Anda di halaman 1dari 6

TERAPI OKSIGEN

A. DEFINISI
Terapi oksigen didefinisikan sebagai proses memasukkan oksigen tambahan dari luar ke
paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan, untuk
meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara 1:
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
Pada neonatus terapi oksigen diberikan untuk mencapai tekanan oksigen (PO2) 40-80 mmHg
dan atau tingkat saturasi oksigen (SpO2) 88 92%. Terapi oksigen pada neonatus tanpa
penilaian tekanan oksigen arteri dan saturasi oksigen sangat berbahaya.

B. INDIKASI
Oksigen diberikan pada neonatus dengan indikasi 3 :

1. Mengalami sianosis sentral


2. Tidak bisa minum (disebabkan oleh gangguan respiratorik).
3. Tarikan dinding dada bagian bawah yang dalam
4. Frekuensi napas 70 kali/menit atau lebih
5. Merintih pada setiap kali bernapas (pada bayi muda)
6. Anggukan kepala (head nodding).

C. KONTRAINDIKASI
1. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
2. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal.
3. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada neonatus dengan PaCO2 tinggi, akan
lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
D. METODE PEMBERIAN OKSIGEN
Pada prinsipnya, terapi oksigen pada neonates harus diberikan dengan cara sesederhana
mungkin dan fraksi insipirasi oksigen (FiO2) yang serendah mungkin, namun tetap dapat
mempertahankan nilai PaO2 dan SaO2 > 40 mmHg dan > 88%, berturut-turut. Hal ini perlu
diperhatikan mengingat pemberian terapi oksigen pada neonatus tidak sepenuhnya aman,
melainkan oksigen yang diberikan dengan konsentrasi tinggi (100%) berhubungan dengan
berbagai efek samping dan toksisitas yang justru memperburuk kondisi neonatus. Pilihan
metode terapi bergantung pada berapa besar kandungan oksigen (FiO2) yang dibutuhkan,
tingkat kelembaban yang dibutuhkan, serta kebutuhan terapi nebulisasi. Terdapat dua macam
klasifikasi alat berdasarkan perbedaan konsentrasi oksigen yang disuplai oleh alat dan yang
masuk ke dalam paru.
Direkomendasikan pemberian terapi oksigen pada neonatus dapat dialakukan dengan cara
melalui :
1. Inkubator
Metode pemberian oksigen non-invasif dengan menggunakan incubator memiliki
beberapa keuntunganyaitu FiO2 aktual dapat ditentukan secara tepat dengan oxygen
analyser yang ditempatkan dekat mulut bayi.Tidak ada peningkatan risiko obstruksi jalan
napas oleh mukus. Tidak ada peningkatan risiko terjadinya distensi lambung dan
humidifikasi tidak diperlukan.
Inkubator menggunakan selang dengan aliran tinggi membutuhkan waktu 10 menit
untuk stabilisasi oksigen dan kadar O2 turun dengan cepat bila tutupnya dibuka. Untuk
neonatus, inkubator umumnya tidak disarankan karena boros oksigen dan berpotensi untuk
berbahaya (dari keracunan karbon dioksida).

2. Headbox
Metode pemberian oksigen dengan headbox memberikan keuntungan neonates
mendapatkan konsentrasi oksigen yang stabil, perkembangan bayi dapat diamati dan
didapatkan akses yang luas dari tubuh neonates. Metode ini direkomendasikan untuk
neonates dengan kebutuhan FiO2 < 0,40. Penggunaan headbox tidak membuat peningkatan
risiko obstruksi jalan napas oleh mukus dan risiko distensi lambung.
Namun penggunaan head box dapat mengakibatkan retensi CO2 yang menyebabkan
toksisitas karena laju aliran O2 tidak adekuat (penentuan laju aliran terlalu rendah, selang
terlipat/terlepas) sehingga diperlukan kecepatan O2 yang tinggi. Aliran gas 2-3 L/menit
diperlukan untuk mencegah rebreathing CO2. Selain itu terkadang kotak di leher bayi
terlalu ketat, adanya ntervensi proses pemberian makan serta memerlukan aliran O2 yang
tinggi sehingga mahal dan boros.

Tabel 1. FiO2 estimasi pada head box :

Flow O2 (L/min) FiO2 (%)


4 43, 7
5 50,7
6 58,7
7 64,7
8 67,8
9 68,7
10 72,5
Kecepatan aliran yang sering digunakan 5 7 L/menit. Kecepatan alitan yang > 7 L/menit
meningkatkan kadar O2, berisik dan bayi dapat muntah.
3. Nasal kanul low flow
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan
aliran 2 liter/mnt (biasanya 0,5 L/mnt untu neonatus) dengan konsentrasi oksigen sama
dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44%.

Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen
dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan
pernafasan mulut.
Tabel 2. FiO2 estimation :

Flow O2 (L/min) FiO2 (%)


1 24
2 28
3 32
4 36
5 40
6 44

Keuntungan menggunakan nasal kanul adalah pemberian oksigen stabil dengan


volume tidal dan lajupernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter
nasal, murah, disposibel, neonatus bebas makan. Dapat digunakan pada pasien dengan
pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada
waktu inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga
menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
Kerugiannya tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman
kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi
nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen
dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan
kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.

E. EVALUASI DAN MONITORING


Terapi oksigen harus selalu diberikan berkesinambungan (terus menerus) dan tidak
boleh diberikan intermiten (selang seling), misalnya setiap satu atau dua jam pemberian,
kemudian dihentikan. Oksigen diberikan sesuai dengan indikasi pemberian O2 dan pada
setiap anak dengan SpO2 < 90%.
Setelah neonates diberikan oksigen, evaluasi setelah 15-30 menit pertama. Bila ada
perbaikan pada pemeriksaan fisik, dengan ditemukan perbaikan/resolusi dari gejala dan
tanda hipoksemia, seperti takipneu, sianosis, dan sesak napas. Selain itu, ditemukan pula
perbaikan-perbaikan pada beban kerja kardiopulmoner yang sebelumnya berat, seperti
penurunan denyut nadi, perbaikan pada tekanan darah, serta berkurangnya aritmia.
Kemudian selanjutnya dari hasil analisis gas darah arteri (AGDA) yang rutin dilakukan
15-20 menit setelah terapi oksigen dilakukan, akan ditemukan perubahan klinis berupa
peningkatan tekanan parsial oksigen. Evaluasi yang dilakukan berikutnya dilakukan 1 jam
pada neonatus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasmin M. Terapi Oksigen: Mengenal terapi oksigen. 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Hal.1-9.
2. Patel DN, Goel A, Agarwal SB, Garg P, Lakhkani KK. Oxygen toxicity. JIACM. 2003; 4(3) :
234-7.
3. Shann F. Nasopharyngeal oxygen in children. Lancet 1989
4. Matai S, Peel D, Jonathan M, Wandi F, Subhi R, Duke T. Implementingan oxygen programme in
hospitals in Papua New Guine.AnnTropPaediatr2008;28:71
5. Litch JA, Bishop RA.
Oxygen concentrations for the delivery of supplemental oxygen in remote high-
altituteareas. Wilderness Environmental Medicine 2000 ; 11 (3)

Anda mungkin juga menyukai