Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

Berbagai Modalitas Terapi pada Cutaneous Larva Migrans

Disusun oleh:
Sixtus Resa Tandisau
112020011

Pembimbing
dr. Sammy Yahya, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT TARAKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 18 OKTOBER – 20 NOVEMBER 2021
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
2.1 Definisi............................................................................................2
2.2 Epidemiologi...................................................................................2
2.3 Etiopatogenesis...............................................................................3
2.4 Klasifikasi dan Gejala Klinis..........................................................5
2.5 Diagnosis.........................................................................................7
2.6 Diagnosis Banding..........................................................................11
2.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................14
2.8 Tatalaksana.....................................................................................15
2.9 Komplikasi......................................................................................17
2.10 Prognosis.......................................................................................17
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….19
BAB I

PENDAHULUAN

Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption adalah erupsi di

kulit bentuk penjalaran serpiginosa, sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap

invasi larva cacing tambang atau nomatodes (cacing gelang) atau produknya.

Larva cacing tersebut berasal dari cacing yang hidup di usus kucing atau anjing.

Umumnya mampu menginvasi kaki, tangan, bokong atau abdomen.1

Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption atau sandworm

disease umumnya terjadi di antara para wisatawan yang kembali dari Negara

tropis.2

Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutaman yang sering berjalan

tanpa alas kaki atau dengan sepatu jenis terbuka, atau yang sering berhubungan

dengan tanah atau pasir yang mengandung larva tersebut. Demikian pula para

petani atau tentara sering sering mengalami hal yanga sama penyakit ini banyak

terdapat di daerah tropis atu subtropis yang hangat dan lembab misalnya di

Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia pun banyak dijumpai.1,2


BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Creeping eruption adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi larva non

human hookworm Ancylostoma caninum (anjing) atau Ancylostoma

brazliensis (kucing) pada manusia.3

Istilah ini digubakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan

berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif.1

B. Epidemiologi

Insidens yang sebenarnya sulit diketahui, di Amerika Serikat (pantai

Florida, Texas, dan New Jersey) tercatat 6.7% dari 13,300 wisatawan

mengalami CLM setelah berkunjung ke daerah tropis. Hampir di semua

negara beriklim tropis dan subtropis, misalnya Amerika Tengah dan Amerika

Selatan, Karibia, Afrika, Australia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia,

banyak ditemukan CLM. Pada invasi ini tidak terdapat perbedaan ras, usia,

maupun jenis kelamin. Belum pernah dilaporkan kematian akibat CLM. Invasi

CLM yang bertahan lama dan tidak diobati dapat menyebabkan infeksi

sekunder akibat garukan. Walaupun jarang, namun dapat menyebabkan

selulitis.1
C. Etiopatogenesis

Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang yang hidup

di usus anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma

caninum. Di Asia Timur, umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan

kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides

sterconalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu, dapat pula di-

sebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse

boot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus

hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum (telur cacing) terdapat pada

kotoran binatang dan karena kelembaban (misalnya di tanah berpasir yang

basah dan lembab) berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi

ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang taut

dermo-epidermal dan setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di

kulit. 1

D. Gejala klinis

Masa inkubasinya adalah beberapa menit sampai beberapa minggu setelah

kontak dengan parasit. 6

Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula

akan timbul papul kemudian dikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk

linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna

kemerahan, Adanya lesi papul yang ertematosa ini menunjukkan bahwa larva

tersebut telah berada di kulit, selama beberapa jam atau hari.1


Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar, menyerupai benang

berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk

terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya

lebih hebat pada malam hari.1

Tempat predileksinya adalah dorsum dan telapak kaki (uni dan bilateral),

bokong, panggul, kaki dan bahu. 4

Tempat yang jarang terkena adalah penis, dinding abdomen anterior dan

mukosa oral.6

Gejala muncul setelah beberapa hari dengan reaksi inflamasi dari host dan

bisa mengganggu tidur. Nyeri dapat terjadi pada lesi papulovesikular. Tanda-

tanda sistemik seperti eosinofilia perifer (sindrom Loeffler), migrasi infiltrat

paru, dan peningkatan kadar immunoglobulin E, tetapi jarang terlihat.4

E. Diagnosis

Diagnosis creeping eruption (cutaneous larva migrans) dapat ditegakkan

berdasarkan gambaran klinis yang khas dari lesi kulit dan dari anamnesis.

Berdasarkan anamnesis, biasanya pasien memiliki riwayat berjalan tanpa alas

kaki di pantai, bekerja tanpa pelinung pada tanah yang terkontaminasi, dan

berkebun. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya larva pada

gambaran histopatologi biopsi kulit dari bagian tepi lesi yang masih baru.

Berdasarkan bentuk khas yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus

atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.1,3,5


F. Diagnosis Banding

Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies. Pada

skabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti penyakit ini.

Bila melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dematofitosis.

Pada pemulaan lesi berupa papul sehingga sering diduga insects bite. Bila

invasi larva yang multipel timbul serentak, papu-papul lesi dini sering

menyerupai herpes zoster stadium permulaan.1

G. Tata Laksana

Sebelum tahun 1960, terapi CLM adalah dengan ethyl chloride spray

(disemprotkan sepanjang lesi), liquid nitrogen, phenol, carbon dioxide snow

(CO2 snow dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari

berturut-turut), piperazine citrate, eletro-kauterisasi dan radiasi. Pengobatan

tersebut sering tidak berhasil karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana

larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan di sekitarnya.

Kemoterapi dengan chloroquine,antimony dan diethylcarbamazine juga tidak

memuaskan.1

Sejak tahun 1993 telah diketahui bahwa berspektrum luas, misalnya

tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 25-50 mg/kb BB/hari, sehari

2 kali, diberikan berturut- turut selama 2-5 hari. Dosis maksimum 3 gram

sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar

didapat. Efek sampingnya mual, pusing dan muntah. Eyster mencobakan

pengobatan topikal solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif.


Demikian pula Davis dan Israel me suspensi obat tersebut (500mg/5 ml)

secara oklusi selama 24-48 jam. Sekarang albendazole dan ivermectin di luar

negeri merupakan obat lini pertama. Di luar negeri terapi dengan ivermectin

per oral (200 ug/kg) dosis tunggal dan diulang setelah 1-2 minggu, memberi

kesembuhan 94-100%.1

Pengalaman kami di Divisi Kulit Anak, Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSCM, pengobatan dengan albendazol 400 mg sebagai dosis tunggal,

diberikan 3 hari berturut-turut, sangat efektif. Bila tidak berhasil dapat

diulangi pada minggu berikutnya.1

H. Prognosis

Prognosis baik. Penyakit ini dapat sembuh sendiri. Larva akan mati

dengan sendirinya dan kelainan kulit akan membaik secara bertahap. Waktu

yang diperlukan untuk resolusi adalah 4-8 minggu, paling lama adalah 1 tahun

tetapi sangat jarang terjadi.2

CLM tidak mengancam kehidupan,umumnya sembuh dengan terapi

antihelmintes albendazole atau tiabendazole.1

I. Pencegahan

Pencegahan yanhg dapat dilakukan antara lain:

1. Menghindari kontak langsung kulit yang tidak terlindungi dengan tanah

atau pasir yang terkontaminasi

2. Menggunakan alas kaki saat berjalan di pantai atau tempat berpasir.


3. Pengobatan antihelmin secara rutin terhadap binatang peliharaan (anjing

atau kucing)

4. Hewan dilarang untuk berada di wilayah pantai atau taman bermain.

DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi, Sri Lunuwih SW. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke 7.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Sergio Vano-Galvan, et al. 2009. Cutaneous Larva Migrans: A Case Report.

Madrid: Cases Journal BioMed Central.

3. Luis J. Borda, et al. 2017. Hookworm-related Cutaneus Larva Migrans with

Exceptional Multiple Cutaneous Entries. United States: Avens Publishing

Group.

4. R. Jayanthi, T. Deenadayalan. 2015. Cutaneous Larva Migrans “Creeping

Eruptions”. Chennai: Stanley Medical Journal.

5. Ibrahim NM, Teravaj P. Rash in a foreign worker. Malays Fam Physician.

2016;11(2&3):39-41.

6. Vidyadhar R Sardesai, et al. Cutaneous Larva Migrans. Journal of Pediatric

Sciences 2014;6;e207.

7. Hidayanti Maya. Cutaneous Larva Migrans pada Anak Usia 3 Tahun.Medula

2020; hal 396

Anda mungkin juga menyukai