Anda di halaman 1dari 28

Impetigo

PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang paling luar dan
membatasinya dari lingkungan hidup manusia.
Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-
kira 15% dari berat badan. Kulit merupakan organ
yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh. (1)
Bakteri, bersama-sama dengan jamur dan
virus, dapat menyebabkan banyak
penyakit kulit. Infeksi bakteri pada kulit
yang paling sering adalah pioderma.
Pioderma merupakan penyakit yang
sering dijumpai, isidensnya menduduki
tempat ketiga, dan berhubungan erat
dengan keadaan sosial ekonomi. (1)
Manifestasi morfologik penyakit-penyakit
infeksi bakteri pada kulit sangat bervariasi.
DEFINISI
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan
kulit yang terutama disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pyogenes, yang
dikenal dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A (GABHS). Kadang-
kadang disebabkan oleh bakteri lain
seperti Staphylococcus aureus pada
isolasi lesi impetigo.
ETIOLOGI
Penyebab impetigo adalah bakteri
pyogenes yaitu Streptococcus beta
hemolyticus grup A (GABHS), atau
terkadang dapat juga disebabkan oleh
Streptococcus aureus
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 10 %
dari anak-anak yang datang ke klinik kulit
menderita impetigo. Perbandingan antara
jenis kelamin laki-laki dan perempuan
adalah sama. Impetigo lebih sering
menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo
bullosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dari 2 tahun
KLASIFIKASI
Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk
yaitu:
1. Impetigo krustosa
2. Impetigo bulosa (1)
SINONIM
Impetigo krustosa disebut juga impetigo
kontagiosa, impetigo vulgaris, dan impetigo
Tillbury Fox, sedangkan impetigo bulosa disebut
juga impetigo vesiko-bulosa, dan cacar monyet.
PATOFISIOLOGI
Impetigo adalah infeksi yang disebabkan oleh
Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS) atau
Streptococcus aureus. Organisme tersebut masuk
melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak
langsung. Setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat
pada pasien tanpa adanya kerusakan pada kulit.
Seringnya lesi ini menunjukkan beberapa kerusakan fisik
yang tidak terlihat pada saat dilakukan pemeriksaan.
Impetigo memiliki lebih dari satu bentuk. Beberapa
penulis menerangkan perbedaan bentuk impetigo dari
strain Staphylococcus yang menyerang dan aktivitas
eksotoksin yang dihasilkan.
Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan
melalui transmisi kontak langsung, setelah infeksi, lesi
yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa adanya
kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula
eritema yang berukuran 2 4 mm. Secara cepat
berubah menjadi vesikel atau pustula. Vesikel dapat
pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk
maka akan meninggalkan krusta yang tebal, karena
proses dibawahnya terus berlangsung sehingga akan
menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk,
warnanya kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih
sering dilihat krusta maka disebut impetigo krustosa.
Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak
kulit yang erosif.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis impetigo dimulai dari munculnya kelainan
kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat menyebar
dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi yang pecah
akan mengeluarkan sekret/cairan berwarna kuning
encer. Lesi ini paling sering ditemukan di daerah kaki,
tangan, wajah dan leher. Pada umumnya tidak dijumpai
demam. (4,5,6)
Pada awalnya, kemungkinan akan dijumpai; ruam merah
yang lembut, kulit mengeras/krusta (Honey-colored
crusts), gatal, luka yang sulit menyembuh. Pada
impetigo bullosa, mungkin akan dijumpai gejala; demam,
diare, dan kelemahan umum. (3)
1. Impetigo Kontagiosa
Keluhan utama adalah rasa gatal. Lesi awal berupa
makula eritematosa berukuran 1 2 mm, segera
berubah menjadi vesikel dan bula. Karena dinding
vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan sekret
seropurulen kuning kecoklatan, selanjutnya mengering
membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah
dilepaskan, dibawah krusta terdapat daerah erosif yang
mengeluarkan sekret, sehingga krusta kembali menebal.
(7)
Pemeriksaan Kulit:
Lokalisasi: daerah yang terpapar, terutama wajah
(sekitar hidung dan mulut), tangan, leher dan
ekstremitas.
Efloresensi: makula eritematosa miliar sampai lentikular,
difus, anular, sirsinar, vesikel dan bula lentidah
diangkatkular difus, pustula miliar sampai lentikular;
krusta kuning kecoklatan, berlapis-lap
2. Impetigo Bulosa
Lepuh tiba-tiba muncul pada kulit sehat, bervariasi mulai
dari miliar hingga lentikular, biasanya dapat bertahan 2
3 hari. Berdinding tebal dan terdapat hipopion. Bila
pecah menimbulkan krusta yang berwarna coklat datar
dan tipis. (1)
Pemeriksaan kulit:
Lokalisasi: ketiak, dada, punggung, dan ekstremitas
atas atau bawah.
Efloresensi: tampak bula dengan dinding tepal dan tipis,
miliar hingga lentikular, kulit sekitarnya tidak
menunjukkan peradangan, terkadang-kadang tampak
hipopion.
PEMERIKSAAN FISIK
Tipe dan lokasi lesi:
Sering terjadi pada wajah (sekitar mulut dan hidung)
atau dekat rentan trauma.
Makula merah atau papul sebagai lesi awal.
Lesi dengan bula yang ruptur dan tepi dengan krusta.
Lesi dengan krusta berwarna seperti madu.
Vesikel atau bula.
Pustula.
Basah, dangkal, dan ulserasi eritematous.
Lesi satelit.
Limphadenopaty regional. (umumnya pada impetigo
kontagiosa dan jarang pada impetigo bulosa).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan,
atau pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau
pada kasus yang kurang berespons terhadap pengobatan, maka
diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan
adanya neutropil dengan kuman coccus gram positif berbentuk
rantai atau kelompok.
Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan
mengungkapkan adanya Streptococcus aureus, atau kombinasi
antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri
sendiri.
Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding impetigo antara lain: (1) Luka
bakar, (2) Kandidiasis, (3) Sellulitis, (4)
Dermatitis atopik, (5) Dermatitis kontak, (6)
Eritema multiforme, (7) Herpes simpleks, (8)
Pedikulosis, (9) Scabies, (10) Staphylococcal
Scalded Skin Syndrome, (11) Steven Johnson
Syndrome, (12) Tinea. (3)
Keadaan lain yang menyerupai impetigo antara
lain: folikulitis, erisepelas, insect bite, dermatitis
eksematosa, tinea korporis, pemfigus vulgaris,
dan pemfigus bullosa
EPNATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip penatalaksanaan antara lain:
1. Membersihkan luka yang lecet atau mengalami pengausan
secara perlahan-lahan. Tidak boleh melakukan gosokan-gosokan
pada luka terlalau dalam.
2. Pemberian mupirocin secara topical merupakan perawatan yang
cukup adekuat untuk lesi yang tunggal atau daerah-daerah kecil.
3. Pemberian antibiotik sistemik diindikasikan untuk lesi yang luas
atau untuk impetigo bulosa.
4. Pencucian dengan air panas seperti pada Staphylococcal
Scalded Skin Syndrome diindikasikan apabila lesi menunjukkan
keterlibatan daerah yang luas.
5. Diagnosis dan penatalaksanaan yang dini dapat mencegah
timbulnya sikatrik dan mencegah penyebaran lesi.
6. Kebutuhan akan konsultasi ditentukan dari luasnya daerah yang
terserang/terlibat dan usia pasien. Neonatus dengan impetigo
bulosa memerlukan konsultasi dengan ahli neonatologi
KOMPLIKSI
1. Post Streptococcus Glomerulonefritis (pada
semua umur)
2. Meningitis atau sepsis (pada bayi)
3. Ektima
4. Erysipelas
5. Sellulitis
6. Bakteriemia
7. Osteomyelitis
8. Arthritis septik
9. Pneumonia
10. Limfadenitis
PENCEGAHAN
Kebersihan sederhana dan perhatian terhadap kecil dapat
mencegah timbulnya impetigo. Seseorang yang sudah terkena
impetigo atau gejala-gejala infeksi/peradangan Streptococcus beta
hemolyticus grup A (GABHS) perlu mencari perawatan medik dan
jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik secepat mungkin
untuk mencegah menyebarnya infeksi ini ke orang lain. Penderita
impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak
dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotik. Pemakaian barang-barang atau alat pribadi seperti
handuk, pakaian, sarung bantal dan seprai harus dipisahkan
dengan orang-orang sehat. Pada umumnya akhir periode penularan
adalah setelah dua hari permulaan pengobatan, jika impetigo tidak
menyembuh dalam satu minggu, maka harus dievaluasi.
PROGNOSIS
Umumnya baik (2)
Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan
terapi lebih dini dan baik, akan memiliki kesempatan
untuyk sembuh tanpa bekas luka atau komplikasi
Insidens infeksi umum dan meningitis lebih tinggi pada
neonatus
Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh
sempurna dalam 7 10 hari
Terapi antibiotik tidak dapat mencegah atau
menghentikan glomerulonefritis
Pada lesi yang tidak sembuh dalam 7 10 hari setelah
diterapi, perlu dilakukan kultur. (3)
Penatalaksanaan Terapi Penyakit Impetigo
Posted on December 28, 2007 by farmakoterapi-info
oleh : Vincensius Anjar Trilaksono,
S.Farm 078115036
Impetigo merupakan suatu infeksi kulit superfisial (kulit
bagian atas) yang disebabkan oleh bakteri streptokokus
atau bakteri stafilokokus. Penyakit impetigo ditandai
dengan adanya bula yaitu benjolan pada kulit dengan
diameter >0,5 cm dan berisi cairan yang merupakan
pustula (penumpukkan nanah dalam kulit). Gambaran
klinis dari penyakit ini yaitu bula yang berdinding tipis
sehingga mudah pecah akan menimbulkan krusta
(koreng) pada kulit.
ng Pengobatan infeksi ini dapat digunakan antibiotik secara topikal
dan oral. Tujuan terapinya yaitu mengobati infeksi, mencegah
penularan, menghilangkan rasa tidak nyaman, dan mencegah
terjadinya kekambuhan. Sasaran terapinya yaitu infeksi bakteri
streptokokus atau stafilokokus. Terapi non farmakologis untuk
pengobatan impetigo yaitu menghilangkan krusta dengan cara
mandi selama 20-30 menit disertai mengelupaskan krusta dengan
handuk basah dan bila perlu olesi dengan zat antibakteri, mencegah
menggaruk daerah lecet atau dapat dilakukan dengan menutup
daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku,
lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh. Terapi non
farmakologis untuk pencegahan penyakit impetigo yaitu mandi
teratur dengan sabun kulit sensitif), menjaga kebersihan yang baik
(cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih),
jauhkan diri dari orang dengan impetigo,
Pilihan obat
Antibiotik topikal
Mupirocin
Nama Generik : Mupirocin
Nama paten : BACTROBAN (GlaxoSmithKline)
Brand name : Bactoderm (Ikapharmindo)
Indikasi : infeksi kulit primer akut, misalnya
impetigo, folikulitis, furunkulosis
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap mupirocin
Bentuk sediaan : salep dan krim
Dosis : salepoleskan 3x/hr selama 10 hari,
krimoleskan 3x/hr, jika perlu daerah
yang diobati ditutup dengan kasa
lakukan evaluasi jika tidak ada respon
klinis dalam 3-5 hari
Efek samping : rasa terbakar, gatal, rasa tersengat,
kemerahan
Peringatan : hindari kontak dengan mata. Hati-hati
penggunaan pada gangguan ginjal sedang sampai
berat, hamil, lakatasi. Hentikan penggunaan jika terjadi
reaksi sensitivitas atau reaksi kimia. Tidak untuk
digunakan pada permukaan mukosa. Penggunaan
jangka panjang menyebabkan pertumbuhan berlebihan
dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Asam Fusidat
Nama Generik : Asam Fusidat
Brand name : Afucid (Ferron), Fusycom (Combiphar),
Fuladic (Guardian), Futaderm (Interbat)
Indikasi : Impetigo kontagiosum, folikulitis
superfisdial, furunkulosis, sikosis barbae, hidradenitis
akselaris, abses, paronikia, eritrasma
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap asam fusidat.
Bentuk sediaan : salep(Na fusidat) dan krim (asam
fusidat)
Dosis : tanpa pembalut/kasa steril :
gunakan 3-4x/hari
dengan pembalut/kasa steril : gunakan lebih
sering lama terapi kurang lebih 7 hari.
Efek samping : reaksi sensitifitas misalnya
ruam kulit, urtikaria, iritasi
Peringatan : hindari penggunaan pada
bagian mata. Penggunaan jangka
dapat meningkatkan resiko sensitisasi kulit dan
resistensi bakteri. Hamil trimester pertama. Bayi
baru lahir.
Antibiotik per-oral
Bayi baru lahir.
Eritromisin
Nama Generik : Eritromisin
Nama paten : ERYTHROCIN (Abbott)
Brand name : Corsatrocin (Corsa).
Indikasi : infeksi saluran nafas bagian atas dan bawah
tonsilitas, abses peritonsiler, faringitis, laringitis, sinusitis, infeksi
sekunder pada demam dan flu, trakeitis, bronkitis akut dan kronis,
pneunomia, bronkiektaksis. Infeksi telinga: otitis media dan
eksternal, mastoiditis. Infeksi oral : gingivitis, angina vincenti. Infeksi
mata: blefaritis. Infeksi kulit dan jaringan lunak: furunkel dan
karbunkel, paronikia, abses, akne pustularis, impetigo, selulitis,
erisipelas.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap eritromisin, penyakit hati.
Bentuk sediaan : tablet atau kapsul
Dosis : dewasa 1-2g/hr tiap 6, 8 atau 12 jam. Infeksi berat
4g/hr dalam dosis terbagi.
Anak 30-50 mg/kgBB/hr tiap 6, 8 atau 12 jam.
Bayi-2tahun 125mg 4x/hr, 2-8tahun 250 mg 4x/hr
atau 500 mg tiap12jam
Sebelum atau pada waktu makan.
Efek samping : jarang: hepatotoksik, ototoksik.
Gangguan GI : mual, muntah, nyeri perut,diare.
Urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainya.
Peringatan : gangguan ginjal, gangguan fungsi hati,
porfiria, kehamilan (tidak diketahui efek buruknya) menyusui
(sejumlah kecil masuk ke ASI
Flukloksasilin
Nama Generik : flukloksasilin Na monohidrat
Brand name : FLOXAPEN (GlaxoSmithKline)
Indikasi : infeksi bakteri gram(+) termasuk yang resisten
penisilin.
Infeksi karena stapilokokus terutama pada kulit
(impetigo, selulitis)
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap penisilin, bayi yang lahir
dari ibu yang hipersensitif penisilin.
Bentuk sediaan : kapsul (250 mg, 500mg)
Dosis : dewasa 250-500 mg tiap 8 jam (3x/hr).
Anak <2tahun 62,5mg 3x/hr (tiap 8 jam), 2-10tahun
125 mg 3x/hr (tiap 8 jam)
Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, diare.Urtikaria, ruam
kulit, kadang terjadi reaksi anafilaktik.
Daftar pustaka
Anonim, 2000, Informularium Obat Nasional Indonesia,
204-205, 222-223, 416-418, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Corwin, Elizabeth, J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, 606-
607, EGC, Jakarta.
Djuanda, Adhi, 2006, MIMS petunjuk konsultasi, 183,
191, 319, PT. InfoMaster, Jakarta.
Hayes, P.C., Mackay, T.W, 1997, Buku Saku Diagnosis
dan Terapi, 393, EGC, Jakarta.
Filed under: Sistem Integumen

Anda mungkin juga menyukai