Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Scabies

1. Pengertian Scabies

Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah

menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau

sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan. Penyebab scabies

adalah tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei, dalam bahasa

Indonesia sering disebut kudis, orang jawa menyebutnya gudig,

sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Scabies adalah penyakit

kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes

scabiei var hominis dan produknya (Boediharjo dan Handoko, 2016).

Rasa gatal yang ditimbulkan tungau Sarcoptes scabiei terutama

waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu

kelangsungan hidup terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur,

sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut

terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi,

efektifitas dan konsentrasi dalam belajar menjadi menurun yang akhirnya

mengakibatkan menurunnya prestasi dan kualitas hidup (Keneth dalam

Kartika, 2008).

Habitat tungau Sarcoptes scabiei yaitu di kulit manusia, terutama

dibagian epidermis kulit. Bagian epidermis kulit antara lain, stratum

8
9

korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum,

stratum basale, dan basement membrane.

2. Etiologi

Penyebab penyakit scabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu

sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau

pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis adalah parasit

yang mampu menggali terowongan pada kulit dan menyebabkan gatal.

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Acarina, super family Sarcoptes (Sudirman, 2006).

Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna

putih kotor, transulen dengan bagian punggung lebih lonjong

dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina berukuran 300-350

mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium

dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan

2 pasang lainnya kaki 8 belakang. Sarcoptes scabiei betina terdapat bulu

cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan

bulu cambuk demikian hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja

(Iskandar, 2000).

Siklus hidup Sarcoptes scabiei adalah, pada saat setelah kopulasi

(perkawinan) yang terjadi di atas kuit, tungau jantan akan mati, kadang-

kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali

oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali

terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan dua sampai tiga

milimeter sehari sambil meletakan telur. Bentuk betina yang telah dibuahi
10

ini dapat hidup selama satu bulan. Telur akan menetas dalam waktu tiga

sampai sepuluh hari, dan menjadi larva yang mempunyai tiga pasang

kaki. Larva ini tinggal di terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah dua

hingga tiga hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai dua bentuk

yaitu jantan dan betina dengan empat pasang kaki. Seluruh siklus hidup

mulai dari telur hingga dewasa memerlukan waktu antara delapan hingga

dua belas hari (Boediardja dan Handoko, 2016).

3. Epidemiologi

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial

ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual dan

sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan

perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu faktor penularannya

dapat melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian,

perlengkapan tidur atau benda -benda lainnya. Cara penularan

(transmisi) yaitu kontak langsung misal berjabat tangan, tidur bersama

dan kontak seksual. Kontak tidak langsung misalnya melalui pakaian,

handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Boediardja dan Handoko, 2016).

4. Cara Penularan

Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah

dibuahi atau kadang-kadang oleh larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei

var. Animalis yang kadang-kadang menulari manusia (Boediardja dan

Handoko, 2016).
11

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan

dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-

sama disatu tempat yang relatif sempit. Penularan scabies terjadi ketika

orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan

rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan

pemondokan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh

masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara

bersamasama di lingkungan padat penduduk (Benneth dalam Kartika,

2008).

5. Pathogenesis

Masa inkubasi berlangsung empat sampai enam minggu, gatal yang

terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau

yang memerlukan waktu sekitar satu bulan setelah investasi. Pada saat

itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,

vesikel, urtika dan lain-lain. Garukan yang dilakukan penderita

menyebabkan timbulnya erosi ekskorisasi (lecet sampai epidermis dan

berdarah), krusta (cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit)

dan infeksi sekunder (Boediardja dan Handoko, 2016).

6. Gejala Klinis dan Diagnosis Penyakit Scabies

Gejala yang ditunjukan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal

pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan, lipatan

paha, dan muncul gelembung berair pada kulit. Pemeriksaan fisik adalah
12

melihat bentuk tonjolan kulit yang gatal dan area penyebarannya.

Diagnosis yang terpercaya adalah dengan pemeriksaan laboratorium

dengan mikroskop untuk melihat keberadaan tungau atau keberadaan

telur dari Sarcoptes scabiei pada bagian tanda klinis penyakit scabies

(Maharani, 2015).

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan dua dari empat tanda

cardinal sebagai berikut (Boediardja dan Handoko, 2016).

a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau

yang lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam

keluarga biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang

padat penduduknya, sebagian tetangga yang berdekatan akan

diserang oleh tungau. Dikenal dengan hiposensitisasi yang seluruh

anggota keluarganya terkena.

c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau

berkelok, rata-rata satu centimeter, pada ujung terowongan

ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika

ada infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf (gelembung

leukosit). Tempat presileksi biasanya merupakan tempat bagian kulit

yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, sikut

bagian luar dan lipatan ketiak bagian depan.

d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang

diagnosis.
13

7. Klasifikasi Penyakit Scabies

Klasifikasi khusus penyakit scabies yang sering terjadi pada manusia

adalah sebagai berikut (Sudirman, 2006).

a. Scabies pada orang bersih (Scabies in the clean)

Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain.

Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan.

Tungau biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.

b. Scabies pada bayi dan anak kecil

Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun

vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk

kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki da sering terjadi infeksi

sekuder.

c. Scabies noduler (Nodular Scabies)

Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup.

Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun

walaupun telah diberikan obat anti scabies.

d. Scabies in cognito

Scabies akibat pengobatan dengan menggunakan kostikosteroid

topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki

gejala klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap

menular.
14

e. Scabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)

Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi

terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri

bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.

f. Scabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik)

Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi

keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.

g. Scabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus

terbaring di tempat tidur dapat menderita scabies yang lesinya

terbatas.

h. Scabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain

Apabila ada scabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan

penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan

biakan atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.

i. Scabies dan Aquired Immuodeficiency Syndrome (AIDS).

Ditemukan scabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita.

j. Scabies dishidrosiform

Jenis ini di tandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustula pada

tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan

obat anti scabies.


15

8. Penatalaksanaan Penyakit Scabies

Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi

2 bagian :

a. Penatalaksanaan secara umum .

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara

teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah

digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam

dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang

beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga

harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari

terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan

lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya.

Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:

1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus

diberi pengobatan secara serentak.

2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu

menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi

pakaian yang akan dipakai harus disetrika.

3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei,

bantal, kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah

sinar matahari selama beberapa jam.


16

b. Penatalaksanaan secara khusus.

Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat

anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain :

1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20%

dalam bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan

mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.

2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua

stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit

diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin

gatal setelah dipakai.

3) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane)

kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena

efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang

memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih

ada gejala diulangi seminggu kemudian.

4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat

pilihan, mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal.

Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.

5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik

dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya

sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi

setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12

bulan.
17

6) Ekstrak daun sirih dapat mematikan agen skabies serta memiliki

efek positif terhadap penyembuhan lika (Nur SR, 2017).

9. Prognosis

Pemilihan dan cara pemakaian obat, syarat pengobatan dan

menghilangkan faktor predisposisi yang harus diperhatikan antara lain

personal hygiene, serta semua orang yang berkontak erat dengan

penderita harus diobati, maka penyakit scabies dapat diberantas dan

prognosis baik (Boediardja dan Handoko, 2016).

10. Pencegahan Penyakit Scabies

Upaya preventif atau pencegahan yang perlu dilakukan adalah

edukasi penderita mengenai penyakit scabies, cara penularan, cara

eradikasi tungau penyebab scabies, menjaga personal hygiene dan tata

cara pengolesan obat. Rasa gatal terkadang tetap berlangsung walaupun

kulit sudah bersih. Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan orang

di sekitar penderita yang berhubungan erat (Boediardja dan Handoko,

2016). Langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kembali

penyakit skabies adalah dengan :

a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.

b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut, handuk dan lainnya

secara teratur dalam air sabun hangat dan gunakan setrika panas

untuk membunuh semua telurnya atau dicuci kering.

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.


18

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang

dicurigai terinfeksi tungau skabies.

f. Hindari pemakaian bersama seperti sisir, mukena atau jilbab, peci

g. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

Cara pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan

penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan mengenai

cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita scabies

yang meliputi sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 2002) .

a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya.

b. Laporan ke Dinas Kesehatan setempat ataupun Puskesmas.

c. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk kedalam pondok sampai

dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit di

isolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang

efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dan sprei yang digunakan

46 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan

sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini

dimaksudkan untuk membunuh kutu dan telur.

B. Perilaku

1. Batasan Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia, pada

hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri antara
19

lain berjalan, berbicara, bekerja, kuliah dan sebagainya. Dari uraian ini

dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2007).

2. Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu

respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman serta lingkungan. Secara lebih terperinci, perilaku

kesehatan itu mencakup :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, adalah bagaimana

seseorang merespon, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit

dan penyakit yang dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan

pencegahan sebagai berikut :

1) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health

promotion behaviour)

2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

3) Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

4) Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem

pelayanan modern maupun tradisional.


20

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), adalah respon

seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi

kehidupan.

d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health

behaviour), adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai

determinan kesehatan manusia.

3. Klasifikasi perilaku

Becker dalam Notoatmodjo (2007), mengajukan klasifikasi perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan (health related behaviour) sebagai

berikut:

a. Perilaku kesehatan (health behaviour)

b. Perilaku sakit (the illness behaviour)

c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)

4. Determinan Perilaku Masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk

respon terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik

dan faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan juga dapat

memengaruhi respon seseorang.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), perilaku ditentukan oleh

tiga faktor utama, yaitu :


21

a. Faktor Pemudah (predisposing factor)

Faktor pemudah perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada individu atau

masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,

sistem dan nilai yang ada di masyarakat.

b. Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana

yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang

atau masyarakat, misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat

(puskesmas) atau jika di pesantren adanya pos kesehatan pesantren

(poskestren), obat-obatan jamban dan sebagainya.

c. Faktor pendorong (reinforcing factor)

Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat

diperlukan contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter

(tenaga kesehatan), camat dan lain-lain.

5. Domain Perilaku

Berdasarkan dari teori Bloom, perilaku dibagi menjadi tiga yaitu

pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice)

(Notoatmodjo, 2012).

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu, hal ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadao suatu objek tertentu. Pengindraan


22

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan tau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (overt behavior)

(Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan yakni.

1) Tahu (Know)

Tahu berarti seseorang tersebut dapat mengingat kembali materi

yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan,

menguraikan,dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang

telah dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat

suatu kesimpulan dari suatu materi.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan

materi yang telah dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang

nyata.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih


23

didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk

meletakan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2007).

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang

diketahui responden dalam usaha penatalaksanaan dan pencegahan

penyakit scabies. Meliputi pengertian penyakit scabies, cara

penularan penyakit scabies, gejala-gejala penyakit scabies dan cara-

cara penatalaksanaan dan pencegahan agar tidak tertular (Kasrin, R.

et al, 2016).

Pengetahuan tentang penyakit scabies sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan tindakan pimpinan

pesantren dalam meningkatkan dan menjaga kesehatan. Misalnya

ketika terjadi kejadian skabies di pesantren yang dipimpinya maka

pimpinan tersebut langsung membuat langkah berupa aturan kepada


24

santri nya untuk menjaga dan berobat sesuai teori yang ada dan juga

sebagai pimpinan menyediakan aturan dan sumber daya yang dapat

mengatasi masalah penyakit skabies di pesantren nya masing-

masing.

1) Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur berdasarkan isi materi dan

kedalaman pengetahuan. Isi materi dapat diukur dengan

metode wawancara atau angket sedangkan kedalaman

pengetahuan dapat diukur berdasarkan tingkatan pengetahuan

(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan penelitian rohmawati, 2010

pengetahuan di interpretasikan dengan skala yang bersifat

kualitatif yaitu :

a) Baik ( ≥50%)

b) Kurang Baik(<50%)

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011)

dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal :

a) Faktor internal

(1) Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku

seseorang terhadap pola hidup terutama dalam

motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang,

maka semakin mudah untuk penerimaan informasi.


25

Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pendidikan

dapat dibedakan berdasarkan tingkatan sebagai

berikut:

(a) Pendidikan dasar, yaitu pendidikan awal selama 9

tahun meliputi SD/sederajat dan SLTP/sederajat.

(b) Pendidikan lanjut, yaitu pendidikan menengah

minimal 3 tahun meliputi SMA atau sederajat dan

pendidikan tinggi meliputi diploma, sarjana,

magister, doktor dan sepesialis yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

(2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003)

pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan banyak tantangan.

Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan

pribadi maupun keluarga. Bekerja dianggap kegiatan

yang menyita waktu.

(3) Penghasilan

Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka

pendapatan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai

kesehatan lingkungan (Sumiarto, 1993). Hal ini juga

sesuai dengan pendapat Faturahman dan Mollo (1995)


26

bahwa tingkat pendapatan berkaitan dengan

kemiskinan yang berpengaruh pada status kesehatan.

b) Faktor eksternal

(1) Faktor lingkungan

Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok.

Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka

individu maupun kelompok akan berperilaku positif,

tetapi jika lingkungan sekitar tidak kondusif, maka

individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku

kurang baik.

(2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga

mempengaruhi sikap dalam penerimaan informasi.

(3) Keterpaparan informasi/media massa

Menurut Notoatmojo (2003) salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku adalah media informasi,

dimana informasi yang diperoleh dapat memberikan

pengaruh sehingga menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan.

b. Sikap (attitude)

Reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus

disebut sikap. Sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, tetapi

masih berupa persepsi dan kesiapan seseorang untuk bereaksi


27

terhadap stimulus yang ada di sekitarnya. Sikap dapat diukur secara

langsung dan tidak langsung. Pengukuran sikap merupakan

pendapat yang diungkapkan oleh responden terhadap objek

(Notoatmodjo, 2007).

Secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang

dipelajari), komponen perilaku (berpengaruh terhadap respon sesuai

atau tidak sesuai), dan komponen emosi (menimbulkan respon-

respon yang konsisten) (Wawan & Dewi, 2011). Berikut akan

disajikan skema terbentuknya sikap dan reaksi.

1) Tingkatan sikap menurut Fitriani, 2011 :

a) Menerima (receiving) : seseorang mau dan memperhatikan

rangsangan yang diberikan.

b) Merespons (responding) : memberi jawaban apabila

ditanya, menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai tanda

seseorang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (valuing) : tingkatan selanjutnya dari sikap

adalah menghargai. Menghargai berarti seseorang dapat

menerima ide dari orang lain yang mungkin saja berbeda

dengan idenya sendiri, kemudian dari dua ide yang berbeda

tersebut didiskusikan bersama antara kedua orang yang

mengajukan ide tersebut.

d) Bertanggung jawab (responsible) : mampu

mempertanggungjawabkan sesuatu yang telah dipilih

merupakan tingkatan sikap yang tertinggi.


28

2) Fungsi sikap menurut Wawan dan Dewi, 2011 :

a) Fungsi instrumental atau fungsi manfaat atau fungsi

penyesuaian

Disebut fungsi manfaat karena sikap dapat membantu

mengetahui sejauh mana manfaat objek sikap dalam

pencapaian tujuan. Dengan sikap yang diambil oleh

seseorang, orang dapat menyesuaikan diri dengan baik

terhadap lingkungan sekitar, disini sikap berfungsi untuk

penyesuaian.

b) Fungsi pertahanan ego

Sikap tertentu diambil seseorang ketika keadaan dirinya

atau egonya merasa terancam. Seseorang mengambil sikap

tertentu untuk mempertahankan egonya.

c) Fungsi ekspresi nilai

Pengambilan sikap tertentu terhadap nilai tertentu akan

menunjukkan sistem nilai yang ada pada diri individu yang

bersangkutan.

d) Fungsi pengetahuan

Jika seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu

objek, itu berarti menunjukkan orang tersebut mempunyai

pengetahuan terhadap objek sikap yang bersangkutan.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan & Dewi

(2011) adalah :

a) Pengalaman pribadi
29

Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat

agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap

yang baik. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika

pengalaman pribadi yang terjadi melibatkan faktor

emosional.

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan

orang yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang

dianggapnya penting tersebut.

c) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut

menjadi salah satu faktor penentu pembentukan sikap

seseorang.

d) Media massa

Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga

berpengaruh juga terhadap sikap konsumennya.

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan

lembaga agama sangat menentukan system kepercayaan

sehingga konsep ini akan ikut mempengaruhi pembentukan

sikap.
30

f) Faktor emosional

Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi

sebagai bentuk pertahanan egonya.

4) Cara pengukuran sikap

Sikap diukur dengan Likert Scale yang terdiri dari beberapa

item pernyataan. Pernyataan dibagi menjadi dua, yaitu

pernyataan Favourable dan Unfavourable. Pada pernyataan

Favourable, jika responden menjawab sangat setuju diberi skor

4, jika setuju diberi skor 3, jika tidak setuju diberi skor 2, dan jika

sangat tidak setuju diberi skor 1. Pada pernyataan Unfavourable,

jika responden menjawab sangat setuju diberi skor 1, jika setuju

diberi skor 2, jika tidak setuju diberi skor 3, dan jika sangat tidak

setuju diberi skor 4.

Sikap dikatakan positif (mendukung) bila hasil mean lebih

besar daripada rata-rata, sedangkan dikatakan negatif (tidak

mendukung) bila hasil mean lebih rendah daripada ratarata

(Azwar,2011).

c. Tindakan (Practice)

Menurut Notoatmodjo (2007), suatu sikap belum tentu terwujud

dalam suatu tindakan (over behaviour).

1) Tindakan dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan yaitu:

a) Persepsi (Perception)
31

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil merupakan tindakan tingkat

pertama.

b) Respon terpimpin (guided respons)

Respon terpimpin adalah kemampuan untuk melakukan

sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

yang telah diberikan.

c) Mekanisme (mechanism)

Mekanisme adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu

secara benar dan hal itu sudah menjadi kebiasaan.

d) Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya

sendiri tanpa mengurangi kebenarn tindakannya tersebut.

2) Cara menilai praktik

Teknik skala yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku

adalah dengan menggunakan teknik skala Guttman. Skala ini

merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan

memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari

pertanyaan/pernyataan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju

dan tidak setuju, benar dan salah. Skala guttman ini pada

umumnya dibuat seperti cheklist dengan interpretasi penilaian,

apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0.


32

6. Ketersediaan sarana kesehatan dan aksesibilitas

a. Ketersediaan sarana

Ketersersediaan sarana pelayanan kesehatan akan

berpengaruh terhadap status kesehatan yang berkualitas dan status

masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerjanya.

Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan

Menteri dalam Negeri No. 1067/Menkes/SKB/VIII/2002, Nomor 385

Tahun 2002 dan Nomor 37 Tahun 2002 tentang Peningkatan

Kesehatan Pondok Pesantren dan Instituti Keagamaan lainnya

meliputi pendirian sarana klinik kesehatan atau sesuai dengan

keadaan setempat.

b. Aksesibilitas

Aksesibilitas mencakup jarak, waktu tempuh, alat transportasi

yang digunakan, serta biaya yang dibutuhkan untuk mencapai

fasilitas pelayanan kesehatan (Purba, 2012). Dalam teori Green dan

teori Anderson dalam Notoatmodjo (2007) bahwa faktor ketersediaan

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana dalam mengakses pelayanan

kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

C. Peran Pemimpin

1. Peran

Secara etimologis menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia peran

dapat diartikan sebagai tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang

yang berkedudukan dalam masyarakat. Peran dirumuskan sebagai suatu

rangkaian perilaku yang teratur yang ditimbulkan karena suatu jabatan


33

tertentu. Kemudian menurut Marwanto yang dikutip oleh Ndraha

(2003:504) Menyatakan bahwa peran adalah tindakan yang diharapkan

seseorang didalam kegiatannya yang berhubungan dengan orang lain.

Hal ini timbul sebagai sebab-akibat kedudukan yang dimiliki didalam

struktur sosial dalam interaksinya dengan sesamanya, seperti antara

pemerintah kota dengan organisasi-organisasi kepemudaan.

2. Pemimpin

Pemimpin/leader mempunyai macam-macam pengertian dari para

ahli. Berikut ini terdapat beberapa definisi tentang pemimpin yang

dikemukakan oleh para ahli diantaranya :

Menurut Hasibuan (2011:157), pemimpin adalah seseorang yang

mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan

orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam

mencapai suatu tujuan.

Menurut Kartono (2010:18), pemimpin adalah seorang pribadi yang

memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan

di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk

bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian

satu atau beberapa tujuan.

Menurut Fairchild (dalam Kartono 2010:23) pemimpin adalah

seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial

dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol

usaha/upaya orang lain atau melalui kekuasaan dan posisi.


34

Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli diatas, dapat

disimpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki

kemampuan untuk mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan

organisasi.

D. Tinjauan tentang Pesantren

Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran

yang menekankan pada pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai

tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Maka pesantren kilat atau

pesantren ramadhan yang diadakan di sekolah-sekolah umum misalnya, tidak

termasuk dalam pesantren ini (Qomar, 2007).

Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar

berkepribadian muslin sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan

menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan serta

menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan

negara serta menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu

kepribadian beriman dan bertaqwa kepada Tuhan berakhlak mulia,

bermanfaat bagi masyarakat (Qomar, 2007).

Sumber daya manusia yang sangat bermutu diperlukan dalam

pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk memenuhi tuntutan itu

adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pondok pesantren

dalam hal ini meliputi ketertiban dalam upaya promotive, preventive, curative

dan rehabilitative. Semua kegiatan didukung juga oleh sektor terkait yaitu

pihak kesehatan dan pihak lain yang ada hubungannya dengan pondok
35

pesantren. Keterlibatan pondok pesantren adalah salah satu bentuk

kemandirian yang perlu terus dibina guna meningkatkan derajat kesehatan

yang optimal merata disemua lapisan masyarakat termasuk warga pondok

pesantren. Hubungan yang baik antara pondok pesantren dan kesehatan

didukung lintas sektor lain

Badan Wakaf/Yayasan Pengurus Pesantren

Kepala Sekolah Dewan Guru Divisi

Pengasuh Santri

2.1 Struktur Yayasan


Struktur Organisasi Daarul Istiqomah Sinjai
Sumber: elmarzsinjai.wordpress , 2016
36

E. Kerangka Teori

Pengetahuan

Tingkat Pendidikan Faktor Predisposisi

Personality Perilaku Kesehatan


Faktor Reinforcing
Santri
Rasional Tindakan Pimpinan
Pesantren dalam
Penatalaksanaan
Struktural
dan Pencegahan
Skabies
Praktikal

Fisik Faktor Enabling

Interpersonal

Coping (Pengalaman)

Culture

Sumber : Terry (1989), Lawrene G dalam Notoatmodjo (2003), Arroba (1998)

Anda mungkin juga menyukai