Residen Jaga:
Jaga II : dr. Ria Mutiara
Jaga Ib : dr. Rika Anggraini
Jaga Ia : dr. Ratri Prasetya
Jaga Magang : dr. Putri Dwi Kartini
dr. M. Dani Hamid Arma
1
Data dasar Permasalahan Assesment Planning
An. L/Pr/24thn/Luar kota Segment Anterior - Ruptur Margo • KIE
Palpebra
• Informed consent
Palpebra Sinistra: Superior
KU: Keluar darah dari Superior: Fullthickness OS • Pro Repair Ruptur
kelopak mata kiri atas setelah Edema (+), tampak ruptur - Ruptur palpebra Margo Palpebra
terbentur pintu sejak ± 3 jam margo palpebra superior partial Superior OS
sebelum datang ke RS fullthickness 10 mm dari thickness OS • Repair Ruptur
canthus medial
memanjang ke arah Palpebra Superior
RPP: Sejak ± 3 jam sebelum superomedial, uk 3x3mm, ICD X: OS
datang ke RS, keluar darah tepi rata, luka bersih. • S05.32 Ocular • Asam mefenamat
dari kelopak mata kiri atas laceration 3 x 500 mg PO
setelah terbentur pintu. without prolapse
Tampak ruptur palpebra • Ciprofloxacin 2 x
Kelopak mata kiri sulit dibuka or loss of
superior, partial thickness 500 mg PO
(+), Nyeri (+), mata merah (-), intraocular
dari margo inferior tissue, left eye • Cloramphenicol
mata berair (-), keluar darah memanjang ke arah EO 1ue/8jam OS
dari dalam bola mata (-), lateral, uk 10x1mm, luka
keluar cairan seperti putih bersih, dasar otot, tepi
telur dari dalam bola mata (-). rata.
2
STATUS GENERALIS
3
Status Oftalmologis
VOD : 6/6 VOS : 6/6
TIOD : 15,6 mmHg TIOS : P=N+0
KBM Ortoforia
GBM
4
OD OS
Pupil Bulat, sentral, RC (+), ø 3 Bulat, sentral, RC (+), ø 3 mm, RAPD (-)
mm, RAPD (-)
5
Segmen Posterior
Segmen Posterior : RFODS (+)
FODS:
Papil : Bulat, batas tegas, warna merah normal, c/d 0,3, a/v :2/3
Makula : RF (+) N
Retina : Kontur Pembuluh Darah baik
6
Foto Pasien
7
Hasil Laboratorium
•Bleeding Time: 2 menit
•Hb : 12,2 g/dl
•Cloting Time : 9 menit
•Eritrosit : 4.57 106/mm3
•Ureum : 12 mg/dL
•Leukosit : 8.000/mm3
•Creatinine: 0.70 mg/dL
•Ht: 36 %
•BSS : 101 mg/dL
•Trombosit : 334 103/μl
•Natrium: 143
•Diff count: 0/0/1/90/5/4
•Kalium : 3.4
•HBSAg: non reactive
8
Foto Intra Operatif
Foto Intra Operatif
Follow Up Hari 1
(3 November 2019)
OD OS
13
Assessment:
Post Ekstraksi Korpus Alienum Kayu Palpebra Superior OS +
Repair Ruptur Palpebra Superior Fullthickness dengan
keterlibatan margo OS + Repair Ruptur Palpebra Inferior Partial
Thickness OS Hari ke-1
Planning:
- Cefixime syrup 1 1/2cth/12 jam PO
- Paracetamol syrup 1 1/2cth/8jam PO
- Levofloxacin ED 1 tts/4jam OS
- Kloramfenikol EO 1 ue/8 jam OS
14
Follow Up Hari-2
(4 Oktober 2019)
OD OS
17
Assessment:
Post Ekstraksi Korpus Alienum Kayu Palpebra Superior OS +
Repair Ruptur Palpebra Superior Fullthickness dengan
keterlibatan margo OS + Repair Ruptur Palpebra Inferior Partial
Thickness OS Hari ke-2
Planning:
- Cefixime syrup 1 1/2cth/12 jam PO
- Parasetamol syrup 1 1/2cth/8jam PO
- Levofloxacin ED 1 tts/4jam OS
- Kloramfenikol EO 1 ue/8 jam OS
18
19
26
27
28
29
Post operative
•After repair of penetrating anterior segment trauma
– preventing infection,
– suppressing inflammation,
– controlling IOP,
– relieving pain.
•Intravenous antibiotics (eg, a cephalosporin and an
aminoglycoside) for 48 hours, followed by an oral antibiotic
such as moxifloxacin ( 400 mg PO daily) for 3-5 days, should
be considered.
•Topical antibiotics are generally instilled 4 times a day for 7
days or until epithelial closure of the ocular surface is
complete.
•Topical corticosteroids and cycloplegics are slowly tapered,
depending on the degree of inflammation. A fibrinous
response in the anterior chamber may respond well to a
short course of systemic prednisone.
Follow up
•Corneal sutures that do not loosen spontaneously are
generally left in place for at least 3 months and then
removed incrementally over the next few months.
•Fibrosis and vascularization are indicators that enough
healing has occurred to render suture removal safe.
•Follow up:
– Applying fluorescein at each postoperative visit is mandatory
to ensure that suture erosion through the epithelium has not
occurred, as these eroded sutures can induce infection.
– Traumatized eyes are also at increased risk of retinal
detachment, so frequent examination of the posterior
segment is mandatory.
– If media opacity precludes an adequate fundus examination,
evaluation for an afferent pupillary defect and B-scan
ultrasonography are helpful in monitoring retinal status.
Tujuan repair laserasi
korneo sklera
Mengembalikan
Utama integritas bola
mata
Perbaikan
Kedua visus
Komplikasi laserasi
korneosklera
Iris prolaps
Hifema
Katarak traumatika
Glaukoma sekunder
Endoftalmitis
Astigmatisme
Sikatrik pada kornea
Characteristics of an Ideal
Eye Trauma Terminology
System
In an ideal eye trauma terminology system, the following
criteria must be satisfied:
• The tissue of reference must always be obvious.
• Each term must have a unique definition.
• No term can be applied for more than a single injury type.
• No injury may be described by different terms.
• All injury types must be included.
Table 1.1.1 A selection of confusing eye injury terms in the literature and
their recommended substitutes
ANTI TETANUS SERUM
Suntikan tetanus ada 2 macam, yaitu :
Anti Tetanus Serum (ATS) & vaksin tetanus toxoid
ATS 1500 IU merupakan serum yang dapat langsung mencegah
timbulnya tetanus
Vaksin tetanus toxoid 0,5 ml tidak untuk mencegah tetanus saat itu,
namun untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap tetanus, sehingga
mencegah terjadinya tetanus di kemudian hari bila ternyata luka
tersebut masih mengandung kuman, juga mencegah tetanus pada
kejadian lain dalam jangka waktu kira-kira 6 bulan bila tanpa booster
INDIKASI SUNTIKAN
ANTI TETANUS SERUM
Luka cukup besar atau dalam (lebih dari 1 cm)
Luka berbentuk bintang
Luka berasal dari benda yang kotor & berkarat
Luka gigitan hewan dan manusia
Luka tembak dan luka bakar
INDIKASI SUNTIKAN
ANTI TETANUS SERUM
Luka terkontaminasi, yaitu :
- luka yang lebih dari 6 jam tidak ditangani
- Atau, luka kurang dari 6 jam namun terpapar banyak
kontaminasi
- Atau, luka kurang dari 6 jam namun timbul karena
kekuatan yang cukup besar (misalnya luka tembak
atau terjepit mesin)
Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus
yang jelas atau tidak mendapat booster selama 5 tahun
atau lebih
Indikasi suntikan ATS (Anti Tetanus Serum)
Luka cukup besar (dalam lebih dari 1 cm)
Luka berbentuk bintang
Luka berasal dari benda yang kotor dan berkarat
Luka gigitan hewan dan manusia
Luka tembak dan luka bakar
Luka terkontaminasi, yaitu: luka yang lebih dari 6 jam tidak ditangani, atau
luka kurang dari 6 jam namun terpapar banyak kontaminasi, atau luka kurang
dari 6 jam namun timbul karena kekuatan yang cukup besar (misalnya luka
tembak atau terjepit mesin)
Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas atau tidak
mendapat booster selama 5tahun atau lebih
DEWASA 1500 IU IM
ANAK- ANAK 750 IU IM
Tetagam
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), trauma mata dibagi
menjadi:5
Tertutup
Kontusio: tidak ada luka pada bola mata
Laserasi lamellar: hanya mengenai setengah dari ketebalan dinding bola mata.
Terbuka
Laserasi: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan benda tajam
Penetrasi: satu agen menyebabkan satu luka masuk
Benda asing dalam mata: sama dengan penetrasi tetapi dikelompokan sendiri karena memerlukan penanganan
berbeda.
Perforasi: terdapat luka masuk dan luka keluar
Ruptur: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan benda tumpul
Nama Obat sediaan Waktu max Waktu max Lama kerja Lama kerja
u/ midriasis u/ midriasis sikloplegik
sikloplegik
Atropin 0,5%, 1% 30-40 mnt 1 hari 7-10 hari 2 minggu
ED,1% EO,
1%
midriatik
injeksi
Siklopentolat 0,5%, 1% 15-30 mnt 15-30 mnt 24 jam 24 jam
ED
Homatropine 1%,2% ED 30-60 mnt 30-60 mnt 1-2 hari 1-2 hari
Topographical Measurements to be
Remembered
Location of the ora – 7.5 to 8 mm from limbus.
Equator – 13.7 mm from the limbus
I mm less nasally
1 mm more temporally
The ASA physical status classification system is a system for assessing the fitness of patients
before surgery. In 1963 the American Society of Anesthesiologists (ASA) adopted the five-
category physical status classification system; a sixth category was later added. These are:
1. A normal healthy patient.
2. A patient with mild systemic disease.
3. A patient with severe systemic disease.
4. A patient with severe systemic disease that is a constant threat to life.
5. A moribund patient who is not expected to survive without the operation.
6. A declared brain-dead patient whose organs are being removed for donor purposes.
tanda-tanda bola mata tembus seperti :
- Tajam penglihatan yang menurun
- Tekanan bola mata yang rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Terlihat adanya ruptur pada kornea atau
sklera
- Terdapat jaringan yang prolaps, seperti
cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina
- Konjungtivis kemotis
Tanda ruptur sklera
58
Tata laksana pre – operasi
Bila tindakan operasi diperlukan, ideal untuk dilakukan sesegera mungkin
sebelum 36 jam, untuk mencegah prolap jaringan intraokular, mengurangi rasa
sakit, kontaminasi mikroba pada luka, migrasi epitel kedalam luka, inflamasi
intraokular dan kekeruhan lensa.
64
65
66
67
68
69
70
71
BEDAH REKONSTRUKSI PALPEBRA adalah bedah plastik
palpebra yang tujuannya untuk meningkatkan fungsi dan
penampilan mata.
72
Laserasi yang tidak melibatkan tepi kelopak mata
Laserasi kelopak mata superfisial hanya melibatkan kulit dan m. Orbikularis
okuli, biasanya hanya membutuhkan jahitan kulit. Untuk menghindari jaringan
parut, prinsip umum dari rekontruksi kelopak mata harus dilakukan. Termasuk
debridement dari luka, penggunaan jahitan small-caliber, eversi tepi luka dan
pengangkatan jahitan secara dini.
73
Laserasi yang melibatkan tepi kelopak mata
Laserasi tepi kelopak mata membutuhkan jahitan pengganti yang baik dan
tegangan jahitan yang ”critis” untuk menghindari terjadinya takik pada tepi
kelopak mata dapat diminimalkan. Prinsip penting dalam melakukan repair ini
adalah perkiraan tarsus harus dibuat secara langsung dan hati-hati. Penutupan
tepi kelopak mata dapat dilakukan dengan 2 atau 3 jahitan kesejajaran melalui
lash line, daerah glandula meibom dan gray line. Tujuan penjahitan adalah
anatomi tepi kelopak mata yang baik.
74
75
76
77
Beberapa metode dapat dilakukan untuk rekonstruksi
defek kelopak mata. Pilihan prosedur tergantung dari
usia penderita, karakter kelopak mata, ukuran dan
posisi defek, pengalaman dan pilihan pembedah.
Prioritas dan rekontruksi pada kelopak mata
adalah:6,8,14,15
Perkembangan tepi kelopak mata yang stabil
Menentukan ukuran vertikal kelopak mata yang
adekuat
Penutupan kelopak mata yang adekuat
Permukaan epitel internal
78
Prinsip rekontruksi palpebra
79
Benang rekontruksi palpebra
Absorbable: 6-0 plain gut/ chromic gut.
Nonabsorbabale: 6.0 Polypropylene (Prolene)
Anastesi;lokal infiltrasi : efek hanya sampai 30 menit
80
TEKNIK PENJAHITAN
1. Jahitan Interrupted
Jahitan Interrupted dapat digunakan untuk menutup insisi
kelopak mata atas dan bawah, meluas ke daerah temporal bagian
lateral dari rima orbita.
Keuntungan teknik ini memberikan drainase yang baik
setelah penutupan luka. Jahitan masuk dan jahitan keluar
mempunyai jarak yang sama dengan tepi luka (1-2mm) sehingga
didapatkan perkiraan yang tepat dari tepi luka. Jahitan harus
diikat cukup ketat untuk aposisi tepi luka.
81
3. Jahitan Subcuticuler
Teknik ini lebih disukai karena jahitan mudah untuk
dilepas dan tidak meninggalkan bekas. Nylon
Monofilament material yang paling baik untuk teknik ini
karena mudah masuk melalui jaringan. Jahitan dimulai
dari temporal beberapa milimeter dari tepi luka dan
keluar pada lateral sudut luka. 10, 19-21
82
Le Fort
83
84
85
86
87
88
Kopf - Regiones capitis :
1. Regio frontalis
2. R. parietalis
3. R. occipitalis
4. R. temporalis
89
REPAIR OF THE EYELID
INJURIES
te
Manage
ment
Open Technique
Closed Technique
Horner Muscle : plays a
role in the drainage of
tears
Near the common
Riolan Muscle canaliculus, the deep
Near the eyelid margin, heads of the pretarsal
a specialized bundle of orbicularis fuse to form a
prominent bundle of fibers
striated muscle, the known as the Horner
muscle of Riolan, lies muscle, which runs just
more posterior than the behind the posterior arm
main port ion of the of the canthal tendon. The
orbicularis and creates Horner muscle continues
the gray line posteriorly to the posterior
lacrimal crest, just behind
The muscle of Riolan the posterior ann of the
may play a role in medial canthal tendon.
meibomian glandular The upper and lower
discharge, blinking, and eyelid segments of the
pretarsal orbicularis fuse
the position of the in
eyelashes
the lateral canthal area to
become the lateral canthal
tendon.
EVALUATION OF TEAR
DRAINAGE
• Anel test
•Jones I test
•Jones II test
•Fluorescein test
•Dacryosystogra
phy
•Scintigraphy
106
ANEL TEST
107
ANEL TEST
No obstruction
108
ANEL TEST
Stenosis
of the
canalicul
us
Stenosis
within the
lacrimal sac
109
PRIMARY JONES TEST
110
SECONDARY JONES TEST
111
DACRYOCYSTOGRAPHY
112
DACRYOCYSTOGRAPHY
Dacryocystography images
the lower lacrimal system
& can demonstrates a
possible stenosis (arrow)
without superimposed
bony structures
113
SCINTIGRAPHY
• a form of diagnostic
test used in nuclear
medicine,
a. Tes Jones I
Digunakan untuk mengetahui fungsi sistem drainase nasolakrimal ke rongga hidung. Teknik pemeriksaannya
adalah:
Pasien duduk bersandar sehingga pemeriksa dapat melihat dasar hidung pasien.
Lalu dimasukkan kapas aplikator yang telah ditetes pantokain ke dalam meatus inferior hidung dan ditunggu selama 2-3
menit.
Bila kapas berwarna hijau maka tes ini positif, yang artinya tidak ada penyumbatan pada duktus nasolakrimal. 5
b. Tes Jones II
Tes ini untuk mengetahui kelainan fungsi ekskresi sistem lakrimal dan digunakan bila hasil tes Jones I
negatif. Teknik pemeriksaannya adalah:
Semprit 2 ml diisi dengan larutan garam fisiologik dan dipasang kanula lakrimal.
Kanula dimasukkan ke kanalikulus inferior melalui pungtum dan disuntikkan larutan garam tersebut.
Jika pasien merasa ada larutan garam dalam tenggorokannya atau jika cairan fluoresein keluar dari rongga hidungnya
maka hasil tes positif.8
Jika hasil tes Jones I negatif dan tes Jones II positif berarti terdapat sumbatan parsial pada sistem ekskresi
lakrimal. Jika kedua tes hasilnya negatif berarti terdapat penyumbatan total pada sistem nasolakrimal. 5
Uji Anel
Caranya pasien duduk atau tidur, maka diberi tetes anestetik dan
ditunggu sampai rasa pedas hilang lalu pungtum lakrimal diperlebar
dengan dilatators. Jarum Anel dimasukkan horizontal melalui kanalikuli
sampai masuk sakus lakrimal kemudian dimasukkan garam fisiologik ke
dalam sakus. Pasien ditanya apakah terasa ada sesuatu pada
tenggorokan dan apakah terlihat adanya reaksi menelan setelah
semprotan garam fisiologik. Bila terlihat adanya reaksi menelan berarti
garam fisiologik masuk tenggorokan, ini menunjukkan fungsi ekskresi
normal. Sebaliknya, bila tidak ada refleks menelan dan garam fisiologik
keluar melalui pungtum lakrimal berarti ada sumbatan pada sistem
ekskresi lakrimal atau duktus nasolakrimal tertutup
Uji Fluoresein
Pemeriksaan ini sederhana dan hanya dapat
dilakukan untuk satu sistem ekskresi lakrimal pada satu kali
pemeriksaan. Caranya dengan meneteskan satu tetes
fluoresein pada satu mata. pasien diminta berkedip
beberapa kali. Pada akhir menit ke-6, pasien diminta bersin
dan menyekanya dengan tisu atau pasien diminta meludah.
Jika sistem ekskresi lakrimal baik maka akan terlihat
adanya zat warna yang menempel pada kertas tisu baik
dari hidung maupun dari mulut.
Dakriosistografi
Tes ini dilakukan untuk melihat struktur sistem
ekskresi lakrimal dengan menggunakan bahan kontras
yang dimasukkan ke dalam sakus lakrimalis.8
158
1st Cinoxacin · Flumequine§ · Nalidixic acid · Oxolinic acid · Pipemidic acid ·
generation Piromidic acid · Rosoxacin
2nd Ciprofloxacin · Enoxacin · Fleroxacin‡ · Lomefloxacin · Nadifloxacin ·
generation Ofloxacin · Norfloxacin · Pefloxacin · Rufloxacin
4th
Fluoroquin Clinafloxacin† · Garenoxacin · Gemifloxacin · Moxifloxacin · Gatifloxacin ·
generation
olones Sitafloxacin · Trovafloxacin‡/Alatrofloxacin‡ · Prulifloxacin
159