Anda di halaman 1dari 13

I.

DEFINISI
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1)
II. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik
skabies adalah di daerah tropis dan subtropis (2,7). Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa
prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi
adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, (7) sehingga penyakit ini lebih
sering di daerah perkotaan.(3) Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini,
antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta
ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).(1)
III. ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1,4) Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia
obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili
Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang
torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar kaki. (6)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan
hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis. (3) Skabies betina dewasa berukuran
sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan
luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang
bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel.(9)

Gambar 1. Sarcoptes scabiei

Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang
berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada
tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada
tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap
pada pasangan kaki keempat.(9)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari
dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan
oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4
hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali
terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu
berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari
telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari.(9,10)

Gambar 2. Siklus Hidup Skabies

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat terowongannya dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu
terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu
bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan
pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita
Norwegian scabies.(3,9)
2

IV. PATOGENESIS
Sarcoptes scabiei dapat menyebabkan reaksi kulit yang berbentuk eritem, papul atau
vesikel pada kulit dimana mereka berada. Timbulnya reaksi kulit disertai perasan gatal.
Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa
gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi
respons imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di bawah kulit.
Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe
cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel radang. Lesi biasanya berupa
eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua ini terkait dengan hipersensitivitas
tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat berupa urtika, nodul atau papul, dan ini
dapat berhubungan dengan respons imun kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan
antibodi IgE dan respons seluler yang diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau
sel mast.5
Di samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat pula
terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri.2 Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.1
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung.(7)
Penularan secara tidak langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk,
maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita
dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan manifestasi utama dari penyakit menular seksual.
(7)

V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu (1,13) :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti pruritus akan
timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang
timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. (3,4) Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.
Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(13)
2. Sekelompok orang
3

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan
keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(13)
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya
meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat
menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis.
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak
tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. (3) Bila ada infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)

Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada antigen
tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang,
berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di
dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan
tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)

Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies

4.

Menemukan Sarcoptes scabiei


4

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita
dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang
paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak
spesifik.(13) Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan
beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator
pemeriksaan, sehingga kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak
menyingkirkan diagnosis skabies.(14)
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang
dapat berakibat gagalnya pengobatan. Bentuk-bentuk skabies antara lain : (15)
a) Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat
sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.(13) Namun bentuk ini seringkali
salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan terowongan tungau. (15)

Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)

b) Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm
yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal
dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama
beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
(14,15)

Gambar 6. Skabies Nodular

c) Skabies incognito
5

Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda pada
penderita apabila penderita mengalami skabies.(13) Sehingga penderita dapat memperlihatkan
perubahan lesi secara klinis.

(11)

Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak

hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh
kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun
seluler.(13)

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi

d) Skabies yang ditularkan oleh hewan (7)


Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan
erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah
predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan
peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan
sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas
hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.(13,15)

Gambar 8. Skabies caninum

e) Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)


Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah yang
banyak

(15)

dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga dapat

menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan.

(3)

Kadar IgE yang tinggi, eosinofil

perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan
menjadi karakteristik penyakit ini. (7)

Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar

Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik
misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang
menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan retardasi
mental.(6,13)
f) Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala
sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. (3) Lesi skabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi,
lesi terdapat di wajah.(13)
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral
badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi
infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.
(3)

3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering
datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya
diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (13) Beberapa cara
yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
a) Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap
papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(13)
b) Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan
yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila
positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.
Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(13)
c) Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta
hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta
7

dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap
dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan.
d) Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik.
Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan
tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam
melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan
ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(3,13)
e) Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12,
sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan
punch biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih sederhana dan biasanya
dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak kooperatif.5
f) Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut
akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli. (13) Namun, uji tetrasiklin
jarang memberikan hasil positif.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga The great
imitator.1,3 Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan
pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular, pioderma,
pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus, penyakit Darier,
gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena
penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.3
VII. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies :

(17)

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.


2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari
sebelum tidur.
8

3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.


4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur serta jemur
dibawah matahari dan bila perlu direndam dengan air panas
5. Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa gatal
yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama

(17)

dan

ikut menjaga kebersihan (13)


b. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya, mudah
diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan terjangkau
biayanya.(11) Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral.
1) Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid,

(11,18)

dan bekerja dengan cara mengganggu polarisasi

dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit.

(11,19)

Obat ini merupakan pilihan

pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah
(11,13)

dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil.(13)

Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang dioleskan pada seluruh area tubuh dari
leher ke bawah selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih.
dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.

(13)

(11)

Apabila belum sembuh bisa

Permethrin jarang diberikan pada

bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. (13) Wanita hamil
dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. (11) Efek samping jarang
ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal,(13) namun mungkin hal tersebut dikarenakan
kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.(11)
2) Presipitat Sulfur 2-10%
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep
konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep
setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.(13,17)
Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satusatunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(17)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur
9

bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam
konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.(13)
3) Benzyl benzoate
Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi
dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat
dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan
teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan
untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan
dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan
anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant
crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil
benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(17,20)
4) Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida
yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paruparu, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi,
konvulsi, dan kematian tungau.
dan feses.

(17,20)

Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin

(17)

. Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak

berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke
bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu.

(11,13)

Hal ini untuk memusnahkan larva-larva

yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(13)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian
pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
5) Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces avermitilis, anti
parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai
antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada
10

pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit
filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan
dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan
secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(13)
c. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi
pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada
orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(13) Setelah pengobatan berhasil untuk
membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi
eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan
kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi
sekunder oleh Staphylococcus aureus.
VIII. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(3)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan
udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain
pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).(3)
IX. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau karena
garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda yang
paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya
pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda
inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul11

nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla.
(5)

Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan biasanya

mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat
pyodermanya.(10) Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada
skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabiesinduced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(3)
X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(3)
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati
dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.(8)

DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta: FKUI;
2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following Systemic
And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: EGC;
1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.

12

7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human and
Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005. September :
17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA: Blackwell
publishing; 2004. 37-47.
10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.
J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December. 6: 769-777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80
16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies prevention and
Control Manual.
17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.
Januari. 1(951)/7-11.
18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New England J
Med. 2010. February : 362/717-724.
19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online). 2007.
[cited
2010
October
19th]
:
[1
screens].
Available
from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com

13

Anda mungkin juga menyukai