Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi (ada
perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim
ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang
bermakna. Bakteruria bermakna adalah bila ditemukan pada biakan urin
pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 per ml urin segar (yang diperoleh
dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi). Konsensus 2010
Infectious Disease Society of America (IDSA) memberikan batasan hasil
positif kultur urine pada wanita adalah 103-104 organisme/ml urine yang
diambil secara midstream. Sebanyak 20-40% wanita menderita ISK dengan
gejala, memiliki hasil kultur bakteri 102-104/ml urine. Faktor risiko: kerusakan
atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan
parut, pemasangan kateter urin yang lama, endapan obat intratubular, refluks,
instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik,
ginjal polikistik, kehamilan, DM, atau pengaruh obat estrogen.(7)
Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra, ureter, dan ginjal. Urin
biasanya merupakan cairan steril, tetapi ketika terinfeksi, mengandung bakteri.
Ketika infeksi terjadi berulang-ulang, ini disebut ISK berulang.(7)
ISK secara umum diklasifikasikan sebagai infeksi yang melibatkan saluran
kemih bagian atas atau bawah dan lebih lanjut diklasifikasikan sebagai ISK
dengan atau tanpa komplikasi bergantung pada apakah ISK tersebut berulang
dan durasi infeksi. ISK bawah termasuk sistitis, prostatitis dan uretritis. ISK
atas termasuk pielonefritis, nefritis interstisial dan abses renal.(7)
Infeksi saluran kemih dapat terjadi baik di pria maupun wanita dari semua
umur, dan dari kedua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering menderita
infeksi daripada pria. Angka kejadian bakteriuria di wanita meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia dan aktifitas seksual. Di kelompok wanita yang
tidak menikah angka kejadian ISK lebih rendah dibandingkan dengan

1
kelompok yang sudah menikah. Lebih kurang 35% kaum wanita selama
hidupnya pernah menderita ISK akut dan umur tersering adalah di kelompok
umur antara 20 sampai 50 tahun.(6)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Infeksi akut saluran kemih digolongkan menjadi dua kategori anatomik
secara umum: infeksi saluran bawah (uretritis, sistitis dan prostatitis) dan
infeksi saluran atas (pielonefritis akut, abses intrarenal dan perinefrik).(4)
Dari sudut pandang mikrobiologik, infeksi saluran kemih (ISK) terjadi jika
mikroorganisme patogenik terdeteksi di urin, uretra, kandung kemih, ginjal,
atau prostat. Pada sebagian besar kasus, pertumbuhan >105 organisme per
mililiter sampel urin “clean-catch” porsi tengah (midstream) yang diambil
secara benar menunjukkan infeksi. Namun, pada sebagian besar kasus ISK
sejati, tidak terjadi bakteriuria yang signifikan. Khususnya pada pasien
simtomatik, bakteri dalam jumlah lebih sedikit (102-104/mL) mungkin sudah
menunjukkan infeksi. Dalam spesimen urin yang diperoleh melalui aspirasi
suprapubis atau kateterisasi “in-and-out”, dan dalam sampel dari pasien
dengan kateter tetap (indwelling catheter), hitung koloni 102-104/mL umunya
menunjukkan infeksi. Sebaliknya, hitung koloni >105mL urin porsi tengah
kadang disebabkan oleh kontaminasi spesimen, terutama jika ditemukan
banyak spesies bakteri.(4)

2.2. Epidemiologi
Secara epidemiologis, ISK dibagi menjadi infeksi terkait kateter (atau
nosokomial) dan infeksi tak terkait kateter (atau didapat di masyarakat).
Infeksi pada kedua kategori ini dapat simtomatik atau asimtomatik. ISK
didapat di masyarakat yang bersifat akut sangat sering dijumpai dan
menyebabkan lebih dari 7 juta kunjungan ke poliklinik per tahun di Amerika
Serikat. Sebagian besar infeksi simtomatik akut mengenai wanita muda;
sebuah studi prospektif menunjukkan bahwa insiden per tahun pada pada
kelompok ini adalah 0,5-0,7 infeksi per pasien per tahun. Pada populasi pria,
ISK simtomatik akut terjadi pada tahun pertama kehidupan (sering berkaitan

3
dengan kelainan urologik); setelah itu, ISK jarang terjadi pada pria berusia di
bawah 50 tahun. Terjadinya bakteriuria asimtomatik setara dengan infeksi
simtomatik, dan jarang pada pria berusia kurang dari 50 tahun tetapi sering
pada wanita berusia antara 20 dan 50 tahun. Bakteruria asimtomatik lebih
sering terjadi pada pria dan wanita lanjut usia dengan angka setinggi 40-50%
pada beberapa penelitian. Insiden pielonefritis akut nonkomplikata pada
community-dwelling women berusia 18-49 tahun adalah 28 kasus per 10.000
wanita.(4)

2.3. Etiologi
Banyak mikroorganisme dapat menginfeksi saluran kemih, tetapi sejauh
ini, mikroba tersering adalah basil gram negatif. Escherichia coli
menyebabkan sekitar 80% infeksi akut (baik sistitis maupun pielonefritis)
pada pasien tanpa kateter, kelainan urologik, atau batu. Batang gram negatif
lainnya, khususnya Proteus dan Klebsiella spp.serta kadang Enterobacter
spp. menjadi penyebab sebagian kecil infeksi nonkomplikata. Organisme-
organisme ini, bersama dengan Serratia spp. dan Pseudomonas spp. berperan
lebih besar pada infeksi berulang dan pada infeksi yang berkaitan dengan
manipulasi urologik, batu, atau obstruksi. Mereka berperan besar dalam
infeksi nosokomial terkait kateter. Proteus spp. (melalui pembentukan lendir
ekstrasel dan polisakarida) meningkatkan kerentanan pembentukan batu dan
lebih sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih.(4)
Kokus gram positif tidak banyak berperan dalam ISK. Namun,
Staphylococcus saprophyticus suatu spesies negatif-koagulase resisten
novobiosin-menjadi penyebab 10-15% ISK simtomatik akut pada pasien
wanita muda. Enterokokus kadang menyebabkan sistitis akut nonkomplikata
pada wanita. Enterokokus dan Staphylococcus aureus lebih sering
menyebabkan infeksi pada pasien dengan batu ginjal atau mereka yang
pernah menjalani instrumentasi atau pembedahan. Isolasi S.aureus dari urin
sebaiknya menimbulkan kecurigaan akan infeksi ginjal melalui bakteremia.
Staphylococcus epidermidis sering menyebabkan ISK terkait kateter.(4)

4
Peran kausatif beberapa patogen bakterial dan nonbakterial yang tak lazim
pada ISK masih belum terjelaskan. Ureaplasma urealyticum sering diisolasi
dari uretra dan urin pasien dengan disuria akut dan frekuensi, tetapi juga
dijumpai dalam spesimen dari banyak pasien tanpa keluhan saluran kemih.
Ureaplasma dan Mycoplasma genitalium mungkin menjadi penyebab
beberapa kasus uretritis dan sistitis. U. Urealyticum dan Mycoplasma hominis
masing-masing dapat diisolasi dari jaringan prostat dan ginjal pasien dengan
prostatitis akut dan pielonefritris, dan mungkin juga menjadi penyebab pada
sebagian dari infeksi ini. Adenovirus dapat menyebabkan sistitis hemoragik
akut pada anak dan pada sebagian remaja, sering berupa epidemi. Meskipun
virus lain dapat diisolasi dari urin (mis, sitomegalovirus), virus-virus ini tidak
dianggap sebagai penyebab ISK akut. Kolonisasi urin dari pasien dengan
kateter atau diabetes oleh Candida dan spesien jamur lain sering terjadi dan
kadang berkembang menjadi infeksi invasif simtomatik.(4)

2.4. Patogenesis Dan Sumber Infeksi


Saluran kemih perlu dipandang sebagai suatu kesatuan unit anatomik yang
disatukan oleh kolom kontinu urin yang memanjang dari uretra ke ginjal.
Pada sebagian besar ISK, bakteri memperoleh akses ke kandung kemih dan
hal ini mungkin merupakan penyebab terjadinya sebagian besar infeksi
parenkim ginjal.
Introitus vagina dan uretra distal normalnya dikolonisasi oleh spesies
difteroid, streptokokus, laktobilus, dan stafilokokus, tetapi tidak oleh basil
gram negatif usus yang sering menjadi penyebab ISK. Namun, pada wanita
yang rentan mengalami sistitis, organisme gram negatif enterik yang berada
di usus mengolonisasi introitus, kulit periuretra, dan uretra distal sebelum dan
selama episode bakteriuria. Faktor predisposisi kolonisasi periuretra oleh
basil gram negatif masih belum diketahui, tetapi perubahan pada flora normal
vagina oleh antibiotik, infeksi genital lainnya, atau kontrasepsi (khususnya
spemisida) tampaknya berperan penting. Hilangnya laktobasil penghasil H2O2
yang normalnya dominan tampaknya mempermudah kolonisasi oleh E.Coli

5
sejumlah kecil bakteri periuretra tampaknya sering masuk ke kandung kemih,
dan pada sebagian kasus, proses ini dipermudah oleh terpijatnya uretra selama
hubungan kelamin. Apakah kemudian terjadi infeksi kandung kemih
bergantung pada interaksi faktor patogenisitas galur bakteri, ukuran
inokulum, serta mekanisme pertahanan lokal dan sistemik pejamu. Data
terkini dari penelitian pada model hewan dan manusia menunjukkan bahwa
E.coli kadang menginvasi epitel kandung kemih, membentuk koloni intrasel
(biofilm) yang mungkin menetap dan menjadi sumber infeksi berulang.
Pada pria yang tidak sirkumsisi terjadi peningkatan kolonisasi Escherichia
coli pada daerah glans penis dan prepusium. Selain itu, pria dengan ISK lebih
sering memiliki kelainan urologis atau keterlibatan prostat. Prostatitis atau
sumbatan uretra karena hipertrofi prostat merupakan faktor predisposisi yang
penting untuk terjadinya bakteriuria. Bakteri yang biasa menyebabkan
prostatitis antara lain Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis
(Rita, dkk.2009).
Pada keadaan normal, bakteri di kandung kemih akan cepat dibersihkan,
sebagian melalui pembilasan dan efek pengenceran dari berkemih, sebagian
oleh sifat antibakteri dari urin dan mukosa kandung kemih. Urin kandung
kemih sebagian besar orang sehat, berkat konsentrasi urea dan osmolaritas
yang tinggi, dapat menghambat atau mematikan bakteri. Sekresi prostat juga
bersifat antibakteri. Sel epitel kandung kemih mengeluarkan berbagai sitokin
dan kemokin terutama interleukin (IL) 6 dan IL-8 ketika berinteraksi dengan
bakteri, menyebabkan masulnya leukosit polimorfonuklear ke epitel kandung
kemih dan urin segera setelah terjadi infeksi dan berperan dalam
membersihkan bakteri. Peran antibodi yang diproduksi secara lokal masih
belum jelas.

2.5. Gambaran Klinis


Lokalisasi Infeksi
Gejala yang ditimbulkan oleh ISK ini beragam, mulai dari tanpa gejala
atau asimtomatik hingga gejala yang cukup berat dengan komplikasi seperti

6
gagal ginjal, sepsis, bahkan kematian. Komplikasi ini sering terjadi pada
negara berkembang, termasuk Indonesia dimana ISK ini sering luput dari
diagnpsis (Rita, dkk.2009).
Sayangnya, metode-metode yang ada untuk membedakan infeksi parenkim
ginjal dari sistitits kurang dapat diandalkan atau tidak mudah dilakukan untuk
praktik sehari-hari. Demam atau peningkatan kadar protein C-reaktif sering
menyertai pielonefritis akut dan jarang pada kasus sistitis tetapi juga dijumapi
pada infeksi selain pielonefritis.

Sistitis
Pasien dengan sistitis biasanya melaporkan disuria,frekuensi, urgensi, dan
nyeri suprapubis. Urin sering jelas terlihat keruh dan berbau serta berdarah
pada sekitar 30% kasus. Pada kebanyakan kasus, sel darah putih dan bakteri
dapat ditemukan pada pemeriksaan urin tanpa dipusing. Namun, sebagian
wanita dengan sistitis hanya memperlihatkan bakteri 102-104 per milimeter
urin, dan pada keadaan ini, baketi tidak terlihat pada preparat urin tanpa
pemusingan yang dipulas Gram. Pemeriksaan umumnya hanya didapatkan
nyeri tekan uretra atau daerah suprapubis. Jika terlihat lesi di genital atau
sekret vagina, khususnya jika disertai oleh bakteri <105 per milimeter pada
biakan urin, maka patogen yang dapat menyebabkan uretritis, vaginitis, atau
servisitis (mis. C.trachomatis, N.gonorrhoae, Trichomonas, Candida, dan
HSV) perlu dipertimbangkan. Manifestasi sistemik yang nyata, misalnya suhu
>38,3 oC (>101oF), mual, dan muntah, biasanya menunjukkan infeksi ginjal,
demikian juga nyeri ketok sudut kostovertebrata. Namun, tidak adanya tanda-
tanda ini tidak menjamin bahwa infeksi terbatas di kandung kemih dan uretra.

Pielonefritis Akut
Gejala pielonefritis akut umumnya timbul secara tepat dalam beberapa jam
atau sehari dan mencakup demam, menggigil hebat, mual, muntah, nyeri
abdomen, dan diare. Kadang terdapat gejala sistitis. Selain demam, takikardi,
dan nyeri otot generalisata, pemeriksaan fisik umumnya memperlihatkan

7
adanya nyeri tekan pada penekanan dalam di satu atau kedua sudut
kostovertebrata atau pada palpasi abdomen dalam. Keparahan penyakit sangat
bervariasi. Sebagian pasien memperlihatkan penyakit yang ringan; pada yang
lain, gejala dan tanda sepsis gram negatif mendominasi. Sebagian besar
pasien mengalami leuksositosis signifikan dan bakteri terdeteksi pada urin
yang tidak dipusing dengan pulasan Gram. Di urin sebagian pasien dijumpai
silinder leukosit, dan deteksi silinder ini bersifat patognomonik. Hematuria
mungkin dijumpai pada fase akut penyakit; jika hematuria menetap selama
manifestasi akut penyakit mereda, perlu dipertimbangkan kemungkinan
adanya batu, tumor, atau tuberkulosis.

Uretritis
Pada wanita dengan disuria akut, frequency, dan piura, sekitar 30%
memberikan hasil biakan urin porsi tengah yang negatif atau adanya
pertumbuhan bakteri insignifikan. Secara klinis, para wanita ini tidak selalu
dapat dibedakan dari mereka yang mengidap sistitis. Dalam situasi ini, harus
dibedakan antara wanita yang terinfeksi oleh patogen menular seksual (mis.
C.trachomatis, N.gonorrhoeae, atau HSV) dan mereka dengan infeksi uretra
dan kandung kemih oleh E.coli atau S.saprophyticus dalam jumlah sedikit.
Infeksi klamidia atau gonokokus perlu dicurigai pada wanita dengan awitan
penyakit yang bertahap, tanpa hematuria, tanpa nyeri suprapubis, dan gejala
>7 hari. Riwayat tambahan berupa pergantian pasangan koitus, khususnya
jika pasangan tersebut baru mengidap uretritis klamidia atau gonokokus,
sebaiknya meningkatkan kecurigaan akan infeksi menular seksual, demikian
juga adanya servisitis mukopurulen. Hematuria makroskopik, nyeri
suprapubis, awitan penyakit yang mendadak, durasi penyakit <3 hari, dan
riwayat ISK mengarah kepada diagnosis ISK E.coli.

ISK Terkait Kateter


Bakteriuria terjadi paling sedikit 10-15% pasien rawat inap dengan kateter
uretra jangka pendek. Risiko infeksi adalah sekitar 3-5% per hari kateterisasi.

8
Infeksi biasanya disebabkan oleh E.coli, Proteus, Pseudomonas, Klebsiella,
Serratia, stafilokokus, enterokokus, dan Candida. Banyak galur penginfeksi
memiliki profil resistensi antimikroba yang luas daripada organisme yang
menyebabkan ISK didapat di masyarakat. Faktor yang berkaitan dengan
peningkatan risiko ISK terkait kateter adalah jenis kelamin wanita,
kateterisasi lama, penyakit berat, terlepasnya kateter dari selang drainase,
kesalahan perawatan kateter lainnya, serta tidak adanya pemberian antibiotik
sistemik.
Secara klinis, infeksi terkait kateter terkait biasanya menimbulkan gejala
minimal tanpa demam dan sering mereda setelah kateter dicabut. Frekuensi
infeksi saluran atas yang berkaitan dengan bakteri akibat pemasangan kateter
tidak diketahui. Bakteremia gram negatif, yang terjadi setelah bakteriuria
terkait kateter pada 1-2% kasus, adalah penyulit paling signifikan dari ISK
terkait kateter. Kateterisasi saluran kemih telah sering terbukti merupakan
sumber tersering bakteremia gram negatif pada pasien rawat inap, umumnya
menyebabkan sekotar 30% kasus.
Pada pasien yang dikateter selama <2 minggu, ISK terkait kateter kadang
dapat dicegah dengan menggunakan sistem penampungan tertutup steril,
menerapkan teknik aseptik selama pemasangan dan perawatan kateter, dan
tindakan-tindakan untuk meminimalkan infeksi silang. Tindakan pencegahan
lain, termasuk pemberian antimikroba jangka pendek, aplikasi salap
antimikroba periuretra topikal, pemakaian unit selang drainase-kateter yang
sudah tersambung, dan penambahan obat antimikroba ke dalam kantung
penampungan terbukti memberi proteksi paling tidak pada satu uji terkontrol
tetapi tidak dianjurkan untuk penggunaan secara luas. Pemakaian kateter yang
dilapisi oleh obat antimikroba mengurangi insiden bakteriuria asimtomatik
pada pasien yang dikateter <2 minggu. Meskipun telah dilakukan berbagai
tindakan pencegahan tersebut, sebagian besar pasien yang dikateter >2
minggu akhirnya mengalami bakteriuria. Sebagai contoh, karena cedera korda
spinalis, inkontinensia, atau faktor lain, sebagian pasien rawat inap atau yang
dirawat di panti asuhan memerlukan kateterisasi kandung kemih jangka

9
panjang atau semipermanen. Tindakan-tindakan yang ditujukan untuk
mencegah infeksi umumnya kurang berhasil pada para pasien yang dikateter
secara kronis ini, hampir semua pasien tersebut mengalami bakteriuria. Jika
mungkin, kateterisasi intermiten oleh perawat atau pasien tampaknya dapat
mengurangi insiden bakteriuria dan penyulit terkait kateter pada para pasien
ini. Terapi perlu diberikan jika terjadi infeksi simtomatik, tetapi terapi bagi
bakteriuria asimtomatik pada para pasien ini tampaknya tidak bermanfaat,

2.6. Pemeriksaan Diagnostik


Penentuan jumlah dan jenis bakteri dalam urin merupakan prosedur
diagnsotik yang sangat penting. Pada pasien simtomatik, bakteri biasanya
terdapat di urin dalam jumlah besar (>105/mL). Karena bakteri dalam jumlah
besar di urin kandung kemih sebagian disebabkan oleh multiplikasi bakteri di
rongga kandung kemih, sampel urin dari ureter atau pelvis ginjal mungkin
mengandung bakteri <105/mL tapi tetap menunjukkan infeksi. Demikian juga,
adanya bakteriuria dalam jumlah berapapun dalam aspirat suprapubis atau
bakteri >102/mL urin yang diperoleh dari kateterisasi biasanya menunjukkan
infeksi. Pada beberapa keadaan (terapi antibiotik, konsentrasi urea yang
tinggi, osmolaritas tinggi, pH rendah), urin menghambat multiplikasi bakteri
sehingga hitung koloni bakteri relatif rendah meskipun terjadi infeksi. Karena
itu, larutan antiseptik jangan digunakan untuk mencuci daerah periuretra
sebelum pengambilan spesimen urin. Diuresis air atau berkemih juga
mengurangi hitung bakteri di urin.
Pemeriksaan mikroskopik urin dari pasien simtomatik dapat bernilai
diagnostik tinggi. Bakteriuria mikroskopik, yang paling baik dinilai dengan
pulasan Gram terhadap urin yang tidak dipusing, ditemukan pada >90%
spesimen dari pasien yang infeksinya berkaitan dengan hitung koloni minimal
105mL, dan temuan ini sangat spesifik. Namun, bakteri biasanya tidak dapat
dideteksi secara mikroskopis pada infeksi dengan hitung koloni yang lebih
sedikit (102-104/mL). Karena itu, deteksi bakteri dalam urin dengan
mikroskop merupakan bukti kuat infeksi, tetapi tidak adanya bakteri yang

10
terdeteksi dengan mikroskop tidak menyingkirkan diagnosis. Jika diperiksa
secara cermat dengan metode hitung kamar mikroskopik, piuria adalah
indikator ISK yang sangat sensitif pada pasien simtomatik. Piuria dapat
ditemukan pada hampir semua ISK bakteri akut, dan ketiadaannya
menyebabkan diagnosis ini diragukan.

2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Nonfarmakologis
a. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
b. Menjaga higiene genitalia eksterna
2.7.2. Farmakologis
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil tes resistensi
kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan
Tabel 1.Antimikroba pada ISK bawah tak Berkomplikasi
Antimikroba Dosis Lama Terapi
Trimetropim-Sulfametoksazol 2 x 160/800 mg 3 hari
Trimetoprim 2 x 100 mg 3 hari
Siprofloksasin 2 x 100-250 mg 3 hari
Levofloksasin 2 x 250 mg 3 hari
Sefiksim 1 x 400 mg 3 hari
Sefpodoksim proksetil 2 x 100 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat makrokristal 2 x 100 mg 7 hari
Amoksisilin/klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

Tabel 2. Obat parenteral pada ISK atas Akut Berkomplikasi


Antimikroba Dosis
Sefepim 2 x 1gram
Siprofloksasin 2 x 400 mg
Levofloksasin 1 x 500 mg

11
Ofloksasin 2 x 400 mg
Gentamisin (+ ampisilin) 1 x 3-5 mg/kgBB
3 x 1 mg/kgBB
Ampisilin (+gentamisin) 4 x 1-2 gram
Tikarsilin-klavulanat 3x 3,2 gram
Piperasilin-tazobaktam 3 x 12-3,375 gram
Imipenem-silastatin 3-4 x 250-500 mg

2.8. Prognosis
Pada sistitis atau pielonefritis nonkomplikata, pengobatan biasanya
meredakan gejala sepenuhnya. Infeksi saluran kemih bawah pada wanita
menimbulkan kekhawatiran terutama karena menyebabkan rasa tidak
nyaman, morbiditas, hilangnya waktu kerja, dan biaya perawatan kesehatan
yang tinggi. Sistitis juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih atas atau
bakteremia (khususnya selama instrumentasi), tetapi tidak banyak bukti yang
menunjukkan bahwa kemudian akan terjadi kerusakan ginjal. Jika terjadi
sistitis berulang, hal tersebut umumnya karena reinfeksi daripada relaps.
Pielonefritis akut nonkomplikata pada orang dewasa jarang menyebabkan
gangguan fungsi ginjal dan penyakit ginjal kronik. Infeksi saluran atas
berulang sering mencerminkan kasus relaps daripada reinfeksi, dan batu
ginjal atau kelainan urologik yang mendasari harus dicari dengan cermat. Jika
tidak satupun ditemukan, kemoterapi selama 6 minggu dapat bermanfaat
dalam memusnahkan fokus infeksi yang masih ada.
ISK simtomatik berulang pada anak dan pada orang dewasa dengan
uropati destruktif, neurogenic bladder, kelainan struktural ginjal, atau
diabetes menyebabkan jaringan parut ginjal dan penyakit ginjal kronik
dengan frekuensi yang tak sering. Bakteriuria asimtomatik pada kelompok ini
serta pada orang dewasa tanpa penyakit urologik atau obstruksi
mempermudah peningkatan frekuensi serangan infeksi asimtomatik, tetapi
umumnya tidak menyebabkan gangguan ginjal.

12
2.9. Pencegahan
Wanita yang sering mengalami ISK (rata-rata >3 kalu per tahun) adalah
kandidat untuk pemberian antibiotik dosis rendah jangka panjang yang
ditujukan untuk mencegah kekambuhan. Para wanita ini sebaiknya dinasehati
untuk menghindari pemakaian spermisida dan untuk segera berkemih setelah
koitus. Pemberian TMP-SMX (80/400 mg), TMP saja (100 mg), atau
nitrofurantoin (50 mg) dosis tunggal setiap hari atau tiga kali seminggu
dilaporkan efektif. Fluorokuinolon juga pernah digunakan untuk profilaksis.
Profilaksis dimulai hanya setelah bakteriuria telah dieradikasi dengan
regiemen terapi dosis penuh. Pada wanita yang ISK-nya pada dasarnya
berkaitan dengan koitus, regimen profilaktik yang sama dapat digunakan
setelah koitus untuk mencegah serangan infeksi simtomatik. Wanita
pascamenopause yang tidak mendapat terapi sulih estrogen oral dapat
mengatasi ISK berulang dengan krim estrogen intravagina. Pasien lain yang
tampaknya dapat memperoleh manfaat dari terapi profilaksis adalah pria
dengan prostatitis kronik; pasien yang menjalani prostatektomi, baik selama
operasi maupun pada masa pascaoperasi; dan wanita hamil dengan bakteriuria
asimtomatik. Semua wanita hamil perlu menjalani uji penapisan untuk
mendeteksi bakteriuria pada trimester pertama dan perlu diterapi jika terbukti
mengalami bakteriuria.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1.Identitas Pasien
Nama : Ny.Sifa
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Padanjakaya
Tanggal Pemeriksaan : 17-05-2018

3.2.Anamnesis
A. Keluhan utama : Sakit saat BAK
B. Riwayat penyakit sekarang : Pasien MRS dengan keluhan
sakit saat berkemih dan disertai cairan berwarna merah yang dialami
sejak tadi pagi. Pasien merasa tidak puas saat saat berkemih dan
merasa masih ada yang tersisa. Demam (-), mual (-), muntah (-), sakit
kepala (-), sakit perut (+) bagian bawah. Pasien juga belum pernah
mengalami hal yang sama.
C. Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada
D. Riwayat penyakit dalam keluarga : Tidak ada keluarga/tetangga
yang mengalami hal serupa.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
- Tekanan darah : 120/70mmHg
- Nadi : 93 x/m
- Pernapasan : 20 x/m
- Suhu : 36,6 oC

14
Kepala
- Wajah : Simetris bilateral, eksopthalmus (-), Ptosis (-)
- Deformitas : Tidak ada
- Bentuk : Normocephali
Mata
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor (2,5 mm/ 2,5 mm)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotot (-)
Leher
- Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran KGB
- Tiroid : Tidak ada pembesaran Tiroid
- JVP : Tidak ada peningkatan JVP (5 +2)
- Massa lain : Tidak ada
Dada
- Inspeksi : Simetris bilateral (+/+)
- Palpasi : Vokal fremitus (ka=ki)
- Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : Vesikular (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba SIC V linea mid-clavicula
sinistra
- Perkusi :
Batas atas : SIC II linea midclavicula sinistra
Batas kanan : SIC IV linea midclavicula dextra
Batas kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Perut
- Inspeksi : tampak datar, meteorismus (-), distensi (-)
- Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Timpani pada keempat kuadran (+)

15
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+) pada daerah suprapubik,
Organomegali (-)
Anggota gerak
- Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Pemeriksaan Khusus : -

3.4. Resume
Pasien MRS dengan keluhan nyeri (+) saat berkemih dan
hematuria (+) dialami sejak tadi pagi. Pasien juga merasa tidak puas dan
masih tersisa saat berkemih. Sakit perut (+) pada daerah suprapubik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : sakit sedang,
kesadaran : kompos mentis, TD : 120/70 mmHg, N: 93 x/m, R: 20 x/m, S:
36,6 oC. Pada palpasi abdomen di dapatkan nyeri tekan abdomen (+) pada
daerah suprapubik.

3.5. Diagnosa Kerja


Kolik Abdomen + susp. BSK

3.6. Diagnosa Banding


ISK (Infeksi Saluran Kemih)

3.7. Anjuran Pemeriksaan Lanjutan


a. Darah Rutin
b. Urinalisis
c. USG Abdomen

3.8. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. As.Traneksamat 1 amp/iv
- Paracetamol 500 mg 3x1 tab

16
- Buscopan 2x1
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam/iv

3.9. Laboratorium
a. Darah Rutin
- WBC : 8,5 x10v3/uL
- RBC : 4,1 x10v6/uL
- HGB : 10,9 g/dL
- HCT : 32,3%
- PLT : 245 x10v3/uL
b. Urinalisis
- Leukosit : 5-7
- Eritrosit : tidak terhitung
c. USG Abdomen
Kesan : Cystitis

3.10. Diagnosa Akhir


BSK dd ISK

3.11. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan Pasien MRS dengan keluhan sakit saat berkemih
dan disertai hematuria yang dialami sejak tadi pagi. Pasien merasa tidak puas saat
saat berkemih dan merasa masih ada yang tersisa. Demam (-), mual (-), muntah (-
), sakit kepala (-), sakit perut (+) bagian bawah. Pasien juga belum pernah
mengalami hal yang sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : sakit sedang, kesadaran :
kompos mentis, TD : 120/70 mmHg, N: 93 x/m, R: 20 x/m, S: 36,6 oC. Pada
palpasi abdomen di dapatkan nyeri tekan abdomen (+) pada daerah suprapubik.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin WBC : 8,5 x10v3/uL, RBC :
4,1 x10v6/uL, HGB : 10,9 g/dL, HCT : 32,3%, PLT : 245 x10v3/uL, urinalisis
Leukosit : 5-7 & Eritrosit : tidak terhitung, USG Abdomen kesan : Cystitis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan diagnosis ISK (infeksi saluran kemih). ISK adalah istilah umum untuk
menyatakan adanya pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri di dalam saluran
kemih, termasuk kandung kemih dan parenkim ginjal dalam jumlah yang
signifikan.2
Infeksi Saluran Kemih (ISK). Sindroma ini ditetapkan dengan ditemukannya
organisme patogenik baik bakteri, basil tuberkel, atau jamur dalam urin. Bila
sampel urin diperlukan untuk pembiakan, kondisi urin yang akan dikumpulkan itu
harus dapat memperkecil kontaminasi yang berasal dari permukaan luar.
Perempuan harus berkemih ke dalam suatu wadah suci-hama yang bermulut-lebar
sesudah dilakukan pembersihan pendahuluan pada vulva dengan pengompres
suci-hama berpori (sterile gauze pledget) yang lembab. Jumlah koloni bakteri
sebanyak 105 organisme per milimeter atau lebih dalam urin, umumnya
menunjukkan kolonisasi serta infeksi saluran kemih. Jumlah koloni yang lebih
dari 102 per milimeter urin cukup untuk menyatakan infeksi pada pasien yang
simtimatik dan pada sampel urin yang didapat melalui aspirasi suprapubik atau
kateter kandung kemih. Apabila secara anatomik saluran urin normal, Escherichia

18
coli adalah bakteri patogen yang umum hidup pada saluran itu. Setelah pemakaian
antibiotika yang lama pada infeksi yang menetap, terutama jika drainase urin
terganggu atau terdapat batu, spesies Klebsiella, Enterobacter, dan Proteus
mendominasi.3
Kultur urin yang positif tidak selalu menyatakan bahwa suatu organisme
menyebabkan proses radang atau cedera pada jaringan. Pada beberapa pasien,
kerusakan jaringannya mungkin ringan; sedangkan pada pasien lain cedera dapat
timbul meskipun gejala atau kelainan urinnya tidak tampak pada waktu dilakukan
pemeriksaan. Bila bakteriuria berhubungan dengan proses inflamasi atau cedera
jaringan, manifestasi klinisnya selalu bergantung kepada lokasi yang terkeana.
Disuria, frekuensi, urgensi, dan nyeri suprapubik merupakan gejala yang lazim
dari peradangan kandung kemih dan uretra. Nyeri yang sifatnya tumpul,
menggigil, demam, mual dan muntah, hipertensi akibat sepsis, dan silinder
leukosit, semuanya ini memberi kesan infeksi parenkim ginjal yang
sesungguhnya, yaitu pielonefritis; sebaliknya bila tidak ditemukan gejala tersebut,
tidak mengesampingkan pielonefritis.3
Tatalaksana pada kasus ISK : 1. Sebelum ada hasil biakan, diberikan
pengobatan empiris selama 7-10 hari. Jenis antibiotik dapat dilihat pada Tabel 1
dan 2. Umumnya, setelah terapi antibiotik 2x24 jam, gejala menghilang. Bila
belum, pikirkan antibiotik yang lain, 2. Indikasi rawat inap: disertai dehidrasi,
muntah, tidak dapat minum per oral, berusia <1 bulan, atau dicurigai urosepsis.
Tatalaksana mencakup rehidrasi dan antibiotika intravena, 3. Suportif. Asupan
cairan yang adekuat, perawatan higienitas daerah perineum dan periuretra, serta
pencegahan konstipasi. Pasien dan pengasuh juga perlu diedukasi agar pasien
tidak menahan buang air kecil dan penggunaan lampin sekali pakai.2

19
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Infeksi saluran kemih atau ISK adalah suatu istilah umum yang dipakai
untuk mengatakan adanya inflasi mikroorganisme pada saluran kemih.
Infeksi saluran kemih merupakan penyakit infeksi nomor 2 yang paling
banyak menyerang manusia di muka bumi. Umumnya penyakit ini
menyerang kaum wanita tapi sering juga ditemukan laki-laki yang menderita
infeksi saluran kemih.
Infeksi saluran kemih (ISK) terkadi ketika suatu organisme penginfeksi,
biasanya suatu bakteri gram negatif seperti E.Coli, masuk ke saluran kecing.
Radang area lokal terjadi, diikuti dengan infeksi ketika organisme
bereproduksi. Bakteri radang muncul di kulit area genital dan memasuki
saluran perkemihan melalui pembukaan uretra. Ada dua jalur utama ISK,
yaitu ansending dan hematogen. Dalam penyakit ISK ini terdapat beberapa
klasifikasi yaitu Infeksi Saluran Kemih Bawah dan Infeksi Saluran Kemih
Atas. Pemeriksaan diagnostik penyakit ISK ada beberapa macam
pemeriksaan seperti, tes kultur dan sensitivitas, cystoscopy, studi sinar x
ginjal, ureter, kandung kemih (KUB), prostate spesific antigen (PSA) test,
pengumpulan urin 24 jam, urinalisis.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi, Idrus., dkk.2015.Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam


Panduan Praktik Klinis.Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam: Jakarta.
2. Chris, Tanto.2014.Kapita Selekta Kedokteran Ed.4. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteram Universitas Kedokteran: Jakarta.
3. Harrison.2016. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Ed.13 Vol.3. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
4. J.Larry Jameson, Joseph Loscalzo.2013. Harrison Nefrologi Dan
Gangguan Asam-Basa. Buku Kedokteram EGC: Jakarta.
5. Rita, dkk.2009.Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) di
Pekanbaru. JIK Jilid 3 Nomor 2, September 2009, Hal. 139-143
6. Samirah, dkk.2006.Pola Dan Sensitivitas Kuman Di Penderita Infeksi
Saluran Kemih.Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory, Vol.12, No.3, Juli 2006: page 110-113
<www.journal.unair.ac.id>
7. Shirby, dkk.2013. Pola Bakteri Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih Di
BLU RSUP Prof.dr.R.D.Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM) Vol.1
No.1 hlm. 597-601 <www.media.neliti.com>

21

Anda mungkin juga menyukai