Anda di halaman 1dari 5

CREEPING ERUPTION

(Mukhraeni)
I. Pendahuluan
Cutaneous larva mirans atau creeping eruption merupakan kelainan kulit
bermanifestasi sebagai lesi serpiginous yang disebabkan oleh berpenetrasinya parasite
nematode. Cacing tambang yang biasanya berasal dari anjing dan kucing berupa
Ancylostoma caninum or Ancylostoma braziliense.Penderita biasanya mendapatkan
infeksi dari tanah yang basah atau kotoran hewan. biasanya terdapat di lokasi afrika,
amerika selatan, asia timu dan selatan, dan USA. Di jepang, penyebab utama dari
creeping eruption adalah Gnathostoma hispidum, G. nipponicum,dan G. doloresi.
Penderita biasanya mendapatkan dari memakan ikan mentah, salmon, ular, dan ikan
tawar.1

Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan
lembab, misalnya di Afrika selatan dan barat, di Indonesia pun banyak
dijumpai.2
CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik
(oral) atau terapi topikal. Berdasarkan penelitian yang ada, terapi sistemik
merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik dari
pada terapi topikal.2,3
II. Defenisi
Cutaneus larva migrans adalah kelainan kulit yang khas berupa peradangan
berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif. Disebabkan oleh
invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing.4
III. Epidemiologi

IV. Etiologi
Penyebab utama dari creeping eruption adalah larva yang berasal dari cacing
tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma brazilienes (spesies

yang paling sering ditemukan pada manusia) dan Ancylostoma caninum. Di Asia
timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada bebrapa
kasus

ditemukan

Echinococcus,

Strongyloideus

sterconalis,

dermatobia

maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari
beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.
Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya.3
V. Pathogenesis
Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang binatang
yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi feses
anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan anjing.
Telur cacing diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah
berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali
sehingga menjadi bentuk inefektif (larva stadium tiga). Manusia yang berjalan
tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva
menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit
intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kulitnya. Biasanya
migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari.2,5
Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per
hari, biasanya antara stratum granulosum dan stratum korneum. Larva ini tinggal
di kulit bergerak tanpa arah tujuan yang pasti sepanjang dermoepidermal. Hal ini
menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau
hari akan timbul gejala di kulit.2,4
Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang
menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes penderita dan larva tidak
mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis
sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik
yang diekskresi larva menyebabkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan
progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi
siklus hidup, larva sering kali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru.

Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah
beberapa hari sampai beberapa bulan.4,5,6
VI. Gejala klinis
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan
timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear
atau berkelok-kelok (snakelike appearance), menimbul dengan diameter 2-3
mm, berwarna merah segar, atau merah muda, dan terasa gatal. Adanya lesi
papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di
kulit selama beberapa jam atau hari. Waktu dari terekspos sampai adanya onset
dari gejala biasanya memakan waktu 1-6 hari. (2,4)
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang
berkelok-kelok,

polisiklik,

serpiginosa,

menimbul

dan

membentuk

terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa milimeter sampai


sentimeter setiap harinya. Bisa terdapat satu lesi maupun beberapa lesi. Rasa
gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Terowongan yang sudah lama
akan mengering dan menjadi krusta dan bila pasien sering menggaruk akan
menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder.(2,5)
Tempat predileksi adalah tungkai, plantar, tangan (unilateral/
bilateral), pinggang, bahu, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh di
mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.(4,8)

VII. Diagnosis
VIII. Diagnosis banding
IX. Penatalaksaaan
X. Prognosis

1. White G, Cox N. Infection and Tropical Disorders . In: White G, Cox N eds.
Diseases of the skin.USA:W.B.Saunders,2002,Chapter 23
2. Elizabeth M.W., Caumes E. Helminthic infections In: Wolf K., Goldsmith L.A.,
Katz S.I., editors. Fizpatricks Dermatology in General Medicine. 8thEd. New
York: McGrawHill; 2008. P. 2023-4

3. Aisah S. Creeping eruption. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin.Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. H. 125-6
4. Lopez F.V., Hay R.J. Parasitic Worms and Protozoa. In: Burns T., Breathnach S.,
Cox N., Griffiths C., editors. Rooks Textbook of Dermatology. 8thEd. Oxford:
Blackwell; 2004. Chapter 20
5. Caumes E. Treatment of Cutaneous Larva Migrans. CID 2000;30:811-4
6. Vano S.G., Gil M.M., Truchuelo M., Jaen P. Cutaneus larva migrans: a case
report. Cases Journal 2009;2:112
7.

Anda mungkin juga menyukai