Anda di halaman 1dari 22

Rehabilitasi Keperawatan

Fraktur Femur

Dosen : Ns. Ichsan Budiharto M.Kep

Dwi Asni S I1031151007

Fathur Mahali I1031151012

Jamilah I1031151017

Nurmanila I1031151027

Atika Mufliha I1031151029

Wahyu Nasrullah I1031151038

Diana Maulydia I1031151045

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran

Universitas Tanjungpura

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan limpahan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
Roleplay tentang Fraktur Femur. Dengan terselesainya makalah ini kami berharap,
agar setelah membaca dan mempelajari makalah ini bisa mendapatkan pengetahuan
yang lebih baik dan sebagaimana tertera dalam tujuan pembuatan makalah ini.
meskipun dalam bentuk sederhana dan masih terdapat kekurangan yang masih
memerlukan perbaikan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini dan kami mengharapkan segala masukan baik berupa
kritik maupun saran demi tersempurnanya makalah ini.Makalah ini dibuat dalam
rangka memperdalam pemahaman pembaca dapat mengetahui definisi, penyebab,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, dan penatalaksanaan dari Fraktur Femur
yang sangat diperlukan bagi mahasiswa untuk mendapatkan wawasan dalam
melanjutkan proses pembelajaran yang lebih efektif.
Demikian makalah ini kami susun semoga bermanfaat bagi kita semua.

Pontianak, Rabu 15 Maret 2017

1
Daftar Isi

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1.....................................................................................................................Latar
Belakang.....................................................................................................1
1.2.....................................................................................................................Rumusa
n Masalah....................................................................................................2
1.3.....................................................................................................................Tujuan
Masalah.......................................................................................................2
1.4.....................................................................................................................Manfaat
....................................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................4
2.1. Definisi......................................................................................................4
2.2. Etiologi......................................................................................................4
2.3. Klasifikasi..................................................................................................5
2.4. Patifisiologis..............................................................................................12
2.4.1. Pathway...................................................................................................14
2.5. Manifestasi Klinis......................................................................................15
2.6. Penatalaksanaan.........................................................................................16
2.7. Komplikasi.................................................................................................25
2.8. Rehabiltasi Keperawatan...........................................................................26
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................30
3.1. Kesimpulan................................................................................................30
3.2. Saran..........................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................31

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total maupun
sebagian, yang disebabkan oleh trauma. Gejala klasik dari fraktur adalah ada
riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas,
gangguan fungsi muskuloskeletal, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler. Prinsip penanganan fraktur yaitu mengembalikan posisi patahan
tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Khusus pada fraktur terbuka, harus
diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik infeksi umum maupun lokal.
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Nyeri
bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama. Untuk
itu perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya
pengontrolan nyeri (Potter dalam Nurdin, S., Maykel Kiling, & Julia Rottie.
2013). Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik ,pembedahan dan pengobatan. Teknik relaksasi
merupakan metode yang dapat di lakukan terutama pada pasien yang mengalami
nyeri, merupakan latihan pernafasan yang menurunkan komsumsi oksigen,
frekuensi pernafasan,frekuensi jantung dan ketegangan otot. Teknik relaksasi
perlu di ajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang oiptimal dan perlunya
instruksi mengunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah
meningkatnya nyeri.

Berdasarkan hasil riset oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen


Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, di Indonesia terjadi kasus fraktur yang
disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma

1
benda tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur
sebanyak 1.775 orang atau 3,8%, dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang atau 8,5%, dari 14.127 trauma benda
tajam/tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang atau 1,7% (Juniartha
dalam Astuti, R. K., 2012).
Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali),
reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar
penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada
jaringan lunak atau tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui, apakah
akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung.

B. RumusanMasalah
1. Apa Pengertian Rehabilitasi pasien dengan masalah muskuloskeletal ?
2. Bagaimana proses penyembuhan tulang?
3. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Gangguan Muskuloskeletal?
4. Bagaimana Penatalaksanaan Gangguan Muskuloskeletal ?

C. Tujuan Masalah

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi


tugas mata kuliah sistem Rehabilitasi Keperawatan dan mengetahui
lebih detail lagi penyakit pada Rehabilitasi Keperawatan pada pasien
gangguan muskuloskeletal.

D. Manfaat
Dengan makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referansi untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Tanjungpura Pontianak dan
diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya
tentang peran perawat terhadap masalah penyakit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Rehabilitasi adalah kegiatan ataupun proses untuk membantu para penderita
yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan pengobatan
medis untuk mencapai kemampuan fisik psikologis, dan sosial yang
maksimal. Terdiri dari kata Re, artinya kembali, Habilitasi artinya kemampuan
semula yang seharusnya ada.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional kata rehabilitasi tercantum dalam


pelayanan kesehatan mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya
pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif), dan upaya pemulihan
(rehabilitasi), yang bersifat menyeluruh. Dengan penanganan menyeluruh
pada pasien yang mengalami gangguan pada fungsi, kehilangan fungsi, yang
berasal dari gangguan otot tulang, susunan otot saraf, susunan otot jantung
dan paru, serta gangguan mental, sosial, dan kekaryaan yang menyertainya.

B. Ruang Lingkup Rehabilitas Fisik


Ruang lingkup ini lah yang akan menangani masalah fungsi
keseluruhan dari tubuh, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan

3
Untuk mencari kelainan fungsi karena kelainan ini lah
yang emnjadi masalah dan menyebabkan gangguan
penyakit tertentu dan juga tidak menegakkan diagnosa.
Dan dalam pemeriksaan ini juga kita harus memikirkan
apa akibat setelah strukturnya pulih, bagaimana keadaan
pasien. Menurut WHO tingkatan gangguan fungsi dapat
dibagi menjadi:
Impairment, bila ada gangguan fisik atau organ
tubuh seperti luka otak, orgam mata atau organ
telinga rusak, atau anggota tubuh tertentu lumpuh,
yang menyebabkan bagian tersebut terganggu.
Disability, akibat adanya impairment
mengakibatkan gangguan fungsi sehingga
berkurangnya kemampuan fisik
Handicap, akibat impairment dan disability maka,
hubungan sosial ataupun kegiatan sosial masyarakat
mengalami hambatan.
2. Diagnosa
Yang berupa hasil dari pemeriksaan masalah. Dalam
rehabilitasi fisik merupakan masalah fungsi (Fungsional
Problems Oriented Medical Record / FPOMR). FPOMR
terdiri dari dua kelompok besar:
Kelompok Problem Fisik, terdiri dari tropi otot,
paralise otot, kontraktur, gangguan
kardiovaskular, gangguan pulmoner, dekubitus,
gangguan sensibilitas, pendengaran dan
penglihatan. Yang mana akan mengganggu
fungsional tubuh.
Kelompok Problem Rehabilitasi , terdiri dari
mobilisasi berguling, merangkak, duduk, berdiri
dan jalan; kemudian komunikasi, bahasa isyarat,
lisan dan tulisan; memelihara diri, makan,
minum, berpakaian (ADL/Activity of daily
living); Psikologis
3. Terapi
Ysng berupa penyelesaian masalah dari fungsi,
prinsipnya dengan menggunakan obat-obatan, manfaat
tenaga fisik. Yang dilakukan secara tim, karena
ekstermitas pasien pasti terganggu sehingga
diperlukannya kerjasama dari tim.

4
4. Pencegahan
Untuk mengurangi dan menghindari kecatatan
(impairment, disability atau handicap) dengan mobilisasi
dini, latihan aktif/dibantu, membatasi gerak bagian yang
diimobilisasi karena bagian laiinya harus
diaktifkan/dilatih.

C. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari


patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar
tulang tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan
memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya
memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat
dan kembali berfungsi (Corwin, 2010).
Fraktur biasanya menyertai trauma.Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing), dansirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi ,baru lakukan amnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam , bilalebihdari 6 jam, komplikasiinfeksisemakinbesar. Lakukan
amnesis dan pemeriksaan fisis secaracepat ,singkat dan lengkap. Kemudian,
lakukan fotoradiologis.Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak
selain memudahkan proses pembuatanfoto (Mansjoer, 2000).
Penatalaksanaan fraktur telah banyak mengalami perubahan dalam
waktu sepuluh tahun terakhir ini.Traksi dan spica casting atau cast bracing
mempunyai banyak kerugian karena waktu berbaring lebih lama, meski pun
merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak.

5
Olehkarenaitutindakaninibanyakdilakukanpada orang dewasa (Mansjoer,
2000).
Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat
dimobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini:
a. Traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain
untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme
otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat
penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota
gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi
longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi
spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang
di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak
dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang
gemuk memerlukan beban yang lebih besar.
b. fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk
menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan
tulang. Fiksasi interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah
tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi (Djuwantoro,
1997).
c. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada
cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan
(immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan
menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah
sekeliling tulang (Anonim , 2010).
d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif Gips
Adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk
membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang.

6
Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang
yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya
pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut
(Anonim , 2010).
e. Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada
tulang , sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan
penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga
keputusan yang sederhana : reduksi, mempertahankan dan lakukan
latihan.
Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan
lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan
terjadi perdarahan yang cukup berat dan bekuan darah akan terbentuk
pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan
granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif
(osteogenik) dan berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas.
Krodoblas akanmensekresi posfat, yang merangsang deposisi kalsium.
Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur.
Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan
kalus dari fragmen tulang dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen
terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh osteoblas, yang
melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.
f. Penatalaksanaa Farmakologi
Menurut Kawiyana, Ketut Siki. dkk.2013.
1. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin
baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi
disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit
luar.Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur
dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur
terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk
terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka
fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun

7
jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, pasien
dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan
perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala fraktur
dengan infeksi.
2. Reposisi secara operatif
Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang
dengan pemasangan fiksasi interna dilakukan, misalnya pada
fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna
yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang,
bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan
reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna,
dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak
diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan
imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur
tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak
stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi
fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral
neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi
dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan
perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri).
3. Eksisi fragmen fraktur
Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis
dilakukan pada fraktur kolum femur. Caput femur dibuang secara
operatif dan diganti dengan prosthesis. Tindakan ini dilakukan
pada orang tua yang patahan pada kolum femur tidak dapat
menyambung kembali.
g. Aspek Rehabilitasi Pada Absensi Anggota Gerak
Balutan, untuk mencegah bengkak, sering dibutuhkan setelah operasi
Mencegah kontraktur dengan latihan gerak sendi don posisi yang baik,
dan latihan perenggangan.
Latihan menguatkan otot.

8
Alat palsu ( protesa ) pemberiannya tergantung dari saat terjadinya
absensi anggota gerak, berat ringann nya dan kemauan atau penerimaan
anak don orang tua.
h. Aktifitas Kehidupan Sehari-hari
Aktifitas ini dapat dilakukan dengan bantuan perawat, yang selanjutnya
dilakukan dengan mandiri oleh pasien yaitu:
a. Posisi Terlentang
Berguling
Bergeser ke samping
Duduk; tegak, di tempat tidur kaki menggantung, berpegangan pada
tali (untuk yang plastik)
Keseimbangan duduk;

a. Didorong ke belakang

b. Didorong ke depan

c. Didorong ke samping
Push up dan duduk
Duduk bergerak ke depan dan belakang
Duduk, kaki di pinggir tempat tidur
Keseimbangan lutut, tangan (posisi telungkup)
Merangkak
Posisi tumpuan kaki dan tangan
b. Posisi Jalan
Menggunakan Alat Khusus (kursi roda atau kruks)
Tanpa Alat Bantu Khusus (aktif dengan atau tanpa bantuan dan
pasif dengan bantuan.
D. Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam
atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi
ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa
komplikasi dari fraktur femur yaitu:
a. Syok, Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas,
toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat

9
vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar
sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis (Suratum,
dkk, 2008).
b. Emboli lemak Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple
atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria
dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat
termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres
pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula
lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit membentuk 15 emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh
darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan
gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu
minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea,
takikardia, dan pireksia (Suratun, dkk, 2008).
c. Sindrom kompartemen (Volkmanns Ischemia), Sindrom kompartemen
adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstisial di
dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial
yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam
ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual
yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan
nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang
hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai
daerah tungkai bawah dan tungkai atas (Handoyo, 2010).
d. Nekrosis avaskular tulang, Cedera baik fraktur maupun dislokasi,
seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis
avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput femoris,

10
bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus
(Suratum, 2008). 16 e) Atrofi otot Atrofi adalah pengecilan dari jaringan
tubuh yang telah mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut
terjadi karena sel-sel spesifik yaitu selsel parenkim yang menjalankan
fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat
otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran
darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum, dkk, 2008).

E. Rehabilitasi Keperawatan
Rehabilitasi terdiri dari kata Re, artinya kembali, dan Habilitasi artinya
kemampuan semula yang seharusnya ada. Rehabilitasi mencakup upaya
peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan
(kuratif), dan upaya pemulihan (rehabilitasi), yang bersifat menyeluruh.
Upaya rehabilitasi fisik dilakukan untuk memberikan penanganan secara
menyeluruh kepada pasien yang mengalami gangguan fungsi, kehilangan
fungsi, yang berasal dari gangguan otot tulang, susunan otot saraf, susunan
otot jantung dan paru, serta gangguan mental, sosial, dan kekaryaan yang
menyertainya. (Sugiarmin, 2010)
Paska tindakan ortopedi termasuk pada fase rehabilitasi yang bertujuan
untuk mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Rehabilitasi
adalah suatu proses yang dinamis, yang berorientasi pada kesehatan untuk
membantu individu yang sakit atau cacat mencapai tingkat fungsi fisik,
mental, spritual, sosial dan ekonomi. Rehabilitasi merupakan bagian integral
dari keperawatan dengan prinsip-prinsip merupakan dasar untuk semua pasien
(Smeltzer dan Brenda dalam Ropyanto, C. B. 2011).
Ruang lingkup rehabilitasi meliputi pemeriksaan, diagnosa, terapi, dan
pencegahan. Rehabilitasi merupakan suatu upaya untuk mencapai
keseimbangan dalam meningkatkan kamandirian dengan mengurangi

11
ketidakmampuan. Rehabilitasi pada area klinis bertujuan mempersiapkan
pasien saat berada di rumah sehingga kesejahteraan tercapai. Rehabilitasi
dimulai setelah stabilisasi tulang tercapai yang dimulai dengan melakukan
mobilisasi baik berupa latihan maupun beraktivitas. Pasien secara reguler
dapat mengawali dengan melakukan latihan isometrik, ROM, mobilisasi, dan
melakukan ambulasi dengan menggunakan alat bantu. Penampilan pasien saat
menjalani aktivitas latihan membantu meningkatkan status fungsional
(Smeltzer dan Brenda dalam Ropyanto, C. B. 2011).
Prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar seperti
misalnya: tidak memperburuk keadaan, dilakukan sesegera mungkin, Semakin
cepat pasien memulai porsi latihan, semakin cepat dapat kembali ke aktivitas
sepenuhnya. (Kushartanti, 2011)
Terapi latihan merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang
pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif
untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan
kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi,
keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner & Colby dalam Kusuma
dan Devita, 2013).
a. Latihan fisiologis otot
Mengikuti imobilisasi, otot disekitar bagian yang fraktur akan
kehilangan volume, panjang dan kekuatannya. Perlu penentuan program
latihan yang aman untuk mengembalikan panjang dan fisiologis otot dan
mencegah komplikasi sekunder yang biasanya mengikuti (Kisner & Colby
dalam Kusuma dan Devita, 2013).
b. Moblisasi Sendi
Kekakuan sendi sering terjadi dan menjadi masalah utama ketika
anggota gerak badan tidak digerakkan dalam beberapa minggu. Fokus
rehabilitasi adalah melatih dengan teknik dimana dapat menambah dan
mengembalikan lingkup gerak sendi yang terpengaruh ketika fraktur
sudah sembuh (Kisner & Colby dalam Kusuma dan Devita, 2013).
c. Massage
Pelepasan keketatan otot dan trigger points yang terjadi pada otot
yang mengikuti pembidaian dan penge-gips-an akan mengurangi nyeri dan

12
mengembalikan panjang otot (Kisner & Colby dalam Kusuma dan Devita,
2013).
d. Range of Motion(ROM)
Gerakan sebuah sendi dengan jangkauan parsial atau penuh yang
bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan jangkauan gerak sendi
(Kisner & Colby dalam Kusuma dan Devita, 2013).
1. ROM Penuh (full ROM)
ROM penuh artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari
sendi itu sendiri.
2. ROM fungsional
ROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik.
Contohnya: ROM lutut dari ekstensi penuh (00) sampai fleksi 900
merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM ini fungsional untuk
duduk.
3. ROM aktif
Pasien disuruh melakukan gerakan sendi secar parsial atau penuh
tanpa bantuan orang lain. Tujuannya untuk memelihara ROM dan
kekuatan minimal akibat kurang aktifitas dan menstimulasi
sistemkardiopulmoner, Sasarannya otot dengan kekuatan poor sampai
dengan good (2 sampai dengan 4).
4. ROM aktif assistive
Pada latihan ini pasien disuruh kontraksikan ototnya untuk
menggerakkan sendi, dan ahli terapi membantu pasien dalam
melakukannya.
5. ROM pasif
Latihan ini dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi otot pasien.
Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis. Tujuannya
memelihara mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot volunter/ sendi
hilang atau pasien tidak sadar/ tidak ada respon. Sasarannya otot dengan
kekuatan zerro-trace (0-1).
Contoh terapi latihan dalam rehabilitasi pasien cedera kaki dan tungkai
bawah, lutut dan tungkai atas, maupun bahu dan lengan, antara lain:
(Kushartanti, 2011)
e. Biofeedback

13
Berfungsi untuk mengatasi nyeri dan digunakan untuk memonitor
berbagai fungsi tubuh, seperti aktivitas otot, temperature kulit, konduksi
kulit, denyut jantung, frekuensi respirasi, tekanan darah dan gelombang
respon otak.Informasi kondisi tersebut diperoleh dari unit biofeedback
dalam bentuk potensial listrik, dan diterjemahkan dalam jawaban audio
atau visual, yang termonitor oleh pasien.Pasien diajarkan untuk segera
mengkoreksi diri untuk mengembalikan kefungsi normal tubuh.Dari sudut
kedokteran Rehabilitasi Medik, biofeedback dipakai untuk memonitor
fungsi otot.
f. Terapi Pemanasan
untuk mereduksi nyeri, mereduksi spasme otot dan tissue
extensibility.Aliran pembuluh darah meningkat lebih lancar dengan
terapi kombinasi berupa pemanasan dan exercise dibandingkan hanya
terapi panas atau exercise saja.
g. Terapi dingin atau Cryotherapi
Seperti cold packs, cool whirpool dan ice masase sering dipakai untuk
mengatasi nyeri dan edema sangat efektif untuk mengurangi spasme
otot.Metode yang mendasar cryotherapi adalah sistem konduksi dan
konveksi. Yang berfungsi Reduksi nyeri Reduksi spasme otot Reduksi
inflamasi Reduksi edema Menghentikan perdarahan Kontraindikasi
dari terapi dingin. Hati-hati untuk memberikan terapi dingin terhadap
pasien dengan masalah termoregulator, defisit sensori, hipersensitifitas
terhadap dingin, dan gangguan sirkulasi darah.Bila terpaksa diberi
terapi dingin maka perlu pengawasan ketat.Terapi dingin juga
menimbulkan peningkatan tekanan darah, oleh karenanya tekanan
darah dimonitor sebelum, selama dan sesudah terapi dingin pada
pasien-pasien hipertensi. Bila tekanan darah meningkat, terapi dingin
segera dihentikan.Kontraindikasi terapi dingin adalah terhadap pasien
dengan sensiftif terhadap dingin, pasien dengan cryoglobulinemia,
pasien dengan penyakit Raynauld dan pasien dengan paroxysmal cold
hemoglobulinemi

14
.Model Terapi Latihan yang telah dihasilkan dari penelitian
sebelumnya dapat diterapkan secara mandiri untuk rehabilitasi dengan
cara sebagai
berikut:
a. Terapi Latihan dimulai setelah tanda radang terutama nyeri dan bengkak
mereda, lebih kurang satu minggu setelah terjadi cedera
b. Sebelum Latihan perlu diterapkan kompres panas (air panas, sinar
panas,
minyak hangat) dan sedikit masase di lokasi cedera dan sekitarnya
c. Gerakan dilakukan perlahan sampai batas nyeri, dan dimulai dengan
intensitas maupun repetisi rendah yang makin ditingkatkan
d. Latihan diulangi sesering mungkin tanpa alat atau dengan peralatan
sederhana dan Buku Panduan
e. Setelah Latihan perlu dilakukan penggosokan dan kompres es

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rehabilitasi adalah kegiatan ataupun proses untuk membantu para penderita
yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan pengobatan medis
untuk mencapai kemampuan fisik psikologis, dan sosial yang maksimal. Terdiri
dari kata Re, artinya kembali, Habilitasi artinya kemampuan semula yang seharusnya
ada. Sedangkan Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.Yang disebabkan berbagai sebab
satu diantaranya adalah efek trauma yang secara langsung dimana tulang patah
secara spontan karena benturan atau terkena benda keras yang bisa menyebabkan
tulang patah (Fraktur). Rehabilitasi diperlukan dalam upaya peningkatan
(promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif), dan
upaya pemulihan (rehabilitasi) untuk memberikan penanganan secara
menyeluruh kepada pasien yang mengalami gangguan fisiologi tubuh yang
dilakukan dua kali dalam sehari. Dengan berbagai cara penatalaksanaan yang
telah dijelaskan diatas, pasien yang membutuhkan rehabilitas ini harus dipantau
pasca operasi dan diberikan latihan fisik agar ekstermitas tidak kaku dalam
beraktifitas.

B. Saran
Adapun saran yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:

1. Dalam mempelajari Fraktur Femur, seorang calon perawat atau tenaga


kesehatan lainnya diharapkan mengetahui kelainan dan bentuk Fraktur atau
cacat pada bagian tubuhnya sehingga mampu memberikan interpretasi dan
asuhan asuhan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan kewenangan
profesi. Dan dalam memberikan rehabilitas perawat harus selalu memantau
keadaan pasien agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dan mendapatkan
hasil yang baik, serta pasien harus diajarkan secara mandiri agar tidak
bergantung kepada perawat.
2. Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam
pembuatan makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini,
diharapkan kekurangan yang ada pada makalah ini dapat diperbaharui dengan
lebih baik.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Ratna Kusuma. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A Dengan Close
Fraktur Femur 1/3 Tengah Sinistra Di Rso Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta : Program Profesi Ners, Fakultas Ilmu
Kesehatan

Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta


Diana, Desi. 2011. Laporan Praktik Kerja Profesi Di RSUP H. Adam Malik.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29609/4/Chapter%20II.pdf(diakses
tanggal 29 maret 2016).

Kawiyana, Ketut Siki.2013.Manajemen Fraktur pada Trauma


Muskuloskeletal.http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=14484&val=970. Universitas Udayana. Artikel ilmiah. Di akses pada
tanggal 13 april 2016.

Kushartanti, Wara, dkk. 2011. Penerapan Model Terapi Latihan Untuk Rehabilitasi
Cedera Olahragawan.

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed-3rd. Jakarta : Media Aesculapius
North American Nursing Diagnosis Association. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA. Jilid 1st. MediAction Publishing.

Nurdin, Suhartini., Maykel Kiling, & Julia Rottie. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Di Ruang Irnina
A Blu Rsup Prof Dr. R.D Kandou Manado. Universitas Sam Ratulangi
Manado : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran. ejournal
keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013.

Ropyanto, Chandra Bagus. 2011. Analisa Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Status Fungsional Pasien Paska Open Reduction Internal Fixation (Orif)

18
Fraktur Eksermitas Bawah Di RS. Ortopedi Prof. Soeharso Surakarta. Depok
: Fakultas Ilmu Keperawatan, Program Studi Magister Ilmu Keperawatan.
Tesis S2
Sjamsuhidayat, R. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC

Sodikin, Mohammad. 2009. Analisis Kualitatif Literatur. FIK UI

Sugiarmin, M. 2010. Rehabilitasi Psikofisikal. PLB.

Sylvia, Price A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, buku 2


ed- 4th. Jakarta: EGC.
YW, Fadlani. 2013. Terapi Perilaku Kognitif Distraksi Terhadap Intensitas Nyeri
Pasien Dengan Fraktur Femur Yang Terpasang Traksi. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.

19

Anda mungkin juga menyukai