TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skabies atau dikenal juga dengan kudis atau budukan merupakan salah
satu penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian humanis
dan produknya (Handoko et al., 2011).
B. Etiologi
Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke
permukaan kulit untuk kemudian masuk lagi ke dalam kulit dengan menggali
6
C. Epidemiologi
D. Faktor Risiko
E. Patogenesis
ekskret kira-kira sebulan setelah infestasi. Ujud kelainan kulit yang dapat
dijumpai, yaitu papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Apabila dengan garukan
dapat muncul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder (Handoko et al.,
2011).
F. Patofisiologi
sedangkan sumur yang ada merupakan suatu galian yang dihasilkan oleh
induk betina dari patogen sebagai tempat penetasan telur, dan deposit dari
gangguan dermatoimunologis yang ada biasanya terjadi pada daerah lipatan
dan juga pada kulit yang tipis, seperti di sela tangan, hal ini dikarenakan oleh
ketebalan kulit di lipatan relatif lebih tipis dan mudah terinvestasi. Biasanya
akan timbul respon menggaruk dari pasien, hal ini sering terjadi dan menjadi
alasan utama timbulnya infeksi sekunder (Wolff, 2008).
G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Terdapat 4 tanda cardinal untuk diagnosis skabies, yaitu (Permenkes RI,
2014):
a) Pruritus nokturnal.
b) Menyerang manusia secara berkelompok.
c) Adanya gambaran polimorfik pada daerah predileksi lesi di stratum
korneum yang tipis (sela jari, pergelangan volar tangan dan kaki, dan
sebagainya).
d) Ditemukannya tungau dengan pemeriksaan mikroskopis.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda tersebut.
Gejala klinis yang ada, yaitu (Permenkes RI, 2014):
a) Pruritus nokturnal, yaitu gatal yang hebat terutama pada malam hari
atau saat penderita berkeringat.
b) Lesi timbul di stratum korneum yang tipis, seperti di sela-sela jari,
pergelangan tangan dan kaki, aksila, umbilikus, areola mammae, dan
di bawah payudara (pada wanita), serta genital eksterna (pria).
c) Faktor risiko pada masyarakat yang hidup dalam kelompok yang
padat, seperti tinggal di asrama atau pesantren, higienitas yang
buruk, sosial dan ekonomi rendah, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Lesi kulit berupa terowongan (kanalikuli) berwarna putih atau abu-
abu dengan panjang rata-rata 1 cm. Ujung terowongan terdapat papul,
10
vesikel, dan bila terjadi infeksi sekunder, maka akan terbentuk pustul,
ekskoriasi, dan sebagainya. Pada anak-anak, lesi lebih sering berupa
vesikel disertai infeksi sekunder akibat garukan sehingga lesi menjadi
bernanah (Permenkes RI, 2014).
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis,
seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus,
bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyerang telapak tangan dan kaki bahkan diseluruh permukaan
kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala
dan wajah (Permenkes RI, 2014).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menggunakan pemeriksaan mikroskopis dari
kerokan kulit untuk menemukan tungau (Permenkes RI, 2014).
H. Penatalaksanaan