Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN KEDOKTERAN OKUPASI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

CARPAL TUNNEL SYNDROME


AKIBAT HUBUNGAN KERJA PADA KARYAWAN PT. ABADI
MAKMUR OCEAN

Oleh:
Evita Tahta Prahara, S.Ked
K1A1 14 015

Pembimbing:
dr. Satrio Wicaksosno, M.Sc

KEPANITERAAN KEDOKTERAN OKUPASI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASHALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Evita Tahta Prahara, S.Ked


Judul Laporan : Carpal Tunnel Syndrome Akibat Hubungan Kerja Pada
Karyawan PT. Abadi Makmur Ocean
telah menyelesaikan tugas laporan kedoktran okupasi dalam rangka kepanitraan
klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Januari 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Satrio Wicaksosno, M.Sc


NIP. 198301172009121005
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang

memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar

dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak

asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah,

mengurangi bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).

Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak

biaya. Melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang

yang memberikan keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan dating

(Hoten dkk, 2015).

K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit

akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran,

kelembaban udara, dan hal-hal lain yang menyebabkan kerusakan pada

pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan,

kerusakan jaringan tubuh akibat sinar UV, percikan benda panas ,dan lain-

lain. K3 dalam konteks kerja berkaitan dengan waktu dan shift dalam

bekerja, waktu rekreasi dan libur dan waktu pergantian dalam shift bekerja

(Salmah, 2014).

Penyebab penyakit akibat kerja terdiri dari berbagai macam

diantaranya golongan fisik, golongan kimiawi, golongan biologik,


ganguan fisiologik (Ergonomi) dan gangguan psikososial. Namun akhir-

akhir ini gangguan ergonomi atau fisiologik yang menyebabkan gangguan

muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini didukung oleh data dari Departemen

Kesehatan (2005) menyatakan bahwa dalam profil masalah kesehatan di

Indonesia tahun 2005, menunjukkan sekitar 40,5% penyakit yang diderita

pekerja sehubungan dengan pekerjaannya terhadap 9.482 pekerja di 12

kabupaten atau kota di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan penyakit

Musculoskeletal Disorders (MSD’s) sebanyak 16%, kardiovaskuler (8%),

gangguan saraf (3%) dan gangguan Telinga, Hidung dan Tenggorokan

(THT) sebanyak 1,5%. Disini dapat diketahui bahwa dari semua penyakit

akibat kerja yang terjadi di setiap perusahaan di Indonesia cedera

muskuloskeletal adalah penyakit yang menduduki posisi paling rentan

diantara penyakit akibat kerja lainnya dengan persentase 16%.

Penyakit akibat kerja ditimbulkan karena hubungan kerja atau yang

disebabkan oleh pekerjaan dan sikap kerja. Faktor fisik dan kondisi

lingkungan kerja, dapat menjadi pendorong resiko terjadinya cidera atau

sakit pada sistem neuro muscular. Faktor fisik tersebut diantaranya

gerakan dengan kekuatan dan berulang, tekanan statis pada otot dan

tekanan oleh mesin atau getaran, dan suhu yang terlalu panas atau dingin,

serta postur kerja yang tidak ergonomis, yang dipengaruhi oleh desain

perlengkapan, alat-alat atau tempat kerja. Faktor tersebut akan semakin

mempengaruhi dan dirasakan sebagai pemicu penyakit akibat kerja setelah

masa kerja tertentu. Faktor-faktor pengaturan kerja seperti waktu kerja,


arah gerak kerja, waktu istirahat yang kurang dan pekerjaan yang monoton

dapat meningkatkan resiko terjadinya Carpal Tunnel Syndrome(CTS)

Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah kumpulan gejala akibat penekanan

pada nervus medianus oleh ligamentum karpal transversal, di dalam

terowongan karpal pada pergelangan tangan (Kamilah dkk, 2018).

Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar

1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50

kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. Prevalensi kejadian CTS

dalam masalah kerja di Indonesia sendiri belum diketahui karena belum

adanya survei yang dilakukan.3 Namun, pada penelitian yang dilakukan

pada populasi dengan pekerjaan beresiko tinggi pada pergelangan tangan

dan tangan, didapatkan prevalensi CTS sebesar 5,6% sampai dengan 15%

(Kurniawan dkk, 2015).

B. Tujuan

Untuk mengetahui pendekatan diagnosis kedokteran okupasi

penyakit Carpal tunnel syndrome (CTS) akibat hubngan kerja pada

karyawan industri ikan PT. Abadi Makmur Ocean.

C. Manfaat

Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi,

mampu melakukan penilaian bahaya potensial, dan mampu melakukan

pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat

hubungan kerja (PAHK).


BAB II
PROFIL PERUSAHAAN

A. Profil Umum Perusahaan

Gambar 1. PT. Abadi Makmur Ocean

Pelabuhan perikanan samudera (PPS) merupakan pusat industri

perikanan terpadu di Kawasan Timur Indonesia dan khususnya di Sulawesi

Tenggara yang mempunyai pekerja 9.113 orang yang sudah termaksud

jumlah nelayan. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Pelabuhan

Perikanan Samudera ditunjang oleh pihak swasta untuk berinvestasi, sehingga

dapat memberikan dampak positif berupa kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha bagi masyarakat perikanan. Pada kawasan industri PPS Kendari

tercatat 25 Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang usaha perikanan,

salah satunya adalah PT. Abadi Makmur Ocean.

PT. Abadi Makmur Ocean bertempat di Kompleks PPS Kendari, Jl.

Samudra No.3, Puday, Sulawesi Tenggara. Industri PT. Abadi Makmur


Ocean yang didirikan pada tahun 2002 bergerak dalam bidang pengawetan

dengan cara pembekuan. Perusahaan ini membekukan berbagai macam ikan

yang kemudian di pasarkan ke Jakarta, Surabaya dan juga di ekspor ke negara

Thailand.

Saat ini Industri Pengolahan Ikan PT. Abadi Makmur Ocean dipimpin

oleh bapak Rusia sejak tahun 2004 sampai sekarang. PT. Abadi Makmur

Ocean memiliki 50 orang karyawan, 20 karyawan tetap dan 30 karyawan

lepas, dengan jam kerja mulai dari 08.00-16.00 (PT.Abadi Makmur Ocean,

2018).

B. Alur Proses Produksi

Proses pembekuan ikan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

a. Penerimaan bahan baku

Untuk pengadaan bahan baku, supplier mendatangkan bahan baku

dari nelayan dengan menggunakan truck dan mobil pick up. Bahan

baku diangkut dengan menggunaan fish box yang diberi es dan air.

b. Penampungan dan Penimbangan

Setelah pembongkaran bahan baku selanjutnya bahan baku berupa

Ikan ditimbang satu persatu, untuk mengetahui size/ukuran ikan dari

beratnya masing- masing.

c. Sortasi

Setelah penimbangan selanjutnya bahan baku berupa Ikan di sortir

menurut sizenya diatas meja proses. Tujuan penyortiran adalah


memperoleh ikan dalam bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran

yang seragam.

d. Pembersihan dan pencucian

Setelah penyortiran, ikan dibersihkan dan diberi bahan kimia untuk

menghilangkan bau amis lalu dicuci.

e. Penyusunan dalam pan

Setelah dilakukan pencucian selanjutnya dilakukan penyusunan.

Proses ini dilakukan di ruang proses dengan menyusunnya di pan

yang berukuran 32x10 cm yang tiap pannya berisi ±10 kg ikan.

f. Pembekuan

Setelah dilakukan penyusunan selanjutnya proses pembekuan. Ikan

yang sudah disusun di atas pan selanjutnya diangkat menggunakan

trolly kedalam ruang pembekuan yaitu ABF (Air Blast Freezer)

dengan suhu -35ºC – -40oC dengan waktu pembekuan sekitar 8 – 12

jam.

g. Pengemasan dan Penyimpanan

Untuk menjaga suhu ikan langkah selanjutnya yaitu pada tahapan

proses pengemasan. Pengemasan dilakukan di ruang packing dengan

tetap menjaga suhu ruangan yaitu 16 0C. Ikan kemudian dikeluarkan

dari pan dengan cara dibalik. Kemudian ikan dimasukan ke dalam

kardus 35 x 45 x 10 cm bersih dari kotoran. Dalam satu buah kardus

berisi dua buah pan ikan beku. Setelah ikan dimasukan ke dalam
kardus sebagai kemasan sekunder, kemudian diberi label dengan cara

menuliskan kode produk yang diberi nama.

Tujuannya yaitu agar produk tidak tertukar dengan produk lain dan

memudahkan dalam penetapan di cold storage, proses selanjutnya

yaitu penyimpanan. Penyimpanan di cold storage harus menggunakan

pallet dan ditata sesuai jenis, mutu dan size.

h. Pengiriman

Setelah melalui tahap pengolahan dengan prosedur yang baik maka

dapat dipastikan seluruh produk yang tersimpan siap untuk

dipasarkan. Produk-produk yang siap untuk dipasarkan hendaknya

memenuhi spesifikasi baik ukuran, dan bentuk kualitasnya sesuai

dengan permintaan konsumen. Dengan demikian, konfirmasi

penjualan dapat dilakukan kepada dua belah pihak melalui syarat-

syarat penjualan yang disepakati.


C. Analisis Potensi Bahaya

Tabel 1. Potensi bahaya PT. Abadi Makmur Ocean

Bahaya Potensial
Gangguan
Risiko Kecelakaan
UrutanKegiatan Fisiologik/ kesehatan yang
Fisik Kimia Biologi Psikologi kerja
Ergonomi mungkin terjadi
Penerimaan bahan baku Lantai Asap Mikrobiologi Mengangkat - ISPA Tergelincir
licin kendaraan (jamur, bakteri, fish box Low Back Pain
dll) Fraktur
Dislokasi
PPOK
Dermatitis
kontak
Penampungan, Penimbangan, dan Lantai - - Gerakan - Sinkop Tergelincir
Sortasi licin berulang Vertigo
Berdiri lama fatigue
Myalgia
Fraktur
Dislokasi
Carpal Tunnel
Syndrom

10
Bahaya Potensial
Gangguan
Risiko Kecelakaan
UrutanKegiatan Fisiologik/ kesehatan yang
Fisik Kimia Biologi Psikologi kerja
Ergonomi mungkin terjadi
Pencucian dan Penyusunan dalam Dingin Cairan - - - Hipotermia Tergelincir
pan Lantai kimia Fraktur
licin, penghilang Dislokasi
Bau amis bau amis kram
common cold
DKI

Pembekuan Dingin - - Mendorong - Hipotermia Terbentur,


troly Kontusio Tergelincir,
Fraktur Terlindas
Dislokasi

Pengamasan dan penyimpanan Dingin, - - Gerakan - Hipotermi Teriris


teriris berulang Commoncold Tergelincir
cutter , Mendorong Vulnus
troly scisum/incisivum
Carpal tunnel
syndrome

11
D. Pengendalian Bahaya

Tabel 2. Pengendalian bahaya

Hierarki Pengendalian Bahaya Upaya Pengendalian


Eleminasi Tidak terdapat upaya eleminasi
Substitusi Tidak terdapat upaya substitusi,
pengerjaan masih dengan cara manual
tidak menggunakan robot
Redesain Penggunaan troli untuk memindahkan
bahan baku/pan
Administratif  Tidak terdapat standard operasional
yang baku untuk setiap proses produksi
 Tidak terdapat rambu-rambu peringatan
Alat Pelindung Diri  Celemek untuk menghindari pakayan
basah saat bekerja dalam mesin
pendingin
 Masker untuk mencegah terhirupnya
bau bahan kimia dan bau amis
 Penggunaan sepatu boots pada saat
bekerja karena lantai yang licin
 Penggunaan sarung tangan untuk
mencegah alat yang dipegang melukai
pekerja

E. Upaya Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan kerja yang dilakukan oleh PT. Abadi Makmur Ocean

(AMO) dinilai belum maksimal dalam upaya promotif dan preventif pada

saat melakukan kunjungan dan wawancara kepada pekerja.

12
a. Pelayanan promotif

PT. AMO tidak melakukan upaya edukasi untuk meningkatkan

produktifitas kerja pegawainya. Pemeliharaan tempat dan lingkungan

kerja dinilai kurang sehat, dibuktikan dengan kondisi lantai bekerja

dibiarkan licin, tempat istirahat dan ruang ganti baju pekerja yang

kurang layak, serta toilet yang tidak bersih.

b. Pelayanan preventif

Perlindungan pada tenaga kerja sebelum adanya proses gangguan

kerja telah dilakukan namun belum maksimal. Pekerja di PT. AMO

terkadang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti

celemek, sarung tangan dan masker, namun tidak terdapat pengawasan

terhadap pekerja yang tidak menggunakan APD. Pemeriksaan kesehatan

awal, berkala, khusus dan purna tugas tidak dilakukan oleh PT. AMO.

c. Pelayanan kuratif

Untuk pelayanan pengobatan belum diberikan oleh pihak PT.

AMO.

d. Pelayanan rehabilitatif

Belum terdapat pelayanan rehabilitatif disebabkan pekerja belum

ada yang mengalami penyakit parah atau kecelakaan parah yang telah

mengakibatkan cacat permanen.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. M

Usia : 42 Tahun

Status : Menikah

Pekerjaan : Karyawan

Pendidikan : Sekolah Menegah Atas

Agama : Islam

Suku : Muna

Tanggal Periksa : 15 Januari 2019

B. Anamnesis Klinis

1. Keluhan Utama

Nyeri pada bagian Ibu jari, telunjuk, dan jari tengah di tangan kanan.

2. Anamnesis Terpimpin

Ny. M mengalami nyeri pada ibu jari dan telunjuk sejak 4 hari yang

lalu, pasien mengeluhkan nyeri di ketiga jarinya di tangan kanan dan

terasa lebih berat ketika bekerja mengemas ikan. Pasien pernah

mengalami keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu. Nyeri timbul

saat membawa kendaraan motor. Pasien belum pernah berobat ke dokter.

Nyeri berkurang ketika pasien memijat tangannya menggunakan balsem.

14
Sehari-hari pasien bekerja sebagai karyawan di salah satu

perusahaan Ikan. Pasien bekerja pada bagian pengemasan ikan dengan

jadwal kerja 7 hari dalam seminggu dengan durasi 8 jam perhari, yakni

mulai pukul 08.00-16.00 WITA, terkadang juga pasien mendapat jadwal

lembur hingga pukul 22.00 WITA. Dalam melakukan pekerjaannya

pasien bekerja mem-packing ikan. Pasien menggunakan Alat Pelindung

Diri (APD) hanya berupa Apron, dan sepatu boot, pasien tidak

menggunakan masker dan sarung tangan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama (-). Pasien

pernah mengalami keluhan yang sama (+)

4. Riwayat Kebiasaan

Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu aktivitas yang melibatkan

genggaman kuat (+), gerakan pergelangan berulang (+)

5. Riwayat Pengobatan

Riwayat pengobatan : pasien belum pernah berobat ke Dokter terkait

keluhannya.

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Aspek ekonomi keluarga Ny. M dalam kategori Menengah kebawah.

Saat ini Ny. M memiliki penghasilan tetap yang bekerja sebagai

karyawan di perusahaan Ikan PT. Abadi Makmur Ocean. Pembiayaan

kesehatan Ny. M menggunakan kartu BPJS ketenagakerjaan.

15
C. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum : Tampak baik, sakit ringan, kesadaran kompos

mentis (GCS E4V5M6)

 Tanda Vital

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekwensi nadi : 92 x/menit

Frekwensi napas : 23 x/menit

Suhu : 37 oC

Berat badan : 62 Kg

Tinggi badan : 160 cm

Gizi : Baik

 Status Generalisata

- Kepala : Normosefal, rambut dalam batas normal

- Kulit : Pucat (-), peteki (-), ekimosis (-).

- Mata : Pupil isokor

- Telinga : Otore (-)

- Hidung : Rinore (-)

- Mulut : Stomatitis (-), lidah kotor (-)

- Tonsil : T1/T1

- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

- Thorax

Inspeksi : Dada simetris kiri = kanan, retraksi (-),

16
Palpasi : Sela iga kiri=kanan, vocal fremitus normal kiri =

kanan

Perkusi : sonor kiri = kanan

Auskultasi : Bronchovesikuler, BT : Rhonki -/- Wheezing : +/+

- Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Pekak

Batas kiri pada linea midclavicularis sinistra

Batas kanan pada linea parasternalis dextra

Auskultasi: Bunyi Jantung I/II murni regular

- Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Bising usus kesan normal

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Timpani

- Ekstremitas

Edema : Tidak ada udema

Akral dingin : Tidak

Cap refill : Normal

17
Tabel 3. Pemeriksaan Kelenjar limfe

A. Leher Kanan : Normal Kiri : Normal


B. Axilla Kanan : Normal Kiri : Normal
C. Inguinal Kanan : Nomral Kiri : Normal

D. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

E. Anamnesis Okupasi

1. Jenis Pekerjaan

Tabel 4. Jenis pekerjaan Pasien

Jenis Pekerjaan Tempat kerja Masa Kerja


Karyawan bagian PT. Abadi 2016 – 2019
pengemasan Makmur Ocean (3 tahun)

2. Uraian Tugas

Pasien bertugas mengemas ikan. Dalam pekerjaannya pasien berada di

lantai yang licin.

Jadwal Kerja

Satu minggu bekerja dengan durasi 8 jam kerja per hari yakni mulai pukul

08.00 – 16.00 WITA, dengan waktu isitrahat mulai pukul 12.00-13.00

WITA. Terkadang pasien mendapat jadwal lembur mlam hingga jam 10

malam.

18
3. Bahaya Potensial

Tabel 5. Bahaya Potensial Di Lingkungan Kerja Pasien

Daftar Kegiatan Bahaya Potensial Gangguan Resiko


Kesehatan Kecelakaan
Fisika Kimia Biologi Ergonomi Psikolo
gi
Melakukan absensi
di ruang kantor - - - - - - -
Melakukan Berdiri Myalgia, Nyeri otot,
briefing sesama - - - lama - sinkop Terjatuh
pekerja Packing

Memakai Alat Mikrobiologi Dermatitis, Gatal-gatal


Pelindung Diri - - (jamur, - - Tinea
bakteri dll)
Mengeluarkan Suhu Mikrobiolo Posisi LBP, Nyeri otot
ikan dari lemari dingin - gi (jamur, mendorong - CTS, Tergelincir
pendingin bakteri dll) dan Hipotermi
mempertah ,
ankan Dermatitis
muatan di
atas troli
Mendorong Lantai - Posisi Tertimpa
gerobak berisi yang - mengangkat - pan ikan,
ikan ke tempat licin bahan Tergelincir
packing

Mengangkat ikan Beban -t Posisi Tertimpa


ke atas meja yang - mengangkat - pan ikan,
berat, beban berat Tergelincir,
lantai
licin
Menimbang - Posisi LBP, Nyeri otot
- - mengangka - CTS, Tergelincir
t beban Hipotermi
berat
Packing Lantai - - Posisi - CTS Nyeri otot,
(bungkus licin mengangka Tergelincir
kembali dan t beban
dimasukkan berat.
dalam karung)

19
4. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit yang Dialami

Pasien mengeluhkan nyeri pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah

tangan kanan yang semakin memberat pada saat bekerja di perusahaan

pengolahan ikan. Dalam melakukan pekerjaannya pasien sering

menggunakan tangannya untuk bekerja, dan pasien bekerja di lantai yang

licin. Pasien hanya menggunakan APD sepatu boot dan Apron, paien

tidak menggunakan sarung tangan dan masker yang telah disiapkan

perusahaan sehingga pasien mengeluhkan nyeri pada jari-jarinya.

F. Resume

Ny. M mengalami nyeri pada ibu jari dan telunjuk sejak 4 hari yang

lalu, pasien mengeluhkan nyeri di ketiga jarinya di tangan kanan dan terasa

lebih berat ketika bekerja mengemas ikan. Pasien pernah mengalami keluhan

yang sama sekitar 1 tahun yang lalu. Nyeri timbul saat membawa kendaraan

motor. Pasien belum pernah berobat ke dokter. Nyeri berkurang ketika pasien

memijat tangannya menggunakan balsem.

Sehari-hari pasien bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan

ikan. Pasien bekerja pada bagian pengemasan ikan dengan jadwal kerja 7 hari

dalam seminggu dengan durasi 8 jam perhari, yakni mulai pukul 08.00-16.00

WITA, terkadang juga pasien mendapat jadwal lembur hingga pukul 22.00

WITA. Dalam melakukan pekerjaannya pasien bekerja mengemas ikan.

Pasien menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) hanya berupa Apron, dan

sepatu boot, pasien tidak menggunakan masker dan sarung tangan.

20
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal.

Pada pemeriksaan tes phallen pasien mengeluhkan nyeri.

G. Diagnosis Okupasi

Diagnosis penyakit akibat kerjadilaksanakan dengan pendekatan 7

(tujuh) langkah yang meliputi :

Gambar 2. Tujuh langkah diganosis penyakit akibat kerja.

1. Penegakkan Diagnosis Klinis

Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik dapat

disimpulkan bahwa pasien menderita Carpal Tunnel Syndrome.

21
2. Penetuan Pajanan yang Dialami pekerja ditempat kerja

Biologi -
Kimia -
Fisika -
Ergonomi Gerakan berulang pada pergelangan tangan saat
mengemas ikan
Psikososial -

3. Penentuan Hubungan antara Pajanan dengan Penyakit

Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan

terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan

tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Carpal Tunnel

Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penekanan nervus medianus

ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan

dan disfungsi otot yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan kerja

dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja.

Berdasarkan definisi dari Carpal Tunnel Syndrome, maka

hubungannya dengan pekerjaan pasien adalah karena pekerjaan pasien

pada bagian mengemas ikan, dimana pengemasan ikan dapat melibatkan

gerakan berulang pada pergelangan tangan. Jika gerakan tersebut terus

menerus terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka akan menimbulkan

resiko terjadinya tekanan pada nervus medianus yang terletak di dalam

terowongan karpal pada pergelangan tangan.

22
4. Penentuan Kecukupan Pajanan

Masa kerja 3 tahun dengan durasi kerja 8 jam perhari (7 Hari kerja

dalam seminggu).

5. Penentuan Faktor Individu

Pasien bekerja terus menerus pada bagian pengemasan ikan, jika

timbul rasa nyeri atau kram pada pergelangan tangan seharusnnya pasien

tidak memaksakan pekerjaannya, dan segera mengistrahatkan pergelangan

tangannya.

6. Penentuan Faktor Lain Di luar Tempat Kerja

Ada yakni berkendara motor yang dapat memicu terjadinya

serangan.

7. Penetuan Diagnosis Okupasi

Carpal Tunnel Syndrome dapat berhubungan dengan lingkungan

kerja atau dapat disimpulkan penyakit akibat hubungan kerja (PAHK).

23
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Definisi

Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan atau cerutan

terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan

tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum. Dulu sindroma ini juga

disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial

thenar atrophy (Campbell, 2005).

Carpal Tunnel Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penekanan

nervus medianus ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan

dan lengan dan disfungsi otot yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan

kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja.

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical

Guideline, Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N.

medianus ditingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan

tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf ditingkat itu.

Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi

dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri

tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia,

jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik,

faktor mekanis dan penyakit lokal (American Academy of Orthopaedic

Surgeons, 2007).

24
B. Epidemiologi

Carpal Tunnel syndrome adalah salah satu gangguan saraf yang umum

terjadi. Sebuah survei di California memperkirakan 515 dari 100.000 pasien

mencari perhatian medis untuk carpal tunnel syndrome pada tahun 1988. Di

Belanda, prevalensinya dilaporkan 220 per 100.000 orang.

Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat telah

diperkirakan sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan

revalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. Orang tua

setengah baya lebih mungkin beresiko dibandingkan orang yang lebih muda,

dan wanita tiga kali lebih sering daripada pria (Joseph, 2012).

Jaga et al meneliti bahwa pekerjaan yang berisiko tinggi mengalami

carpal tunnel syndrome adalah:

1. Pekerja yang terpapar getaran

2. Pekerja perakitan

3. Pengolahan makanan dan buruh pabrik makanan beku

4. Pekerja took

5. Pekerja industry

6. Pekerja tekstil

7. Pengguna computer

(Mc Cabe, 2007).

25
C. Etiologi

Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan

volar dan pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat

sisi radial telapak tangan. Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik

N. medianus bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga

dan keempat. Di terowongan karpal N.medianus sering terjadi terjepit.

N.medianus adalah saraf yang paling sering mengalami cedera oleh trauma

langsung, sering disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari

N.medianus sehingga mengahasilkan rasa kesemutan. Itulah parestesia atau

hipestesia dari “Carpal Tunnel Syndrome” (Mc Cabe dkk, 2007).

Terdapat beberapa faktor yang berpotensi meningkatkan risiko CTS

yaitu usia lanjut, jenis kelamin, dan adanya diabetes dan obesitas. Faktor

risiko lain termasuk kehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena

gerakan berulang dan kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis

tertentu seperti hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi,

arthritis, penyakit ginjal, trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan

dan tangan, penyakit menular, dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat

dalam kerja manual di beberapa pekerjaan memiliki insiden dan tingkat

keparahan yang lebih besar (Pecina, 2001).

Beberapa penyebab dan fator-faktor yang berpengaruh terhadap

kejadian carpal tunnel syndrome antara lain:

1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,

misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

26
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan

tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap

pergelangan tangan.

3. Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

yang berulang-ulang.

4. Degeneratif: osteoartritis.

5. Inflamasi: Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon

menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel

syndrome (Latov, 2007).

D. Gambaran Klinis

Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.

Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal

biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti

terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4

sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang

dirasakan mengenai seluruh jari-jari (Salter, 1993).

Komar dan Ford membahas dua bentuk carpal tunnel syndrome: akut

dan kronis. Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pada

pergelangan tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan

gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk

kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang mendominasi atau

27
kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri proksimal mungkin ada

dalam carpal tunnel syndrome (Pecina, 2001).

Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala

lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam

hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri

ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-

gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang

lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak

mengistirahatkan tangannya (Rambe, 2004).

Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi

kurang terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada

tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang

penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi

otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot

lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Mumenthaler, 2006).

Gambar 3. Gejala dan Tanda Carpal Tunnel Syndrome

28
E. Diagnosis

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di

atas dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu:

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada

penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan

otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat

membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:

a. Phalen's test: Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara

maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes

ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini

sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

Gambar 2.2 Phalen’s Test

Gambar 4. Phalen’s Test

b. Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan

tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan

29
tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul

gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

c. Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia

ataunyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi

padaterowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 5. Tinel’s Test

d. Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau

menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau

menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa

tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

e. Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya

atrofi otot-otot thenar.

f. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara

manual maupun dengan alat dynamometer.

g. Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan

secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan

30
sehinggadapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala

seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.

h. Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal

dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120

detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

i. Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari

dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan

penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes

dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

j. Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan

dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di

daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

k. Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah

ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada

daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnose

CTS.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah

test yang patognomonis untuk CTS (Tana, 2004).

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,

gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot

thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot

lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar

31
Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya

KHS akan menurun dan masa latendistal (distal latency) memanjang,

menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan

tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (Latov,

2007).

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu

melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos

leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra.

USG, CT-scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang

akan dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf

median di carpal tunne proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal

tunnel syndrome (Rambe, 2004).

4. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda

tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa

pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah

lengkap (Rambe, 2004).

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi,

durasi gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu

penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit

32
sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan

obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit

pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama

minimal 2 bulan terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang.

Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang

mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup

mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi (Latov,

2007).

Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

1. Terapi langsung terhadap CTS

a. Terapi konservatif

 Istirahatkan pergelangan tangan.

 Obat anti inflamasi non steroid.

 Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai

dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-

3 minggu.

 Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM)

latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan

ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain

dari ekstremitas atas.

 Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg

atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam

terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25

33
pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di

sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara

suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga

atau empat suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan

bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.

Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah

usia 30 tahun.

 Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah

satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka

menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3

bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa

pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat

menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun

pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

 Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan

tangan.

b. Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami

perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan

sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS

bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang

paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral.

Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan

34
bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar,

sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya

sensibilitas yang persisten (Rambe, 2004).

Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka

dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik

operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan

mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal,

tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering

menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf.

Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly

maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi

secara terbuka (Rambe, 2004).

G. Prognosis

Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa

baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan

operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi

karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita

CTS penyembuhan post operatifnya bertahap. Bila setelah dilakukan tindakan

operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali

kemungkinan berikut ini: (Bachrodin, 2011).

1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap

nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.

35
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat

edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif

cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi

kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi

kembali (Bachrodin, 2011).

36
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

1. Carpal Tunnel Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penekanan nervus

medianus ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan

lengan dan disfungsi otot yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan

kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja.

2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penilaian bahaya potensial

di lingkungan kerja pasien maka dapat disimpulkan bahwa Carpal Tunnel

Syndrome yang di deritanya saat ini termasuk ke dalam penyakit akibat

hubungan kerja (PAHK).

B. Saran

1. Agar pihak industri melakukan peninjauan bahaya potensial secara berkala

serta memperbaiki sistim pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3).

2. Menyarankan kepada pihak industri agar melakukan perpindahan tempat

kerja secara berkala.

3. Menyarankan kepada pasien untuk mempertimbangkan agar pindah tempat

kerja ke lingkungan yang kurang memiliki risiko pencetus.

37
DAFTAR PUSTAKA

Hoten, H. V., Mainil, A. K., Permadi, A. I. 2015. Keselamatan dan Kesehatan


Kerja(k3) Mekanik pada Stasiun Boiler PT X. Universitas Bengkulu.
Bengkulu.

Salmah, A. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan


Kerja Dalam Proses Produksi Pada PT. Aneka Adhilogam Karya Klaten.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Kamilah, R. H., Fatimah, N., Zulissetiana, E. F. 2018. Korelasi kecepatan


hantaran saraf tepi nervus medianus dengan derajat keparahan carpal
tunnel syndrome (cts) menggunakan global symptom score (gss).
Universitas Sriwijaya. Palembang.

Kurniawan, S. N., Husna, M., Rasyid, H. A., Bilqis, N. E. 2016. Hubungan


Antara Gejala Klinis Carpal Tunnel Syndrome Dan Hasil Pemeriksaan
Elektroneuromiografi Di Rssa Malang. Universitas Brawijaya. Malang.

Tana, L. 2004. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta.


Buletin Peneliti Kesehatan vol. 32, no. 2: 73-82.

Campbell, William W. 2005. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.


Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2007. Clinical Practice Guideline


On The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome.

Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. 2001. Tunnel Syndromes: Peripheral


Nerve Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC
PRESS.

American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2008. Clinical Practice Guideline


on the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome.

Joseph J. Biundo, and Perry J. Rush. 2012. Carpal Tunnel Syndrome.


American College of Rheumatology.

Jagga, V. Lehri, A. 2011. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome-A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy.
Vol. 7, No. 2: 68-78.

38
Mc Cabe, Steven J. 2007. Epidemiologic Associations of Carpal Tunnel
Syndrome and Sleep Position: Is There a Case for Causation?.
American Association for Hand Surgery. No.2 :127–134.

Latov, N. 2007. Peripheral Neuropathy. Demos Medical Publishing. New York.

Salter RB. 1993. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal


System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co;.p.274-275.

Rambe, Aldi S. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU.

Mumenthaler, Mark. 2006. Fundamentals of Neurologic Disease. Stuttgard:


Thieme.

Jeffrey, NK, et al. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med. 2002. Vol. 346.

Tana, Lusianawaty . 2004. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di


Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.

Bachrodin, Moch. 2011.Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. Vol.7 No.


14.

39
DOKUMENTASI

40

Anda mungkin juga menyukai