Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

Katarak Sekunder

Elena Silvia Tara 112017101

Penguji :
dr. Irma Andriany, SpM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BAYUKARTA, BAYUKARTA EYE CENTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA

2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : April 2018
SMF ILMU PENAKIT MATA
BAYUKARTA EYE CENTER KARAWANG

Nama : Elena Silvia Tara Tanda Tangan


NIM : 112017101 ………………..
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Irma Andriany , Sp.M ………………..

I. IDENTITAS
Nama : Ny.S
Umur : 34 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kampung Tamiang
Tanggal pemeriksaan : 23 April 2018

II. ANAMNESIS
Auto Anamnesis tanggal : 23 April 2018
Keluhan Utama : Mata kiri terasa buram saat melihat sejak 6 bulan yang
lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang perempuan berusia 34 tahun datang ke Bayukarta Eye Center
Karawang dengan keluhan penglihatan mata kiri buram sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien juga mengeluh penglihatan seperti berkabut dan mengaku silau seperti
berbentuk lingkaran bila melihat lampu. OS lebih sulit melihat pada senja hari dan
malam hari dibandingkan pada pagi ataupun siang hari. OS mengatakan mata tidak
nyeri, tidak merah, tidak pusing dan masih bisa berjalan tanpa menabrak.
OS sebelumnya sudah menjalani operasi fakoemulsifikasi dan pemasangan
lensa intraocular pada tanggal 14 September 2016 di Bayukarta Eye Center. Riwayat
trauma pada mata, minum jamu, memelihara binatang peliharaan dirumah dan obat-
obatan dalam jangka waktu lama disangkal oleh OS.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Mata kiri pernah di operasi fakoemulsifikasi 14 September 2016 di BKEC
- Riwayat tekanan darah tinggi ada
- Riwayat kencing manis tidak ada
- Riwayat trauma tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Ibu OS menderita tekanan darah tinggi
- Riwayat kencing manis tidak ada pada keluarga
- Riwayat katarak tidak ada pada keluarga

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Kepala : Normocephali

STATUS OPHTALMOLOGIS

Lensa keruh +
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Axis Visus 0,4 ph 0,8 0,25 ph 0,5
- Koreksi NBC NBC
- Addisi - -
- Distansia Pupil 62
- Kacamata Lama 0,5 pu tdk 0,5 pu tdk
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Eksoftalmus (-) (-)
- Enoftalmus (-) (-)
- Deviasi (-) (-)
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris (+) (+)
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema (-) (-)
- Nyeri (-) (-)
- Ekteropion (-) (-)
- Entropion (-) (-)
- Blefarospasme (-) (-)
- Trikiasis (-) (-)
- Sikatriks (-) (-)
- Punctum Lacrimal Normal (+) Normal (+)
- Fisurra Palpebra Vertical : 10 mm Vertical : 10 mm
Horizontal : 29 mm Horizontal : 29 mm
- Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis (-) (-)
- Folikel (-) (-)
- Papil (-) (-)
- Sikatriks (-) (-)
- Hordeolum (-) (-)
- Kalazion (-) (-)
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret (-) (-)
- Injeksi Konjungtiva (-) (-)
- Injeksi Siliar (-) (-)
- Perdarahan Subkonjungtiva (-) (-)
- Pterigium (-) (-)
- Pinguekula (-) (-)
- Nevus Pigmentosa (-) (-)
- Kista Dermoid (-) (-)
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik (-) (-)
- Nyeri Tekan (-) (-)
8. KORNEA
- Kejernihan (+) (+)
- Permukaan Bercahaya & terang Bercahaya & terang
- Ukuran 11 mm 11 mm
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat (-) (-)
- Keratik Presipitat (-) (-)
- Sikatriks (-) (-)
- Ulkus (-) (-)
- Perforasi (-) (-)
- Arcus Senilis (-) (-)
- Edema (-) (-)
- Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Normal Normal
- Kejernihan (+) (+)
- Hifema (-) (-)
- Hipopion (-) (-)
- Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripte Jelas Jelas
- Sinekia (-) (-)
- Koloboma (-) (-)
11. PUPIL
- Letak Di tengah Di tengah
- Bentuk Reguler Reguler
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Reflex Cahaya Langsung (+) (+)
- Reflex Cahaya Tak Langsung (+) (+)
12. LENSA
- Kejernihan (-) Keruh
- Tes Shadow Normal Normal
13. BADAN KACA
- Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. FUNDUS OKULI
- Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ratio Arteri : Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Macula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. PALPASI
- Nyeri Tekan (-) (-)
- Massa Tumor (-) (-)
- Tensi Occuli 19 mmHg 20 mmHg
- Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Slitlamp
V. RESUME
Seorang perempuan berusia 34 tahun datang ke Bayukarta Eye Center dengan
keluhan pengihatan mata kiri buram sejak 6 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh
penglihatan seperti berkabut dan mengaku silau seperti berbentuk lingkaran bila
melihat lampu. Pada senja dan malam hari OS lebih sulit melihat. OS menyangkal
mata merah, pusing, dan nyeri serta masih dapat berjalan tanpa menabrak. Riwayat
operasi fakoemulsifikasi pada mata kiri 2 tahun yang lalu. Status oftalmologis visus:
OS 0,25 ph 0,5 koreksi NBC, OD 0,4 ph 0,8 koreksi NBC . Tonometri OD: 19, OS:
14. Terdapat kekeruhan pada lensa mata kiri.

VI. DIAGNOSA BANDING


- Katarak komplikata

VII. DIAGNOSIS KERJA


- Katarak Sekunder OS

VIII. PENATALAKSAAN
Non Medika Mentosa
- Laser Neodmium Yag
- Kontrol 6 minggu kemudian
- Edukasi pasien tentang modifikasi gaya hidup
Medika Mentosa
(tidak ada)

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : ad bonam ad bonam
Ad Functionam : ad bonam ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Posterior Capsule Opacity atau Posterior Capsule Opacification (PCO) atau
dikenal juga sebagai katarak sekunder adalah katarak yang terjadi akibat terbentuknya
jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal. PCO merupakan komplikasi jangka
panjang yang paling utama setelah dilaksanakannya operasi katarak.1

Etiologi
Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau sesudah
trauma yang memecah lensa. PCO paling cepat dapat terlihat setelah 2 hari prosedur
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). PCO terjadi akibat proliferasi,
pertumbuhan, migrasi dan trandiferensiasi dari sisa lensa yang terdapat pada kapsul
posterior. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder
berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering.1,2
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya regenerasi
epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior
yang pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior
meninggalkan daerah yang jernih di tengah, membentuk gambaran cincin. Pada cincin
ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.2
Mutiara Elschnig adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan membesar
sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok, Elsching pearl ini mungkin akan
menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya.2

Patogenesis
Pada lensa yang normal, sel epitel lensa terbatas pada permukaan anterior didaerah
pertengahan lensa (Gambar 2.1). Baris tunggal sel kuboid ini dibagi dalam 2 zona
biologis yang berbeda, yaitu:3,4
A. Zona anterior-sentral (sama dengan zona kapsul anterior), terdiri atas selapis sel
kuboid datar, sel epitel dengan aktivitas mitosis minimal sebagai respon terhadap
berbagai stimulus, sel epitel anterior ini (sel ’A’) berproliferasi dan mengalami
metaplasia fibrosa. Keadaan ini dinamakan sebagai ‘pseudofibrous metaplasia’.
B. Zona kedua ini penting dalam patogenesis pembentukan dari ‘mutiara’ atau pearl.
Lapisan ini merupakan kelanjutan dari sel lensa anterior disekitar daerah garis
tengah (equatorial), yang membentuk bagian busur lensa ( sel ‘E’). Tidak seperti
lapisan sel A, pada bagian ini sel melakukan mitosis, pembelahan, dan multiplikasi
secara cukup aktif. Serat lensa yang baru diproduksi secara terus menerus pada
zona ini sepanjang hidup.

Gambar 2.1 Anatomi lensa dan kapsul lensa


(Suresh K Pandey et al, 2004) 2

Meskipun kedua tipe sel (sel zona anterior-sentral dan sel pada daerah busur
equatorial) sama-sama berpotensi menghasilkan kekeruhan visual, namun kasus PCO
klasik tersering disebabkan oleh proliferasi dari sel equatorial.

Proses kekeruhan biasanya mengambil satu dari dua bentuk morfologi. Salah satu
bentuk terdiri atas ‘mutiara kapsular’, yang bisa terdiri atas sekelompok epitel ‘mutiara’
yang mengalami kekeruhan dan bengkak atau sel E yang bermigrasi ke posterior (sel
bladder atau sel wedl) seperti pada Gambar 2.2. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan
kedua tipe sel epitel lensa juga dapat berkontribusi dalam pembentukan serat/fibrous
pada kekeruhan.
Gambar 2.2 Mutiara kapsular
(Suresh K Pandey et al, 2004)3
Epitel anterior atau sel A kemungkinan berperan dalam patogenesis dari fibrosis
PCO, oleh karena respon primer dari tipe sel ini adalah mengalami metaplasia fibrosa.
Meskipun pertumbuhan dari sel E lebih kearah pembengkakan, pembentukan sel serupa
bulosa (sel wedl), sel ini juga dapat berkontribusi dalam pembentukan fibros PCO
dengan mengalami metaplasia fibrosa.
Berbeda dengan lesi dari kapsul anterior (sel A) yang disebabkan oleh fenomena
yang berhubungan dengan fibrosis, sel E cenderung membentuk sel yang berdiferensiasi
menjadi mutiara (sel bladder) dan korteks. Sel E juga berperan dalam pembentukan
cincin soemmering’s. Cincin soemmering’s merupakan lesi berbentuk donat yang
biasanya terbentuk akibat ruptur dari kapsul anterior, yang pertama kali dijelaskan
dalam kaitannya terhadap trauma okular. Dasar patogenesis dari cincin soemmering’s
adalah ruptur kapsul anterior lensa diikuti keluarnya nukleus dan sebagian material
pusat lensa. Sisa-sisa dari korteks yang dikeluarkan berubah menjadi mutiara Elsching.
Cincin soemmering’s sebenarnya terbentuk setiap kali dilakukan EKEK baik secara
manual maupun secara otomatis atau dengan fakoemulsifikasi. Material ini berasal dari
proliferasi sel E di daerah busur lensa pada garis pertengahan(equatorial). Sel ini
mampu untuk berproliferasi dan bermigrasi ke posterior melalui axis visual sehingga
menimbulkan kekeruhan pada kapsul posterior.
Jenis sel lain selain sel epitel lensa bisa jadi berperan dalam PCO, seperti halnya
EKEK selalu berhubungan dengan kerusakan beberapa sawar darah aqueous, sel
inflamasi, eritrosit, dan banyak mediator inflamasi lainnya yang dilepaskan ke cairan
aqueous/aqueous humor. Keparahan dari respon inflamasi ini dapat dieksaserbaasi oleh
IOL. Benda asing ini memicu respon imun tipe 3 yang melibatkan banyak tipe sel
berbeda, termasuk leukosit polimorfonuklear, sel giant, dan fibroblast. Deposit kolagen
pada IOL dan kapsul dapat menyebabkan kekeruhan dan juga kerut halus pada kapsul
posterior. Namun demikian pada kebanyakan kasus, respon inflamasi ini tidak
signifikan secara klinis.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien setelah menjalani operasi EKEK ataupun
setelah suatu trauma pada mata, yang mengakibatkan penglihatan menjadi semakin
kabur, juga rasa silau bila melihat cahaya. Dan jika dilakukan pemeriksaan, melalui
pupil yang didilatasikan dengan menggunakan oftalmoskop, kaca pembesar, atau slit
lamp, akan tampak gelembung-gelembung kecil pada daerah belakang lensa, atau dapat
ditemukan gambaran mutiara Elsching maupun cincin Soemmering pada kapsul
posterior lensa. Pada tes tajam penglihatan didapatkan visus yang menurun.5 Dari
anamnesis di dapatkan gejala sebagai berikut :6
a. Penglihatan kabur (seperti berkabut atau berasap), mungkin dapat lebih buruk
daripada sebelum di operasi.
b. Fotofobia, yaitu rasa silau bila melihat cahaya.
c. Tajam penglihatan menurun
Sedangkan dari pemeriksaan klinis di dapatkan sebagai berikut :6
a. Pada awal gejala akan tampak gelembung-gelembung kecil dan debris pada
kapsul posterior.
b. Pada tahap selanjutnya akan ditemukan gambaran Mutiara Elsching pada kapsul
posterior lensa. Mutiara Elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa
tahun oleh kerena dindingnya pecah.
c. Dapat juga ditemukan cincin Soemmering pada daerah tepi kapsul posterior
lensa.

Terapi7
Pengobatan katarak sekunder adalah dengan pembedahan seperti disisio katarak
sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh membran keruh.4
Sebelum laser Neodymium yttrium (ndYAG) digunakan, katarak sekunder diobati
dengan melakukan kapsulotomi kecil dengan pisau jarum atau jarum nomor 27 gauge
berkait, baik pada saat operasi utamanya atau sebagai prosedur sekunder.
Namun pada tahun-tahun terakhir ini, laser Neodymium YAG telah populer
sebagai metoda non-invasif untuk melakukan disisi kapsul posterior. Denyut-denyut
energi laser menyebabkan “ledakan-ledakan” kecil di jaringan target, sehingga
menimbulkan lubang kecil di kapsul posterior di sumbu pupil sebagai prosedur klinis
rawat jalan.
Komplikasi teknik ini antara lain adalah :
1. Naiknya tekanan intraokuler sementara.
2. Kerusakan lensa intraokuler.
3. Ruptur muka hialoid anterior dengan penggeseran depan vitreous menuju kamera
anterior. Kenaikan tekanan intraokuler biasanya dapat diketahui dalam 3 jam setelah
terapi dan menghilang dalam beberapa hari dengan terapi. Jarang, tekanan tidak turun
ke normal selama beberapa minggu, lubang atau retakan kecil dapat terjadipada lensa
intraokuler, tetapi biasanya tidak mengganggu tajam penglihatan.
4. Pada mata afakia, ruptur muka vitreous dengan pergeseran vitreous ke anterior
cenderung menimbulkan abrasi retina regmatogen atau edema makula sistoid.
Penelitian-penelitian baru menunjukkan bahwa tidak ada kerusakan yang
nyata pada endotel kornea pada pemakaian laser Neodymium yttrium (ndYAG).
Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini, menunjukkan bahwa
bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih
lensa intraokuler dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam
mencegah opasifikasi kapsul posterior.

Daftar Pustaka
1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment. BR J Ophthalmol: 2011.
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA: Mc Graw-Hill;
2007.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier : 2011.
4. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2004. Hal : 200-10.
5. Voughan, D.G.Asbury, T. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Penerbit Widya
Medika; 2000.h.175-81.
6. James B. Chew C. Bron A. Lecture notes oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga;
2005.h.82.
7. Zorab AR, Straus H, Dondrea LC, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all. Lens and
Cataract. Chapter 5 Pathology. Section 11. American Academy of Oftalmology: San
Francisco; 2008 .p. 45-69

Anda mungkin juga menyukai