Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan parasit,
semuanya terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit, mulut, jalan napas,
saluran cerna, membran yang melapisi mata, dan bahkan saluran kemih. Banyak dari agen
infeksius ini mampu menyebabkan kelainan fungsi fisiologis yang serius atau bahkan
kematian bila agen infeksius tersebut masuk ke jaringan yang lebih dalam.
Tubuh manusia telah diciptakan dengan berbagai macam sistem yang berfungsi
sebagai pertahanan tubuh. Selain itu juga terdapat respon-respon tubuh terhadap benda asing
yang bersifat merugikan. Apabila terjadi cedera jaringan yang dikarenakan oleh bakteri,
trauma, bahan kimia, panas, atau fenomena lainnya maka jaringan yang cedera itu akan
melepaskan berbagai zat yang menimbulkan perubahan sekunder yang sangat dramatis
disekeliling jaringan yang tidak mengalami cedera.
Tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Tingginya
angka kematian itu menunjukkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan masih
kurang. Hal itu juga menunjukkan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang maksimal.
Radang atau infeksi pada alat-alat genital dapat timbul secara akut dengan akibat
meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat
meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari
permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah salpingitis.
Sebagian besar wanita tidak menyadari bahwa dirinya menderita infeksi tersebut.
Biasanya sebagian besar wanita menyadari apabila infeksi telah menyebar dan menimbulkan
berbagai gejala yang mengganggu. Keterlambatan wanita memeriksakan dirinya
menyebabkan infeksi ini menyebar lebih luas dan akan sulit dalam penanganannya.
Penyakit Radang Panggul (Salpingitis, PID, Pelvic Inflammatory Disease) adalah
suatu peradangan pada tuba falopii (saluran menghubungkan indung telur dengan rahim).
Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang secara seksual aktif. Resiko
terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tuba Fallopi

Tuba Fallopi yang dikenal juga


sebagai oviduk atau buluh rahim adalah
dua buah saluran yang sangat halus
yang
mamalia

menghubungkan
betina

Saluran/tuba

ovarium

dengan
ini

rahim.

dinamakan

berdasarkan penemunya, ahli anatomi


Italia, Gabriele Falloppio.

Dua buah saluran muskuler yang terbentang dari sudut superior uterus kearah lateral
dengan panjang rata-rata 8 14 cm dan diameternya 3 8 mm. Saluran ini menghubungkan
cavun uterina dengan cavun peritoneale dan di ujung bagian dekat uterus menyempit. Makin
jauh dari rahim makin membesar dan membentuk ampula, dan akhirnya membelok ke
bawah untuk berakhir menjadi tepi berfimbria. Salah satu umbai (fimbria) menempel ke
ovarium. Bagian luarnya diliputi oleh peritonium variseral yang merupakan bagian dari
ligamentum latum sedangkan bagian dalamnya dilapisi silia, yaitu rambut getar yang
berfungsi untuk menyalurkan telur dan hasil konsepsi.
Tuba uterina ditutupi oleh peritoneum, dibawah peritoneum ini terdapat lapisan
berotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan melingkar. Lapisan dalam ini terdiri atas
epitelium yang bersilia. Lubang ujung tuba uterina menghadap ke peritoneum, maka dengan
demikian terbentuk jalan dari vagina, melalui uterus dan tuba masuk rongga peritoneum,
sehingga pada orang perempuan peritoneum berupa kantong terbuka, bukan tertutup.

Pada tuba ini dibedakan menjadi 4 bagian :


1. Pars Interstitialis (intramuralis), yaitu berada di dinding uterus, mulai pada ostium
internum
2. Pars isthmica, bagian tuba setelah keluar dari dinding uterus (3 6 cm) bentuknya
lurus dan sempit, berdiameter 2 3mm.
3. Pars Ampularis, bagian tuba ke arah pars isthmica dan infundibulum merupakan
bagian tuba yang paling lebar dan berbentuk S, berdiameter 4 10 mm
4. Infundibulum , Ujung dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut fimbriae,
lubangnya disebut ostium abdominale tubae.
B. Fisiologi Tuba Fallopi
Fungsi normal Tuba Fallopi yaitu untuk mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus /
tempat terjadinya konsepsi (pembuahan). Ketika sebuah ovum berkembang dalam sebuah
ovarium, ia diselubungi oleh sebuah lapisan yang di kenal dengan nama follikel ovarium.
Pada saat ovum mengalami kematangan, folikel dan ovarium akan runtuh , membuat ovum
dapat berpindah dan memasuki Tuba Fallopi. Dari sana perjalanan di lanjutkan ke dalam
rahim, dengan bantuan pergerakan dari cilia pada bagian dalam tuba. Perjalanan ini
menghabiskan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Jika ovum dibuahi ketika berada
di dalam tuba Fallopi, maka ia akan menempel secara normal di dalam endometrium ketika
mencapai rahim, yang merupakan pertandanya kehamilan.

BAB III
PEMBAHASAN
A.

Definisi
Salpingitis adalah infeksi atau peradangan
pada

saluran tuba. Hal ini sering digunakan

secara sinonim dengan penyakit radang panggul


(PID), meskipun PID tidak memiliki definisi
yang akurat dan dapat merujuk pada beberapa
penyakit pada saluran kelamin bagian atas
perempuan,

seperti

endometritis,

ooforitis,

myometritis, parametritis dan infeksi pada


panggul peritoneum. Sebaliknya, salpingitis hanya merujuk infeksi dan peradangan di
saluran tuba. Hampir semua kasus salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri, termasuk
penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.
Salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertitas pada wanita.
Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan
kerusakan pada tuba fallopi secara permanen yang menyebabkan sel telur yang dikeluarkan
dari ovarium tidak dapat bertemu dengan seperma sehingga dapat menyebabkan infertilitas.
Salpingitis biasanya dikategorikan baik akut maupun kronis. Dalam salpingitis akut,
tuba falopii menjadi merah dan bengkak dan mengeluarkan cairan ekstra sehingga dinding
bagian dalam tabung sering terjadi perlengketan. Tabung juga dapat tetap berpegang pada
struktur terdekat seperti usus. Kadang-kadang, tabung fallopi bisa mengisi dan mengasapi
dengan nanah. Dalam kasus yang jarang terjadi, pecah tabung dan menyebabkan infeksi
berbahaya rongga perut (peritonitis).
Salpingitis akut (biasanya bilateral) menjalar ke ovarium hingga juga terjadi
oophoritis. Salpingitis dan oophoritis diberi nama adnexitis. Paling sering disebabkan oleh
gonococcus, disamping itu oleh staphylococus, streptococus dan bakteri TBC.

Salpingitis kronis biasanya berasal dari salpingitis akut. Salpingitis kronik apabila
infeksi sudah berat atau meluas, bertahan lama dan mungkin saja gejala sudah terasa tidak
mengganggu.
B.

Epidemiologi
Lebih dari satu juta kasus salpingitis akut dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat,

namun jumlah insiden ini mungkin lebih besar, karena metode pelaporan tidak lengkap dan
terlalu dini dan bahwa banyak kasus dilaporkan pertama ketika penyakit itu telah pergi
begitu jauh bahwa mereka telah mengembangkan kronis komplikasi.
Bagi wanita berusia 16-25 tahun, salpingitis adalah infeksi serius yang paling umum.
Ini mempengaruhi sekitar 11% dari wanita usia reproduktif. Salpingitis memiliki insiden
yang lebih tinggi di antara anggota kelas-kelas sosial ekonomi rendah. Namun, hal ini
dianggap sebagai akibat dari debut seks sebelumnya, beberapa mitra dan kemampuan
rendah untuk menerima perawatan kesehatan yang layak bukan karena faktor resiko
independen untuk salpingitis. Sebagai akibat dari peningkatan risiko karena beberapa mitra,
prevalensi salpingitis tertinggi untuk orang yang berusia 15-24 tahun. Penurunan kesadaran
gejala dan kurang kemauan untuk menggunakan alat kontrasepsi juga umum dalam
kelompok ini, meningkatkan terjadinya salpingitis.

C.

Etiologi
Salpingitis merupakan sinonim dari penyakit radang panggul (PID). PID terjadi karena

infeksi polimikrobakterial pada sistem genitalia wanita ( uterus, tuba fallopi dan ovarium )
yang menyebabkan peningkatan infeksi pada daerah vagina atau servikx. Infeksi ini jarang
terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke
dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan,
keguguran, aborsi dan biopsi endometrium).
Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri yang biasaya
menyebabkan Salpingitis : Mycoplasma, staphylococcus, dan steptococus. Selain itu
salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular seksual seperti gonorrhea, Chlamydia,
infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis.

Selanjutnya bisa timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (kerokan, laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh
seperti appendiks.
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah: Aktinomikosis (infeksi bakteri),
Skistosomiasis (infeksi parasit), Tuberkulosis, penyuntikan zat warna pada pemeriksaan
rontgen khusus. Beberapa bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk salpingitis
meliputi

Klamidia,

Gonococcus

(yang

menyebabkan

gonore),

Mycoplasma,

Staphylococcus, dan Streptococcus.


D.

Patofisiologi
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian tuba fallopi.

Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi pada salah satu tuba fallopi
biasanya menyebabkan infeksi yang lain. Pada beberapa kasus, salpingitis disebabkan oleh
infeksi bakteri seperti Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus. Selain itu
salpingitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.
Infeksi ini dapat terjadi sebagai berikut :
Naik dari cavum uteri
Menjalar dari alat yang berdekatan sepert dari apendiks yang meradang
Haematogen terutama salpingitis tuberculosa. Salpingitis biasanya bilateral. Bakteri
dapat diperkenalkan dalam berbagai cara, termasuk:
Hubungan seksual
Penyisipan sebuah IUD (perangkat intra-uterus)
Keguguran
Aborsi
Melahirkan
Apendisitis
Salpingitis adalah salah satu penyebab terjadinya infertilitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan kerusakan
pada tuba fallopi sehingga sel telur rusak dan sperma tidak bisa membuahi sel telur. Radang
tuba falopii dan radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama
salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu kebanyakan akibat

infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga bisa datang dari tempat
ekstra vaginal lewat jalan darah dari jaringan-jaringan di sekitarnya.

E.

Faktor Resiko
Resiko pada wanita yang tidak menikah, hubungan seks di usia muda dan punya lebih

dari satu pasangan. Infeksi dapat mencapai tuba bila aliran menstruasi berbalik atau
terbukanya serviks saat menstruasi.
Faktor lain termasuk prosedur pembedahan dimana melewati serviks, misal:
-

endometrial biopsy

curettage

hysteroscopy

Resiko lain terjadi jika suatu faktor dalam vagina dan serviks yang menyebabkan
organisme penginfeksi bermigrasi naik ke tuba, misalnya:
-

pemberian antibiotik (lokal)

ovulasi

menstruasi

penyakit menular seks (PMS)/sexually transmitted disease (STD)

Terakhir, dari hubungan seks dapat memfasilitasi penyebaran penyakit dari vagina
menuju tuba, yaitu:

F.

Kontraksi uterus

Sperma, ikut membawa agen ke arah tuba.

Gambaran Klinis
Radang tuba Falloppii dan radang ovarium biasanva terjadi bersamaan. Oleh sebab itu

tepatlah nama salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut.


Salpingo-ooforitis akuta yang disebabkan oleh gonorea sampai ke tuba dari uterus
melalui mukosa. Pada endosalping tampak edema serta hiperemi dan infiltrasi leukosit; pada
infeksi yang ringan epitel masih utuh, tetapi pada infeksi yang lebih berat kelihatan
degenerasi epitel yang kemudian menghilang pada daerah yang agak luas, dan ikut juga
7

terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam hal yang akhirnya dijumpai eksudat purulen yang
dapat keluar melalui ostium tuba abdominalis dan menyebabkan peradangan di sekitarnya
(peritonitis pelvika).
Salpingitis akuta piogenik banyak ditemukan pada infeksi puerpural atau pada abortus
septik, Infeksi ini menjalar dari serviks uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe
ke parametrium terus ke tuba, dan dapat pula ke peritoneum pelvik.
Salpingo-ooforitis

kronika

terdiri

dari hidrosalping, piosalping,

salpingitis

interstisialis kronika, kista tubo-ovarial, abses tubo-ovarial, abses ovarial, salpingitis


tuberkulosa. Pada hidrosalping terdapat penutupan tuba abdominalis. Sebagian dari epitel
mukosa tuba masih berfungsi dan mengeluarkan cairan dengan akibat retensi cairan tersebut
dalarn tuba.
Piosalping dalam stadium menahun merupakan kantong dengan dinding tebal yang
berisi nanah. Pada piosalping biasanya terdapat perlekatan dengan jaringan di sekitarnya.
Pada salpingitis interstisialis kronika dinding tuba menebal dan tampak fibrosis dan dapat
pula ditemukan pengumpulan nanah sedikit di tengah-tengah jaringan otot. Terdapat pula
perlekatan dengan jaringan-jaringan di sekitarnya, seperti ovarium, uterus dan usus. Salah
satu jenis ialah salpingitis isthmika nodosa.
Pada kista tubo-ovarial, hidrosalping bersatu dengan kista folikel ovarium, sedang
pada abses tubo-ovarial piosalping bersatu dengan abses ovarium. Abses ovarium yang
jarang terdapat sendiri, dari stadium akut dapat memasuki stadium menahun. Salpingitis
tuberkulosa merupakan bagian penting dari tuberkulosis genital.
Dalam kasus lebih ringan, salpingitis mungkin tidak memiliki gejala.
Gejala-gejala salpingitis meliputi:
o Nyeri abdomen di kedua sisi
Nyeri abdomen bagian bawah merupakan gejala yang paling dapat dipercaya
dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral, bilateral, atau
suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau segera setelah suatu periode
menstruasi. Keparahannya meningkat secara bertahap setelah beberapa jam
sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung menetap, bilateral pada abdomen
bagian bawah, dan semakin berat dengan adanya pergerakan.

o Perdarahan pervaginam atau sekret vagina


Perdarahan antar menstruasi atau meningkatnya aliran menstruasi atau keduaduanya dapat merupakan akibat langsung dari endometritis atau pengaruh tidak
langsung dari perubahan-peubahan hormonal yang berkaitan dengan ooforitis.
Sekret vagina dapat disebabkan oleh servitis.
o Gejala-gejala penyerta
-

Menggigil dan demam

Anoreksia, nausea dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum.

Disuria dan sering kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan


uretritis dan sistitis.

Nyeri perut Abnormal discharge vagina, seperti warna yang tidak biasa atau
bau

Dismenorea

Tidak nyaman atau hubungan seksual yang menyakitkan

Kadang-kadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada rektum dan
sigmoid

Pada periksa dalam nyeri kalau portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan
uterus, kadang-kandang ada penebalan dari tuba.

G.

Nyeri saat ovulasi

Diagnosis
Diagnosis salpingitis dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum: suhu biasanya meningkat, sering sampai 120F atau 103F.
Tekanan darah biasanya normal, walaupun deyut nadi seringkali cepat. Pada saat itu,
terkadang postur tubuh membungkuk.

Pemeriksaan Abdomen: nyeri maksimum pada kedua kuadran bawah. Nyeri lepas,
ragiditas otot, defance muscular, bising usus menurun dan distensi merupakan tanda
peradangan peritoneum. Nyeri tekan pada hepar dapat diamati pada 30% pasien.

Pemeriksaan Pelvis: sering sulit dan tidak memuaskan karena pasien mersa tidak
nyaman dan rigiditas abdomen. Pada pemeriksaan dengan spekulum, sekret purulen
akan terlihat keluar dari ostium ueteri. Serviks sangat nyeri bila digerakkan. Uterus
ukurannya normal, nyeri (terutma bila digerakkan). Adneksa bilateral sangat nyeri.

3. Pemeriksaan Penunjang atau Tes Laboratorium

Hitung darah lengkap dan apusan darah : hitung leukosit cenderung meningkat
dan dapat sampai 20.000 dengan peningkatan leukosit polimorfonuklear dan
peningkatan rasio bentuk batang dengan segmen. Kadar hemoglobin dan
hemokrit biasanya dalam batas-batas normal. Peningkatan kadarnya berkaitan
dengan dehidrasis.

Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-negatif intraseluler


pada asupan pewarnaan gram baik dari cairan serviks ataupun suatu AKDR
dengan pasien dengan salphingitis simptomatik merupakan penyokong adanya
infeksi neisseria yang memerlukan pengobatan. Biakan bakteriologi diperlukan
untuk identifikasi positif neisseria gonorrhoeae.

Laparoskopi untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini


invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin.

H.

Penatalaksanaan
Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian antibiotik (sesering

mungkin sampai beberapa minggu). Antibiotik dipilih sesuai dengan mikroorganismenya


yang menginfeksi. Pasangan yang diajak hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining dan
bila perlu dirawat, untuk mencegah komplikasi sebaiknya tidak melakukan hubungan
seksual selama masih menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi kembali.
Perawatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

10

1.

Antibiotik

Antibiotik diberikan untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat keberhasilan 85%


dari kasus. Perawatan dini dengan antibiotik yang tepat efektif terhadap N gonorrhoeae,
trachomatis C, dan organisme endogen yang tercantum di atas sangat penting untuk
mencegah gejala sisa jangka panjang. Mitra seksual harus diperiksa dan diobati dengan
tepat.
Dua rejimen rawat inap telah terbukti efektif dalam pengobatan penyakit radang
panggul akut:

Cefoxitin, 2 g intravena setiap 6 jam, atau cefotetan, 2 g setiap 12 jam, ditambah


doksisiklin, 100 mg intravena atau oral setiap 12 jam . Rejimen ini dilanjutkan
setidaknya selama 24 jam setelah pasien menunjukkan perbaikan klinis yang
signifikan. Doxycycline, 100 mg dua kali sehari, harus dilanjutkan untuk
menyelesaikan total 14 hari terapi. Jika abses tubo-ovarium hadir, disarankan untuk
menambahkan klindamisin oral atau metronidazole untuk doksisiklin untuk
menyediakan lebih cakupan anaerobik efektif.

Klindamisin, 900 mg intravena setiap 8 jam, ditambah gentamisin intravena dalam


dosis pemuatan 2 mg / kg diikuti dengan 1,5 mg / kg setiap 8 jam. Rejimen ini
dilanjutkan setidaknya selama 24 jam setelah pasien menunjukkan perbaikan klinis
yang signifikan dan diikuti oleh clindamycin baik, 450 mg empat kali sehari, atau
doksisiklin, 100 mg dua kali sehari, untuk menyelesaikan total 14 hari terapi.
2.

Perawatan di rumah sakit

Perawatan penderita salpingitis di rumah sakit adalah dengan memberikan obat


antibiotik melalui intravena (infuse). Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa
ibu.
3.

Tindakan Bedah

Pembedahan pada penderita salpingitis dilakukan jika pengobatan dengan antibiotik


menyebabkan terjadinya resistan pada bakteri. Tubo-ovarium abses mungkin memerlukan
eksisi bedah atau aspirasi transkutan atau transvaginal. Kecuali pecah diduga, lembaga terapi
antibiotik dosis tinggi di rumah sakit, dan terapi monitor dengan USG. Pada 70% kasus,
antibiotik yang efektif, dalam 30%, ada respon yang tidak memadai dalam 48-72 jam, dan
11

intervensi yang diperlukan. Adnexectomy Unilateral diterima untuk abses sepihak.


Histerektomi dan bilateral salpingo-ooforektomi mungkin diperlukan untuk infeksi berat
atau dalam kasus penyakit kronis dengan nyeri panggul keras.
4.

Berobat jalan

Jika keadaan umum baik, tidak disertai demam, Berikan antibiotik seperti :
-

Cefotaksitim 2 gr IM, atau

Amoksisilin 3 gr peroral, atau

Ampisilin 3,5 per os

Masing-masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os diikuti dengan:


-

Dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari

Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari (dekoksisilin dan tetrasiklin tidak digunakan

untuk ibu hamil).


5.

Tirah baring

6.

Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk

7.

Bantu mencapai rasa nyaman:

8.

Mandi teratur

Obat untuk penghilang gatal

Kompres hangat pada bagian abdomen yang merasa nyeri

Pemberian terapi analgesic

Konseling
-

PID dapat menyebabkan infertilitas karena tuba yang rusak, pasien harus

mengatasi hal tersebut


9.

10.

Pendidikan kesehatan yang diberikan:


-

Pengetahuan tentang penyebab dan penyebaran infeksi serta efeknya

Kegiatan seksual dikurangi atau menggunakan pengaman

Cara mengetasi infeksi yang berulang

Pengobatan dilanjutkan sampai pasien pulang dan sembuh total.

12

I.

Komplikasi
Komplikasi potensial yang dapat terjadi akibat salpingitis meliputi ooforitis,

peritonitis, piosalping, abses tuboovarium, tromboflebitis septik, limfangitis, selulitis,


perihepatitis, dan abses didalam ligamentum latum, Infertilitas dimasa depan, dan kehamilan
ektopik akibat kerusakan tuba. Tanpa pengobatan, salpingitis dapat menyebabkan berbagai
komplikasi, termasuk:
-

Infeksi lebih lanjut - infeksi dapat menyebar ke struktur di dekatnya, seperti indung
telur atau rahim.

Infeksi pasangan seks - mitra wanita atau mitra bisa mengontrak bakteri dan terinfeksi
juga.

Tubo-ovarium

abses -

sekitar

15

persen

dari

wanita

dengan

salpingitis

mengembangkan abses, yang membutuhkan rawat inap.


-

Kehamilan ektopik - tabung falopi diblokir mencegah telur dibuahi memasuki rahim.
Embrio kemudian mulai tumbuh di dalam ruang terbatas dari tabung falopi. Risiko
kehamilan ektopik untuk wanita dengan salpingitis sebelumnya atau bentuk lain dari
penyakit radang panggul (PID) adalah sekitar satu dari 20.

Infertilitas - tabung tuba dapat menjadi cacat atau bekas luka sedemikian rupa bahwa
telur dan sperma tidak dapat bertemu. Setelah satu serangan PID salpingitis atau
lainnya, risiko seorang wanita infertilitas adalah sekitar 15 persen. Ini meningkat
sampai 50 persen setelah tiga bulan

13

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Salpingitis adalah infeksi

atau peradangan

pada

saluran tuba. Hal ini sering

digunakan secara sinonim dengan penyakit radang panggul (PID). Hampir semua
kasus salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri, termasuk penyakit menular seksual seperti
gonore dan klamidia. Salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertitas pada
wanita.
Salpingitis biasanya dikategorikan baik akut maupun kronis. Salpingitis memiliki
manifestasi klinis seperti : nyeri pada kedua sisi perut, demam, mual muntah, kelainan pada
vagina seperti perubahan warna yang tidak seperti orang normal atau berbau, nyeri selama
ovulasi dan sebagainya.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Penngobatan pilihan diberikan antibiotik diberikan segera agar tidak mencapai komplikasi
seperti infeksi permanen yang dapat menyebabkan masalah infertilitas pada wanita

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi, 1981. Ginekologi. Bandung: Fakultas Kedokteran


Universitas Padjajaran Bandung
2. Bagus Gde, Ida. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan. Jakara
3. F Gary Cunningham, dkk.2005. Obstetri Williams edisi 21. ECG:Jakarta
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
5. Widyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta
6. Syafudin.2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: ECG
Sindharti, GM.2008. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Reproduksi. Malang
7. http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/07/penyakit-infeksi-pelvis-pelvic.html
diakses pada 20 April 2013
8. http://medicastore.com/penyakit/99/Penyakit_Radang_Panggul.html diakses pada
20 April 2013
9. http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/02/26/salpingitis/ diakses pada
20 April 2013

15

Anda mungkin juga menyukai