkan tujuan

mayarni/hazpsiko/05 3
Apabila terlibat dalam manajemen konflik, maka individu perlu memahami gambaran yang
menyeluruh tentang masalah atau konflik yang akan di selesaikan. Tujuan yang ingin dicapai
antara lain: Meningkatkan alternatif penyelesaian masalah/konflik, bila perlu motivasi pihak
yang terlibat konflik untuk dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang di pilih.

2. Memilih strategi
a. Menghindar
Untuk mencegah konflik yang lebih berat pada situasi memuncak, maka strategi
menghindar merupakan alternatif penyelesaian konflik yang bersifat sementara dan
tepat untuk di pilih. Selanjutnya baru diatur kembali pertemuan untuk penyelesaian
konflik yang tertunda, dengan demikian pihak yang terlibat konflik di beri kesempatan
untuk merenungkan konflik yang sedang di hadapi guna memikirkan alternatif
penyelesaian.

b.Akomodasi
Mengakomodasi keinginan pihak yang terlibat konflik, dengan cara meningkatkan kerja
sama, keseimbangan dan mengembangkan kemampuan untuk penyelesaian masalah
yang tepat dengan cara mengumpulkan data-data yang akurat dan mengambil suatu
kesepakatan bersama.

c.Kompromi
Dengan mengambil jalan tengah diantara kedua pihak yang terlibat konflik. Hal ini
bersifat sementara terkait dengan penyelesaian tugas. Namun apabila situasi sudah
stabil, maka perlu di kumpulkan pihak yang terlibat konflik guna penyelesaian masalah
secara tuntas dan diharapkan semua pihak puas dengan keputusan yang diambil.

d.Kompetisi
Sebagai seorang manajer dapat menggunakan kekuasaan yang terkait dengan posisi
untuk penyelesaian konflik yang terkait dengan tugas stafnya melalui upaya
meningkatkan motivasi antar staf, sehingga timbul rasa persaingan yang sehat.

e. Kerjasama
Apabila pihak-pihak yang terlibat konflik bekerjasama untuk mengatasi konflik tersebut,
maka konflik dapat diselesaikan dengan memuaskan, namun hal ini tidak mudah karena
membutuhkan tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang di bebankan dan
memerlukan waktu lebih banyak.

III. STRESS DI TEMPAT KERJA


Menurut Hans Selye (peneliti pertama tentang stress) bahwa stres merupakan suatu reaksi
atau respons seseorang yang tidak realistis dari tubuh terhadap setiap kebutuhan yang
terganggu.

Walter Cannon (1932), mengidentifikasi stress sebagai penyebab penyakit. Stressor akan
menstimulus sistem saraf simpatis (respons melawan atau lari) maupun sistem endokrine.

Menurut Ress (1982), stress adalah komponen dalam kehidupan normal yang dalam derajat
ringan dan sedang merupakan kekuatan yang konstruktif dalam mencapai keharmonisan,
efektivitas dan prestasi positif. Dalam kondisi menguntungkan tersebut disebut ”eustress”
dan dalam kondisi yang merugikan disebut ”distress”.

Stress merupakan bagian kehidupan dimana manusia cenderung mendapatkan stress fisik
dan stress psikologis. Udara dingin, panas, paparan virus, racun bahan kimia berbahaya,
udara berasap, dapat menyebabkan stress fisik, sedangkan batas waktu suatu pekerjaan,
kecemasan, kehilangan teman dekat, jauh dari orang tua adalah contoh stress psikologis.

Menurut Sarafino, Sutherland & Copper (1990), stress dapat di konseptualisasikan dari
berbagai macam titik-pandang yaitu stress sebagai “Stimulus”, stress sebagai “Respon” dan

mayarni/hazpsiko/05 4
stress sebagai “Interaksi antara individu dengan lingkungan”. Sarafino (1990) membedakan
sumber-sumber stress yaitu dalam diri individu, keluarga, komunitas dan masyarakat.

Taylor (1991) menggambarkan beberapa “jalan” untuk menjelaskan bagaimana stress dapat
mempengaruhi kesehatan dan kesakitan yaitu, the direct route, the personality route, the
interrective route, the health behaviour route dan the illness behaviour route.

Menurut Wheaton (1983), stress pada pekerja terdiri dari:


1. Stress akut  umumnya berlangsung dengan cepat, mendadak, sangat menonjol dan
seringkali tidak terkontrol, tidak dapat diramalkan dan tidak diinginkan oleh seseorang.
2. Stress kronik  berlangsung lama, tidak mendadak, tidak menonjol, tidak mempunyai
puncak tetapi bersifat tidak berubah.

Penyebab Stress.
Menurut Warr dan Wall (1975), Cooper dan Marshal (1976) dan Ress (1982), faktor-faktor
berikut ini sangat berpotensi menyebabkan stress di tempat kerja, yaitu:
 Faktor Intrinsik Pekerjaan
o Bahaya fisik di tempat kerja (bising, panas, bau, dll) Jika tidak tersedia alat pelindung
diri yang memadai dapat menimbulkan stress.
o Waktu kerja/shift  waktu kerja shift akan mempengaruhi irama circardian tubuh. Dan
kerja shift yang terus menerus akan menyebabkan pekerja menjadi kurang bersosialisasi
dengan keluarga dan masyarakat sekitar.
o Overload  bekerja melebihi kapasitas kerja akan menimbulkan kelelahan dan
konsentrasi terhadap pekerjaan menjadi berkurang
o Desakan waktu kerja yang terlalu cepat
o Underload  pekerja yang yang tidak produktif bisa disebabkan oleh beban kerja di
tempat tersebut rendah atau tidak dipercaya untuk menyelesaikan suatu tugas  dirinya
merasa tidak berguna
o Pelatihan  kurang atau tidak ada program pelatihan untuk menggunakan peralatan
atau pelaksanaan sistem kerja (misalnya seseorang di tempatkan di suatu bagian tanpa
melewati pelatihan sebelumnya atau tidak ada program pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan)

 Instrinsik peran dalam organisasi kerja


o Peran tidak jelas atau peran ganda. Sangat dibutuhkan kejelasan peran dalam
melakukan suatu pekerjaan (siapa mengerjakan apa)
o Status tidak jelas
o Tanggung jawab  setiap manusia ingin diberdayakan, adakalanya seseorang tidak
diberi tanggung jawab dalam pekerjaan  merasa rendah diri. Pekerja yang diberi
peran ganda merasa tanggung jawabnya menjadi lebih besar dan juga mungkin bisa
terjadi ketidak jelasan tanggung jawab.
o Batasan  tidak ada atau tidak jelas tugas dan tanggunga jawab seseorang
 Faktor Hubungan interpersonal di tempat kerja
o Hubungan yang tidak harmonis di tempat kerja dapat menimbulkan konflik, misalnya
hubungan antara atasan, bawahan, rekan sekerja dan mitra kerja.

 Faktor yang berhubungan dengan kesempatan pengembangan karier


o Promosi  pekerja ingin hasil kerjanya dinilai dan diberi penghargaan untuk naik
golongan atau naik jabatan
o Pekerja yang kurang dapat promosi ataupun yang memperoleh promosi berlebihan akan
menimbulkan stress pada individu dan lingkungannya.
o Keselarasan status  Pekerja yang sudah mengikuti pendidikan tambahan, seyogyanya
diberi penghargaan dan menempatkan yang bersangkutan pada jabatan yang sesuai

 Faktor yang berhubungan dengan kepercayaan dalam organisasi kerja dan motivasi
kerja.

mayarni/hazpsiko/05 5
o Keterlibatan dalam pengambilan keputusan (tidak ada atau hanya kecil sekali).
o Gangguan dalam kebijakan organisasi, Politik, Komunikasi, Partisipasi, Peraturan dan
kebijakan, Budaya, Birokrasi

 Faktor yang berhubungan dengan keadaan rumah dan pekerjaan


o Individu yang sangat dibutuhkan di rumah dan di tempat kerja dalam waktu yang
bersamaan. Atau adanya masalah lain di luar pekerjaan yang berpengaruh terhadap
pekerjaan
o Imbalan  setiap manusia ingin hasil kerjanya dihargai dan dibayar sesuai dengan apa
yang sudah dicapainya. Ketidak sesuaian antara hasil kerja dengan imbalan jasa yang
diterima akan menurunkan motivasi kerja. Imbalan jasa sangat erat kaitannya dengan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Disamping faktor di atas masih ada faktor lain yang berpotensi menimbulkan stress yaitu:
 Rumah
 Dinamika rumah tangga
 Status perkawinan
 Dukungan pasangan hidup
 Hubungan dengan anak dan anggota keluarga yang lain
 Perkembangan ekonomi keluarga

 Sosial
 Suasana sosial
 Hubungan sosial
 Aktivitas sosial
 Lingkungan (urban/rural)
 Mobilitas tinggal
 Transportasi dan jarak

 Individual
 Genetik
 Historis
 Demografi
 Kemampuan koping
 Kepribadian (introvert atau extrovert)
 Peristiwa khusus & pribadi tertentu dalam kehidupan

Akibat stress yang berkepanjangan dapat mempengaruhi fisik dan psikik seseorang.
 Yang bersifat fisik
 Migren
 Gangguan pencernaan
 Asma
 Tekanan darah tinggi
 Penyakit jantung koroner
 Gangguan hormonal
 Allergi
 Diabetes
 Kanker
 Kecelakaan kerja, dan lain-lain.

 Yang bersifat psikik mulai dari yang ringan sampai berat, misalnya:
o Gangguan subjektif ringan (cemas, mudah tersinggung, kurang konsentrasi, apatis)
o Terjadi perubahan perilaku ( kurang perhatian terhadap pekerjaan, kurang berpartisipasi,
nafsu makan menurun, ketidak puasan dalam bekerja)
o Gangguan jiwa kilinik (depresi, menarik diri, curiga berlebihan, dll)

mayarni/hazpsiko/05 6
o Gangguan lain (merokok, alkoholisme, obat-obat terlarang, gangguan hubungan
perkawinan, perceraian,

Peran profesi kesehatan kerja di perusahaan


 Memantau kesehatan semua pekerja
 Melakukan surveilans kesehatan pekerja (gejala psikik ringan - berat, absenteisme,
kecelakaan kerja, penyalahgunaan zat, penyakit degenaratif, dan lain-lain).
 Program konseling untuk mengelola stress
 Penyuluhan kesehatan kepada semua pekerja agar mempunyai pengetahuan yang
cukup terhadap pengenalan gejala stress dan cara mengelolanya.
Pengelolaan stress dapat dilakukan melalui pendekatan individu dan organisasi.

Kiat agar pekerja / staf merasa senang


Pada dasarnya semua manusia merasa senang dan mau bekerja baik apabila karya mereka
dihargai dan akan lebih giat lagi jika mereka diberi motivasi dan ucapan terima kasih.

Para pimpinan yang berwawasan sangat baik akan membuat para pekerjanya merasa
senang karena mereka:
o Mengukur kapasitas pekerja, bukan mengawasi pekerjaannya
o Memperlakukan pekerja sebagai manusia, bukan hanya sebagai pekerja semata
o Meminta mereka bekerja, bukan memerintah agar mereka bekerja
o Menganggap semua pekerja sebagai tenaga inti, bukan tenaga pelengkap
o Memandang mereka sebagai pekerja, bukan sebagai orang yang dipekerjakan
o Memperlakukan mereka sebagai kontributor, bukan tenaga upahan
o Menganggap mereka sebagi pribadi-pribadi yang dibutuhkan, bukan disia-siakan

Jadilah pemberi penghargaan


o Berikan penghargaan 100% untuk pekerjaan yang dilakukan oleh staff anda.
o Misalnya jika anda memiliki 3 orang staf yang memberi laporan kepada anda dan masing-
masing mendapat penghargaan 100%, maka anda mendapat penghargaan 300%. Seringkali
seorang pimpinan mengurangi nilai staffnya, tidak sesuai dengan hasil kerja mereka, karena
dia merasa dirinya tidak memperoleh nilai sebaik staffnya. Dalam hal ini si pemimpin
tersebut menjadi pencuri nilai dan biasanya akan menimbulkan perasaan bersalah.

Ucapan atau kata – kata yang menyenangkan hati staf


Berbicara dengan baik dan mengucapkan kata-kata tulus akan menyenangkan hati staf.
Beberapa contoh:
o Silakan masuk, kedatangan anda sangat kami harapkan!
o Terima kasih, anda telah bekerja dengan baik!
o Memperkenalkan staf kepada atasan, misalnya: ”Bu Ani, mulai hari ini Sdr. Budiman
akan memperkuat tim kami untuk menyelesaikan tugas-tugas ini”
o Anda telah melaksanakan tugas dengan baik dan sangat memuaskan!
o Saya benar-benar menghargai jerih payah anda!
o Saya hanya mendengar hal-hal yang menarik tentang anda!
o Saya merasa senang melihat anda berada dalam tim ini!
o Bantuan anda sangat kami butuhkan!
o Anda layak untuk mendapatkan penghargaan ini!
o Saya ucapkan selamat atas keberhasilan anda!

Contoh Kasus
Kasus I
Pengalaman pindah tempat kerja dari Balikpapan ke Jakarta sehingga menimbulkan masalah
seperti mencari tempat tinggal baru, sekolah anak, pengaturan pengiriman barang / peralatan
rumah tangga, lingkungan kerja baru, lingkungan sosial baru dll.

mayarni/hazpsiko/05 7
Pembahasan:
Kasus II :
Konsep Stres
Dengan disuruh pindah ke tempat kerja yang baru, seseorang akan stres, maka Respon yang
dialami mengandung dua komponen, yaitu komponen psikologis seperti perilaku, pola pikir,
emosi dan stress serta komponen fisiologis yang berupa rangsangan fisik yang meningkat
seperti jantung berdebar, berkeringat, mules-mules dll.

Perlunya penyesuaian dengan lingkungan tempat kerja dan lingkungan tempat tinggal baru
juga mengakibatkan stres, jadi disini stres bukan hanya stimulus atau sebuah respon saja,
tapi juga suatu proses dimana seseorang adalah perantara (agent) aktif yang dapat
mempengaruhi stressor melalui strategi perilaku, kognitif dan emosional.

Sumber Stres
Sumber stres didalam komunitas dan lingkungan yang berasal dari interaksi antara
lingkungan sosial dan pekerjaan yaitu adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan
keluarga.

Pengaruh stres terhadap kesehatan adalah melalui “jalan” Direct Route yang dapat
menghasilkan perubahan fisiologis seperti penyakit kepala, penyakit kulit, hipertensi, cepat
lelah, tidak bisa tidur serta “jalan” ILLNESS Behaviour Route.

Pengelolaan Stres
 Problem - focoused coping seperti :
o Mencari dukungan sosial berupa saran, nasehat.
o Merencanakan pemecahan masalah, seperti penggunaan alat
keselamatan, fitness, makanan bergizi, meningkatkan human fisik, relaksasi
mengatur waktu, olah raga, istirahat cukup.
 Emotion - focoused coping melalui :
o Kontrol diri seperti berpikir positip, diskusi dengan teman sekerja, rileks.
o Penilaian kembali secara positip seperti mengambil hikmah.
o Menerima tanggung jawab.
o Lari / penghindaran dengan cara berusaha untuk mutasi.

KESIMPULAN
Pada situasi tertentu di mana seseorang mempunyai perbedaan minat, motivasi,
kemampuan dan perilaku harus bekerjasama pada situasi yang komplek seringkali
menimbulkan konflik. Jika manajemen konflik di lakukan secara efektif, maka konflik dapat
di selesaikan dan situasi kerja akan menyenangkan kembali. Tetapi jika konflik tidak
terselesaikan akan mengakibatkan situasi kerja tidak menyenangkan, motivasi kerja akan
menurun, pada akhirnya produktifitas kerja akan turun. Dengan demikian manajer atau
supervisor harus memilikki kemampuan dalam mengatasi konflik. Stres merupakan suatu
reaksi atau respons seseorang yang tidak realistis dari tubuh terhadap setiap kebutuhan
yang terganggu. Stres merupakan bagian kehidupan kejadian sehari-hari dan merupakan
tantangan yang membutuhkan peranan pikiran, tubuh dan emosi.

KEPUSTAKAAN
Gillies, D.A. (1989). Nursing MANAGEMENT. 2 nd ed. Philadelphia: W.S Saunders.
Harjana. M. Agus; “35 cara untuk mengurangi stress”
Judith Swarth MS.RD., Stres dan Nutrisi.
Kron, T dan Gray, A. (1987). The manajement of patient care. Philadelphia : W.B Saunders Company.
Peter E. Makin & Patricia A Lindley, Mengatasi stres secara positip.
Sarafino P. Edward, Health Psikology 2nd edition Part III.
Schweiger, J.L. (1980). The nurse as manager. New York : Jhon Wiley & Jons.
Smet Bart, Psikologi Kesehatan
Swansburg, R.C. (1990). Management and Leadership for nurse manager. Boston : Jones and Batlett Publisher.
Tappen, R.M. (1989). Nursing leadership and management. 2 nd ed. Philadelphia : F. A Davis Co.
Wilkinson, Seri Kesehatan Keluarga, Stres dan cara mengatasinya.

mayarni/hazpsiko/05 8

Anda mungkin juga menyukai