Anda di halaman 1dari 20

POSTERIOR CAPSULE OPACITY

OLEH :

Yuza Vaisely 1510070100064


Indah Salsabilla 17

Pembimbing

dr. Heksan, Sp. M

SMF MATA
RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini dengan judul “Posterior Capsule
Opacity” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari Bagian mata.`
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dr. Heksan, Sp. M
selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini tepat waktu
demi memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, karena
itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Bukittinggi, 16 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. LAPORAN KASUS.................................................................................................
BAB IV. KESIMPULAN.................................................................................. ......................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Posterior capsular opacity (PCO) adalah komplikasi yang paling sering dari operasi
katarak.1 PCO disebut sebagai katarak sekunder atau setelah katarak, kapsul posterior yang
jernih hingga menjadi keruh berkembang beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah
operasi katarak. PCO merupakan hasil dari pertumbuhan dan proliferasi abnormal sel epitel
lensa (LEC) dari kapsul pada saat operasi katarak. Sel- sel ini bermigrasi ke kapsul posterior
yang mendekati sumbu visual sentral dan mengaburkan aksis penglihatan, sehingga terjadi
gangguan penglihatan. PCO memiliki dua bentuk, yaitu fibrous dan pearl. Kadang-kadang
kombinasi keduanya juga ditemukan.2

Kekeruhan pada visual aksis akibat PCO mempunyai insidensi yang lebih tinggi
pada pasien anak dibanding dewasa, studi-studi melaporkan angka kejadian berkisar dari
44%-100%. Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian PCO diantaranya adalah usia
pasien saat dioperasi, manajemen dari kapsul posterior dan vitreous anterior, maupun
pemilihan jenis dan desain IOL.3 Gejala klinis dari PCO adalah penglihatan kabur (seperti
berkabut atau berasap), fotofobia, dan tajam penglihatan menurun. Kekeruhan pada kapsul
posterior dapat diatasi dengan disisio atau kapsulotomi posterior.4

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mampu mengerti dan Memahami tentang Glaukoma
2. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit Achmad
Mochtar Bukittinggi Tahun 2021
3. Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Mata Rumah
Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA1,2


Bola mata memiliki 3 lapisan. Bola mata memiliki 3 lapisan. Dari permukaan luar,
terdapat lapisan fibrosa, yang terdiri dari sklera di belakang dan kornea di bagian depan.
Lapisan kedua yaitu lapisan berpigmen dan vaskular, yang terdiri dari koroid, korpus siliaris,
dan iris. Lapisan ketiga yaitu lapisan neural yang dikenal sebagai retina. Bola mata orang
dewasa normal hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24,5 mm.

Gambar 1. Anatomi Mata


a) Konjungtiva
Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebris/tarsal) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbi). Perdarahan konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan
arteri palpebralis.

b) Sklera
Merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan bersifat
padat dan berwarna putih, serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior, dan
durameter nervus optikus di posterior. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah
lapisan tipis dari jaringan elastik halus yang mengandung banyak pembuluh darah yang
memasuk sklera, yang disebut sebagai episklera.
c) Kornea
Merupakan jaringan transparan yang memiliki tebal 0,54 mm ditengah, dan 0,65 mm
di tepi, serta berdiameter sekitar 11,5 mm. Sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh
darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Dalam axis penglihatan, kornea berperan
sebagai jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil .
Bentuk kornea cembung dengan sifat yang transparan dimana kekuatan pembiasan sinar
yang masuk 80 % atau 40 dioptri, dengan indeks bias 1,38 .

d) Uvea
Uvea terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular
tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.

e) Iris
Merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak bersambungan
dengan anterior lensa, yang memisahkan bilik anterior dan blik posterior mata. Di dalam
stroma iris terdapat otot sfingter dan dilator pupil. Iris juga merupakan bagian yang memberi
warna pada mata. Dalam axis penglihatan, iris berfungsi mengatur jumlah sinar yang masuk
kedalam bola mata dengan mengatur besar pupil menggunakan otot sfingter dan dilator
pupil.

f) Pupil
Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola mata.
Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila berkontraksi akan mengakibatkan mengecilnya
pupil (miosis) dan m.dilatator pupil yang bila berkontriksi akan mengakibatkan
membesarnya pupil (midriasis).

g) Corpus siliaris
Membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Corpus silliaris
berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor aquaeus.
h) Lensa
Merupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan transparan. Memiliki
tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Terletak di belakang iris. Lensa digantung oleh
zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Dalam axis penglihatan, lensa
berperan untuk berakomodasi dan memfokuskan cahaya ke retina.

i) Retina
Merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan yang melapisi dua per
tiga bagian dalam posterior dinding bola mata. Dalam aksis penglihatan, retina berfungsi
untuk menangkap rangsangan jatuhnya cahaya dan akan diteruskan berupa bayangan benda
sebagai impuls elektrik ke otak untuk membentuk gambaran yang dilihat. Pada retina
terdapat sel batang sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang mengenal frekuensi sinar.

j) Nervus Optikus
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual
untuk dikenali bayangannya.

Gambar 2. Fisiologis Penglihatan


2.2 ANATOMI DAN HISTOLOGI LENSA1,2

Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin terletak di antara
iris dan badan kaca. Lensa memiliki ukuran diameter 9-10 mm dengan ketebalan 3,5 mm – 5
mm. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat
zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari
kapsul lensa. Kapsul merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan
epitel lensa. Permukaan anterior dan posterior lensa memiliki beda kelengkungan, dimana
permukaan anterior lensa lebih melengkung dibandingkan bagian posterior. Kedua
permukaan ini bertemu di bagian ekuator. Sebagai media refraksi, lensa memiliki indeks
refraksi sebesar 1,39, dan memilki kekuatan hingga 16-19 dioptri. Dengan bertambahnya
usia, kemampuan akomodasi lensa akan berkurang, sehingga kekuatan lensa pun akan
menurun.
Struktur lensa dapat diurai menjadi :

1. Kapsul lensa
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa tersusun dari
kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul berfungsi untuk
mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul lensa paling tebal pada bagian
anterior dan posterior zona preekuator (14 um,) dan paling tipis pada bagian tengah kutub
posterior (3um)

2. Epitel anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior. Merupakan
selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan lensa dan regenerasi serat
lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi dengan aktif untuk membentuk serat lensa
baru.

3. Serat lensa
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa yang matur
adalah serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan membentuk
korteks dari lensa. Serat-serat yang sudah tua akan terdesak oleh serat lensa yang baru
dibentuk ke tengah lensa.

4. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)


Ligamentun suspensorium merupakan tempat tergantungnya lensa, sehingga lensa
terfiksasi di dalam mata. Ligamentum suspensorium menempel pada lensa di bagian anterior
dan posterior kapsul lensa. Ligamentum suspensorium merupakan panjangan dari corpus
silliaris.

Gambar 3. Anatomi Lensa

2.3 FISIOLOGI LENSA1,2


1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena
aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur
komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction
antar sel.
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah
fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan bayangan yang
terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh badan silluar
terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi
sehingga lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat.
Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada penuaan,
kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena terjadinya kekakuan pada
nukelus.
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Gambar 4. Fisiologi Lensa

2.4 Definisi Posterior capsular opacity


Posterior Capsule Opacity atau Posterior Capsule Opacification (PCO) atau dikenal juga
sebagai katarak sekunder adalah katarak yang terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis
pada sisa lensa yang tertinggal.6 PCO merupakan komplikasi jangka panjang yang paling
utama setelah dilaksanakannya operasi katarak.7 Pada anak-anak, PCO dapat timbul setelah
dilakukan operasi katarak pada kasus-kasus katarak pediatrik.3

2.4.1 Etiologi
Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau sesudah
trauma yang memecah lensa. PCO paling cepat dapat terlihat setelah 2 hari prosedur
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). PCO terjadi akibat proliferasi, pertumbuhan,
migrasi dan trandiferensiasi dari sisa lensa yang terdapat pada kapsul posterior. Bentuk
lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara Elsching
dan cincin Soemmering.6,7 Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena
daya regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul
anterior yang pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior
meninggalkan daerah yang jernih di tengah, membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini
tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.6

Mutiara Elschnig adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan membesar


sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok, Elsching pearl ini mungkin akan
menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya. 6 Katarak sekunder
merupakan fibrin sesudah suatu operasi Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) atau
sesudah trauma yang memecah lensa. PCO paling cepat dapat terlihat setelah 2 hari prosedur
EKEK. PCO terjadi akibat proliferasi, pertumbuhan, migrasi dan trandiferensiasi dari sisa
lensa yang terdapat pada kapsul posterior. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel
lensa pada katarak sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering.6,7

2.4.2 Patogenesis
Pada lensa yang normal, sel epitel lensa terbatas pada permukaan anterior didaerah
pertengahan lensa (Gambar 2.1). Baris tunggal sel kuboid ini dibagi dalam 2 zona biologis
yang berbeda, yaitu:8

A. Zona anterior-sentral (sama dengan zona kapsul anterior), terdiri atas selapis sel
kuboid datar, sel epitel dengan aktivitas mitosis minimal sebagai respon terhadap
berbagai stimulus, sel epitel anterior ini (sel ’A’) berproliferasi dan mengalami
metaplasia fibrosa. Keadaan ini dinamakan sebagai ‘pseudofibrous metaplasia’.
B. Zona kedua ini penting dalam patogenesis pembentukan dari ‘mutiara’ atau pearl.
Lapisan ini merupakan kelanjutan dari sel lensa anterior disekitar daerah garis
tengah(equatorial), yang membentuk bagian busur lensa ( sel ‘E’). Tidak seperti
lapisan sel A, pada bagian ini sel melakukan mitosis, pembelahan, dan multiplikasi
secara cukup aktif. Serat lensa yang baru diproduksi secara terus menerus pada zona
ini sepanjang hidup.
Gambar 2.1Anatomi lensa dan kapsul lensa (Suresh K Pandey et al, 2004)

Meskipun kedua tipe sel (sel zona anterior-sentral dan sel pada daerah busur equatorial)
sama-sama berpotensi menghasilkan kekeruhan visual, namun kasus PCO klasik tersering
disebabkan oleh proliferasi dari sel equatorial.

Proses kekeruhan biasanya mengambil satu dari dua bentuk morfologi. Salah satu bentuk
terdiri atas ‘mutiara kapsular’, yang bisa terdiri atas sekelompok epitel ‘mutiara’ yang
mengalami kekeruhan dan bengkak atau sel E yang bermigrasi ke posterior (sel bladder atau
sel wedl) seperti pada Gambar 2.2. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan kedua tipe sel epitel
lensa juga dapat berkontribusi dalam pembentukan serat/fibrous pada kekeruhan.
Gambar 2.2 Mutiara kapsular (Suresh K Pandey et al, 2004)
Epitel anterior atau sel A kemungkinan berperan dalam patogenesis dari fibrosis
PCO, oleh karena respon primer dari tipe sel ini adalah mengalami metaplasia fibrosa.
Meskipun pertumbuhan dari sel E lebih kearah pembengkakan, pembentukan sel serupa
bulosa (sel wedl), sel ini juga dapat berkontribusi dalam pembentukan fibros PCO dengan
mengalami metaplasia fibrosa.

Berbeda dengan lesi dari kapsul anterior (sel A) yang disebabkan oleh fenomena
yang berhubungan dengan fibrosis, sel E cenderung membentuk sel yang berdiferensiasi
menjadi mutiara (sel bladder) dan korteks. Sel E juga berperan dalam pembentukan cincin
soemmering’s. Cincin soemmering’s merupakan lesi berbentuk donat yang biasanya
terbentuk akibat ruptur dari kapsul anterior, yang pertama kali dijelaskan dalam kaitannya
terhadap trauma okular. Dasar patogenesis dari cincin soemmering’s adalah ruptur kapsul
anterior lensa diikuti keluarnya nukleus dan sebagian material pusat lensa. Sisa-sisa dari
korteks yang dikeluarkan berubah menjadi mutiara Elsching. Cincin soemmering’s
sebenarnya terbentuk setiap kali dilakukan EKEK baik secara manual maupun secara
otomatis atau dengan fakoemulsifikasi. Material ini berasal dari proliferasi sel E di daerah
busur lensa pada garis pertengahan(equatorial). Sel ini mampu untuk berproliferasi dan
bermigrasi ke posterior melalui axis visual sehingga menimbulkan kekeruhan pada kapsul
posterior.7

2.4.3 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien setelah menjalani operasi EKEK ataupun
setelah suatu trauma pada mata, yang mengakibatkan penglihatan menjadi semakin kabur,
juga rasa silau bila melihat cahaya. Dan jika dilakukan pemeriksaan, melalui pupil yang
didilatasikan dengan menggunakan oftalmoskop, kaca pembesar, atau slit lamp, akan
tampak gelembung-gelembung kecil pada daerah belakang lensa, atau dapat ditemukan
gambaran mutiara Elsching maupun cincin Soemmering pada kapsul posterior lensa. Pada
tes tajam penglihatan didapatkan visus yang menurun.1

Dari anamnesis di dapatkan gejala sebagai berikut :1

a. Penglihatan kabur (seperti berkabut atau berasap), mungkin dapat lebih buruk daripada
sebelum di operasi.
b. Fotofobia, yaitu rasa silau bila melihat cahaya.
c. Tajam penglihatan menurun

Sedangkan dari pemeriksaan klinis di dapatkan sebagai berikut :1


a. Pada awal gejala akan tampak gelembung-gelembung kecil dan debris pada kapsul
posterior.
b. Pada tahap selanjutnya akan ditemukan gambaran Mutiara Elsching pada kapsul
posterior lensa. Mutiara Elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun
oleh kerena dindingnya pecah.
c. Dapat juga ditemukan cincin Soemmering pada daerah tepi kapsul posterior lensa.

2.4.4 Terapi

PCO disebabkan oleh terbentuknya formasi mutiara atau fibrosis yang biasanya
muncul setelah operasi katarak. Manajemen PCO mengalami pergeseran paradigma dalam
strategi dan teknik pengobatan. Macam-macam terapi PCO pada dewasa antara lain:1,3,4

1. Kapsulotomi dengan pisau dan jarum

Sebelum munculnya laser penatalaksanaan PCO telah dilakukan menggunakan


prosedur pembedahan dimana sebuah irisan dibuat pada kapsul posterior dengan pisau
Ziegler atau jarum bent . Kapsulotomi posterior sekunder dibuat untuk PCO mengikuti
EKEK dan mungkin juga dilakukan pada PCO yang sangat tipis.
2. Pengelupasan dan aspirasi dari mutiara menggunakan krioterapi.

Riebsamen dan kawan-kawan mendeskripsikan sebuah teknik pengelupasan pada


epitel muatiara dimana pengelupasan dengan alat yang digenggam dibelakang IOL dari
limbus terhubungan dengan sebuah mesin penghisap (suction). Teknik ini tidak terlalu
efektif untuk mengobati robekan fibrosis kapsul. Bhargava dan kawan-kawan
mengevaluasi efikasi dari operasi dengan cara pengelupasan dan aspirasi dari mutiara PCO
menggunakan sebuah desain kanula khusus dan menemukan bahwa tindakan pengelupasan
dan aspirasi dari mutiara dapat menjadi salah satu alternatif dari kapsulotomi laser Nd:
YAG untuk PCO membranosa. Rekurensi munculnya lapisan mutiara, uveitis dan udem
macula cystoid adalah penyebab tersering berkurangnya penglihatan. Beberapa penulis
juga menyarankan krioterapi untuk mencegah PCO.

3. Laser kapsulotomi Neodymium Yttrium Aluminium Garnet (Nd: YAG)

Sebuah alat oftalmik dimana aplikasinya menggunakan konversi teknik operasi dari
intrakapsular ke ekstrakapsular pada operasi katarak. Cara ini akan meningkatkan ukuran
dengan memperhalus sudut dari kapsul yang diretraksi dan menjadikan kapsul lebih
berbentuk sirkular. Saat ini kapsulotomi Nd: YAG telah mengganti posisi tindakan operasi
invasif sebagai modalitas terapi yang paling sering dilakukan untuk tatalaksana PCO.15

Kebutuhan untuk dilakukannya kapsulotomi tergantung dari gangguan fungsi


penglihatan yang diderita pasien, rasa tidak nyaman, ketergantungan dan munculnya faktor
resiko yang berhubungan dengan penyakit seperti myopia, riwayat detachment retina, resiko
tinggi udem cystoid macular dan hanya sebelah mata yang berfungsi untuk melihat.
Bhargava dan kawan- kawan memperkirakan tingkat kebutuhah energi rata-rata untuk
subtype PCO dan menemukan bahwa rata-rata energi yang dibutuhkan untuk membentuk
kapsulotomi pada jaringan fibrosa dan mutiara untuk membentuk PCO sangat signifikan.
Berbeda PCO fibrosa lebih tipis dan membutuhkan lebih banyak energi jika dibandingkan
dengan PCO membranosa yang lebih tipis.
Prosedur laser capsulotomy Nd YAG : 5

1. Digunakan kontak lensa peyman atau central Abraham untuk menstabilkan mata,
meningkatkan optic sinar laser, dan memfasilitasi daya fokus yang akurat. Laser ini
berguna untuk :
i. Meningkatkan sudut konvergensi dari 160 menjadi 240
ii. Mengurangi area laser pada kapsula posterior dari 21 µm menjadi 14 µm
iii. Meningkatkan diameter sinar pada kornea dan retina
2. Gunakan energi seminimal mungkin ( jika mungkin 1 mJ )
3. Identifikasi dan potong melewati tension line
4. Lakukan cruciate opening dimulai dari arah jam 12 pada perifer lanjutkan dengan
melewati arah jam 6 dan potong dari arah jam 3 dan 9.
5. Bersihkan semua sisa-sisanya.
6. Hindari potongan-potongan bebas yang mengambang

4. Vitrektomi dan kapsulotomi posterior primer

Terapi PCO yang dapat diberikan pada anak-anak adalah membranektomi pars plana.
Menurut Mitra dan kawan-kawan yang mengusulkan kapsulovitrektomi pars plana pada
PCO dimana laser Nd: YAG tidak terlalu efektif untuk menjernihkan axis penglihatan dan
mereka menemukan keberhasilan dalam penetrasi pada membrane yang tipis.

Dr. Apple telah mengidentifikasi enam faktor penting dalam pencegahan PCO : 6
1. Tiga faktor bedah :
a. Pembersihan kortikal dengan peningkatan hydrodissection
b. Diameter curvilinear capsulorhexis lebih kecil dibandingkan dengan optic IOL

c. Fiksasi posterior chamber IOL


2. Tiga faktor terkait IOL :
a. Geometri IOL: bentuk persegi, tepi terpotong
b. Biokampatibilitasa dari biomaterial IOL (stimulasi dari proliferasi IOL)
c. Kontak maksimal antara IOL dengan kapsul posterior

Dr. Apple menemukan bahwa pembersihan kortikal dengan peningkatan


hydrodissection faktor terpenting. Pada pembersihan sel yang baik tanpa adanya bagian yang
tertinggal pada kantung kapsular akan mencegah terjadinya pembentukan katarak sekunder.
6

Beberapa peneliti lainnya menemukan bahwa pemberian infuse farmako seperti


lidokain bebas preserfatif 1% dapat meningkatkan pembersihan korteks, meskipun belum
diteliti dalam jangka panjang. 6

2.4.6 Komplikasi
Terkadang ada bagian dari katarak yang jatuh ke dalam vitreus sehingga harus
dilakukan operasi ulang untuk mengambilnya. Perdaraha di dalam vireus sat operasi dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan permanen. Infeksi dapat terjadi beberapa hari sampai
beberapa minggu setelah operasi. Berikan antibiotik untuk mencegahnya. Udem kornea
sering terjadi akibat operasi katarak.8

2.4.7 Prognosis
Operasi katarak umumnya aman. Tetapi bagimanapun hasil dan komplikasi operasi
tidak dapat dipastikan. Penglihatan setelah operasi tergantung dengan kondisi kesehatan
mata. Umumnya pasien merasa puas karena penglihatan membaik, tetapi sebagian kecil
pasien merasa terganggu dengan adanya efek samping pada lensa intraokular yang ditanam
karena adanya halo, merasa ada banda asing yang berterbangan, atau bayangan.8
BAB III
LAPORAN KASUS
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.


2011.
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw- Hill; 2007.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
4. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal : 200-10.
5. Secondary Cataract. http://www.atlasofophthalmology.com. Diunduh tanggal 18
juli 2019
6. Posterior Capsular Opacity. http://www.jakarta-eye-centre.com. Diunduh tanggal
18 Juli 2019.
7. Voughan, D.G.Asbury, T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Penerbit Widya Medika.
Jakarta. 2000. Hal : 175-81.
8. James, B. Chew, C. Bron, A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Penerbit
Erlangga. Jakarta. 2005. Hal : 82.

Anda mungkin juga menyukai