Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

Creeping eruption (cutaneous larva migrans) adalah penyakit yang

disebabkan oleh infeksi larva non human hookworm Ancylostoma braziliensis

atau Ancylostoma caninum dari kucing atau anjing pada manusia. Larva

tersebut menembus kulit manusia, bermigrasi di kulit manusia meski tidak

dapat menjadi bentuk dewasa, dan menimbulkan gejala berupa lepuh,

kemerahan, menonjol disertai rasa gatal dan panas, kemudian menjalar berkelok-

kelok. 1

Creeping eruption lebih sering terjadi pada negara yang beriklim hangat.

Faktor risiko penyakit tersebut adalah kontak langsung individu dengan tanah

berpasir yang terkontaminasi dengan tinja anjing atau kucing. Anak lebih sering

terinfeksi dibandingkan dengan dewasa. Di Indonesia, penyakit infeksi oleh

(larva) cacin g ter sebut kurang diperhatikan karena dianggap tidak berbahaya,

gejalanya sering ringan sehingga cenderung diabaikan. Penyakit ini termasuk

penyakit swasirna. Pengobatan yang diberikan ber t u ju a n unt u k m em p er cep

a t k es em bu han dan meringankan gejala penyakitnya.

Penyebab kelainan ini adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma

caninum. Manusia terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi

1
ini. Manusia merupakan hospes aksidental di mana larva jarang sekali namun

dapat ditemukan infiltrat paru yang disebut sindrom loeffler. 1-3

Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama

dari creeping eruption. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang

khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3

mm, dan berwarna kemerahan. Faktor resiko utama penyakit ini adalah kontak

dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feses anjing

atau kucing.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Creeping eruption atau yang disebut juga cutaneus larva migrans,

dermatosis linearis migrans, sandworms disease adalah kelainan kulit yang

merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok- kelok, menimbul dan

progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari

anjing dan kucing. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis

yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, Asia

Tenggara begitu juga Indonesia.1

2.2 Epidemiologi

Creeping eruption ditemukan di seluruh dunia tapi paling sering terjadi

di daerah dengan iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab,

misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, terutama Amerika Serikat

bagian tenggara, Karibia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Pusat, India, dan

Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai. Infestasi lebih sering

ditemukan saat ini karena tingginya mobilitas dan tamasya. Dilaporkan

adanya outbreak insiden CLM di perkemahan anak-anak di Miami, Florida

pada tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri dari anak-anak dan

dewasa, menderita CLM setelah 2,5 minggu berada di perkemahan. Dari

analisa didapatkan 22 orang tersebut berain di kotak pasir selama minimal 1

jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22 orang yag terkena

3
ternyata tidak mengenakan sandal pada saat bermain pasir. Banyak yang

mengakui adanya kucing yang bekeliaran dalam jumlah cukup banyak di

sekitar perkemahan.2

Cara infeksi melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah.

Orang dari berbagai jenis umur, seksa dan ras bisaterinfeksi jika terpajan

larva. Grup yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya

berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain sebagai

berikut:

1. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai

2. Anak-anak yang bermain pasir

3. Petani

4. Tukang kebun

5. Pembersih septic tank

6. Pemburu

7. Tukang kayu

8. Penyemprot serangga

2.3 Etiologi

Creeping eruption biasanya ditujukan untuk lesi yang diakibatkan

cacing tambang dengan hospes non manusia. Penyebab utama adalah larva

yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu

ancylostoma braziliense dan ancylostoma caninum. Ancylostoma braziliense

adalah penyebab tersering. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh

4
Gnathostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus,

Strongyloides stercoralis, Dermatobia maziales dan Lucilia caesar. Selain itu

dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya

Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.

Penyebab yang umum:

1. Ancylostoma braziliense

2. Ancylostoma caninum

3. Uncinaria phlebotonum

Penyebab yang jarang:

1. Ancylostoma ceylonicum

2. Ancylostoma tubaeforme

3. Necator amricanus

4. Strongyloides papillosus

5. Strongyloides westeri

6. Ancylostoma duondenale

5
2.4 Siklus Hidup dan Patogenesis

Siklus hidup ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa

dengan ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit dimulai

saat telur keluar bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan

lembab. Pada kondisi kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur

bisa menetas dan tumbuh cepat menjadi larva rhabditiform. Awalnya larva

makan bakteri yang ada di tanah dan berganti bulu dua kali sebelum menjadi

bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada hospes alami binatang, larva mampu

penetrasi sampai ke dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena

sampai ke paru-paru. Kemudian menembus sampai ke alveoli dan trakea

dimana kemudian tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan

siklus baru dimulai saat telur diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap

hidup pada tanah selama beberapa minggu.

Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per

hari, biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di

kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal.hal ini menginduksi

reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul

gejala di kulit.

Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang

menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak

mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai

6
ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang

disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi.

Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva

seringkali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru. Pada pasien dengan

keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya.

Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah

beberapa hari sampai beberapa bulan.

Gambar : Siklus Hidup Ancylostoma Braziliense

Sumber : http://www.intechopen.com/books/soil-contamination/soil-transmitted-

helminthic-zoonoses-in-humans-and-associated-risk-factors

7
2.6 Gambaran klinis

Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula

akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear,

menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul

8
yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah ada di kulit

selama beberapa jam atau hari.1

Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-

kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow),

mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari.

Terjadi rasa gatal pada ujung lesi yang bertambah panjang karena terdapat larva.

Larva filariform pada manusia tidak berkembang menjadi dewasa, infeksi larva

terbatas hanya pada lapisan epidermis, yang menyebabkan kelainan berupa garis

merah berbentuk serpiginosa yang disebut Creeping eruption. Masuknya larva kekulit

dapat menimbulkan erupsi yang tidak spesifik, dapat berupa sensasi tingling atau

prickling selama 30 menit sejak larva masuk kulit. Kemudian jaringan kulit yang

ditembus larva filariform berubah menjadi papul keras, merah dan gatal. Larva dapat

tidur selama beberapa minggu atau bulan atau segera memulai aktifitasnya. Dalam

beberapa hari berikutnya, akan terbentuk terowongan sempit di intrakutan yang

menimbul dengan diameter 2-3 mm dengan panjang 3-4 cm dan berwarna

kemerahan. Terowongan ini membentuk garis yang semakin panjang sesuai dengan

gerakan larva yang ada didalamnya. Penyakit ini self-limited dengan kematian larva

dalam waktu sebulan atau dua bulan. Lebar lesi berkisar antara 3mm dan panjang

bervariasi mencapai 15-20 cm. Lesi bisa tunggal atau multipel, sangat gatal dan bisa

juga nyeri.

9
Gambar 6. Creeping eruption pada kaki

Sumber : http://www.dermatalk.com/blogs/skin-disorders/cutaneous-larva-

migrans/

Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha,

juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.

Sering terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri. Sepanjang garis yang

berkelok-kelok terdapat vesikel kecil yang sewaktu-waktu memungkinkan terjadinya

infeksi sekunder jika kulit digaruk. 6,7

Tanda dan gejala sistemik (mengi, batuk kering, urtikaria) pernah

dilaporkan pada pasien dengan infeksi ekstensif. Tanda sistemik termasuk

eosinofilia perifer dan peningkatan kadar IgE. Pada kasus creeping eruption bisa

terjadi sindrom loeffler dan mtositis namun jarang dijumpai. Larva bisa bermigrasi

ke usus halus dan menyebabkan enteritis eosinofilik. 6,7

10
2.7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan IgE serum dan eosinophil biasanya didapatkan meningkat dari

normal yang menandakan adanya infeksi parasit.

Untuk menunjang diagnosa bisa dilakukan biopsi kulit. Biopsi kulit yang

diambil tepat di atas lesi menunjukkan larva (tes periodic asam schiff positif) di

terowongan suprabasilar, terowongan pada membrane basalis, spongiosis dengan

vesikel intraepidermal, nekrosis keratinosit dan infiltrat kronis oleh eosinofil pada

lapisan epidermis dan dermis bagian atas.6

2.8 Diagnosis

Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis,

riwayat pajanan epidemiologi dan ditemukan lesi yang khas. Bentuk khas, yakni

terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul,

dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Biopsi spesimen diambil pada ujung

jalur yang mungkin mengandung larva tetapi biopsi kurang mempunyai arti karena

larva sulit ditemukan. Bila infeksi ekstensif bisa dijumpai tanda sistemik berupa

eosinofilia perifer, sindrom loeffler (infiltrate paru yang berpindah-pindah),

peningkatan kadar IgE. Hanya sedikit pasien yang menunjukkan eosinofilia perifer

dan peningkatan IgE.

2.8 Diagnosis banding

A. Scabies

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitasi terhadap sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Cara

11
penularan bisa melalui kontak langsung (kontak dengan kulit), misalnya

berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Dan melalui kontak

tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan

lain-lain.7

Gambar 7. Scabies pada pergelangan tangan dan sela- sela jari

Sumber : http://scabiesrashpictures.org/Scabies-Mites-Pictures.php

Scabies memiliki gejala klinis seperti pruritus nocturnal, adanya

terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih

atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm,

pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Menemukan tungau,

merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih

stadium hidup tungau ini. Penyakit ini menyerang manusia secara

berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota

keluarga terkena infeksi. Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan

dengan scabies. Pada scabies terowongan yang terbentuk tidak akan

sepanjang seperti pada creeping eruption.3,

12
B. Insect bite

Insect bite merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh gigitan dari

hewan. Kelainan kulit disebabkan oleh masuknya zat farmakologis aktif dan

sensitasi antigen dari hewan tersebut. Dalam beberapa menit akan muncul

papul persisten yang seringkali disertai central hemmoragic punctum. Reaksi

bulosa sering terjadi pada kaki anak-anak. Pada permulaan timbulnya

creeping eruption akan ditemukan papul yang menyerupai insect bite (Gambar

8). 4,

Gambar 8. Gigitan serangga pada punggung

Sumber : http://bed-bugbites.org/bed-bug-bites-pictures-on-humans/bed-

bug-bites-on-back/

13
Tabel 1. Diagnosis Banding CLM14

Kondisi Keterangan Tes Diferensiasi

Larva currens Lesi khusus ditemukan pada area perianal, abdomen, Larva Strongyloidesterlihat pada
dan paha atas.Lesi bertahan hanya beberapa jam. pemeriksaan mikroskopik feses ;
Karakteristik oleh lesi tunggal yang secara cepat serologi IgG Strongyloidespositif.
timbul beberapa sentimeter per jam.
Gnatostomiasis Riwayat memakan ikan mentah atau setengah Tes serologi positif.
matang. Ditandai dengan edem atau nodul subkutan Eksisi lesi bisa terlihat larva
yang migrasi. nematoda.
Fasioliasis Riwayat memakan sayuran mentah di Asia atau Tes serologi positif.
Afrika. Lesi kutan terdapat eritem yang dalam dan Ekstraksi cacing dari ujung lesi
seperti terowongan. Lesi menyebabkan nyeri
terbakar dan memanjang 4-5 cm per hari.
Infeksi spesies spirurina Kasus dilaporkan hanya di Jepang. Riwayat Tes serologi positif.
memakan seafood mentah. Creeping erruption mirip
dengan CLM tapi biasanya lesi tunggal pada
abdomen.
Myiasis Terdapat nodul kutan sering dengan puncak di Ekstaksi belatung dari lesi kulit.
tengah. Pasien menyadari penyakit dengan nodul
yang bergerak. Dapat bermigrasi tapi biasanya tidak
ada lesi serpiginosa tipis.Lesi tidak biasanya
berlokasi di kaki.
Loiasis Riwayat terpapar nyamuk di Afrika Tengah dan Identifikasi mikrofilaria pada
Barat. Edem subkutan. Ulat dewasa dapat pemeriksaan mikroskop sampel
bermigrasi ke konjungtiva. darah; tes serologi positif.

Creeping hair Tidak ada hubungan dengan travel. Biasanya Ekstraksi rambut dari ujung lesi
melibatkan fragmen kulit bermigrasi secara lambat kulit.
pada dermis atas. Tidak ada gatal.
Skabies Gatalnokturnal. Terdapat papul dan vesikel, Mikroskopi kerokan kulit dapat
terowongan bisa terbukri dan akan membantu menungjukkan tungau, telur, atau
menegakkan diagnosis. Pergelangan tangan dan skibala.
kaki, telapak tangan dan kaki, sela jari, aksila,
pinggul, dan selangkangan adalah predileksi. Gejala
yang sama akan banyak terdapatdi orang sekitar
pasien.
Dermatitis Biasanya terdapat ruam makulopapular difus. Lesi Diagnosis berdasarkan klinis karena
sersarial(skistosomiasis) kulit tak bermigrasi. Rash khususnya terlihat dalam penyebaran telur belum dimulai;
24 jam setelah kontak dengan air segar dari area kemudian, mikroskopi feses dan urin
endemik. (Afrika, Cina, Filipina, Brazil, dan negara menunjukkan kuantifikasi beban
tropis lainnya). telur dan identifikasi schistoma, dan
serologi skistomiasis akan
menampakkan antibodi terhadap
antigen parasit.

Infeksi herpes zoster Distribusi dermatom tipikal. Lesi kulit tak Usapan pada garukan vesikel positig
bermigrasi dan dikarakteristikan oleh vesikel yang pada virus varisela.
bergabung dan mengering. Biasanya lebih sakit dari
gatal.

14
2.9 Penatalaksanaan

a. Medikamentosa
Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati dan diabsorbsi. Meskipun

penyakit ini self-limited, rasa gatal yang hebat dan resiko infeksi sekunder

memaksa seseorang untuk berobat.5

1. Pengobatan Sistemik (Oral)


a. Anti-Helmintes
1. Tiabendazol
Merupakan drugs of choice. Sejak tahun 1963 telah diketahui
bahwa antihelminthes berspektrum luas, misalnya tiabendazol
ternyata efektif. Obat ini sukar didapat. Menghambat enzim
fumarat reductase sehingga menginhibisi pembentukan
mikrotubuli. Akan terjadi gangguan uptake glukosa dan inhibisi
malat dehidrogenase. Merupakan antihelminthes heterosiklik
generasi ketiga. 1-3
Untuk dosis orang dewasa :
Topikal berupa supensi 10-15% (kadang dicampur dengan
krim kortikosteroid) secara oklusi, 2 kali sehari, selama
minimal 1 minggu
Oral 25-50 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari
Untuk dosis anak-anak :
Dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak
lebih dari 3 gr/hari.
Tiabendazol lebih toksik daripada benzimidazol dan ivermectin
sehingga lebih dipilih agen yang lain. Efek samping yang sering
berupa pusing, anoreksia, nausea dan muntah. Permasalahan
yang lebih jarang seperti nyeri epigastrium, kram abdomen,
diare, pruritus, nyeri kepala, mengantuk, dan simtom

15
neuroleptik. Pernah dilaporkan kerusakan hati yang ireversibel
dan sindrom Steven Johnson. Tiabendazol pada anak di bawah
15 kg masih terbatas penggunaaannya. Obat ini tidak boleh
digunakan untuk ibu hamil atau yang menderita penyakit hati
maupun ginjal. 1-3

2. Ivermectin
Antiparasit semisintetik makrosiklik yang berspektrum luas
terhadap nematoda. Cara kerjanya dengan menghasilkan paralisis
flaksid melalui pengikatan kanal klorida yang diperantarai
glutamat. Mungkin merupakan drug of choice karena keamanan,
toksisitas rendah dan dosis tunggal. 1-3

Untuk dosis dewasa :


12 mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal
Untuk dosis anak-anak :
<5tahun : 150 ug/kgBB dosis tunggal
>5 tahun : sama dengan dewasa
Efek samping mencakup kelelahan, pusing, nausea, muntah, nyeri
perut dan bercak kemerahan. Hindari penggunaan bersama obat
yang meningkatkan aktivitas GABA seperti barbiturat,
benzodiazepine dan asam valproat. Ivermectin tidak boleh
diberikan pada ibu hamil.1-3

3. Albendazol
Antihelmintes bersepektrum luas yang mengganggu uptake
glukosa dan agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti
tiabendazol.
Untuk dosis dewasa :
400 mg per oral, sekali sehari, selama 3 hari atau

16
2x200 mg sehari selama 5 hari
Untuk dosis anak-anak :
<2tahun : 200 mg/hari selama 3 hari dan diulang 3
minggu kemudian jika perlu
>2 tahun : sama seperti dewasa
Bila digunakan 1-3 hari, albendazol hampir bebas efek
samping. Bisa terjadi gejala ringan distres epigastrium, diare,
sakit kepala, nausea, pusing, lesu dan insomnia. Pada
pemakaian jangka panjang harus dicek darah dan fungsi hati.
Tidak boleh diberikan pada orang yang hipersensitif terhadap
benzimidazol lainnya atau orang dengan sirosis. Kemanan pada
ibu hamil dan anak kurang dari 2 tahun masih belum diketahui. 1-3

4. Mebendazol
Antihelmintes spektrum luas yang menginhibisi perakitan
mikrotubuli dan memblok uptake glukosa sehingga terjadi deplesi
cadangan glikogen parasit.
Untuk dosis dewasa :
200 mg per oral, 2 kali sehari selama 4 hari
Untuk dosis anak-anak :
<2 tahun : tidak disarankan
>2 tahun : seperti dewasa
Bisa terjadi nausea, muntah, diare dan nyeri abdominal. Efek
samping yang jarang berupa reaksi hipersensitivitas,
agranulositosis, alopesia dan peningkatan enzim hati. Mebendazol
teratogenik pada binatang sehingga tidak disarankan untuk ibu
hamil. Pada anak kurang dari 2 tahun harus berhati-hati karena
masih kurangnya penelitian. Kadar plasma bias berkurang pada
penggunaan bersama karbamazepin atau fenitoin. Meningkat
ada penggunaan bersama simetidin. Harus berhati-hati pada orang

17
dengan sirosis. Hasil studi yang dilakukan Tae Hyeung Kim,
Byeung Song Lee, dan Wook Mok Sohn mendapatkan bahwa
ivermectin dosis tunggal 12 mg pada studi acak 21 pasien
didapat hasil lebih efektif daripada albendazol 400mg dosis
tunggal. Tiabendazol juga merupakan pengobatan yang efektif
untuk CLM. Namun ivermectin dan tiabendazol sukar didapat
sehingga disarankan pengobatan dengan albendazol dosis tunggal.
1-3

b. Anti-Pruritus
Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. 1

c. Antibiotik
Jika terjadi infeksi sekunder disebabkan oleh bakteri. 1

2. Pengobatan Topikal
Obat pilihan berupa tiobendazol topikal 10%, diaplikasi 4 kali sehari selama

satu minggu. Topikal tiobendazol adalah pilihan terapi pada lesi yang awal, untuk

melokalisir lesi, mengurangi lesi multipel dan infeksi folikel oleh cacing tambang.

Obat ini perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar lesi.

Dapat juga digunakan solutio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) atau

tiobendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal yang digunakan secara oklusi

dalam 24-48 jam.

3. Bedah beku
Cara terapi ialah dengan bedah beku atau krioterapi yakni menggunakan
etil klorida atau dry ice dengan penekanan 45 detik sampai 1 menit, 2 hari berturut-
turut. Penggunaan NO2 cair juga pernah dicoba. Cara beku dengan menyemprotkan

18
kloretil sepanjang lesi. Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak
mengetahui secara pasti di mana larva berada, dan bila terlalu lama dapat
merusak jaringan di sekitarnya. Terapi ini efektif bila epidermis terkelupas bersama
parasit. Seluruh terowongan harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada
dalam terowongan. Cara ini bersifat traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya. 3

Gambar 9. Cara melakukan krioterapi


Sumber :
http://fabulouslyaverage.com/beauty/cryotherapy-worked-but-more-age-spots-
uncovered
2.10 Komplikasi

Ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri akibat garukan. Infeksi umum

disebabkan oleh streptococcus pyogenes. Bisa juga terjadi selulitis dan reaksi

alergi.6,7

2.11 Prognosis

Cutaneous larva migrans memiliki prognosis yang baik. Cutaneous larva

migrans dapat sembuh sendiri. Larva akan mati dengan sendirinya karena manusia

adalah pejamu terakhir, lesi membaik dalam dua sampai delapan pekan, paling lama

satu tahun (jarang). Lesi akan membaik dalam satu minggu dengan penatalaksanaan

adekuat.

19
BAB III

KESIMPULAN

Creeping eruption merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh larva

cacing tambang binatang dan bersfiat self-limited. Penyakit ini sering dijumpai di

daerah tropis dan subtropis. Orang yang beresiko terinfeksi adalah mereka

yang sering berhubungan dengan tanah berpasir dan tidak memakai alas kaki.

Penyebab penyakit ini adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma

caninum. Penyebab tersering adalah Ancylostoma braziliense. Manusia terinfeksi

melalui kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi ini. Manusia merupakan

hospes aksidental di mana larva jarang sekali namun dapat ditemukan infiltrat

paru yang disebut sindrom loeffler.

Gejala klinis yang timbul berupa gatal, papul eritematosa, kadang

disertai rasa nyeri, serta lesi khas yang berbentuk linear berkelok-kelok. Dapat

terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder yang umumnya disebabkan oleh

Streptococcus pyogenes. Ditemukan eosinofilia perifer dan peningkatan kadar

IgE. Tempat pedileksi di bagian tubuh mana saja yang sering berkontak dengan

tempat larva berada.

Penatalaksanaan yang baik adalah edukasi mengenai pencegahan. Pengobatan

dapat diberikan antiheliminthes topikal maupun oral, digunakan antihelminthes

berspektrum luas. Ivermectin dosis tunggal 12 mg, Albendazol 400 mg dosis

tunggal, Tiabendazol 50 mg/kgBB dalam 2 dosis.

20
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S. Creeping eruption. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit kulit dan

kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. p. 125-

6.

2. Bolognia JL. Cutaneus larva migrans. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,

editors. Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby; 2008. p. 9-10.

3. Estrada R. Larva migrans (Larva migrans syndrome). In: Arenas R, Estrada R,

editors. Tropical dermatology. Goergetown, Texas: Landes Bioscience; 2001. p.

213-8..

4. Omar L. Protozoa and Worms. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, et al,

editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Elsevier Saunders, 2008. p 1263-81

5. Brooker S, Albonico M et al. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis,

trichuriasis, and hookworm. 2006. Available from:

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16679166 [Accesed 31 July 2015]

6. Vega-Lopez F, Hay RJ. Parasitic Worms and protozoa. In: Burns T, Breathnach

S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's textbook of dermatology. 7th ed: Blackwell;

2004. p. 17-8.

7. Micantonio T, Peris K. Pruritic, serpiginous eruption in a returning traveller.

CMAJ.JAMC 2008:51-2..

21
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Rahma

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Alamat : Langsa

Suku : Aceh

B. Anamnesa

Keluhan Utama : Gatal-gatal di betis kaki kiri

Telaah : Pasien datang ke poli kulit kelamin RSUD Langsa

dengan keluhan gatal-gatal di betis sebelah kiri dan

terasa panas. Keluhan ini sudah dirasakan pasien lebih

kurang 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, awalnya

mulanya pasien sedang membersihkan kandang ayam,

kemudian os mengeluh di gigit oleh nyamuk dan timbul

bentol-bentol kecil di betis sebelah kiri berwarna merah

terasa gatal dan panas, keesokan harinya bentol tersebut

menjalar lebih luas dan timbul gelembung membentuk

terowongan dan berisi cairan, sebagian gelembung ada

yang sudah pecah dan terkelupas , sebagian ada yang

belum pecah namun gatal dan panas tidak menghilang.

Sebelumnya os sudah pernah minum obat di puskesmas

namun tidak berkurang dan semakin hari semakin

22
menjalar dan tambah gatal. Os riwayat memelihara

kucing (+), peternak ayam (+).

Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal

Riwayat Pemakaian Obat : tidak ada

Status Dermatologi :

Ruam Primer : et region cruris sinistra tampak macula

eritema serta papul dan vesikel berkelok-

kelok, polisiklis sehingga tampak garis liniar. .

Ruam Sekunder : tidak ada

Resume : seorang perempuan 25 tahun datang ke poli

kulit kelamin RSUD Langsa dengan keluhan

gatal-gatal di betis sebelah kiri dan terasa panas.

Keluhan ini sudah dirasakan pasien lebih kurang 3

minggu sebelum masuk rumah sakit, awalnya

mulanya pasien sedang membersihkan kandang

ayam, kemudian os mengeluh di gigit oleh nyamuk

dan timbul bentol-bentol kecil di betis sebelah kiri

berwarna merah terasa gatal dan panas, keesokan

harinya bentol tersebut menjalar lebih luas dan

timbul gelembung membentuk terowongan dan

berisi cairan, sebagian gelembung ada yang sudah

pecah dan terkelupas , sebagian ada yang belum

23
pecah namun gatal dan panas tidak menghilang.

Sebelumnya os sudah pernah minum obat di

puskesmas namun tidak berkurang dan semakin

hari semakin menjalar dan tambah gatal. Os

riwayat memelihara kucing (+), peternak ayam (+).

Pada pemeriksaan status dermatologi tampak et

region cruris sinistra tampak macula eritema serta

papul dan vesikel berkelok-kelok, polisiklis

sehingga tampak garis liniar.

Diagnosa Banding : 1. Skabies

2. granuloma anulare\

3. herpes zooster

Pemeriksaan Penunjang : - mencari larva dari ujung ruam yang

menjalar.

- Pemeriksaan IgE serum dan Eosinofil

Diagnosa Kerja : Creeping Erruption

Penatalaksanaan :

Berdasarkan Teori Yang di dapat

tiobendazol 50 mg/kgbb/hari selama Albendazol 3

2 hari Cetirizine 1x1

krioterapi dengan salju CO2 ditekan Mometason Cr

selama 45-60 detik atau semprotan

24
N2O

semprotan dengan kloretil pada ujung

lesi sampai beku dengan harapan

larva akan mati.

Antihistamin untuk mengurangi rasa

gatal.

Antibiotic jika ada infeksi sekunder

25

Anda mungkin juga menyukai