Anda di halaman 1dari 13

PEDOMAN EROPA UNTUK TATALAKSANA SKABIES

C.M. Salavastru,1,* O. Chosidow,2 M.J. Boffa,3 M. Janier,4 G.S. Tiplica5


1Department of Dermato-Pediatry, Colentina Clinical Hospital, “Carol Davila” University of Medicine and Pharmacy, Bucharest,
Romania
2Department of Dermatology, H^opital Henri Mondor AP-HP, Cr_eteil, France
3Department of Dermatology, Sir Paul Boffa Hospital, Floriana, Malta
4STD Clinic, H^opital Saint-Louis AP-HP, and Head of Dermatology Department, H^opital Saint-Joseph, Paris, France
5Department of Dermatology II, Colentina Clinical Hospital, “Carol Davila” University of Medicine and Pharmacy, Bucharest, Romania
*Correspondence: C.M. Salavastru. E-mail: galati1968@yahoo.com

Abstrak
Skabies disebabkan oleh sarcoptes scabiei var. hominis. Penyakit ini dapat
menular melalui hubungan seksual. Keluhan utama pasien yaitu rasa gatal di malam
hari. Biasanya terlihat papul eritematous, diseminata dan eksoriasi pada anterior
tubuh dan ekstremitas. Skabies krusta terjadi pada inang yang immunocompromised
dan dapat disertai dengan pruritus yang berkurang atau tidak ada sama sekali. Terapi
yang direkomendasikan adalah krim permethrin 5%, ivermectin oral dan losion bensil
benzoat 25%. Terapi alternatif berupa losion malathion 0.5% aqueous, losion
ivermectin 1% dan krim sulfur 6-33%, salep dan losion. Terapi untuk skabies krusta
memerlukan skabidisid topikal dan ivermectin oral. Terapi masal pada populasi yang
besar dengan penyakit yang endemik dapat dilakukan dengan menggunakan
ivermectin dosis tunggal (200 mikrogram/kg BB). Tatalaksana untuk pasangan
membutuhkan kilas balik pada waktu 2 bulan sebelumnya. Skrining untuk penyakit
menular seksual lainya sangat direkomendasikan. Pasien dan kontak dekat sebaiknya
menghindar dari kontak seksual sampai terapi lengkap dan sebaiknya menekankan
aturan kebersihan diri sendiri bila berada di lingkungan hidup yang ramai.

Pembuatan pedoman
Pedoman ini telah diperbarui dengan meninjau pedoman-pedoman yang telah
ada sebelumnya, termasuk European Guideline for the Management of Scabies
(2010), pedoman CDC (2015) dan pedoman BASHH (2007). Pencarian literatur
secara menyeluruh yang dipublikasi sejak tahun 2010 sampai april 2016 juga
dilakukan.

1
Informasi baru dalam pedoman ini, sejak edisi 2010:
 Rekomendasi terapi terbaru
 Penambahan pada bagian terapi populasi masal
 Penambahan audit standar

Epidemiologi menghasilkan reaksi hipersensitifitas


Skabies merupakan penyakit cepat atau lambat (tipe 4) dengan
infeksi yang disebabkan oleh domisili gejala-gejala skabies yang khas
parasit sarcoptes scabiei var. hominis. dimulai pada 3-6 minggu setelah
Domisili parasit ini dapat terjadi invasi primer dan 1-3 hari setelah
melalui kontak kulit ke kulit termasuk reinvasi. Pada skabies klasik, terdapat
kontak seksual atau yang lebih jarang kurang dari 5-15 kutu/inang. Skabies
yaitu kontak dengan fomit yang krusta ditandai dengan jumlah kutu
terkontaminasi (misalnya pada yang lebih banyak pada individu yang
pakaian dan handuk). Kutu s. scabiei terinvasi. Manusia yang diinvasi oleh
membuat terowongan pada epidermis varian s. scabieei yang lain (misalnya
manusia dimana parasit betina akan var.canis dengan inang anjing dan var.
melepaskan telur-telur yang menetas suis dengan inang babi) dapat sembuh
dan berkembang menjadi dewasa sendiri dan diperkirakan tidak menular
dalam waktu 2 minggu. Siklus hidup s. dari manusia ke manusia.
scabiei adalah 4-6 minggu. S. scabiei
var. hominis merupakan parasit obligat Gambaran klinis
pada manusia. Parasit dewasa akan Manifestasi spesifik meliputi gatal
mati bila berada diluar inang yaitu yang intens dan papul peradangan
manusia dalam 24-36 jam. Kutu yang diseminata. Manifestasi non spesifik
imatur dapat bertahan selama 1 yang dapat terjadi seperti ekskoriasi
minggu. Kutu dan produk-produknya kulit, eksematisasi sekunder dan
(feses, telur dan parasit yang mati) impetiginisasi.

2
1. Skabies klasik sekitar kemaluan, bokong),
a. Terjadi pada pasein dengan urtika
respon imun yang normal g. Kondisi kebersihan yang buruk
b. Gatal yang intens dan memburuk dapat menimbulkan infeksi
saat malam hari bakterial sekunder
c. Papaul eritematous diseminata h. Eksema iritan atau kontak alergi
pada area periumbilikal, dapat terjadi setelah terapi
pinggang, dada, bokong, lipatan topikal
ketiak, jari-jari (termasuk celah
interdigital), pergelangan tangan
dan aspek ekstensor lengan.
Kepala, telapak tangan dan
telapak kaki biasanya bertahan
pada orang dewasa.
d. Papul berukuran kecil, biasanya
mengalami ekskoriasi dengan
krusta hemoragik di puncaknya.
e. Terowongan (tanda Gambar 1. Scabies klasik

patognomonik) terlihat tipis


berwarna abu-abu kecoklatan 2. Skabies krusta (istilah skabies

dengan ukuran 0.5-1 cm namun Norwegia tidak lagi digunakan)

jarang terlihat akibat adanya a. Terjadi pada pasien dengan

ekskoriasi atau infeksi bakterial defisiensi imun yang berat akibat

sekunder. penyakit lain (misalnya AIDS,

f. Lesi lain: vesikel (biasanya pada infeksi HTLVI-1, keganasan dan

bagian awal terowongan), nodul lepra) atau pengobatan (misalnya

(kenyal, diameter 0.5 cm, obat imunosupresan dan

biasanya pada genitalia pria, biologis) penyakit neurologis


menyebabkan berkurangnya

3
sensasi, imobilitas terjadi dengan Diagnosis
berkurangnya kemampuan untuk Diagnosis dicurigai pada
menggaruk atau pada pasien- karakteristik gatalnya (generalisata,
pasien yang rentan secara intens pada malam hari), temuan klinis
genetik dan riwayat sugestif pasien (misalnya
b. Dapat terjadi pruritus ringan atau konteks kontaminasi positif, penyakit
tidak ada sama sekali dijumpai pada kontak yang dekat).
c. Lesi kulit bersifat generalisata, Diagnosa definitif didukung oleh
gambaranya buruk, eritematous, pemeriksaan mikroskopik yang positif
plak fisura dilapisi oleh sisik dan dari sediaan kerokan kulit yang
krusta. Pada tonjolan-tonjolan menunjukan adanya kutu, telur atau
tulang (misalnya artikulasio jari- butir feses (scybala). Untuk
jari, siku dan krista iliaka), plak menegakan hasilnya, terowongan yang
berwarna kuning kecoklatan, telah dibuat oleh parasit tersebut dapat
tebal dan terlihat seperti veruka dibuka menggunakan jarum halus dan
d. Skabies non-krusta difus yang minyak Muller atau minyak imersi
melibatkan daerah punggung diaplikasikan untuk menimbulkan
juga dapat terjadi acarus tersebut di permukaan. Hasil
e. Infeksi bakterial sekunder dapat mikroskopik yang negatif tidak dapat
terjadi pada lesi kulit yang menyingkirkan adanya skabies.
berbau busuk Pemeriksaan dermoskopi dapat
mengidentifikasi terowongan kulit,
kutu (tanda ‘delta’ pada akhir
terowongan menunjukan badan
anterior dari kutu dewasa betina), telur
dan dapat mengarahkan lokasi untuk
pengerokan pada kulit. Pada pasien
yang aktif secara seksual, skrining
Gambar 2. Scabies krusta

4
penyakit menular seksual (termasuk direkomendasikan yaitu setelah 7-14
HIV) direkomendasikan. hari. Setelah mengaplikasikan terapi
tersebut, pasien sebaiknya mengganti
Prinsip umum terapi (gambar 1) pakaian bersih. Semua kontak personal
Sepuluh percobaan klinis baru yang dekat dengan pasien sebaiknya
tentang terapi skabies yang telah mendapatkan terapi juga untuk
dipublikasikan sejak pedoman mencegah invasi ulang.
sebelumnya pada tahun 2010. Data Pakaian, tempat tidur, handuk,
sebelumnya berfokus pada terapi dan semua barang sebaiknya dicuci
populasi masal, biasanya dengan mesin (dengan suhu 50° atau
menggunakan ivermectin. Berdasarkan lebih), cuci kering, atau disegel dan
penelitian komparatif sebelumnya disimpan dalam kantong plastik
tentang efikasi berbagai terapi selama 1 minggu.
antiskabies, perbedaan dibuat hanya Invasi parasit tersebut akan
antara terapi “yang direkomendasikan” bersih bila dalam 1 minggu setelah
dan terapi “alternatif”. Ketersediaan akhir terapi, tidak terdapat manifestasi
obat antiskabies bervariasi di negara- scabies aktif (tidak ada lesi aktif, tidak
negara Eropa, oleh sebab itu, dalam ada pruritus nokturnal). Rasa gatal
praktiknya pemilihan jenis terapi juga setelah terapi dapat bertahan selama 2-
ikut bervariasi. 4 minggu.
Terapi topikal sebaiknya diaplikasikan Rekomendasi terapi
pada seluruh bagian kulit termasuk  Krim permetrin 5% diaplikasikan
kulit kepalas, sekitar kemaluan, bagian dari kepala sampai kaki dan
pusar, genitalia eksterna, celah jari-jari dibersihkan setelah 8-12 jam.
tangan dan kaki serta kulit di bawah Terapi ini harus diulang setelah 7-
ujung kuku, saat malam hari dan 14 hari.
biarkan menetap selama 8-12 jam.  Ivermectin oral (diminum dengan
Kulit harus dalam kondisi dingin dan makanan) 200 mikrogram/kgBB
kering. Aplikasi kedua yang

5
dalam 2 dosis dengan jarak 1 berpotensi untuk menyebabkan
minggu neurotoksisitas.
 Losion benzyl benzoate 10-25% Scabies krusta
diaplikasikan sekali sehari saat  Skabisid topikal (krim permetrin
malam dalam 2 hari berturut-turut 5% atau losion benzyl benzoate
dengan aplikasi ulang pada hari ke- 25%) diulang setiap hari selama 7
7. hari kemudian 2x seminggu sampai
Terapi alternatif sembuh, dan
 Losion aqueous malathion 5%  Ivermectin oral 200
 Losion ivermectin 5% dilaporkan mikrogram/kgBB pada hari 1, 2 dan
efektif sama halnya dengan krim 8. Untuk kasus berat, berdasarkan
permetrin 5% jumlah kutu yang hidup di kerokan
 Krim, salep atau losion sulfur 6- kulit yang diperiksa selama follow
33% merupakan antiskabies yang up, terapi ivermectin tambahan
paling lama digunakan. Efektif dan mungkin diperlukan pada hari ke 9
diaplikasikan pada 3 hari berturut- dan 15 atau pada hai ke 9, 15, 22
turut. dan 29.
 Sinergis pirethrins tersedia dalam
sediaan busa di beberapa negara Rasa gatal setelah terapi
dan sama efektifnya dengan Rasa gatal setelah terapi
permetrin 5% sebaiknya diobati dengan aplikasi

 Lindane tidak lagi emollient berulang. Antihistamin oral

direkomendasikan karena dan kortikosteroid topikal yang ringan


dapat juga membantu.

6
Kondisi khusus  Malathion belum diteliti pada ibu
 Permetrin aman pada kehamilan hamil. Penelitian dengan hewan
dan menyusui serta dilisensikan menunjukan bahwa tidak terdapat
untuk digunakan pada anak-anak risiko. Namun, penelitian pada
usia 2 tahun ke atas. hewan reproduktif, tidak selalu
 Benzyl benzoate dan sulfur dapat menunjukan prediksi tentang
diakatakan aman pada kehamilan. respon pada manusia. Penggunaan
 Ivermectin sebaiknya tidak yang tidak sesuai dapat
digunakan selama kehamilan atau menyebabkan toksisitas akut.
pada anak-anak dengan berat
badan kurang dari 15 kg.

7
Terapi populasi masal pentingnya pemberian dosis kedua
 Terapi pada populasi masal untuk mengontrol scabies masih
direkomendasikan untuk membutuhkan evaluasi lebih
mengontrol scabies pada daerah lanjut.
endemik, misalnya komunitas  Resistensi obat skabisid seperti
terpencil atau saat perpindahan permetrin dan ivermectrin
populasi masal, serta untuk merupakan hal yang perlu
tatalaksana epidemik pada diwaspadai, dan dampak dari
komunitas dengan kontak dekat program terapi masal dalam
seperti untuk perawat di rumah meningkatkan resistensi obat
atau di penjara. masih memerlukan penelitian
 Semua orang sebaiknya diterapi lebih lanjut.
tanpa melihat gejala.
 Ivermectin oral lebih mudah untuk Follow up
didapat dibandingkan dengan Direkomendasikan melakukan
skabisid topikal tradisional, hal kunjungan untuk follow up 2 minggu
tersebut membantu dalam terapi setelah terapi selesai untuk melihat
populasi yang besar kesembuhan dengan pemeriksaan
 Ivermectin oral 200 mikroskop.
mikrogram/kgBB dosis tunggal
sangat efektif Tatalaksana untuk pasangan
 Ivermectin mungkin tidak dapat Pasien sebaiknya disarankan

mensterilkan telur-telur scabies untuk menghindari kontak dekat

dan dosis kedua diberikan setelah sampai pasien dan pasangan seksual

1 minggu menunjukan pasien selesai terapi. Invasi ke anak-

peningkatan respon. Pemebrian anak akibat kekerasan seksual sangat

dosis ivermectin kedua juga jarang dan lebih sering akibat kontak

direkomendasikan, walaupun dekat non-seksual.

8
Penilaian dan terapi
epidemiologis direkomendasikan
untuk pasangan seksual selama lebih
dari 2 bulan.
Pencegahan/ promosi kesehatan
Risiko dari scabies dapat
diturunkan dengan membatasi jumlah
pasangan seksual dan meningkatkan
kebersihan diri sendiri saat hidup
dalam lingkungan yang ramai
(misalnya tidak berbagi pakaian
dalam, tempat tidur atau handuk serta
menghindari kontak kulit ke kulit).
Penularanya tidak dapat dicegah
dengan penggunaan kondom. Belum
ada pengukuran pencegahan tambahan
lain yang efektif.

Mengukur hasil audit


 Pasien dengan scabies sebaiknya
diajak untuk melakukan kunjungan
untuk follow up: target 95%
 Kasus yang dicurigai scabies
sebaiknya diterapi dengan regimen
yang direkomendasikan: target 95%

9
References for juvenile rheumatoid arthritis. J Am Acad Dermatol
1 Scott GR, Chosidow O, IUSTI/WHO. European 2005; 52: 719–20.
guideline for the management 15 Baccouche K, Sellam J, Guegan S, Aractingi S,
of scabies, 2010. Int J STD AIDS 2011; 22: 301–3. Berenbaum F. Crusted Norwegian scabies, an
2 Scabies – CDC Resources for Health Professionals. opportunistic infection, with tocilizumab in rheumatoid
2015. Available at: arthritis. Joint Bone Spine 2011; 78: 402–4.
http://www.cdc.gov/std/tg2015/ectoparasitic.htm. 16 Markovic I, Puksic S, Gudelj Gracanin A, Ivana Culo
Accessed 20 June 2016. M, Mitrovic J, Morovic-Vergles J. Scabies in a patient
3 Classic scabies – CDC Resources for Health with rheumatoid arthritis treated with adalimumab – a
Professionals. Available at: case report. Acta Dermatovenerol Croat 2015; 23: 195–8.
http://www.cdc.gov/parasites/scabies/health_professional 17 Roberts LJ, Huffam SE, Walton SF, Currie BJ.
s/meds.html. Accessed 18 July 2016 Crusted scabies: clinical and immunological findings in
4 Scott G. United Kingdom National Guideline on the seventy-eight patients and a review of the literature. J
Management of Scabies (2007). Available at: Infect 2005; 50: 375–381.
www.bashh.org/documents/27/27.pdf. Accessed 20 June 18 Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies, other mites, and
2016. pediculosis. In Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
5 Arlian LG, Runyan RA, Achar S, Estes SA. Survival Paller AS, Leffe DJ, Wolff K. eds. Fitzpatrick’s
and infectivity of Sarcoptes scabiei var. canis and var. Dermatology in General Medicine, 8th edn. McGraw
hominis. J Am Acad Dermatol 1984; 11: 210. Hill, New York, 2012: 2569–2578.
6 Carslaw J, Dobson R, Hood A, Taylor R. Mites in the 19 Muller G, Jacobs PH, Moore NE. Scraping for human
environment of cases of Norwegian scabies. Br J scabies. A better method for positive preparations. Arch
Dermatol 1975; 92: 333–337. Dermatol 1973; 107: 70.
7 Chosidow O. Scabies and pediculosis. Lancet 2000; 20 Hoke AW. Scabies scraping. Arch Dermatol 1973;
355: 819–826. 108: 424.
8 Walton SF, Oprescu FI. Immunology of scabies and
21 Dupuy A, Dehen L, Bourrat E et al. Accuracy of
translational outcomes: identifying the missing links.
standard dermoscopy for diagnosing scabies. J Am Acad
Curr Opin Infect Dis 2013; 26: 116– 22.
Dermatol 2007; 56: 53–62.
9 Leone AP. Scabies and pediculosis pubis: an update of
22 Argenziano G, Fabbrocini G, Delfino M.
treatment regimens and general review. Clin Infect Dis
Epiluminescence microscopy. A new approach to in vivo
2007; 44: S153 9.
detection of Sarcoptes scabiei. Arch Dermatol 1997; 133:
10 Aydıng€oz IE, Mansur AT. Canine scabies in
751–753.
humans: a case report and review of the literature.
23 David N, Rajamanoharan S, Tang A. Are sexually
Dermatology 2011; 223: 104–106.
transmitted infections associated with scabies? Int J STD
11 Kemp DJ, Walton SF, Harumal P, Currie BJ. The
AIDS 2002; 13: 168–170.
scourge of scabies. Biologist 2002; 49: 19–24.
24 Romani L, Whitfeld MJ, Koroivueta J et al. Mass
12 Chosidow O. Clinical practices. Scabies. N Engl J
drug administration for scabies control in a population
Med 2006; 354: 1718.
with endemic disease. N Engl J Med 2015; 373: 2305–
13 Schlesinger L, Oelrich DM, Tyring SK. Crusted
13.
(Norwegian) scabies in patients with AIDS: the range of
25 Kearns TM, Speare R, Cheng AC et al. Impact of an
clinical presentations. South Med J 1994; 87: 352–356.
ivermectin mass drug administration on scabies
14 Pipitone MA, Adams B, Sheth A, Graham TB.
Crusted scabies in a patient being treated with infliximab

10
prevalence in a remote Australian aboriginal community. 37 Joint Formulary Committee. Malathion. In: British
PLoS Negl Trop Dis, 2015; 9: e0004151. National Formulary, Vol. 70, BMJ Group and
26 Haar K, Romani L, Filimone R et al. Scabies Pharmaceutical Press, London, 2015. 13.2.3 p. 1015
community prevalence and mass drug administration in 38 Singalavanija S, Limpongsanurak W, Soponsakunkul
two Fijian villages. Int J Dermatol 2014; 53: 739–45. S. A comparative study between 10 per cent sulfur
27 Goldust M, Rezaee E. Comparative trial of oral ointment and 0.3 per cent gamma benzene hexachloride
ivermectin versus sulfur 8% ointment for the treatment of gel in the treatment of scabies in children. J Med Assoc
scabies. J Cutan Med Surg 2013; 17: 299–300. Thai 2003; 86(Suppl): 531–6.
28 Chhaiya SB, Patel VJ, Dave JN, Mehta DS, Shah HA. 39 Avila-Romay A, Alvarez-Franco M, Ruiz-Maldonado
Comparative efficacy and safety of topical permethrin, R. Therapeutic efficacy, secondary effects, and patient
topical ivermectin, and oral ivermectin in patients of acceptability of 10% sulfur in either pork fat or cold
uncomplicated scabies. Indian J Dermatol Venereol cream for the treatment of scabies. Pediatr Dermatol
Leprol, 1991; 8: 64.
2012; 78: 605–10. 40 Amerio P, Capizzi R, Milani M. Efficacy and
29 Mohebbipour A, Saleh P, Goldust M et al. Treatment tolerability of natural synergised pyrethrins in a new
of scabies: comparison of ivermectin vs. lindane lotion thermo labile foam formulation in topical treatment of
1%. Acta Dermatovenerol Croat, 2012; 20: 251–5. scabies: a prospective, randomised, investigatorblinded,
30 Sharma R, Singal A. Topical permethrin and oral comparative trial vs. permethrin cream. Eur J Dermatol
ivermectin in the management of scabies: A prospective, 2003; 13: 69–71.
randomized, double blind, controlled study. Indian J 41 Mytton OT, McGready R, Lee SJ et al. Safety of
Dermatol Venereol Leprol 2011; 77: 581–586. benzyl benzoate lotion and permethrin in pregnancy: a
31 Panahi Y, Poursaleh Z, Goldust M. The efficacy of retrospective matched cohort study. Br J Obstet Gynecol
topical and oral ivermectin in the treatment of human 2007; 114: 582–7.
scabies. Ann Parasitol 2015; 61: 11–6. 42 Porto I. Antiparasitic drugs and lactation: focus on
32 Goldust M, Rezaee E, Raghifar R, Hemayat S. anthelmintics, scabicides, and pediculosis. J Hum Lact
Comparing the efficacy of oral ivermectin vs malathion 2003; 19: 421–5.
0.5% lotion for the treatment of scabies. Skinmed 2014; 43 Briggs GG, Freeman RK, Yaffe SL. Permethrin. In:
12: 284–7. Drugs in pregnancy and lactation (Briggs GG, Freeman
33 Marks M, Taotao-Wini B, Satorara L et al. Long term RK, Yaffe SL), 9th ed. Lippincott Williams and Wilkens
control of scabies fifteen years after an intensive a Wolters Kluwer business, Baltimore, 2011: 1145–1146.
treatment programme. PLoS Negl Trop Dis 2015; 9: 44 Workowski KA, Bolan GA. Sexually transmitted
e0004246. diseases treatment guidelines, 2015. Centers Disease
34 Schultz MW, Gomez M, Hansen RC et al. Control Prevent MMWR Recomm Rep 2015; 64: 1.
Comparative study of 5% permethrin cream and 1% 45 Malathion. Available at:
lindane lotion for the treatment of scabies. Arch http://lecrat.fr/articleSearchSaisie.php?recherc
Dermatol 1990; 126: 167. he=malathion. Accessed 12 April 2017.
35 Chouela EN, Abelda~no AM, Pellerano G et al. 46 Strong M, Johnstone P. Interventions for treating
Equivalent therapeutic efficacy and safety of ivermectin scabies. Cochrane Database Syst Rev 2007.
and lindane in the treatment of human scabies. Arch https://doi.org/10.1002/14651858.CD000320.pub2.
Dermatol 1999; 135: 651. 47 Usha V, Gopalakrishnan Nair TV. A comparative
36 WHO Model Prescribing Information: Drugs Used in study of oral ivermectin and topical permethrin cream in
Skin Diseases (1997). [cited May 31, 2016]. Available the treatment of scabies. J Am Acad Dermatol 2000; 42:
from: http://apps.who.int/medic 236–40.
inedocs/en/d/Jh2918e/27.1.html. 48 Currie BJ, McCarthy JS. Permethrin and ivermectin
for scabies. N Engl J Med 2010; 362: 717–25.

11
49 Walton SP, Myerscough MR, Currie BJ. Studies in
vitro on the relative efficacy of current acaricides for
Sarcoptes scabiei var. hominis. Trans R Soc Trop Med
Hyg 2000; 94: 92–6.
50 Currie BJ, Harumal P, McKinnon M, Walton SF. First
documentation of in vivo and in vitro ivermectin
resistance in Sarcoptes scabiei. Clin Infect Dis 2004 Jul
1; 39: e8–12.
51 Pasay C, Arlain L, Morgan M et al. The effect of
insecticide synergists on the response of scabies mites to
pyrethroid acaricides. PLoS Negl Trop Dis 2009; 3:
e354.
52 Andriantsoanirina V, Izri A, Botterel F, Chosidow O,
Durand R. Molecular survey of knockdown resistance to
pyrethroids in human scabies mites. Clin Microbiol
Infect 2014; 20: O139–41.
53 Tiplica GS, Radcliffe K, Evans C et al. 2015
European guidelines for the management of partners of
persons with sexually transmitted infections. J Eur Acad
Dermatol Venereol 2015; 29: 1251–7.
54 McClean H, Radcliffe K, Sullivan A, Ahmed-Jushuf
I. 2012 BASHH statement on partner notification for
sexually transmissible infections. Int J STD AIDS 2013;
24: 253–61.
55 FitzGerald D, Grainger RJ, Reid A. Interventions for
preventing the spread of infestation in close contacts of
people with scabies. Cochrane Database Syst Rev 2014.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD009943.pub

12
13

Anda mungkin juga menyukai