TESIS
Oleh:
NURI USMAN
147105012
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis
dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Oleh:
NURI USMAN
147105012
ABSTRACT
Background: Steven-Johnson Syndrome (SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis
(TEN) are life-threatening acute mucocutaneous reactions with characteristic
necrosis and epidermal release. Systemic corticosteroids are still the mainstay of
SSJ and NET therapy in developing countries. The use of corticosteroids as SSJ
and NET therapy is still controversial because its use can increase morbidity, risk
of infection, sepsis and mortality.
Objective: To determine the relationship of systemic corticosteroids with the
prognosis of SJS and TEN patients.
Method: Retrospective analytical study. Using secondary data from the medical
records of RSUP H. Adam Malik from January 2012 to December 2017. Analysis
of two systemic corticosteroid variables namely methylprednisolone and
dexamethasone with patient prognosis, namely the condition when the patient is
discharged from the hospital using the Chi Square test (X2).
Results: The total study subjects were 136 SJS patients and 18 TEN patients.
Male SJS subjects were 54 people (39.8%) and 82 women (80.2%) TEN subjects
were 8 people (44.4%) and women were 10 people (55.6%), with age groups most
were 31-40 years, the average age was 40.05 ± 15.68. SJS and TEN patients who
received methylprednisolone were 101 people (65.6%) and dexamethasone 53
people (34.4%). The most common comorbidities were kidney failure 17 people,
13 HIV infections, cardiovascular 12 people and diabetes mellitus 5 people.
Prognosis of SJS patients who recovered were 71 people (46.1), settled 36 people
(23.4%) and died 47 people (30.6%). Analysis by Chi square test with
methylprednisolone administration at a dose of 62.5-125mg / day, 126-250mg /
day and> 250mg / day with the prognosis of SJS and TEN patients obtained p
value 0.195. In the analysis of dexamethasone administration with a dose of 5-
10mg / day and 11-20mg / day obtained a p value of 0.785.
Conclusion: All patient of SJS and TEN patients were treated with systemic
corticosteroids. The results of the analysis test there was no significant
relationship between systemic corticosteroid administration and the prognosis of
SJS and TEn patients.
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ..xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ..xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. ..xiii
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................47
LAMPIRAN ........................................................................................................52
No Judul Halaman
No Judul Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan kortikosteroid sistemik 11
Tabel 4.1 Distribusi subyek penelitian bedasarkan diagnosis SSJ 27
dan NET
Tabel 4.2 Dsitribusi subyek penelitian berdasarkan usia 29
Tabel 4.3 Distribusi subyek penellitian berdasarkan jenis kelamin 31
Tabel 4.4 Distribusi subyek penelitian bedasarkan jenis 32
kortikosteroid sistemik
Tabel 4.5 Distribusi lama pemberian kortikosteroid sistemik 33
Tabel 4.6 Distribusi penyakit penyerta pada pasien SSJ dan NET 35
Tabel 4.7 Jenis pengobatan topikal yang diberikan selama rwatan 37
di rawat inap
Tabel 4.8 Distribusi prognosis pasien SSJ dan NET 38
Tabel 4.9 Hubungan kortikosteroid metilprednisolon dengan 39
prognosis pasien SSJ dan NET
Tabel 4.10 Distribusi dosis metilprednisolon dengan prognosis 40
pasien NET
Tabel 4.11 Hubungan kortikosteroid deksametason dengan 41
prognosis pasien SSJ dan NET
Tabel 4.12 Distribusi dosis deksametason dengan prognosis pasien 41
NET
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan
Nekrolisis Epidermal Toksik Di RSUP Haji Adam Malik Medan” sebagai salah
Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan tesis ini, berbagai pihak telah turut berperan serta
sehingga seluruh rangkaian penyusunan tesis ini dapat terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan berbahagia ini, saya ingin menyampaikan rasa
1. Yang terhormat dr. Sri Wahyuni Purnama, SpKK (K), FINS DV, FAA DV
selaku pembimbing pertama tesis ini, dan selaku Kepala SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik, yang telah
2. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK (K), FINS
pendidikan.
FAADV, sebagai anggota tim penguji tesis saya, yang telah memberikan
ini.
6. Yang terhormat dr. Meidina K. Wardani, SpKK (K) sebagai anggota tim
7. Yang terhormat dr. Riyadh Ikhsan, SpKK, Mked (KK) sebagai anggota
tim penguji tesis saya, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan
9. Yang terhormat Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, SpS (K), selaku Dekan
10. Yang terhormat para guru besar dan seluruh staf pengajar di Departemen
Sumatera Utara, RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi
Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu
11. Yang terhormat Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur
12. Yang terhormat seluruh pegawai dan perawat di SMF Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin di RSUP H. Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi Medan
13. Yang terhormat para staf Rekam Medis RSUP H. Adam Malik atas
14. Ayahanda tercinta Usman Adam dan Ibunda Siti Hafsah, tiada kata yang
15. Yang tercinta bapak dan ibu mertua saya, (Alm) (Purn) Letkol dr. Wilmar
Y. Lukman, SpB-KBD dan dr. Nuryetty Raid atas dukungan moral dan
ini.
16. Yang tercinta sahabat seumur hidup, suami saya dr. Muhammad Andri,
kesabaran, dukungan, motivasi, dan doa disetiap saat hingga saya dapat
17. Yang tercinta anak-anak saya, Ayrin Nathifa Riandri dan Azrin Navisha
pendidikan ini.
18. Yang tersayang kakak saya, Melati Usman, S.E, A.K., M.Fin dan Nurul
Usman, S.H. telah memberikan bantuan moril dan materil, semangat, doa
bekerja sama, saling memberi semangat, suka duka yang tidak terlupakan
PENDAHULUAN
klinis, faktor resiko, obat penyebab, histopatologis dan mekanisme kedua kondisi
ini dianggap sebagai varian keparahan yang dibedakan dari luas permukaan tubuh
yang terlibat.1
mempunyai efek terapi yang luas, tetapi penggunaannya dalam jangka panjang
menimbulkan berbagai efek samping yang dapat merugikan pasien. Efek samping
nekrolisis kulit, menurunkan demam dan mencegah kerusakan organ dalam jika
diberikan pada fase awal dan dengan dosis tinggi.3 Pemberian kortikosteroid
sebagai regimen terapi menjadi perhatian utama pada kesembuhan pasien karena
komplikasi.3,5
pasien SSJ dan NET di ruang rawat inap Kemuning RSUD Dr. Soetomo Surabaya
selama 4 tahun. Dari penelitian tersebut didapatkan total pasien SSJ dan NET
selama periode 2011 -2014 adalah 37 pasien dan diterapi dengan deksamethason
injeksi dan angka mortalitas pasien 0%.4 Penelitian oleh Roongpisuthipong dkk
Membandingkan dua kelompok pasien dari tahun 2003 – 2007 dengan pasien
mortalitas pada kelompok pertama 25% menjadi 13.7% pada kelompok kedua.2
Dari data rekam medis RSUP Haji Adam Malik rawat inap rindu terdapat
144 pasien SSJ dan 16 pasien NET selama periode 2012 - 2017. Terapi yang
kortikosteroid sistemik.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang sama
pada tempat dan waktu yang berbeda, serta dapat dijadikan pertimbangan dalam
Dari hasil penelitian ini diharapkan para dokter spesialis dapat memberikan
kortikosteroid dengan jenis dan dosis yang tepat sehingga pasien dapat ditangani
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sindrom Steven Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)
dua kasus erupsi kulit yang diseminata yang berkaitan dengan stomatitis dan
keterlibatan okular yang berat. Pada tahun 1956, Lyell mendeskripsikan pasien
Perbedaan antara SSJ dan NET terletak pada luas presentasi area tubuh
yang terlibat. Jika lesi kulit hanya mengenai kurang dari 10% luas permukaan
tubuh diklasifikasikan sebagai SSJ, dan jika lebih dari 30% diklasifikasikan
penyakit sering disertai dengan terjadinya komplikasi mukosa yang berat, dan
dan nekrosis mukosa yang ekstensif serta munculnya makula yang pruritik.
Penyakit ini bersifat letal dan sering dikaitkan dengan erupsi obat.1,3-6 NET
merupakan erupsi obat yang lebih berat, dengan karakteristik eritema, nekrosis
dan terdapatnya bula yang ekstensif pada epidermis dan mukosa. Tingkat
2.1.1 Epidemiologi
SSJ dan NET merupakan penyakit yang jarang terjadi. Insidensi SSJ dan NET
diperkirakan 1 hingga 6 kasus per 1 juta orang dan 0,4 sampai 1,2 kasus per 1 juta
penduduk per tahun di seluruh dunia. Berdasarkan jenis kelamin, SSJ dan NET
lebih sering mengenai wanita dengan perbandingan 0,6 dan dapat mengenai
semua kelompok usia tua diatas dekade keempat . Hal ini kemungkinan terjadi
karena meningkatnya jumlah obat yang dikonsumsi oleh kelompok usia tua
tersebut.1,4
2.1.2 Etiologi
Obat merupakan penyebab tersering terjadinya SSJ dan NET, 77-90% disebabkan
oleh obat. Saat ini didapatkan lebih dari 100 obat-obatan yang dapat menyebabkan
terjadi SSJ dan NET. Obat yang beresiko tinggi menyebabkan SSJ dan NET
dan NET dapat disebabkan oleh infeksi, imunisasi, keganasan, paparan bahan
Patogenesis SSJ dan NET belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa
penelitian yang menduga terjadinya reaksi sitotoksik yang diperantarai oleh sel
menyebabkan apoptosis keratinosit yang masif. Reaksi ini dicetuskan sel T CD4
epidermis dan CD4 di dermis pada bula yang berat. Jumlah sel CD4 meningkat
pada darah perifer pasien SSJ dan NET. Sel sitotoksik CD8 mengekspresikan
kematian” pada membran sel, terutama tumor nekrosis faktor α (TNF-α) dan Fas
Granulysin dijumpai pada cairan bula dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari
terdapat peranan dari Tc1 dan Th17. Antigen spesifik sel T diduga terlibat dalam
patogenesis.12 Profil sitokin yang meningkat diantaranya IFN γ, IL-4 dan IL-17.
Hasil pemeriksaan juga menunjukkan terjadi peningkatan proliferasi dari CD4 dan
CD8.10-12
gangguan elektrolit, disfungsi hati dan ginjal dan sepsis), ketersediaan obat yang
tinggi merupakan obat yang dianggap paling menjanjikan untuk SSJ dan NET
pada tinjauan ulang secara komprehensif semua laporan kasus dari 1975 –
2003.2,8,16
2.2 Kortikosteroid
banyak pengaruh pada tubuh yang berkaitan dengan peningkatan dosis, potensi
produksi sel darah merah dan platelet dalam sirkulasi, namun menekan agregasi
yang sering digunakan untuk penyakit kulit yang berat. Beberapa jenis
sebagian besar adalah kortisol, disintesis dari kolesterol oleh korteks adrenal.
Normalnya, kortisol yang beredar disirkulasi kurang dari 5% yang tidak berikatan,
kortisol bebas ini merupakan molekul terapeutik aktif, sisanya tidak aktif karena
diurnal pada pukul 08:00 pagi. Waktu paruh kortisol di plasma yaitu 90 menit,
dimetabolisme oleh hati dan hasil metabolisme dieksresikan melalui ginjal dan
hati.19,20
Mekanisme kedua yaitu, efek tidak langsung pada ekspresi gen melalui
memiliki efek inhibisi pada faktor transkripsi AP-1 dan NF-κB, berpasangan
memberikan efek yang lebih besar pada sel T dibandingkan sel B. Limfositopenia
disebabkan oleh redistribusi sel yang beredar di sirkulasi ke jaringan limfoid lain.
neutrofil.3,16,19
memodulasasi kadar mediator inflamasi dan reaksi imun, yang bekerja sebagai
faktor. Fungsi makrofag termasuk fagositosis, proses antigen dan pembunuh sel
menurun dengan kortisol dan menurukan efek hipersensitivitas tipe cepat dan
terlambat. Glukortikoid menekan fungsi monosit dan limfosit (Th1 dan Th2) lebih
Dosis awal yang diberikan untuk mengontrol penyakit bisa dari 2.5mg hingga
seratus milligram perhari. Jika digunakan kurang dari 3-4 minggu, terapi
dosis 500mg hingga 1000mg per hari, karena metilprednisolon memiliki potensi
kuat dan aktivitas menahan natrium rendah.16-19 Pemberian dengan lebih lambat 2
– 3 jam dapat meminimalisir efek samping yang serius. Efek samping yang serius
harus mempertimbangkan efek samping. Jika pemberian dalam waktu lama terapi
harus memiliki efek mineralokortikoid yang rendah, yang bisasanya dipilih untuk
menurunkan retensi natrium. Kedua, prednisone oral jangka panjang atau obat
sejenis dengan waktu paruh intermediate dan memiliki ikatan reseptor steroid
yang lemah akan menurunkan efek samping. Pemakaian jangka waktu lama pada
terhadap kortison atau prednison kemudian diganti dengan bentuk aktif yaitu
digunakan untuk terapi dosis denyut karena potensi tinggi dan aktifitas penahanan
natrium rendah.16-20
Epidermal Toksik
Kortikosteroid sistemik, pertama kali dilaporkan pada tahun 1976, menjadi satu-
dalam proses yang dimediasi imun dan kortikosteroid menekan intensitas dari
tidak nyaman, mencegah kerusakan organ dalam saat diberikan pada fase awal
Penelitian oleh Schenck dkk, sebuah penelitian kasus-kontrol yang menilai faktor
resiko SSJ/NET di enam Negara Eropa. Peneliti menyimpulkan tidak cukup bukti
terapi spesifik lain yang tersedia sama efektifnya dengan hanya kortikosteroid saja
pasien SSJ dan NET. Mereka menyimpulkan bahwa sebuah laporan adanya bukti
Pada penelitian di India oleh Pasricha dkk, pada beberapa laporan, dengan
pemberian kortikosteroid sangat berguna jika diberikan pada fase awal.9,24 Dao
penyakit begitu juga untuk penyembuhan jika mulai diberikan lebih baik dalam 3
hari (maksimal hingga 7 hari) dari onset. Mereka juga menyatakan kortikosteroid
sistemik pada fase awal penyakit merupakan obat penyelamat nyawa di Negara-
negara berkembang.25
kortikosteroid karena sering diberikan terlambat, pada dosis rendah dan waktu
sepsis.26 Rahmawati dkk melaporkan terdapat 37 pasien SSJ dan NET di rawat
inap kemuning RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Semua pasien diterapi dengan
deksamethasone dosis 0,15 -0,2 mg/kgBB/ hari dan angka mortalitas pasien 0%.4
Laporan oleh Kakourou dkk menyimpulkan bahwa dosis awal yang singkat terapi
menguntungkan.27
Dosis, durasi dan rute pemberian yang efektif pada pasien SSJ/NET masih
minggu. Dosis tinggi kortikosteroid sebagai terapi konvensional atau dosis denyut
erupsi kurang dari 7 hari. Kortikosteroid ditapering dan dihentikan dalam 5 hari
setelah eritema berkurang dan tidak ada kematian pada kelompok pasien
tersebut.27
tapering pada 8 pasien dan tidak ditemukan kematian.28 Kardaun dan Jonkman
kortikosteroid sistemik.26
terlibat yaitu menekan berbagai sitokin seperti tumor necrosis factor-α, interferon-
deksametasone yang diberikan kurang dari 15mg/hari dan diberikan selama 5 hari.
yang diobat denan kortikosteroid dalam waktu singkat. Meskipun begitu, tidak
ada perbedan yang signifikan dari tingkat kematian antara kedua kelompok.5
hamil membuat dua nyawa dalam bahaya, oleh karena itu membutuhkan
penanganan yang cepat dari dermatologis dan genokologis. Sebagian besar pasien
yang menjadi SSJ dan NET pada wanita hamil karena infeksi HIV dan paparan
nevirapine merupakan obat etiologi yang paling sering. Kehamilan bukan faktor
Wanita hamil dengan SSJ dan NET diketahui menyebabkan stress janin
dan kelahiran prematur. Oleh karena itu, harus bijaksana menantau janin selama
pengobatan. Sebagian besar kasus, janin tidak dipengaruhi oleh SSJ dan NET.
Pada kenyataannya kejadian SSJ dan NET pada bayi baru lahir sangat jarang
ditemukan.9
Rodriguez dkk, pernah melaporkan sebuah kasus NET pada ibu dan
janin.6,31-32 Penatalaksanaan SSJ dan NET pada wanita hamil tidak berbeda dari
diberikan pada trimester pertama, tetapi sangat berguna pada trimester ketiga yang
mana membantu pematangan paru janin, sebagian besar pada kasus kelahiran
prematur.9-11
SSJ dan NET pada anak-aak tidak berbeda secara signifikan secara
etiologi, gambaran klinis dan strategi penanganan dari SSJ dan NET orang
dewasa. Obat merupakan tersangka utama penyebab SSJ dan NET, kemungkinan
yang sangat baik dengan terapi suportif, isolasi barier, cairan intravena dan
dukungan nutrisi, perawatan kulit intensif, deteksi awal dan pengobatan infeksi
penurunan yang signifikan demam dan erupsi dibandingkan dengan terapi suportif
Terapi SSJ dan NET terdiri dari penghentian obat tersangka sedini
mungkin, terapi supertif dan terapi spesifik. Secepatnya menghentikan obat yang
tersangka akan menurunkan angka mortalitas dari 26% hingga 5%. Terapi spesifik
Banyak hal yang harus digali terkait patogenesis SSJ dan NET, penemuan baru
Etiologi :
Obat antibiotik Sindrom Steven Johnson dan
Antivirus Nekrolisis epidermal toksik
Antikonvulsif
Infeksi virus
Non steroid anti-
Prognostik faktor :
inflamatory drugs
Penatalaksanaan - Peningkatan usia
Infeksi virus
- Luas permukaan tubuh
yang terlibat
- Infeksi
- Keterlibatan organ
Penghentian Terapi suportif - Keterlambatan pasien
Terapi spesifik dengan
dirujuk ke spesialis
obat tersangka imunomodulator
Siklosfosfamid,
Siklosporin Immunoglobulin Kortikosteroid Plasmafaresis dan
sistemik TNF-α
Prognosis :
Variabel independen
Variabel dependen
METODE PENELITIAN
Tempat penelitian adalah SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kulit dan Instalasi
Data rekam medis pasien sindrom steven johnson / nekrolisis epidermal toksik
Data rekam medis pasien SSJ DAN NET RSUP Haji Adam Malik Medan selama
20
Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Cara
Data rekam medis semua pasien SSJ DAN NET yang telah mendapatkan terapi
Data rekam medis pasien SSJ DAN NETyang tidak lengkap ( tidak ditemukan
dosis dan jenis kortikosteroid, kondisi saat keluar dari rumah sakit)
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari data rekam medis RSUP
Haji Adam Malik Medan. Pencatatan data dasar yang dilakukan oleh
peneliti adalah :
1. Identitas pasien :
a. Usia
b. Jenis kelamin
2. Terapi pasien:
b. Lama pemberian
c. Terapi topikal
3. Penyakit penyerta
2. Subyek penelitian dipilih yaitu rekam medis pasien SSJ DAN NET
Definisi : Pasien yang telah didiagnosis sindrom Steven Johnson oleh dokter
kortikosteroid.
Skala : Nominal
Skala: nominal
Definisi : Dosis yang diberikan kepada pasien SSJ/NET sebagai regimen terapi.
Kategori :
2. Deksametason 5mg/vial
Dosis 5 – 10 mg/hari
Dosis 11 – 20 mg/hari
Skala : nominal
Berdssarkan data rekam medis yang dinilai kondisi pada saat pasien keluar rumah
sakit.
Kategori :
1: Kondisi membaik atau sembuh jika pada pemeriksaan fisik tanda vital baik,
pada pemeriksaan dermatologis lesi kulit membaik dan tidak ditemukan lesi baru.
2: Kondisi menetap atau pulang paksa, jika pada pemeriksaan fisik dan
dermatologis tidak terjadi perubahan yang signifikan dari kondisi pasien saat
3: Kondisi memburuk atau meninggal dunia, jika pada pemeriksaan fisik tanda
vital tidak stabil, lesi kulit tidak terjadi pebaikan dan disertai komplikasi
Skala : nominal
yang dirawat di rindu A. Data yang dikumpulan adalah dosis dan jenis
kortikosteroid dan kondisi saat pasien keluar dari RS juga didapatkan dari
Chi square.
karena data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari rekam medis.
1 Persiapan
pelaksanaan
2 Pelaksanaan
penelitian
3 Analisis data
4 Penyususnan
laporan
5 Presentasi
hasil
penelitian
No Kegiatan Biaya
tesis
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018 sampai Desember 2018.
Adam Malik pada pasien rawat inap Sindrom Steven-Johnson dan nekrolisis
epidermal toksik periode Januari 2012 – Desember 2017. Data rekam medis
RSUP Haji Adam Malik sebanyak 143 pasien SSJ dan 18 pasien NET, terdapat 5
data pasien yang tidak lengkap sehingga dikeluarkan dari subyek penelitian.
dermografik yaitu jumlah pasien, umur dan jenis kelamin. Pada penelitian ini juga
Diagnosis masuk n %
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) 136 88,3
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) 18 11,7
Total 154 100,0
Pada kepustakaan penyakit ini diklasifikasikan dalam 3 kelompok
27
berdasarkan luas permukaan tubuh yang terlibat, yaitu SSJ (<10%), SSJ
pada rekam medis tidak disebutkan berapa persentasi luas tubuh yang terlibat,
sehingga diagnosis SSJ overlap NET tidak dimasukan menjadi kriteria diagnosis.
Hasil penelitian ini didapatkan distribusi SSJ sebanyak 136 kasus (88,3%)
Palembang ditemukan jumlah pasien SSJ dan NET ialah 43 orang. Kasus
terdapat 15 kasus SSJ, 7 kasus SSJ overlap NET dan 5 kasus NET dari 485 pasien
kulit dan kelamin yang dirawat inap.32 Penelitian oleh Rahmawati dan Indramaya
di RS dr. Soetomo Surabaya periode 2011 – 2014 adalah 28 (1.8%) pasien SSJ
dan 9 orang NET atau 0.6% dari total pasien di Instalasi rawat inap.4 Penelitian
oleh Kim dkk dengan total pasien SSJ sebanyak 71 orang (86,6%) dan NET
Terjadi peningkatan jumlah SSJ dan NET yang tinggi di RSUP Haji
Adam Malik dari tahun ke tahun, hal ini mungkin disebabkan tingginya persentasi
pasien yang mengkonsumsi obat lebih dari satu sehingga memicu reaski alergi
obat dan kebiasaan masyarakat awam yang mengkonsumsi obat yang dibeli
Pada hasil peneltian ini kasus SSJ dapat terjadi pada semua kelompok
usia, kelompok usia tertinggi pada usia 31-40 tahun sebanyak 38 orang (27,9%)
tetapi tidak jauh berbeda dengan kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 37 orang
(27,2%), diikuti kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 20 orang (14,7%). Pada
kasus NET paling banyak terjadi pada kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 10
orang (55,5%), kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 5 orang (27,8%) diikuti oleh
kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 2 orang (1,2%). Rata-rata usia kasus SSJ
Roongpisuthipong dkk didapatkan kasus SSJ dengan rata-rata umur 42,6 tahun
pada periode tahun 2003 – tahun 2007 dan 51 kasus SJS dengan rata-rata umur
usia rata-rata yang mengalami SSJ dan NET adalah 53,8 tahun.34
Pada penelitian Thaha didapatkan kasus SSJ pada kelompok usia tertinggi
yaitu kelompok usia 26-36 tahun (9/43=20,9%), kelompok usia 4-14 tahun
(8/43=18,6%) dan kelompok usia 37-47 tahun (7/43=16,3%)dan kasus NET hanya
terdapat pada kelompok usia >37 tahun (3/43=7,0%). Kelompok usia terbanyak
NET ialah kelompok usia 26-36 tahun (25,6%), kemudian kelompok usia 4-14
tahun (23,3%), dan kelompok usia 37-47 tahun (18,6%). Kelompok usia
terbanyak ke-4 terdapat pada kelompok usia 48-58 tahun (13,9%) dan kelompok
Pada penelitian Indrastiti dkk distribusi kasus SSJ dan NET pada 24 orang
, sebagian besar kasus SSJ berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 11 orang (45.8%)
dan didapatkan paling sedikit penderita SSJ pada usia kurang dari 4 tahun yaitu
seluruhnya berusia lebih dari 40 tahun (100%). Hasil analisis dengan nilai p>0,05
penelitian ini menyimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia
Penelitian oleh Sorrel dkk menemukan usia rata-rata anak yang menderita
SSJ dan NET adalah 9,1 tahun dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara SSJ dan NET. Pada penelitian retrospektif mengevaluasi anak-anak dengan
SSJ dan NET menemukan bahwa SCORTEN standard bisa digunakan sebagai
prediktor morbiditas pada anak.41 Berdasarkan usia SSJ dan NET dapat terjadi
pada semua rentang usia. Peningkatan usia akan meningkatkan resiko untuk
Hasil penelitian ini kasus SSJ lebih banyak terjadi pada perempuan
sebanyak 82 orang (60,2%) dan laki-laki sebanyak 54 orang (39,7%). Pada kasus
orang (55,6%) dan 8 orang (44,4). Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian
(44,2%).31
Penelitian oleh Nur dkk di RSU dr. Soedarso Pontianak, pasien yang
sebesar 1:1,2.35
Pada hasil penelitian ini semua pasien SSJ dan NET diterapi dengan
dengan deksametason.2
pengobatan SSJ dan NET, tetapi terkait dengan peningkatan mortalitas, sepsis dan
mortalitas. Penelitian Papp dkk menemukan sebagian besar (71,4%) pasien SSJ
pasein SSJ dan NET berdasarkan patogenesis penyakit yaitu reaksi alergi tipe
intravena, tetapi karena harganya sangat mahal dan laporan penelitian tidak
menunjukkan hasil yang konstan, maka tidak diberikan pada pasien SSJ dan NET
Prognosis
Membaik Menetap Meninggal Total
Lama pemberian n (%) n (%) n (%) n (%)
Pada hasil penelitian ini diperoleh pasien SSJ dan NET yang mendapat
orang (17,8%). Sedangkan pasien SSJ dan NET yang diberikan kortikosteroid
dengan lama lebih dari 7 hari yang mengalami perbaikan sebanyak 10 orang
100mg/hari selama 3 hari, diikuti dosis tapering selama 8 hari dan tidak
perluasan penyakit selama fase awal dan diberikan dengan dosis tinggi dengan
Hasil penelitian ini didapatkan angka kejadian SSJ dan NET paling tinggi pada
pasien yang memiliki penyakit penyerta gagal ginjal sebanyak 17 orang (11%)
(3,2%) lalu diikuti oleh penyakit radang sendi sebanyak 4 orang (6,4%), penyakit
Rahmawati, penyakit penyerta yang paling sering adalah epilepsi (27%) diikuti
Penelitian oleh Kim dkk, 39 pasien (47,6%) SSJ dan NET memiliki
penyakit penyerta yaitu diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, keganasan, gout
arthritis, infeksi HIV dan tuberkulosis.22 Penelitian oleh Faiz dan Nababan di
RSUP Haji Adan Malik diperoleh kasus SSJ pada pasien HIV ditemukan
sebanyak 6 orang (9,8%).38 Penyakit komorbit atau penyerta merupakan salah satu
kriteria prognosis pada pasien SSJ dan NET. Berdasarkan kepustakaan pasien
SSJ dan NET yang memilki penyakit penyerta akan mengkonsumsi lebih dari 1
jenis obat sehingga bisa terjadi interaksi obat yang meningkatkan resiko
Tabel 4.7 Jenis pengobatan topikal yang diberikan selama rawatan di rawat
inap
Hasil peneltiian ini pemberian terapi topikal pada pasienSSJ dan NET yaitu
2,5% ditambah urea 10% sebanyak 25 orang (16,2%), dengan asam fusidat
Penelitian Kim dkk, pemberian topikal steroid dilakukan pada 67 pasien (81,7%)
Tidak ada konsensus mengenai terapi topikal pasien SSJ dan NET.
NET harus dilakukan apusan pada kulit untuk kultur bakteri dan jamur.
Pemberian antibiotik topikal hanya dilakukan jika ada tanda adanya infeksi.
Pembersihan luka yang regular dengan menggunakan air steril yang dihangatkan
diberikan pada seluruh tubuh termasuk kulit yang gundul. Lesi bula harus
epidermal toksik
sembuh, sebanyak 36 orang (23,4%) kondisi meneteap ataupun pulang paksa dan
terdapat 47 orang (30,6%) meninggal dunia. Pasien SSJ yang sembuh sebanyak
ditemukan kesembuhan pada pasien NET (0%) dan pasien yang meninggal dunia
akibat SSJ dan NET.2 Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, pada 37
pasien SSJ dan NET yang diterapi dengan kortikosteroid sistemik tidak ditemukan
kematian (0%). Angka mortalitas pasien SSJ dan NET berkaitan dengan
komplikasi.4
kepustakaan angka mortalitas kasus NET lebih tinggi dibandingkan dengan SSJ,
yaitu >30%. Pada penelitian ini diperoleh angka kematian yang tinggi hal ini
Prognosis SSJ
Membaik Menetap Meninggal Total
Metilprednisolon n (%) n (%) n (%) n (%)
Prognosis NET
Membaik Menetap Meninggal Total
Metilprednisolon n (%) n (%) n (%) n (%)
dan meninggal dunia sebanyak 25 orang (28,1%). Sedangkan pada pasien NET
terapi dengan metilprednisolon 1000mg selama 3 hari pada 8 pasien SSJ dan NET
kombinasi immunoglobulin.40
Prognosis SSJ
Membaik Menetap Meninggal Total
Deksametason n (%) n (%) n (%) n (%)
Prognosis NET
Membaik Menetap Meninggal Total
Deksametason n (%) n (%) n (%) n (%)
Pada penelitian ini dosis deksametason dengan dosis 5 -10mg/hari dan 11-
dosis 5-10mg/hari dan 21 orang dengan dosis 11-20mg/hari. Pasien SSJ dengan
10mg/hari dan 13 orang dengan dosis 11-20mg/hari. Sebanyak 9 orang pasien SSJ
NET yang meninggal dunia sebanyak 5 orang yang diterapi dengan dosis 11-
20mg/hari.
terdapat 37 pasien SSJ dan NET yang diterapi deksametason dosis 0,15-
dan NET memiliki nilai p<0,05 dimana mereka menyimpulkan bahwa pemberian
Hasil penelitian ini dengan uji statistik didapatkan nilai p 0,195 ( dengan
tingkat keyakinan 95% nilai p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
dengan prognosis pasien SSJ dan NET. Pada uji stastistik nilai p 0,785 (p>0,05)
Seluruh pasien SSJ dan NET di RSUP Haji Adam Malik diterapi dengan
kematian 30,6% dan menetap sebanyak 23,4%. Hal ini mungkin disebabkan
penyerta yang memperberat kondisi pasien SSJ dan NET.Dosis, durasi dan cara
pemberian kortikosteroid yang paling efektif untuk SSJ dan NET masih menjadi
Sampai saat ini belum ada penelitian terkontrol untuk terapi spesifik SSJ
dan NET. Penggunaan kortikosteroid sistemik sebagai terapi SSJ dan NET masih
NET, diagnosis yang cepat dan tepat serta penentuan prognosis penting
dilakukan daam 24 jam pasien dirawat. Dengan mengetahui prognosis pasien SSJ
dan NET, klinisi akan mengetahui angka mortalitas dan lebih holistik dalam
antara lain usia >40 tahun, denyut jantung, luas nekrolisis epidermal, denyut
jantung, blood urea nitrogen (BUN), kadar gula darah, serum bikarbonat.1,4,43
Terdapat kekurangan pada penelitian ini karena pada penelitian ini SCORTEN
tidak dapat dilakukan pada subyek penelitian karena penentuan presentasi luas
5.1 Kesimpulan
sistemik (jenis dan dosis) dengan prognosis pasien SSJ dan NET
2. Subyek penelitian yang paling banyak adalah pasien SSJ jenis kelamin
perempuan dan kelompok usia 31-40 tahun, sedangkan pasien NET paling
5.2 Saran
sistemik.
46
1. Metilprednisolon
2. Deksametason
Lama pemberian :
Pengobatan topikal :
Penyakit penyerta :
Prognosis :
1. Kondisi membaik
2. Kondisi Menetap
Deksametason
39 Laki-laki SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 5 HIV sembuh
Deksametason
54 Perempuan SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 8 hidrokortison cr 2,5% meninggal
Metil Akut
126 - prednisolon miokard
31 Laki-laki SSJ 250mg/hari 125mg 9 infark sembuh
Deksametason
30 Perempuan SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 7 HIV sembuh
Deksametason
21 Laki-laki SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 6 HIV sembuh
Deksametason
16 Laki-laki SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 4 menetap
Metil
126 - prednisolon
54 Perempuan SSJ 250mg/hari 125mg 3 sembuh
Deksametason renal
52 Laki-laki SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 5 failure meninggal
Metil
126 - prednisolon renal
30 Perempuan SSJ 250mg/hari 125mg 5 failure meninggal
Deksametason
27 Laki-laki SSJ 5 - 10mg/hari 5mg 3 sembuh
Deksametason renal
28 Perempuan SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 2 failure meninggal
Metil
126 - prednisolon
48 Laki-laki SSJ 250mg/hari 125mg 5 sembuh
Metil
126 - prednisolon hidrokortison cr 2,5% + urea
44 Perempuan SSJ 250mg/hari 125mg 5 10% sembuh
Metil
126 - prednisolon
52 Perempuan SSJ 250mg/hari 125mg 9 stroke meninggal
Deksametason hidrokortison cr 2,5% + urea
34 Perempuan SSJ 11 - 20mg/hari 5mg 12 10% menetap
Metil
126 - prednisolon
21 Perempuan SSJ 250mg/hari 125mg 7 menetap
Metil
126 - prednisolon
42 Perempuan SSJ 250mg/hari 125mg 9 dispepsia meninggal
53 Perempuan SSJ 126 - Metil 5 hidrokortison cr 2,5% + urea menetap
Lampiran 4
Analisis data
Diagnosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kortikosteroid
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
lama pemberian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
11 1 .6 .6 96.8
15 1 .6 .6 100.0
penyakit penyerta
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
prognosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
prognosis
126 - 250mg/hari 43 19 27 89
> 250mg/hari 1 2 5 8
Total 47 21 33 101
Chi-Square Tests
prognosis
11 - 20mg/hari 21 14 13 48
Total 24 15 14 53
Chi-Square Tests
SSJ
prognosis
11 - 20mg/hari 21 13 8 42
Total 24 14 9 47
126 - 250mg/hari 43 16 22 81
> 250mg/hari 1 1 2 4
Total 47 17 25 89
NET
prognosis
prognosis
> 250mg/hari 1 3 4
Total 4 8 12