Anda di halaman 1dari 58

SKABIES

BATASAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var.hominis dan produknya (DERBER, 1971).

Cara Penularan (transmisi)


1. Secara kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), seperti : pakaian, handuk, sprei, bantal
dan Iain-lain.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Di kenal pula Sarcoptes scabiei var.
animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia terutama pada mereka
yang banyak memelihara binatang peliharaan seperti anjing.

Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
karena sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.

GEJALA KLINIS
Ada 4 tanda kardinal:
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar

1
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami investasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau kelok, rata-rata
panjang lcm,pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika
timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorfi (pustula, ekskoriasi
dan Iain-lain). Tempat-tempat predileksi tersebut biasanya merupakan tempat
dengan stratum kor-neum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mame
(wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian
bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau ini adalah hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat diduga atau dibuat
dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

Skabies Norwegika (Skabies berkrusta)


Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan
kaki, kuku yang distrofik dan skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat
menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam
jumlah yang sangat besar. Penyakit terdapat pada penderita dengan retardasi
mental, kelemahan fisik, gangguan imunologik dan psikosis.

DIAGNOSIS
Cara menemukan tungau:
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujungnya terlihat papul atau
vesikel, lalu dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca
obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop
cahaya.

2
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H. E.

DIAGNOSIS BANDING
Ada pendapat yang raengatakan penyakit skabies ini raerupakan the peat
immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan bluhan gatal.
Sebagai diagnosis banding ialah : prurigo, pedikulosis korporis dermatitis dan
lain-lain.

PENATALAKSANAAN
Syarat obat yang ideal ialah:
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2. Harus tidak memberi iritasi dan tidak toksik.
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (ter-
masuk penderita yang hiposensitisasi).

Jenis obat topikal


1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 5-10% dalam bentuk salap
atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka
penggunaannya tidak boleh kurangdari tiga hari. Kekurangannya yang lain
ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,dan
kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

3
3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan = gammexane), termasuk obat
pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, jarang
memberikan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan
wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup
sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Derbes, V.J. : Arthropod bites and stings. In : Fitz-patrick,T.B. et al :
Dermatology in General Medicine; 2nd ed,pp.1661-1663 (Me Graw-Hill Book
Co., New York etc.1979).
2. Domonkos, A.N; Arnold, H.L. and Odom, R.B.: Andrew’s Diseases of
theskin. Clinikal Dermatology; 7 th ed.pp. 554-557 (W.B. Saunders Cp.,
Philadelphia, London, Toronto 1982).

4
PIODERMA

A. IMPETIGO
B. EKTIMA
C. PIONIKIA
D. ERISIPELAS
E. FOLIKULITIS
F. FORUNKEL / KARBUNKEL

5
PIODERMA

BATASAN
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphyllococcus dan
Streptococcus atau oleh kedua-duanya.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Penyebabnya yang utama ialah Staphyllococcus aureus dan strepto coccus
B hemolyticus, Staphyllococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit
dan jarang menyebabkan infeksi.

Faktor Predisposisi
1. Hygiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan misalnya : kekurangan gizi, anemia, penyakit kronik,
neoplasma ganas, diabetes melitus.
3. Telah ada penyakit lain dikulit
Karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai
pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

Bentuk Pioderma
Berbagai bentuk pioderma akan dibicarakan satu persatu.

6
A. IMPETIGO

BATASAN
Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis).

Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk ialah impetigo krustosa dan impetigo bulosa.
1. Impetigo Krutosa
Sinonim
Impetigo kontagiosa, vulgaris. Tillbury Fok
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Biasanya Streptococcus B hemolyticus.

GEJALA KLINIS
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi
di muka, yakni disekitar lubang hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema
dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang
terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak
erosi dibawahnya. Sering krusta menyebarke perifer dan sembuh di bagian tengah.

Komplikasi:
Glomerulonefritis (2-5%).

DIAGNOSIS BANDING
Ektima (lihat bab ektima).

PENATALAKSANAAN
Jika krusta sedikit dilepaskan dan diberi salap antibiotik. Kalau banyak
diberi banyak pula antibiotik sistemik.

7
2. Impetigo Bulosa Sinonim
Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Biasanya Staphyllococcus aureus.

GEJALA KLINIS
Keadaan umum tak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang dewasa.
Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Kadang-kadang waktu
penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak
hanya krusta dan dasarnya masih eritematosa.

DIAGNOSIS BANDING
Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat krusta dan eritema, maka
mirip dermatofitosis. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelum nya
terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya ialah impetigo bulosa.

PENATALAKSANAAN
Jika terdapat vesikel/bula hanya beberapa, dipecahkan lalu diberi salap
antibiotik atau cairan antiseptik. Kalau banyak diberi pula antibiotik sislemik.
Faktor predisposisi dicari, jika karena banyak keringat, ventilasi diperbaiki.

3. Impetigo Neonatorum
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada
neonatus. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh,
dapat disertai demam.

8
DIAGNOSIS BANDING
Sifilis kongenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak tangan
dan kaki, terdapat di telapak tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, sadle
nose pseudoparalisis parrot.

PENATALAKSANAAN
Antibiotik harus diberikan secara sistemik Topikal dapat diberikan bedak
salisisil 2%.

B. EKTIMA
BATASAN
Ektima ialah ulkus superfisial dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi oleh
Streptococcus.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Streptococcus B hemolyticus.

GEJALA KLINIS
Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi
ditungkai bawah ialah tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika krusta
diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.

DIAGNOSIS BANDING
Impetigo krustosa. Persamaannya kedua-duanya berkrusta berwarna
kuning. Perbedaannya, impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka,
dasarnya ialah erosi. Sebaliknya ektima terdapat baik pada anak maupun dewasa,
tempat predileksi di tungkai bawah, dasarnya ialah ulkus.

PENATALAKSANAAN
Jika sedikit krusta diangkat diolesi dengan salap antibiotik. Kalau banyak
juga diobati dengan antibiotik sistemik.

9
C. PIONIKIA

BATASAN
Radang di sekitar kuku oleh piokocus.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Staphyllococcus aureus dan/atau Stretococcus B,hemolyticus.

GEJALA KLINIS
Penyakit ini didahului trauma. Mulanya infeksi pada lipat kuku, terlihat
tanda-tanda radang, kemudian menjalar ke matriks dan lempeng kuku (nail plate),
dapat terbentuk abses subungual.

PENATALAKSANAAN
Kompres dengan larutan antiseptik dan antibiotik sistemik. Jika terjadi
abses subungual kuku diektraksi.

D. ERISIPELAS

BATASAN
Erisipelas ialah penyakit infeksi akut disebabkan oleh Streptococcus,
gejala utamanya ialah eritema berwarna merah cerah danberbatas tegasserta
disertai gejala konstitusi.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Streptococcus B hemolyticus.

GEJALA KLINIS
Terdapat gejala konstitusi : demam, malaise. Lapisan kulit yang di-serang
ialah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahului trauma, karena itu biasanya
tempat predileksinya di tungkai bawah. Kelainan kulit yang utama ialah eritema

10
yang berwarna merah cerah, berbatas tegas, pinggirnya meninggi dengan tanda-
tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bula. Terdapat leukositosis.
Jika tidak diobati akan menjalar kesekitarnya terutama ke proksimal. Kalau sering
residif ditempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.

DIAGNOSIS BANDING
Selulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrat di subkutan.

PENATALAKSANAAN.
Istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan. Pe-ngobatan
sistemik ialah antibiotik, topikal diberikan kompres terbuka dengan larulan
antiseptik. Jika terdapat edema diberikan diuretika.

Selulitis.
Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan
laboratorik dan terapinya sama dengan erisipelas. Kelainan kulit berupa infiltrat
yang difus di subkutan dengan tanda radang akut.

Ftegmon
Flegmon ialah selulitis yang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan selulitis
hanya ditambah insisi.

E. FOLIKULITIS

BATASAN
Radang folikel rambut.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Biasanya Staphyllococcus aureus.

11
Klasifikasi
1. Folikulitis superfisialis : terbatas di dalam epidermis.
2. Folikulitis profunda : sampai ke subkutan.

1. Folikulitis superfisialis Sinonim


Impetigo Bockhart
GEJALA KLINIS
Tempat predileksi ditungkai bawah. Kelainan berupa papul atau pustul yang
eritematosa dan ditengahnya terdapat rambut, biasanya multipel.
2. Folikulitis Profunda
Gambaran klinisnya seperti diatas, hanya teraba infiltrat di subkutan.
Contohnya sikosis barbe yang berlokasi di bibir atas dan dagu, bilateral.

DIAGNOSIS BANDING
Tinea barbe, lokasinya di mandibula/sub-mandibula,unilateral. Pada tinea
barbe sediaan dengan KOH positip.

PENATALAKSANAAN
Antibiotiksistemik/topikal. Cari faktor predisposisi.

F. FURUNKEL/KARBUNKEL

BATASAN
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari pada
sebuah disebut furunkelosis. Karbunkel ialah kumpulan furunkel.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Biasanya Staphyllococcus aureus.

12
GEJALA KLINIS
Keluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut,
dttengahnya terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus
dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat predileksi ialah
tempat yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong.

PENATALAKSANAAN
Jika sedikit cukup dengan antibiotik topikal. Jika banyak digabung dengan
antibiotik sistemik. Kalau berulang-ulang mendapat furunkelosis atau karbunkel,
cari faktor predisposisi, misalnya diabetis melitus.

PENATALAKSANAAN UMUM
1. Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut
ini disebutkan contoh-contohnya.
1. Penisilin G prokain dan semisintetiknya Dosis : penisilin G prokain 1,2
juta per hari, i.m. Semisintetiknya ialah:
- ampisilin, dosisnya 4x 250 mg atau 4x500 mg sehari, per os.
- amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin.
- kloksasilin, dosisnya 2x250 mg atau 3x250 mg sehari, per os
Penggunaan penisilin G prokain kini terbatas karena dikhawatirkan terjadi
syok anafilaksis dan terdesak oleh semisentitiknya. Kloksasilin merupakan
obat pilihan karena juga berkhasiat bagi infeksi oleh Staphy llococcus
aureus yang telah membentuk penisilinase, jadi berlainan dengan ampisilin
dan amoksisilin.
Amoksisilin mempunyai kelebihan dibandingkan ampisilin karena
khasiatnya tidak berubah jika ditelan segera sesudah makan. Kecuali itu
juga cepat diabsorbsi sehingga konsentrasi dalam plasma lebih ^ tinggi
dari pada ampisilin.

13
2. Eritromisin
Dosisnya sama dengan ampisilin, per os, efeknya kurang dibandingkan
obat- obat yang tertulis di nomor 1. Sering menyebabkan rasa tak enak di
lambung.
3. Tetrasiklin
Dosisnya sama dengan ampisilin, per os, tidak begitu efektif untuk pioderma.
Lama pengobatan sistemik paling sedikit seminggu.

2. Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengobatan pioderma.
Sebenarnya yang terbaik ialah basitrasin dan neomisin karena kedua obat
tersebut tidak digunakan secara sistemik sehingga tidak dikhawatirkan terjadi
hipersensitisasi. Neomisin yang di negeri Barat dikatakan sering menyebabkan
sensitisasi, menurut pengalaman penulis jarang. Teramisin dan kloram fenikol
tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah.Obat-obat
tersebut sebagai salapatau krim.
Sebagai obat topikal juga kompres terbuka,contohnya : larutan perma-ngas
kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan povidone iodine 7,5% yang dilarutkan
10 kali. Yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami
sensitisasi karena jodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori
sprei.

DAFTAR PUSTAKA
1. Domonkos, A.N. ; Arnold, A.I. and Odom, R.B. : Andrew’s Di-seases of
the Skin. Clinical Dermatology; seventh editiedition, pp. 296 - 313 (W.B.
Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982).
2. Fitzpatrick, TB. et al,: Dermatology in General Medicine, pp. 1693 -1713 (Me
Graw-Hill, Inc. New York 1971).

14
URETRITIS NON GONORE

BATASAN
Uretritis non gonore adalah penyakit hubungan seksual, ditandai oleh
adanya peradangan uretra yang tidakdisebabkan oleh kuman gonokok. Pada
wanita infeksi terjadi pada daerah urogenetalia maka disebut infeksi urogenetalia
non spesifik.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


1. Chlaraydia trachomatis, 40-50% Ureaplasma Urelyticum atau mikro
organisma lainnya.
GEJALA KLINIS:
Pada umumnya gejala uretritis non gonore tidaklah seberat gejala uretritis
gonore. Sekret yang keluar bersifat lebih encer, pada pagi hari kelihatan lebih
jelas. Pada wanita sering tanpa gejala (asimptomatik), kadang-kadang terdapat
gejala dispareni atau gejala-gejala cystitis.

DIAGNOSIS
Gejala klinis dibantu pemeriksaan laboratorik. Pemeriksaan laboratorik
dengan pengecatan gram dan sedimen dari sekrit atau urine. Pada pemeriksaan
Gram dengan pembesaran 1000 kali terdapat minimal 5 lekosit dalam 13 lapang
pandang. Pada pembesaran 400 kali sedimen urine, ditemukan sekurang-
kurangnya 3 lekosit PMN per lapang pandang. Pada wanita, minimal ditemukan
50 lekosit PMN pada beberapa lapang pandang dari sediaan hapusan cervik.

PENATALAKSANAAN
Tetrasiklin 4x500 mg selama 1 minggu. Eritromisin 4x250 mg selama 2 minggu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Duarsa, N. W., “Uretritis non spesifik” Penyakit Menular Seksual. PT.
Gramedia Jakarta, 1984

15
URETRITIS GONORE

BATASAN
Gonore ialah penyakit hubungan seksual yang pada pria permulaannya
keluar nanah dari orificiura uretra ekterna dan pada wanita biasanya tanpa gejala,
hanya kadang nanah keluar dari introitus vagina.

GEJALA KLINIS
Pada pria keluar sekret serus sampai sero purulen dari orificium uretra
ekterna. Sekret da pat menjadi purulen atau hemoragis. Bersamaan waktu itu
kencing terasa nyeri. Gonore pada wanita pada umumnya sulit diketahui, karena
tidak segera menirabulkan keluhan dan gejala klinis. Banyak kasus langsung
menjadi laten sekaligus menjadi karier.Tanda dini biasanya ialah gonore pada
suami atau pasangan mereka. Seringkali keluhan pertama baru timbul setelah
terjadi adneksitis.

Komplikasi :
Pada laki-laki dapat terjadi secara perkontinuitatum misalnya : prostatitis,
epididymitis, orkhitis dan lain-lainnya. Secara metastatik dapat terjadi : artritis
dan daerah sekitar sendi, endokarditis dan lainnya. Pada wanita dapat terjadi
Bartholinitis, cervicitis, adneksitis.

DIAGNOSIS
Secara klinis dibantu dengan pemeriksaan laboratorik. Pemeriksaan
laboratorik dengan sediaan Gram dan kalau perlu dilakukan perbenihan.

DIAGNOSIS BANDING:
Uretritritis non gonore.

16
PENATALAKSANAAN
A. 1. Penisilin-prokain dalam akua 2,4juta unit i.m. : satu jam sebelumnya
diberikan probenesida 1 gram per oral.
2. Ampisilin 3,5 gram dosis tunggal.
B. 1. Tiamfenikol diberikan hari I 2,5 gram dosis tunggal, dilanjutkan 3 x 500
mg selama dua hari.
2. Tetrasiklin 4 dd 500 mg selama lima hari.
3. Kanamisin 2 gram i.m, dosis tunggal

DAFTAR PUSTAKA
1. King, A. and Nicol “Venereal Diseases”, 3rd ed, Bailliere Tin-dall, 1976.
2. Wijaya, U., “Gonore”. Penyakit Menular Seksual. PT Gramedia Jakarta, 1984.

17
DERMATITIS

BATASAN:
Dermatitis merupakan keradangan kulit yang superfisial, disebabkan oleh
bahan-bahan endogen atau eksogen. Dikenal beberapa jenis dermatitis yaitu
dermatitis kontak, dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik,
dermatitis statis, neurodermatitis dan eczema infantum.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Sebagian besar dermatitis tidak diketahui penyebabnya, beberapa jenis
dermatitis timbul melalui mekanisme imunologis, seperti dermatitis atopik timbul
melalui reaksi hipersensitifitas tipe I dan dermatitis kontak melalui reaksi
hipersensitifitas tipe IV. Adanya spongiosis (udem intersel) pada epidemis dan
infiltrasi sel radang mengakibatkan timbulnya eritema, vesikel dan eksudasi. Pada
keadaan menahun (kronis) terdapat akantosis sehingga kulit menebal.

GEJALA KLINIS
Gejala yang khas dari dermatitis adalah adanya bercak/plakat dengan batas
yang tidak jelas disertai rasa gatal. Berdasarkan perjalanan penyakit secara klinis
dikenal 2 bentuk dermatitis yaitu: dermatitis akut (mendadak) dan dermatitis
kronis (menahun).

Dermatitis akut:
Ditandai oleh makula eritema disertai udem dengan batas yang tidak I
tegas dan diatas makula tersebut didapatkan vesikel, eksudasi dan krusta.

Dermatitis kronis
Ditandai oleh makula/plakat dengan batas yang tidak tegas disertai
penebalan dan diatas plakat tersebut ditemukan adanya skuama, likenifikasi, bekas
garukan dan hiperpigmentasi.

18
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan secara klinis. untuk mengetahui bahan penyebabnya
(etiologi) dapat dilakukan:
- Tes tempel untuk dermatitis kontak
- Tes gores/tusuk untuk dermatitis atopik.

Cara pemeriksaan:
Tes Tempel
Bahan yang dicurigai, dengan konsentrasi yang sudah ditentukan, ditem-
pelkan pada punggung dan hasil tes dibaca setelah 48 jam.
Tes Gores/tusuk
Bahan yang dicurigai, dengan konsentrasi tertentu digores/ditusukkan
pada kulit, dan dibaca setelah 20 menit.

DIAGNOSIS BANDING.
1. Dermatofitosis.
Penyulit : - Infeksi sekunder.
- Dermatitis kontak sekunder.

PENATALAKSANAAN.
Dermatitis Akut.
Secara lokal diberikan kompres boorwater 3% selama 2-3 hari dan setelah
mengering diberi krim hidrokartison 1-2,5%.

Secara sistemik diberikan:


- CTM 3x1 untuk menghilangkan rasa gatal.
- Bila dermatitis berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari, kemudian
dilakukan tapering off setiap 3 hari.
- Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (am-pisilin/eritromisin)
dengan dosis 3 x 500 mg/hari, selama 5 - 7 hari.

19
Dermatitis kronis.
Secara lokal diberikan salep hidrokortison 2,5 % atau hidrokortison yang
mengalami flourinisasi seperti deksoksimetason atau diflukortolon. Secara
sistemik diberikan CTM 3x1 untuk menghilangkan rasa gatal, dan pemberian
prednison tidak diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA:
1. Domonkos, A. N :
Anderws Diseases of the skin 6th Ed W.B Saunders Company, Philadelphia,
1971.
2. Fitzpatrick et al: Dermatology in general Medicine 3rd ed, Me Graw Hill
Company, New York, 1987.

20
DERMATOFITOSIS
( INFEKSI RING-WORM )

BATASAN :
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superfisial yang di-
sebabkan oleh jamur dermatofita yakni trikhofiton Spp., Mikrosporum Spp.
danEpidermofiton Spp Penyakit ini menyerangjaringan yang mengandung zat
tanduk yakni epidermis (Tinea korporis, T. kruris, T. manus et pedis), rarabut
(tinea kapitis), kuku (Tinea unguium).

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI:


Terjadi inokulasi jamur pada tempat yang terserang, biasanya pada tempat
yang lembab dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya. Higiene juga berperan
untuk timbulnya penyakit ini.

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS BANDING :


1. Tinea Korporis.
Merupakan infeksi dermatofita yang menyerang kulit halus (glaborous skin).
Penderita mengeluh gatal yang makin hebat waktu berkeringat. Gambaran
klinis berupa eritema berbatas tegas dengan konfigurasi anular atau polisiklik,
serta bagian tepi lebih aktif. Didaerah sentral menipis dan terjadi
penyembuhan, sedangkan yang ditepi meluas ke perifer.
Diagnosis banding : Pitiriasis rosea Morbus hansen tipe tuberkuloid
dermatitis kontak.
2. Tinea Kruris
Penyakit yang disebabkan infeksi dermatofita didaerah inguinal. Biasanya
timbul lesi yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan dapat meluas meliputi
skrotum,pubis, gluteal sampai paha. Lesi eritema, tepi aktif, semilunar dengan
skuama dan vesikel.
Diagnosa banding : Dermatitis seboroika pada sela paha Kandidosis kutis
Eritrasma

21
3. Tinea manus dan tinea pedis
Merupakan infeksi jamur dermatofita di daerah kulit tangan dan kaki.
Gambaran Klinis ada 3 bentuk
a. Bentuk intertriginosa
Pada kaki sering dimulai pada celah jari kaki antara jari IV-V. Manifestasi
berupa maserasi dan erosi pada celah-celah jari. Lesi dapat meluas ke kuku
dan kulit jari.
b. Bentuk vesikular akut
Ditandai dengan vesikel dan bula yang terletak agak dalara dibawah kulit
dan sangat gatal.
c. Bentuk moccasin foot
Dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan
berskuama.
Diagnosa banding : Hiperhidrosis Kandidosis Lues stadium II
Akrodermatitis kontinua
4. Tinea kapitis
Merupakan infeksi jamur dermatofita yang mengenai daerah kepala yang
berambut dan sering terjadi pada anak-anak.
Keluhan berupa bercak dikepala, gatal dan rambut yang rontok pada lesi.
Bentuk yang khas pada tinea kapitis adalah :
a. Bentuk yang tidak meradang
Timbul bercak pada kepala yang berwarna kelabu (gray-patch). Rambut
terputus beberapa milimeter diatas kulit, dengan tertutup oleh sisik halus
bewarna putih kelabu. Dengan lampu wood nampak ujung rambut yang
putus berfluoresensi hijau.
b. Bentuk yang meradang
Pada kepala nampak bercak kemerahan, eksudatif dan tertutup krusta. Bila
reaksi radang hebat dapat terjadi abses yang bila ditekan pus keluar liwat
fistula, biasanya dirasakan gatal dan nyeri. Keadaan ini disebut keroin.
Kerusakan pada folikel rambut dapat menyebabkan rambut di daerah
tersebut rontok dan dapat terjadi alopesia areata yang permanen.

22
c. Bentuk favosa
Timbul bercak dikepala yang tertutup oleh krusta yang tebal dan berbentuk
seperti cawan (scutula) dan berbau seperti tikus (moussy odor)
Diagnosa banding : Alopesia areata Dermatitis seboroik pada scalp
Impetigo pada kepala
5. Tinea unguium
Merupakan infeksi dermatofita yang mengenai kuku. dan umumnya sangat
persisten terhadap pengobatan. Keluhan yang menonjol adalah keluhan
kosmetik karena kuku kelihatan sangat buruk. Proses penyakit mulai dari
ujung bebas kuku,kemudian terbentuk keratin debris dibawah kuku,
permukaan kuku menjadi tak teratur, berwarna kuning coklat tidak mengkilat
dan rapuh.
Diagnosis banding : Psoriasis pada kuku Kandidosis kuku

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gejala klinis, pemeriksaan
dengan lampu wood dan melakukan pemeriksaan kerokan kulit, kuku dan
pemeriksaan rambut dengan KOH 10-20% untuk melihat elemen jamur.
Penyulit
- Infeksi sekunder
- Dermatitis kontak sekunder

PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan topikal
- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk
salep (salep Whifield)
- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4, salep 3-10)
- Derivat azol: mikonazol

23
2. Pengobatan sistimatik
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10 - 25
mg/kg berat badan sehari. Lama pemberian
Tinea korporis : 3 - 4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan
pengobatan topikal tidak terjadi perbaikan.
Tinea kapitis : 6 - 8 minggu Tinea unguium : 4 - 6 bulan Antibiotik : bila
terdapat infeksi skunder.

DAFTAR PUSTAKA:
1. Domonkos, A. N :
Andrews Diseases of the skin 6th Ed W.B Saunders Company, Philadelphia,
1971.
2. Fitzpatrick et al : Dermatology in General Medicine, 3rd Ed Me Graw Hill
Company, New York, 1987.

24
SINDROM STEVENS-JOHNSON

BATASAN
Merupakan penyakit yang berat dan sering fatal, ditandai oleh panas badan yang
tinggi serta lesi pada kulit dan mukosa mulut, mata, lidung, vagina dan anus.

ETIOLOGI DAN PATOGENESE


Yang diduga sebagai penyebab timbulnya sindrom ini : obat-obatan, infeksi virus
atau bakteri dan sebagian bersifat idiopatik.
Patogenesis tidak diketahui dengan pasti,diduga memalui reaksi hiper sensiti
vitas.

GEJALA KLINIS
Sesudah didahului masa prodromal yang tidak spesifik, secara men-dadak
terjadi erupsi pada kulit mukosa disertai demam yang tinggi 39-40 C, iiadi cepat
dan lemah, serta pernafasan cepat. Penderita tampak sakit berat.
Erupsi pada kulit dan mukosa dapat berupa bula atau vesikel yang mudah
pecah sehingga terlihat kulit mengelupas. Pada keadaan yang berat maka erupsi
kulit lebih banyak berbentuk purpura. Pada mata dapat terjadi konyungtivitis,
ulkus kornea,uveitis dan pan oftal-raitis yang dapat menyebabkan kebutaan.
Kematian dapat terjadi karena bronkopnemoni, kegagalan ginjal atau sepsis. Bila
bula pada kulit terlalu banyak dapat terjadi gangguan keseimbang-ancairan dan
elektrolit sehingga terjadi syok.

DIAGNOSIS
Secara klinis yaitu timbulnya akut disertai gejala konstitusi yang berat. Gejala
Trias : kelainan pada kulit, mata dan mukosa lobang alam.

DIAGNOSIS BANDING
Toxic epidermal necrolysis (TEN).
Pemfigus vulgaris.

25
PENATALAKSANAAN
Penderita harus dirawat dirumah sakit.
Diberikan terapi cairan. Kortikosteroid dosis tinggi parenteral 150-300 mg/24jam.
Eritromisin 3x500 mg Parasetamol 3x500 mg
Boraks gliserin untuk stomatitis
Kelainan kulit diberikan antiseptik.
Kelainan mata dikonsultasikan ke Lab. m Mata.

DAFTAR PUSTAKA.
Domonkos, A. N., Arnold H.L. 1971.
Andrews Diseases of the Skin. Sixth Edition. Philadelphia :
W.B. Saunders Company.

26
SIFILIS

BATASAN
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema
pallida; sangat kronis dan sejak semula bersifat sistemik dan dapat menyerang
hampir semua organ tubuh.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyebab sifilis adalah Treponema pallida, kuman berbentuk spiral teratur,
panjang antara 6-15 Um dan jumlah lekukan 8-20 buah. Timbulnya penyakit
dimulai dengan masuknya kuman tersebut lewat mik rolesi atau selaput lendir,
biasanya melalui sanggama. Kuman membiak dan timbullah reaksi jaringan
dengan terbentuknya infiltrat, terdiri dari sel-sel Ilimfosit dan sel plasma. Reaksi
selanjutnya adalah terjadi enarteritis pembuluh darah kecil, penyumbatan lumen
dan karena kekurangan aliran darah akan terjadi erosi didaerah tersebut.
Erosi atau ulkus permulaan tersebut adalah sifilis stadium (SI). Bila kuman
lerus menyebar dan tubuh gagal mengontrol secara imunologis, berturut-turut
akan terjadi S II dan S III. Sifilis kongeneta dapat timbul bila ibu yang menderita
sifilis menularkan kuman kepada bayi yang dikandungnya melalui plasenta, yaitu
sekitar bulan VI dimana sel-sel Linghans mengalami atropi.

GEJALA KLINIS
Masa tunas 3-5 minggu tampaksebagai ulkus atau erosi dengan bentuk I
bulat atau bulat lonjong, tepi landai, bersih kulit sekelilingnya tidak tampak I
meradang, relatif tidak nyeri (indolen) dan teraba keras (indurasi). I Lokasi lesi
terutama pada sulkus koronarius (laki-laki) dan labium minor I dan mayor
(wanita).
SII muncul 6-8 minggu sesudah infeksi lebih banyak sebagai kelainan
kulit I yang dapat berbentuk dan menyerupai aneka ragam penyakit kulit sehingga

27
SII juga disebut sebagai “the great immitator”. Kelainan kulit terutama
berbentuk makula, papula atau pustula. SII muncul 3-10 tahun sesudah SI.
Gejalanya terutama dalam bentuk gumma atau tubera pada kulit atau organ
penunjang lain. Sifilis kongenital dini gejalanya menyerupai SII, sedangkan yang
lanjut menyerupai SIII.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala klinis yang raenunjang,
pemeriksaan kuman (mikroskop lapangan gelap), tes serologi sifilis (TSS) dan
pemeriksaan lain.
Pada sifilis dini (SI dan SII), menemukan kuman lebih mudah, sedangkan
pada sifilis lanjut diagnosis lebih banyak didasarkan pada gejala klinis
pemeriksaan TSS. dan pemeriksaan lain.

DIAGNOSIS BANDING
SI : Herpes progenetalis, ulkus piogenik, skabies, balanitis, ulkus molle.
SII : Alergi obat, morbili, pitiriasis rosea, kondiloma akuminata alopesia
areata
SIII : Jamur sistemik, tuberkulosis kutis, keganasan.

PENATALAKSANAAN
SIFILIS DINI : Benzatin Penisilin
Dosis 2, 4 juta IU / dosis i.m sekali / 24 jam
Prokain Penisillin G
Dosis 0,6 juta IU / dosis i.m sekali / 24 jam selama
10 hari
Tetrasiklina HCI
Dosis 500 mg/dosis p.o 4 kali / 24 jam selama 15
hari
EritrorMsina stearat

28
Dosis 500 mg / dosis p.o 4 kali / 24 jam selama 15
hari
SIFILIS KASEP : Benzatin Penisilin
Dosis 2,4 juta lU/dosis i.m sekali/seminggu selama 3
minggu
Prokain Penisillin G 0,6 juta lU/dosis i.m
sekali/ 24 jam selama 20 hari
Tetrasiklina HCI
Dosis 500 mg/ dosis p.o 4 kali /24jam selama 30 hari
Eritromisina Stearat 500 mg/dosis p.o 4kali/24 jam
selama 30 hari
SIFILIS KONGENITAL : Prokain Penisillin G 50.000 lU/kg/dosis i.m sekali /
24 jam selama 10 hari

DAFTAR PUSTAKA
King, A., Nicol, C. : Venereal Diseases 3 rd edition Baillere Tindall & Crosell,
London, 1974.
Willcox, R.R., Willcox, J.R. : Venereological Medicene, Grant Me. Intire,
London, 1980.

29
URTIKARIA

BATASAN
Urtikaria adalah reaksi vaskuler lokal pada kulit yang memberikan tanda-
tanda udem setempat yang berwarna merah atau keputihan pada kulit atau selaput
lendir.

ETIOLOGI
Penyebab urtikaria beraneka ragam seperti :
Ingestan : Obat-obatan, makanan, minuman dll
Inhalan : Wangi-wangian, tepung sari bunga debu aerosol dll.
Kontaktan : Kosmetika, bahan industri, bahan kimia, dll.
Faktor fisik : Tekanan, vibrasi, udara dingin (cold urticaria), paparan sinar
matahari, suhu udara yang panas dll.
Penyakit : Beberapa penyakit sistemik seperti penyakit infeksi bakteri,
virus, parasit, jamur, neoplasma, penyakit kolagen dll.

PATOFISIOLOGI
Terjadinya eritema dan edema pada kulit dapat terjadi secara :
1. Imunologik
2. Nonimunologik dan
3. Idiopatik

1. Mekanisme imunologik
Kebanyakan urtikaria terjadi oleh karena mekanisme imunologik
berupa reaksi hipersensitivitas tipe I. Ikatan antigek dan antibodi yang
diperankan oleh Ig E yang menyebabkan basofil atau sel mast melepaskan
vaso active amin terutama histamin, dapat juga bradikinin, serotonin, slow
reacting substance A (SRS-A) dll. Mediator ini menim-bulkan vasodilatasi
dan ekstravasasi.

30
2. Mekanisme Non- imunologik
Mekanisme ini terjadi tidak melalui reaksi hipersensitivitas tipe I,
tetapi langsung berpengaruh terhadap histamin dari sel mast. Seperti obat-
obatan, morfin, kodein, asetilkholin (urtikaria kholenergik), hormon-hormon,
rangsangan fisik dll.
3. Idiopatik
Kebanyakan urtikaria kronis masuk kelompok ini. Diduga urtikaria
jenis ini disebabkan oleh karena penyakit infeksi,penyakit metabolik, penyakit
kolagen dll. urtikaria jenis ini disebut urtikaria simptomatis.

Gambaran Klinis
Secara klinis urtikaria ada 2 jenis :
1. Urtikaria akut: timbul tiba-tiba, hilang cepat dan mudah diobati.
2. Urtikaria kronik : urtikaria yang timbul setiap hari dan berlangsung lebih dari
4 minggu atau berlangsung selama 4 hari selama seminggu dan berlangsung
selama 8 minggu.
Erupsi kulit yang terjadi berupa bercak kemerahan, meninggi dengan ukuran dan
jumlah yang bervariasi beberapa milimeter sampai sentimeter. Bentuk bervariasi
gutata numuler, anuler, siriner, polisiklis, bulat lonjong bahkan geografika. Sering
disertai dengan tanda-tanda atopi yang lain.
DIAGNOSIS
Diagnosis urtikaria tidak mudah, yang penting adalah berusaha mencari
penyebabnya sehingga perlu kerja sama yang baik antara dokter dan penderitanya,
Sehingga perlu anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti serta
pemeriksaan penunjang seperti : darah lengkap, tinja, tes tempel, ter tusuk dll.

DIAGNOSIS BANDING
* Dermatitis kontak
* Erisipelas
* Kusta tipe L
* Gigitan serangga

31
PENATALAKSANAAN
Yang paling penting adalah mengetahui penyebabnya kemudian menghindarinya.
Obat sistemik yang digunakan untuk urtikaria akut adalah:
1. Antihistamin: khlortirmeton, khlorfeniramin
2. Bila disertai tanda-tanda anafilaktik, atau angioedem dapat diberikan epinefrin
Pada urtikaria kronik dipertimbangkan untuk memberikan kombinasi antihistamin
HI dengan antagonis reseptor H2 (cimetidin) Untuk urtikaria simptomatis terapi
dahulu penyakit dasarnya. Topikal diberikan bedak yang mengandung mentol.

DAFTAR PUSTAKA
1. Monroe E.W. Urticaria. Int. j. Dermatol 1981 : 32-41
2. Sheffer A.Z. Austin F. Urticaria and Angioedema, in : Dermatology in
General Medicine ; Fitzpatrick ed. First edition. Me Graw-Hill book Co.
Blackiston publisher 1971.

32
DERMATOSIS BULOSA

A. PEMFIGUS
B. BERMATITIS HERPETIFORMIS
(Penyakit Duhring, Morbus Duhring)
C. BOLLOUS PEMPHIGOID
D. EPIDERMOLISIS BULOSA

33
DERMATOSIS BULOSA

Dermatosis bulosa adalah kelompok penyakit kulit dengan efloresensi


yang utama berupa bula. Yang akan dibicarakan adalah : Pemfigus, Dermatitis
herpetiformis, Bullous pemphigoid dan Epidermolisis bulosa.

A. PEMFIGUS
BATASAN
Pemfigus adalah penyakit kulit berlepuh dengan perjalanan penyakit
kronik dan residif, da pat pula menyerang mukosa dan sering disertai keadaan
umum yang berat dan fatal.

ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini belum diketahui dengan pasti, diduga oleh karena
infeksi virus, gangguan metabolisme, intoksikasi dan psikogenik. Dengan tekhnik
imunofloresensi maka sangat mungkin bahwa penyakit ini tergolong penyakit
otoimun.

PATOFISIOLOGI
Dengan imunofluoresensi di jumpai adanya antibodi (Ig G) terhadap
substansi interseluler (antigen pemfigus) yang disebut antibodi pemfigus,
Antibodi ini berikatan dengan antigen pemfigus akan membentuk ikatan imun
kompleks yang dapat menaktifkan sistem komplemen yang dideposit pada daerah
interseluler yang akan merusak substansi interseluler pada epidermis sehingga
menimbulkan akantolisis.

Gambaran Klinis
Varian klinis pemfigus: pemfigus vulgaris, pemfigus vegetans, pemfigus
tbliaseus dan pemfigus eritematosa.

34
Pemfigus Vulgaris

Erupsi kulit yang terjadi berupa bula yang mutipel diatas dasar kulit yang
normal dan pada mukosa. Umumnya didahului dengan gejala konstitusional, rasa
terbakar pada kulit. Cairan bula pada mulanya serous kemudian menjadi sero-
purulen bahkan hemoragik.
Dinding bula mula-mula tegang, dengan cepat menjadi kendor dan tipis
dan mudah pecah sehingga timbul erosi, eksudatif kemudian menjadi krusta. Pada
penyembuhan timbul bercak-bercak hiperpigmentasi tanpa jaringan parut. Tanda
Nikolsky pada pemfigus vilgaris posotip.
Lesi pada mukosa berupa erosi yang luas dan biasanya timbul lebih dahulu
dari lesi di kulit. Erosi pada mukosa ini menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan
kesukaran menelan.

Pemfigus Vegetans

Gambaran klinisnya hampirsama dengan pemfigus vulgaris, padajenis ini


keadaan umum penderita lebih baik dan pada penyembuhan kulit akan
membentuk vegetasi atau bentukan papilomatosis dengan permukaan yang
hipertrofi dengan lokasi biasanya daerah aksila, lipat paha dan perineum.

Pemfigus Foliaseus

Gambaran klinisnya hampirsama dengan pemfigus vulgaris. Padajenis ini


bula lebih kecil, lebih mudah pecah dan lokasinya lebih sering pada wajah,kulit
kepala dan badan menyebar secara simetris sehingga menyerupai eritroderma.

35
Pemflgus Eritematosus
( sindroma Snear-Usher )

Gambaran klinis pemfigus eritematosus menyerupai lupus eritematosus


diskoid. Lesi mula-mula berupa bercak kemerahan padabatang hidung atau pipi
yang berbentuk kupu-kupu, batas tegas, eksudatif dengan krusta, kadang-kadang
lesinya hiper keratotik. Kemudian timbul bula pada Idaerah dada atau di tempat
lain dengan dinding mula-mula tegang kemudian Ikndor danmudah pecah
sehingga meninggalkan erosi kulit. Keadaan Itimum penderita umumnya masih
baik.

DIAGNOSA
Diagnosis dari pemfigus berdasarkan atas :
o. Anamnesis
o. Pemeriksaan fisik : gejala-gejala konstitusional
o. Efloresensi kulit : bula-bula diatas kulit normal mula-mula dinding tegang
kemudian cepat kendor dan mudah pecah sehingga tam-
pak erosi pada kulit.
o. Tanda dari Nikolsky positif
o. Tzank smear : dijumpai adanya sel Tzank
o. Histopatologi : bula intra epidermal/suprabasal, sel Tzank atau sel
akantolitik.
o. Dengan imunofluoresensi tampak antibodi pemfigustersusunsecara retikuler
pada ruang interseluler dari stratum spinosum.

DIAGNOSIS BANDING
Pemfigus dibedakan dengan penyakit kulit bula yang lain :
o. Bullous Pemphigoid
o. Epidermolisis bulosa
o. EEM/ Sindroma Stevens-Johnson
o. TEN
o. Dermatitis herpetiformis

36
PENATALAKSANAAN
Bila ringan, tanpa disertai gejala konstitusi dirawat jalan dengan diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 20-60 mg/hari. Bila klinis membaik
diteppering.
Bila keadaannya berat dirawat nginap
o. Lakukan pemeriksaan lengkap
o. Fokal infeksi (Ro, gigi, THT)
o. Sistemik : steroid dengan dosis awal tinggi prednison 3x4 tablet
tappering perlahan
Deksametason
Methyl prednisolon
Cortison injeksi (bila diperlukan sekali): dengan dosis
awal 3x4 cc selama 5-7 hari kemudian tappering
Obat imunosupresan seperti MTX, azatioprin dan
siklofosfamid dapat dipertimbangkan untuk mengurangi
dosis steroid yang tinggi.
Bila klinissudah membaik dapat diganti dengan oral
dengan dosis disetarakan.
Antibiotika
Roburantia :
o. Topikal : Bedak, kompres boorwater
krim hidrokortison + kloramfenikol

B. DERMATITIS HERPETIFORMIS
(Penyakit Duhring, Morbus Duhring)

BATASAN
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit kulit yang ditandai dengan
erupsi kulit vesikulo-bulosa yang bergerombol dengan keluhan gatan serta
mempunyai perjalanan penyakit yang kronik residif

37
ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun dikatakan ada hubungannya
dengan sensitivitas terhadap gluten (protein gandum). Dengan teknik
imunollouresensi maka dibuktikan adanya deposit Ig A yang granulerpada
perbatasan dermo-epidermal.

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang pasti belum diketahui dengan jelas, tapi dari
pemeriksaan imunofluoresensi tampak adanya antibodi (Ig A) yang dideposit
secara granuler pada perbatasan dermo-epidermal nienunjukkan adanya peranan
faktor imunologis. Mekanisme lain dikatakan adanya hubungan dengan
glutensensitive enteropathy pada penderita Duhring.

GAMBARAN KLINIS
Sebelum timbulnya erupsi kulit didahului dengan rasa gatal dan rasa
terbakar kemudian timbul makula eritema kadang-kadang berbentuk urtika engan
ukuran beberapa sentimeter. Dalam waktu singkat pada makula tersebut akan
timbul papulaeberkembangmenjadi vesikulaedengandinding tegang tidak mudah
pecah, dengan berisi cairan jernih. Penyebaran lesi cendrung bilateral dan
simetris.
Predileksi yang paling sering adalah pada kulit kepala, skapula, punggung,
bokong, paha, siku, lutut dan bagian ekstensor lengan. Perjalanan penyakit kronis
dengan disertai remisi dan eksaserbasi. Keadaan umum biasanya tidak
terpengaruh.

DIAGNOSIS
Diagnosis DH ditegakkan berdasarkan:
o. Anamnesis : keluhan gatal atau rasa terbakar
o. Klinis : lokalisasi yang khas,dengan erupsi berupa papulovesikule
yang bergerom-bol diatas kulit yang eritema, dengan

38
dinding tegang, berisi cairan jernih dan penyebarannya
cendrung bilateran dan simetris.
o. Histopatologi : vesikula yang subepidermal dengan infiltrasi netrofil pada
papila dermis.
o. Imunofluoresensi : adanya deposit Ig A yang granuler pada perbatasan dermo-
epidermal.

DIAGNOSIS BANDING
DH pada stadium awal perlu dibedakan dengan :
Eritema multiforme, Bullous pemphigoid, dan pemfigus.

PENATALAKSANAAN
o. Sistemik : antihistamin
DOS dengan dosis 50 - 300 mg/hari steroid bila sangat
diperlukan (seperti diatas) Antibiotika kalau diperlukan
roburantia
o. Topikal : Bedak
Krim Hidrokortison

C. BOLLOUS PEMPHIGOID

BATASAN
Merupakan penyakit kulit dengan bula yang berdinding tegang dengan
gejala klinis yang ringan dan dapat sembuh sendiri.

ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui dengan jelas tetapi ada bukti-bukti
bahwa penyakit ini tergolong penyakit otoimun.

39
PATOFISIOLOGI
Dengan tekhnik imunofluoresensi tampak antibodi (IgG) yang mengikat
komplemen pada perbatasan dermo-epidermal secara linier.

Gambaran Klinis
Erupsi kulit berupa bula yang besardiatas kulit yang kemerahan dengan
dinding yang tegang, berisi cairan jernih sampai purulen kadang-kadang
hemoragik. Tanda dari Nikojsky umumnya tidak dijumpai. Lokalisasi lesi
biasanya pada lipat paha, aksila, abdomen bagian bawah, fleksor dari lengan.
Dapat juga pada mukosa

DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan.
o. Gambaran klinis yang khas
o. Histopatologis : bula subepidermal, tanpa adanya tanda akantolitik dengan
infiltrasi sel eosinofil.
o. Imunofluoresensi : tampak deposit Ig G secara linier pada perbatasan dermo-
epidermal.

DIAGNOSIS BANDING
Dengan penyakit bula yang lainnya.

PENATALAKSANAAN
Dengan kortikosteroid dengan dosis awal yang tinggi kemudian dengan cepat
diturunkan seperti pada pemfigus.

40
D. EPIDERMOLISIS BULOSA

BATASAN
Epidermolisis Bulosa (EB) adalah penyakit kulit yang jarang biasanya
diturunkan secara herediter ditandai dengan timbulnya bula setelah terjadi trauma
mekanik yang ringan saja.

ETIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti, sangat mungkin adanya faktor herediter,
yang diturunkan secara dominan raaupun resesif.

PATOFISIOLOGI
Patogenesis dari EB belum diketahui dengan pasti, namun dikatakan
proteinase sangat berperan dalam terbentuknya bula pada EB. Hal ini terjadi
karena adanya defek primer pada struktur protein pada kulit.

Gamharan Klinis
Gambaran klinis dari EB sangat bervariasi, berdasarkan prognosisnya
dahulu dibedakan atas 2 tipe yaitu ; EB simpleks dan EB distrofik. Pe-ngolongan
yang sering digunakan sekarang adalah berdasarkan timbul atau tidaknya
terbentuk jaringan parut sbb :
1. Tanpa menimbulkan jaringan parut (nonscarring)
o. EB simpleks : EBS lokalista
EBS Generalisata
o. EB Jungsional
2. Dengan pembentukan jaringan parut (scarring)
o. EB Distrofik : EBD dominan
EBD resesif

41
Epidermolisis Bulosa Simpleks

Lesi kulit berupa timbulnya vesikula atau bula pada tangan, siku, lutut,
kaki dan daerah kulit yang sering terkena trauma. Cairan bula umumnya serous
atau serosanguinus. Tanda Nikolsky negatif. Pada penyembuhan tidak
meningkatkan jaringan parut. Penyakit ini dapat mulai sesaat setelah lahir (EBS
generalista) dapat pula pada masa kanak-kanak atau dewasa (EBS lokalisata).
Gambaran histopatologinya : bula intraepidermal dengan adanya vakuola diantara
sel-sel pada stratum basale.

Epidermolisis Bulosa Distrofik

Timbulnya erupsi kulit biasanya pada masa bayi, tetapi dapat pula saat
lahir atau pada awal masa anak-anak. Sifat bula pada awalnya menyerupai EBS,
setelah beberapa lama bulanya lebih ektensif dan timbul tanda-tanda distrofik.
Tanda dari Nikolsky biasanya negatif. Pada penyembuhan meninggalkan sikatriks
yang atrofi atau hipertrofi. Selaput lendir sering terkena. Adanya lesi yang
menyerupai sikatriks pada badan tanpa didahului dengan trauma merupakan tanda
khas dari EBD. Gambaran histopatologis : bula subepidermal, dilatasi pembuluh
darahdan jaringan kolagen berkurang.

DIAGNOSIS
Diagnosis dari EB berdasarkan gambaran klinis yang khas dan pemerik-
saan histopatologis.

DIAGNOSIS BANDING
Dibedakan dengan penyakit-penyakit bula yang lain.

PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang spesifik pada kedua bentuk EB ini. Yang perlu
diperhatikan adalah usaha terhadap pencegahan terhadap trauma. Bila terjadi

42
infeksi dapat diberikan antibiotika. Obat-obat yang dapat digunakan seperti
kortikosteroid, vitamin C, vitamin E.

DAFTAR PUSTAKA
1. Domonkos A. Andrews’ Diseases of the Skin. Philadelphia 1982. WB
Saunders Co.
2. Jordon RE. Pemphigus ; Fitpatrick’s Dermatology in General Medicine. New
York 1979. Me Graw Hill Book Co. Inc.
3. Bauer EA. The Mecanobullous Diseases (Epidermolysis Bullosa) ;
Fitpatrick’s Dermatology in General Medicine. New York 1979. Me Graw
Hill Book Co. Inc.

HERPES GENITALIS

BATASAN
Herpes genetalis adalah penyakit infeksi akut pada genetalia yang
disebabkan oleh virus herpes simplex tipe 2 dengan gejala yang khas berupa
vesikel yang bergerombol diatas kulit yang eritem dan bersifat rekuren.

ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) tipe 2. Secara
serologis maupun biologis HSV tipe 1 sukar dibedakan dengan HSV tipe 2.

PATOFISIOLOGI
Penyebaran HSV tipe II umumnya melalui hubungan seksual baik
heteroseksual maupun homoseksual. Penularan terjadi pada saat terlepasnya virus
pada permukaan mukosa atau sekretnya. Virus masuk ke dalam tubuh melalui
mukosa atau kulit sekitar genetalia, kemudian virus mengadakan tnultiplikasi dan
terjadi gejala klinis. Pada saat ini host belum mempunyai antibodi yang spesifik
sehingga terjadi infeksi primer. Selanjutnya virus akan menjalar melalui saraf
sensoris perifer dan menetap disana dan bersifat laten. Bila padasuatu

43
waktuadafaktorpencetus (trigger factor), virus akan mengalami reaktivasi dan
mengadakan multiplikasi maka timbullah infeksi rekuren. Karena pada saat
infeksi rekuren tubuh telah mempunyai antibodi yang spesifik maka gejala
klinisnya lebih ringan dan lebih cepat sembuh. Timbulnya vesikule karena
terjadinya degenerasi balon (balooning degeneration) akibat multiplikasi aktif dari
virus tersebut.

GAMBARAN KLINIS.
Sebelum erupsi kulit biasanya didahului dengan rasa terbakar atau gatal
pada daerah lesi, gejala ini terjadi beberapa jam sebelum timbul lesi kulit. Dapat
pula disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. Menifestasi
klinis dari HG dapat terjadi pada stadium infeksi primer, infeksirekuren dan
infeksi laten/asimptomatik.

Infeksi Primer
Merupakan infeksi yang pertama kali timbul pada penderita yang sama
sekali belum mempunyai antibodi terhadap VHS. Gejala klinisnya umumnya lebih
berat. Erupsi kulit berupa gerombolan vesikuls diatas kulit yang kemerahan.
Vesikule tersebut mudah pecah dan menimbulkan erosi atau ulkus kecil yang
mutipel. Bila tidak ada infeksi sekunder, akan sembuh akan sembuh dalam waktu
5-7 hari tanpa meninggalkan jaringan parut. Dapat juga disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe regional dan nyeri pada perabaan.
Bila lesi terjadi pada serviks pada wanita dapat menimbulkan inflamasi
yang difus, ulkus yang mutipel bahkan dapat terjadi ulkus yang nekrotik. Disuria
sering dijumpai pada wanita, hal ini karena terjadinya erupsi pada daerah uretra
dan periuretra.
Lesi pada pria biasanya terjadi pada preputium, gland penis, batang penis,
uretra, juga pada daerah anal (homoseks), jarang terjadi pada daerah skrotum.
Pada wanita lesi biasanya terjadi pada labia mayor/minor,klitoris, introitus vagina,
serviks, bila terjadi pada sersiks perlu pemeriksaan sitologi secara teratur.

44
Infeksi Rekuren
Gejala klinis dan lokalisasinya umumnya sama dengan infeksi primer,
hanya saja lebih ringan dan biasanya tidak disertai dengan gejala konstitusional.
Jumlah lesi umumnya lebih sedikit dan bersifat unilateral. Limfadenopati inguinal
jarang dijumpai serta waktu penyembuhan lebih cepat.
Kelelahan fisik, stress psikologis sering dihubungkan sebagai penyebab
utama timbulnya rekurensi. Demikian pula faktor perubahan iklim, kehamilan
penggunaan kontrasepsi hormonal, diabetes mellitus, pemberian steroid, infeksi
fokal, infeksi jamur, menjelang mensturasi dll.

Infeksi Asimptomatik
Telah dibuktikan bahwa banyak penderita yang mempunyai antibodi HSV
tipe II namun tidak memberikan gejala klinis. Hal tersebut mungkin karena
pelepasan virus yang berlangsung sangat pendek sehingga hampir tidak
menimbulkan kelainan kulit. Penderita tersebut dapat merupakan sumber
penularan.

DIAGNOSIS
Diagnosis Herpes genetalis adalah dengan gambaran klinis yang khas yaitu
berupa gerombolan vesikule diatas kulit yang kemerahan dan bersifat eritem.
Untuk meyakinkan suatu infeksi virus perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik
dengan mengerok dasar vesikelnya kemudian dicat dengan Giemsa atau H-E
dibaca dibawah mikroskop biasa. Adanya sel besar berinti banyak (multinucleated
giant cell) merupakan tanda khas infeksi virus. Pemeriksaan laboratorium
penunjang lainnya adalah :
o. Pemeriksaan Histopatologi.
o. Serologi, untuk menentukan jenis antibodi spesifik.

45
DIAGNOSIS BANDING
Herpes Genetalis perlu dibedakan dengan semua ulkus/erosi pada daerah genetalia
seperti :
o. Ulkus durum
o. Ulkus molle
o. Afek primer LGV
o. EEM
o. Herpes zoster
o. Skabies
o. Sindroma Behcet
o. Pioderma dll.

PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang memuaskan terhadap HG, walaupun
kini telah banyak beredar obat anti virus herpes.
Terapi Simptomatis:
Bertujuan untuk mengurangi gejala subyektif dan menghindari dari infeksi
sekundernya.
o. Untuk mengurangi rasa nyeri diberikan analgetika
o. Untuk infeksi sekunder diberikan antibiotika atau kemoteritika seperti
kotrimoksasol, tetrasiklin atau eritromisin.
0. Pengobatan topikal untuk mencegah infeksi sekundernya. Obat-obat yang
sering digunakan adalah :
1. Salep yang mengandung antibiotika
2. Povidon-iodin : antiseptik dan mengeringkan lesi
3. Idoksuridin (IDU) : menekan replikasi virus Anti-virus:
Acyclovir acyclo-guanosine 9-(2-hydrokxymethyl)-guanin. Merupakan antivirus
yang baru dan memberikan efek yang baik terhadap infeksi virus herpes, dapat
diberikan secara oral, intravenus maupun topikal. Efeknya tampak setelah 3 hari
pengobatan.

46
Pencegahan:
Usaha pencegahan pada HG tidak berbeda dengan usaha pencegahan pada
penyakit menular seksual yang lain seperti:
1. Mempergunakan alat proteksi/kondom waktu senggama
2. Tidak melakukan senggama pada waktu penyakitnya aktif
3. Menghindari faktor pencetus seperti stress emosional, kelelahan, minum
alkohol dll.

DAFTAR PUSTAKA
1. King A and Nicol C.Venereal Diseases 2nd ed. The English Language Book
Society and Baillire Tindall, 1979 296 – 300
2. Willcox JR. Venereology. Maruzen Asian edition 1982 :270 - 278.

47
VARISELA

BATASAN
Varisela merupakan penyakit infeksi menular disebabkan oleh virus,
ditandai oleh adanya erupsi papula yang berubah menjadi vesikel dan pustul,
selanjutnya mengering tanpa meninggalkan cacat. Biasanya diserlai gejala
konstitusi.

ETIOLOGI
Penyebabnya adalah virus ‘varicella zoster’, suatu virus yang dapat
menimbulkan herpes zoster selain varisela. Infeksi primer dengan virus ini akan
menimbulkan varisela. Jadi penyakit ini terjadi pada individu yang tidak
mempunyai kekebalan (baru pertama kali).

Epidemiologi
Timbul pada semua umur, termasuk neonatus. Tetapi paling sering
ditemukan pada anak. Penularan terjadi secara ‘doplet infection’ dari hidung dan
tenggorokan.

GEJALA KLINIS
Masa inkubasi berlangsung 14sampai 21 hari.
Diawali dengan malaise dengan gejala prodromal berupa sakit kepala,
demam tidak begitu tinggi (subfebril) yang terjadi 2 sampai 3 minggu sebelum
tirnbul lesi.
Lesi dimulai sebagai makula eritematosa yang dalam 24 jam berubah
menjadi vesikel yangberisicairanjernihdiatasdasareritem.Dalambeberapa tiari
erupasi menyebar secara sentripetal,mula-mula dibadan lalu ke muka,
bahudanekstremitas, bahkan pada selaput lendirmulut. Erupasi disertai rasa gatal.
Pada suatu saat akan terdapat bermacam-macam erupsi (polimorf). Penyakit ini
sering menimbulkan keadaan yang serius bila terjadi pada penderita leukemia,

48
limfomatosis, gangguan-gangguan lain yang raenyebabkan imunitas selular
berkurang.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan sediaan langsung
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang tidak khas.
Sediaan diambil dari kerokan dasar vesikel yang diwarnai dengan pewarnaan
Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan sel raksasa yang khas dan sel-sel dengan
badan inklusi yang karakteristik.

Komplikasi
Jarang terjadi.
Bila ada biasanya berupa ensefalitis, Pneumonia, dan glomerulonefritis

DIAGNOSIS BANDING
Variola
Tidak ada terapi spesifik untuk varisela, biasanya bersifat simtomatik.
1. Terapi sistemik
a. Antipiretik-analgetik
b. Antihistamin
Pemberian obat ini dimaksudkan untuk mengatasi rasa gatal.
c. Antibiotik
Diberikan bila terdapat infeksi sekunder
2. Terapi lokal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan bedak yang mengan-dung asam
borat 3%, menthol 0,5%.

49
HERPES ZOSTER

BATASAN
Herpes zoster merupakan penyakit infeksi akut, disebabkan oleh virus,
biasanya mengenai orang dewasa, ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok
di atas dasar eritem, mengenai dermatom-dermatom tertentu pada sisi badan
diikuti rasa nyeri, rasa terbakar, atau rasa gatal.

ETIOLOGI
Penyebabnya adalah virus’ varicella zoster’, merupakan salah satu dari
erapat virus herpes yang menimbulkan penyakit pada manusia.
Secara morfologik semua virus herpes tidak da pat dibedakan satu sama
lain. Terdapat beberapa faktor pencetus timbulnya keadaan ini antara lain
pembedahan, trauma, penyinaran, pemakaian imunospresan, penyakit ganas,
tuberkulosis dan lain-lain.

Ekpidemiologi
Penyakit ini terdapat diseluruh dunia. Menyerang laki-laki dan wanita,
terutama pada usia di atas 50 tahun. Jarang pada anak-anak.

GEJALA KLINIS
Masa inkubasi berlangsung 7 sampai 12 hari.
Biasanya didahului oleh gejala-gejala prodromal berupa malaise dan
demam. Dalam satu atau dua hari segera diikuti rasa gatal, rasa terbakar dan
Inyeri. Selanjutnya timbul kemerahan setempat yang disertai edema pada daerah
dermatom tertentu setelah 2-3 hari. Kemudian pada daerah tersebut timbul papula
yang dalam waktu 36 jam akan berubah menjadi vesikel-vesikel berkelompok di
atas dasar eritem dan bersifat unilateral. Vesikel mula-mula berisi cairan
jernih,tetapi dalam beberapa hari akan menjadi purulen dan bila pecah akan
membentuk krusta. Kadang-kadang vesikel mengering tanpa pecah atau isi

50
menjadi hemoragik, nekrotik, ulseratif, bahkan kadang-kadang membentuk
ganggren.
Penyakit ini dapat mengenai semua daerah tubuh. Yang paling sering
adalah daerah dada, kemudian saraf otak (saraf kranial ke V dan VII). Herpes
zoster optalmikus terjadi karena virus tersebut menyerang cabang saraf kranial V
yang menuju ke mata. Keadaan ini dapat menimbulkan kelainan pada mata.
Herpes zoster generalisata, terutama terjadi pada orang tua, atau orang
dengan keadaan umum yang buruk seperti penderita limfoma malignum, mieloma.
Selain terdapat pada kulit, juga dapat mengenai vagina dan mulut. Demara, lemah,
sakit kepala, dan tanda-tanda rangsangan raeningeal ada. Herpes zoster sakral
terjadi karena virus tersebut menyerang saraf sakral. Biasanya penderita mengeluh
disuria, hematuria dan adanya retensi urin. Selain terdapat vesikel pada vesike
urinaria dan selaput lendir uretra, juga terdapat pada bokong, perineum, dan
genitalia.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan dengan teknik imunofluoresensi
Dengan cara ini dapat didemontrasikan antibodi di dalam Serum penderita.
2. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron
Merupakan prosedur diagnostik yang cepat dan dapat dipercaya, tetapi
biayanya mahal.

Komplikasi
Neuralgia pasca herpetika

DIAGNOSIS BANDING
Herpes simpleks

51
PENATALAKSANAAN
1. Terapi umum Istirahat
2. Terapi sistemik
a. Analgetik
Dapat diberikan antalgin untuk mengurangi rasa sakit.
b. Antivirus
Dapat diberikan preparat Asiklovir per oral atau parenteral.
c. Kortikosteroid
Pemberian Kortikosteroid dimaksudkan untuk mengatasi keadaan nyeri
yang hebat.
d. Antibiotik
Diberikan bila terdapat infeksi sekunder.
3. Terapi lokal
a. Lidokain Diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, dapat ber-bentuk krim
atau gel.
b. Bedak yang mengandung asam borat/menthol

52
VERUKA VULGARIS

Veruka vulgaris merupakan kelainan kulit yang bersifat jinak, menular,


disebabkan oleh virus, ditandai oleh adanya papula yang berbatas legas, padat,
menimbul dengan permukaan yang kasar dan tidak teratur.
Pcnyebabnya adalah virus Papiloma (‘human papilloma virus’), suatu virus DNA
yang bersifat epidermotropik.

Insidens
Terdapat pada scmua umur, teiapi paling sering pada anak.

GEJALA KLINIS
Prcdilcksi lerutama pada jari, siku, luluf, ‘scal’. Dapatmenyebarke tempat-
tempat lain. Lesi lerdiri dari papula yang bcrbalas icgas, padat, menimbul dengan
permukaan kasar, tidak teratur, warna putih keabuan, dapal mnggal atau multipel.
Biasanya tidak gatal dan tidak sakit. lidiitn ada lerapi yang memuaskan. Rupanya
virus masih tetap ada setelah lerapi dilakukan dan angka rckurensi masih (inggi.
Prosedur yang bersifat destruktif seperti eksisi menyebabkan perut yang
menimbulkan rasa sakit atau parut yang bersifat menetap atau terjadi kcrusakan
jaringan. Biasanya tidak tepat dan harus dihindari. Terapi dengan sinar X tidak
bolchdigunakan.
1. Bedah beku dengan Nitrogen cair
Dilakukan dengan cara menempelkan cairan tersebut roelalui kapas lidi pada
lesi di kulit sampai timbul halo pembekuan pada jaringan sehat di dasar kulit.
Selanjutnya penderita dianjurkan untuk konlrol. Kontrol pertama pada hari ke-
3 dan kontrol kedua pada hari ke-14. Unluk mencegah terjadinya infeksi
sekunder pada bula yang pecah diberikan krim Kloramfenicol 2%. Pada
penderita yang tidak tahan terhadap rasa nyeri dapat diberikan preparat
analgetika per oral. Untuk menghindari pembekuan saraf perifer cukup dengan
menggeser kulit di atasnya atau dengan mengisi bantalan subkutan yang berisi
cairan anostesi lokal. Tempi topikal diangga sembuh bila garis rigi epidermis

53
pulih kembali seperti garis lurus yang tidak lerputus. Bila belum sembuh maka
terapi bedah dapat diulangi.
2. Elektrodesikasi dan kuretase
Setelah diberikan anestesi lokal dengan Sidokain, lelakkan jarum listrik pada
puncak lesi dan lahan hingga jaringan mulai agak menggelembung.
Selanjulnya lesi dapat diangkat dengan kuret, Ada kalanya kutil kecil dapat
diangkal lanpa anesiesi atau ellektrodesikasi, jadi hanya dengan kuret.
3. Salep salisif 50% dengan plester
Dapat diberikan salep Salisil dengan plaster yang dilubangi bagian tengalinya
untuk melindungi kulit disekitarnya. Setelah diberikan salep lalu ditutup
dengan plester lain. Lakukan perganlian seliaphari sekali. Setelah 1 sampai 2
minggu biasanya lesi akan menjadi pulih dan lembek sehingga mudah dilepas.

DAFTAR PUSTAKA :
1. Dornonkos, A. : Andrew’s Diseases of The Skin Philadelphia, 1982.
2. Filhzpatrick, TB : at al 1982, Dermatology in General Medicine

54
AKNE VULGARIS

BATASAN
Akne vulgaris adalah peradangan menahun dari folikel pilosebasea,
terdapat terutama didaerah muka, leher, dada, punggung dan lengan atas, ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista.

ETIOLOGI
Penyebab akne vulgaris adalah multifaktorial
Faktor penting yang mempermudah terjadinya akne adalah : genetik, ras,
diet/makanan, endoktrin, kejiwaan, iklim, kosmetik, trauma dll.

Patogenesis
Ada 4 faktor patogen dalam perabentukan lesi akne
1. Peningkatan produksi sebum
2. Penyumbatan keratin disaluran pilosebasea.
ad 1 dan ad 2 dipengaruhi oleh hormon androgen
3. Kolonisasi mikroorganisme di folikel pilosebasea terutama oleh C.acnes.
lipase yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat memecah trigliserida dalam
sebum menjadi asam lemak bebas yang bersifat komedogenik.
4. Proses inflamasi
Antara lain disebabkan oleh asam lemak bebas.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yaitu ditemukan I adanya
komedo, papul pustula, nodus dan kista pada tempat predileksi.

DIAGNOSIS BANDING
1. Erupsi akne formis
2. Akne rosasea
3. Dermatitis perioral

55
PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan topikal
Berupa sulfur 2 -10%, zat keratolitik seperti asam salisilat 3 - 5%, asam
vitamin A 0.05 - 0.1%, benzoil peroksida 5%. Antibiotik antara lain :
eritromisin, klindamisin.
2. Pengobatan sistemik
Obat pilihan adalah tetrasiklin dengan dosis 4 kali 250 mg. Antibiotika lain
misalnya eritromisin, doksisiklin. Obat sistemik lain seperti asam vit. A,
estrogen
3. Pengobatan lain misalnya ekstraksi komedo, suntikan triamsinolon intraksi
perawatan kebersihan kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Domonkos, AN, Arnolld, HC, 1982
Andrews Diseases of the skin sixth
Edition Philadelphis WB Saunders Conpany

56
PSORIASIS

BATASAN

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya belum diketahui dengan jelas,


bersifat kronis dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema yang
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, terutama
mengenai bagian ekstensor dan kulit kepala.

ETIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti dan ada predisposisi genetik pada sebagian
penderita. Faktor yang mendorong timbulnya penyakit antara lain trauma fisik,
psikis, gangguan metabolisme. infeksi fokal. Pembentukan epidermis dipercepat
menjadi 3-4 hari, sedangkan pada I kulit normal lamanya 27 hari.

GEJALA KLINIS

Keadaan umum tidak dipengaruhi, penderita biasanya mengeluh gatal


ringan. Predileksi pada kulit kepala yang berambut, ekstremitas bagian ekstenso
terutama siku, lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit lerdiri atas bercak
eritema yang meninggi dengan skuama diatasnya dan berbatas tegas, bentuk dan
besar kelainan bervariasi. Skuama tebal, kasar berwarna putih dan transpran. Bila
sisik tersebut dikerok, akan timbul garis - garis putih yang kabur, seperti lilin yang
digores disebut fenomena bercak lilin (kaarsvlek phonomeen). Bila dikerok
sampai dasar skuama akan terjadi titik-titik perdarahan, disebut sebagai tanda
Auspitz. Perdarahan ini berasal dari puncak-puncak papila yang melebar sebagai
akibat dari proses akantosis.
Trauma pada kulit penderita psoriasis dapat menimbulkan kelainan yang
sama disebut fenomena koebner. Psoriasis dapat juga menimbulkan kelainan pada
kuku yang agak khas disebut “pitting nail” berupa lekukan-lekukan kecil.
Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya lerangkat
icarena lapisan tanduk dibawahnya dan onikolisis. Kelainan kuku bersifat

57
simetris. Kelainan pada sendi jarang, bersifat poliartikuler terutama pada inter
falangs distal.

Histopatologi:
Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas yaitu : hiperkeratosis, para
keratosis, akantosis, papilomatosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok sel
leukosit yang disebut abses Munro. Clubbing adalah keadaan papil yang melebar,
memanjangdan berkelok-kelok.

DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan PA.

DIAGNOSIS BANDING
Dermatofitosis Sifilis psoriasiformis Dermatitis seboroik

PENATALAKSANAAN
Pengobatan kausal tidak ada.
Sistemik diberikan : anthihistamin untuk mengurangi rasa gatal, asam folat, Vit.
B12, antelmintik, tranquilizer, puva, obat sistostatik misalnya Metotreksat.
Topikal diberikan keratolitik ringan, preparat ter, kortikosteroid, antralin.

DAFTAR PUSTAKA
Domonkos, AN, Arnold HL : 1982
Andrews Diseases of the skin sixth Edition
Philadelphia. WB. Saunders company.

58

Anda mungkin juga menyukai