Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Pioderma adalah terminologi umum untuk penyakit-penyakit infeksi kulit yang


disebabkan oleh kuman (bakteri), terutama Streptococcus beta hemolyticus atau
Staphylococcus aureus. Kalangan awam menggunakan terminologi Koreng untuk
manamakan infeksi kulit. Dalam praktek sehari-hari Pioderma dengan berbagai bentuk dan
jenisnya, masih kerap dijumpai, terutama pada anak-anak. Hal ini dapat dimaklumi karena
anak-anak sering bersentuhan dengan benda-benda sekelilingnya yang boleh jadi sebagian
diantaranya terpapar kuman Streptococcus atau Staphylococcus. Atau bisa jadi dikarenakan
infeksi kuman oleh garukan akibat dari gigitan serangga atau sebab lain yang menimbulkan
rasa gatal.
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Dibagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, insidennya menduduki tempat
ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi.
Sebenarnya infeksi kulit kecuali disebabkan oleh kuman positif-Gram seperti pada
pioderma dapat pula disebabkan oleh kuman negative-Gram, misalnya Pseudomonas
aerugunosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, Escherichia coli dan Klebsiella. Penyebab
yang umum ialah kuman positif-Gram yaitu Streptococcus dan Staphylococcus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PIODERMA

2.1 Definisi
Pioderma

ialah

penyakit

kulit

yang

disebabkan

oleh Staphylococcus,

Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. 1


2.2 Etiologi
Penyebab yang utama dari pioderma adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
B hemolyticus. Sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal kulit dan
jarang menyebabkan infeksi.

Etiologinya kebanyakan oleh Staphylococcus aureus,

merupakan sel-sel berbentuk bola atau coccus Gram positif yang berpasangan berempat
dan berkelompok. Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase positif, ini yang
membedakannya dari spesies lain, dan merupakan patogen utama bagi manusia. Pada
Staphylococcus koagulase negatif merupakan flora normal manusia. Staphylococcus
menghasilkan katalase yang membedakannya dengan streptococcus.
Tabel.1: Membedakan bentuk pioderma berdasarkan kuman penyebab:2

Staphilococcus Aureus
Impetigo Bulosa
Folikulitis
Furunkel
Karbunkel
Abses Multipel Kelenjar

Keringat
Hidradenitis
Staphylococcal Scaled Skin

Streptococcus
Impetigo Krustosa
Ektima
Erisipelas

Keduanya
Selulitis
Flegmon
Pionika

Syndrome (S4)

2.3 Epidemiologi
2

Pioderma

merupakan penyakit yang paling sering dijumpai. Penyakit

ini berhubungan erat dengan keadaan social ekonomi. Tidak ada ras tertentu yang
cenderung terkena pioderma. Pioderma dapat menyerang laki-laki maupun perempuan
pada semua usia. 1
Prevalensi pioderma dibeberapa negara lain, seperti di Brazil, Ethiopia,
Taiwan,dan lain-lain adalah 0,2-35 %. Sedangkan prevalensi pioderma di Indonesia
adalah 1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada anak, sedangkan angka kesakitan pioderma
masih cukup tinggi, data menunjukan jumlah kunjungan pasien ke piloklinik Divisi
Dermatologi anak Deparetemn ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia/ RS Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) selama
tahun 2002 menunjukan pasien pioderma anak sebesar 362 kasus (18,53%) dari 2190
kunjungan baru. Ini menempati urutan ke-2 setelah dermatotitis atopic. 3

2.4 Faktor Predisposisi


Higiene yang kurang
Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit

penyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes mellitus


Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma
yang hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya
tersebut, hal itu juga terjadi karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu
oleh penyakit. Karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai
pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi.1

2.5 Patofisiologi
Banyak hal yang mempengaruhi seseorang sampai terjadinya pioderma antara
lain faktor host, agent, dan lingkungan seperti yang telah dipaparkan diatas dimana
adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor tersebut. Staphylococcus mengandung
polisakarida dan protein yang bersifat antigen yang merupakan substansi penting di
dalam struktur dinding sel Peptidoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung
subunit-subunit yang terangkai, merupakan eksoskeleton kaku pada dinding sel.
Peptidoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau lisozim. Hal ini merupakan penting
dalam potogenitas infeksi : zat ini menyebabkan monosit membuat interleukin-1 (pirogen
endogen) dan antibodi opsonik, dan zat ini juga menjadi zat kimia penarik (kemotraktan)

untuk leukosit polimorfonuklear, mempunyai aktifitas mirip endotoksin, mengaktifkan


komplement.2
Patologi prototipe lesi staphylococcus adalah furunkel atau abses setempat
lainnya. Kelompok-kelompok S. aureus yang tinggal dalam folikel rambut menimbulkan
nekrosis jaringan. Koagulase dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin disekitar lesi dan
didalam saluran getah bening, mengakibatkan pembentukan dinding yang membatasi
proses dan diperkuat oleh penumpukan sel radang dan kemudian jaringan fibrosis. Di
tengah-tengah lesi, terjadi pencairan jaringan nekrotik (dibantu oleh hipersensitivitas tipe
lambat) dan abses mengarah pada daerah yang daya tahannya paling kecil, setelah
jaringan nekrotik mengalir keluar, rongga secara perlahan-lahan diisi dengan jaringan
granulasi dan akhirnya sembuh.2

2.6 Klasifikasi
Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu, penyebabnya

biasanya satu macam mikroorganisme.


Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya tak khas dan
mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder
disebut

impetigenisata,

contohnya:

dermatitis

impetigenisata,

scabies

impetigenisata. Tanda impetigenisata ialah jika terdapat pus, kustul, bula purulen,
krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional,
leukositosis, dapat pula disertai demam.1
2.7 Bentuk Pioderma
2.7.1 Impetigo
-

Definisi : penyakit infeksi piogenik pada kulit superfisial dan menular disebabkan oleh

Staphylococcus aureus dan, atau Streptococus pyogenes.


Patofisiologi: Penyakit ini mengenai kulit pada lapisan seperfisial (epidermis). Kuman
penyabab dapat ditemukan dan dibiakan dari cairan bulanya. Pada impetigo bulosa, dari
cairan bula ditemukan toksin epidermolitik yang dianggap sebagai penyebab terjadinya

bula. Masuknya kuman melalui mikro lesi dikulit dan menular.


Klasifikasi : Terdapat 2 bentuk impetigo, impetigo krustosa dan impetigo bulosa.
a. Impetigo Krustosa
4

Sinonim : Impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury FoX.


Etiologi : Biasanya Streptococcus B hemolyticus. Tersering pada anak-anak
Tempat predileksi: muka sekitar hidung dan mulu, anggota gerak (kecuali

telapak tangan dan kaki), dan badan


Gejala Klinis : Tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, mual), hanya
terdapat pada anak-anak. Tempat predileksi di muka, yakni disekitar lubang
hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan
kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita
dating berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika
dilepaskan akan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer
dan sembuh di bagian tengah.

Gambar 1:

Gambar 1.A

Gambar 1.B

Krusta ,

Impetigo
(Sumber : Fitzs

Patrick)
-

Komplikasi : glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe tertentu


Diagnosa banding : Ektima
Pengobatan: Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotic, kalau
banyak diberi pula antibiotic sistemik.

b. Impetigo Bulosa
- Sinonim : Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.
- Etiologi : Biasanya karena Staphylococcus aureus.
- Gejala klinis : Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak,
dada, punggung. Sering bersama-sama merialia. Terdapat pada anak dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopin. Kadang-kadang
waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang
tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.

Gambar 2.A

Gambar 2.B

Gambar 2.C

Gambar 2: Impetigo Bulosa (Sumber : Fitzs Patrick)

Diagnosa banding : Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan
eritema, maka mirip dermafitosis. Pada anamnesa hendaknya ditanyakan, apakah
-

sebelumnya terdapat lumpuh. Jika ada, diagnosanya adalah impetigo bulosa.


Pengobatan :
Pengobatan topikal:
1.
Krem antibiotik
Drainage: bula dan pustule dengan ditusuk jarum steril untuk mencegah
penyebaran lokal
kompres larutan Sodium kloride 0,9 %
2. Pengobatan sistemik:Diberikan pada kasus-kasus berat, lama pengobatan
paling sedikit 7-10 hari. Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu):
Kloksasilin (untuk Staphylococci yang kebal penisilin)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Anak-anak: 10-25 mg/kg/dosis, 4 kali/hari a.c
Diklosasilin (untuk Staphylococci yang kebal penisilin)
Dosis: 125-250 mg/dosis,3-4 kali/hari a.c
Anak-anak: 5-15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/hari a.c
Fenoksimetil penisilin (penisilin V)
Dosis: 250-500 mg/dosis,4 kali/hari a.c
Anak-anak: 7,5-12,5 mg/dosis, 4 kali/hari a.c
Eritromisin
Dosis: 150-500 mg/dosis,4 kali/hari p.c
Anak-anak: 12,5-50 mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c
Klindamisin
Dosis: 150-300 mg/dosis,3-4 kali/hari
Anak-anak lebih 1 bulan: 8-20 mg/kg/hari, 3-4 kali/hari
3. Kebersihan: mandi teratur dengan sabun mandi. Pakaian, handuk sprei sering
diganti dan dicuci air panas dan dipakai sendiri.

c. Impetigo neonatorum
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonates. Kelainan
kulit serupa impetigo bulosa hanya likasinya menyeluruh, dapat disertai demam.

Gambar
Gambar 3:
3.AImpetigo neunatorum , (Sumber
Gambar
: Fitzs
3.B Patrick)
-

Diagnosa banding : Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat
ditelapak tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo

paralisis parrot.
Pengobatan : Antibiotic harus diberika secara sistemik. Topical dapat diberikan
bedak salisil 2%.

2.7.2 Folikulitis
- Definisi : Peradangan yang dimulai dari folikel rambut.
- Etiologi : Biasanya Staphylococcus aureus.
- Epidemiologi: Folikulitis dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering di jumpai
pada anak anak dan folikulitis juga tidak di pengaruhi oleh jenis kelamin. Jadi pria dan
wanita memiliki angka resiko yang sama untuk terkena folikulitis, dan folikulitis lebih
-

sering timbul pada daerah panas atau beriklim tropis.


Patogenesis: Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di
bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada seluruh
tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa bibir. Folikulitis
bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas dan keringat berlebihan yang
menutupi dan menyumbat saluran folikel rambut. Bisa juga di sebabkan oleh gesekan
saat bercukur atau gesekan pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau luka pada
kulit. Hal ini merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme terutama
staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Kebersihan yang kurang dan higiene
yang burukmenjadi faktor pemicu dari timbulnya folikulitis, sedangkan keadaan lelah,
kurang gizi dan Diabetes melitus merupan faktor yang mempercepat atau memperberat

folikulitis ini.
Klasifikasi:
a. Folikulitis superfisialis: terdapat di dalam epidermis.
- Sinonim : Impetigo Bockhar
- Gejala klinis : Berukuran kecil, mudah pecah, pustule berbentuk kubah, terdapat
di kulit kepala dan biasanya multiple pada anak-anak dan pada orang dewasa di

temukan pada daerah dagu, axila, extremitas atau tungkai bawah, dan daerah
bokong.

Gambar 4 :
Folikulitis
Superfisialis
(Sumber : Fitzs Patrick)
-

Diagnosa banding: cystic acne, kerion, hiradenitis suppurativa, dan furunkular


miasis

b. Folikulitis profunda: sampai ke subkutan.


Gambaran klinis: Sikosis barbae adalah folikulitis profunda yang terjadi pada
daerah berjenggot, wajah dan bibir atas. Gambaran klinisnya seperti diatas, hanya
teraba infiltrate di subkutan. Jika tidak diobati lesi dapat menjadi lebih dalam dan
kronis.

Gambar 5: Folikulitis profunda,


Sikosis Barbae (Sumber : Fitzs Patrick)
-

Diagnosa banding: Tinea barbe, lokasinya di mandibula/ submandibula,

unilateral. Pada tenia barbe sediaan dengan KOH positif.


Pemeriksaan Penunjang: Diagnosa di tegakkan berdasarkan anamnesa,
gambaran klinis, pemeriksaan bakteriologis dari sekret lesi dan kalau mendukung
bisa dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan histopatologi pada

folikel rambut tampak edematosa dengan sebukan sel radang


Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah: Pengobatan lokal dengan kompres
salin dan antibiotic lokal (mupirosin atau topical klindamisin) dapat mengatasi

infeksi. diperlukan terapi antibiotic sistemik jika terjadi lesi yang meluas.
Prognosa: Prognosa penyakit folikulitis ini adalah baik.

2.7.3 Furunkel/Karbunkel
8

Definisi :
Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jiak lebih dari pada sebuah
disebut furunkulosis. Sedangkan karbunkel adalah kumpulan dari furunkel. furunkel atau
bisul adalah suatu tanda inflamasi berupa nodul dan berkembang di sekitar folikel
rambut, biasanya diawali dengan folikulitis yang berkembang menjadi abses. sedangkan
karbunkel adalah kumpulan dari furunkel dengan ukuran yang lebih besar serta terdapat
lesi infiltrative yang lebih luas.

Tempat predileksi : pada bagian dengan bantalan rambut, terutama di tempat yang
banyak friksi, misalnya aksila dan bokong dapat juga ditemukan pada bagian wajah dan
leher.

Etiologi : Bakteri penyebab dari penyakit ini adalah Staphylococcus aureus


Epidemologi: Karbunkel sering menyerang laki-laki pada usia menengah dan usia tua.
Gejala Klinis :
Keluhannya berupa Nyeri. Ditemukan kelainan berupa nodus erimatosa berbentuk
krucut, dan ditengahnya terdapat pustule. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi
pus dan jaringan krotik, lalu memecah membentuk fistel.

Gambar : 6.A

Gambar : 6.B
Gambar : 6.C

Gambar 6: Furunkel (Sumber : Fitzs Patrick)

Gambar : 7.A

Gambar : 7.B

Gambar 7: Karbunkel (Sumber : Fitzs Patrick)


Karbunkel : berukuran lebih besar sekitar 3-10cm, tampak benjolan merah, permukaan
halus, biasanya dirasakan demam dan malaie, sangat sakit pada daerah predileksi di
tengkuk, punggung dan pada, terdapat kemerahan dan beberapa pustule pada permukaan
dan sekitar folikel rambut.
-

Pemeriksaan penunjang : terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah lengkap.


pewarnaan gram (diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan Gram positif streptococcus

aureus)
Pengobatan : Terapi antibiotik untuk furunkel yang disarankan adalah

antibiotik

sistemik: eritromisin 4 x 250 mg atau penisilin. Sedangkan antibiotik yang diberikan


pada karbunkel adalah eritromisin 4x250 mg selama 7 - 14 hari ; penisilin 600.000 IU
selama 5 - 10 hari.
2.7.4 Ektima
- Definisi : Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan infeksi
-

Streptococcus,
Etiologi: Disebabkan infeksi Streptococcus, biasanya Streptococcus B hemolyticus
Epidemiologi: Sering terjadi pada traveler (orang yang bepergian) terjdi pada anak-anak,
dewasa muda, dan orang tua dengan sanitasi dan higienis yang buruk serta terdapat
gangguan imunokompromise. Tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin terhadap angka
insdensi tersebut.

Gejala Klinis

10

Gambar : 8.A

Gambar : 8.B

Gambar : 8.C

Gambar 8: Ektima (Sumber : Fitzs Patrick)


Gejala yang tampak adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi di tungkai bawah,
yaitu tempat yang relative banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak
ulkus yang dangkal
-

Diagnosis Banding: impetigo krustosa, perbedaannya, impetigo krustosa sering terjadi


pada anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi, ektima terjadi pada anak

maupun dewasa tempat predileksi tungkai bawah dan dasarnya terdapat ulkus.
Pemeriksaan Penunjang: Biopsi kulit dengan pewarnaan gram dari jaringan kulit dalam
dan kultur bakteri. Pewarnaan gram dari cairan vesikular dan terlihat di bawah
mikroskop biasanya dipastikan terdapat kokus gram positif yang menggambarkan grup A
streptokokus. Stafilokokus aureus bisa juga terlihat. Tes kultur dan sensitivitas dari cairan
atau kulit yang terlepas bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis antibiotik yang

paling sesuai. Hitung sel darah putih bisa saja meningkat


Pengobatan: Pengobatan yang dipakai adalah krusta diangkat dan disalep antibiotic.

Jika banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik


Komplikasi: Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis,

limfadenitis supuratif, dan bakteremia.


Prognosa: Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut
(skar).

2.7. 5 Pionikia
- Definisi : Radang sekitar kuku oleh piokokus
- Etiologi : Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau Streptococcus B hemolyticus
- Gejala Klinis :

11

Gambar 9: Pionikia, (Sumber : Fitzs Patrick)


Gejala klinis dari penyakit ini adalah didahului trauma, mulai infeksi pada lipatan kuku,
terlihat tanda-tanda radang dan menjalar ke matriks dan lempeng kuku (nail plate), dapat
terbentuk abses subungual
-

Pengobatan: Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic


sistemik. Jika terjadi abses subungual, kuku diekstraksi.

2.7.6. Erisipelas
- Definisi : Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus
B hemolyticus, gejala utamanya adalah eritema berwarna merah cerah dan terbatas tegas
-

serta disertai gejala konstitusi.


Etiologi : Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau Streptococcus B hemolyticus
Patogenesa: Inokulasi bakteri ke daerah kulit yang mengalami trauma merupakan
peristiwa awal perkembangan dari erisipelas. Dengan demikian, faktor-faktor lokal,
seperti insusfisiensi vena, statis ulserasi, dermatitis, gigitan serangga, dan sayatan bedah
telah terlibat sebagai pintu masuknya kuman ke kulit. Sumber bakteri di erisepalas wajh
sering bersumber dari nasofaring dan riwayat faringitis streptokokus baru-baru ini telah
dilaporkan dalam sampai sepertiga dari kasus. Faktor predisposisi lainnya termasuk
diabetes, penyalahgunaaan alkohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik, kondisi penurunan
sistem imun lain, dan tidak optimalnya higienis meningkatkan risiko erisipelas. Disfungsi
limfatik subklinis adalah faktor resiko untuk erisipelas. Dalam erisipelas, infeksi dengan
cepat menyerang dan menyebar melalui pembuluh limfatik. Kondisi ini akan
memberikan manifestasi kerusakan kulit diatasnya dan pembengkakan kelenjar getah
bening regional. Respon imunitas menjadi menurun dan memberikan optimalisasi bagi
organisme untuk berkembang. 4
12

Gejala Klinis :

Gambar 10.A

Gambar 10.B

Gambar 10: Erisipelas (Sumber : Fitzs Patrick)


Terdapat gejala konstitusi seperti demam, malese. Dimana lapisan kulit yang diserang
adalah epidermis dan dermis. didahului dengan trauma, tempat predileksinya tungkai
bawah. kelainan yang utama adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya
meninggi dengan tanda radang akut. Dapat disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat
leukosistosis. Jika sering residif ditempat yang sama dapat terjadi elephantiasis
-

Diagnosis banding : selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di subkutan


Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah : Leucocytosis.
2. Mencari Streptococcus dengan kultur dari tenggorokan, hidung atau mata.

Pengobatan :
Penderita dianjurkan untuk istirahat total atau bedrest. Bila lokasi di tingkai bawah dan
kaki, maka bagian yang terserang ini ditinggikan posisinya (elevasi), tingginya sedikit
lebih tinggi dari pada letak kor (jantung). Higienis juga perlu diperhatikan, yaitu berupa :
menjaga kebersihan tubuh, menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu faktor predisposisi
juga harus diatasi. Pengobatan sistemik ialah antibiotic, sedangkan topical diberikan

kompres terbuka dengan larutan antiseptik. Jika terdapat edema diberikan diuretika.
Komplikasi:
-

1. Nefritis

2. Abses subkutan
13

3. Septisemia

4. Kematian 50% pada bayi, penderita usia tua dan yang lemah.

5. Kambuh lagi Cellulitis

Prognosis: Prognosis pasien erisipelas adalah bagus. Komplikasi dari infeksi tidak
menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan terapi
antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien yang memiliki
faktor predisposisi. Jika tidak diobati akan ia menjalar ke sekitarnya terutama ke
proksimal.

2.7.7 Selulitis
- Definisi: Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak, sering dengan keterlibatan dari
struktur utama seperti fasia, otot, dan tendon. Infeksi yang meluas dengan melibatkan
-

dermis dan lemat di subkutan, dan sering menyebar ke otot atau tulang.
Etiologi: Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan. Etiologi paling sering
disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu, bakteri streptokokus grup B
juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram negatif bisa menyerang orang dengan
tingkat imun yang rendah. Tinea pedis biasanya menjadi port of the entry infeksi
penyakit ini. Selulitis mempunyai gejala yang sama dengan erisipelas yaitu eritema dan
sakit, tetapi dapat dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi di lapisan yang
lebih dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi. Selulitis dapat
berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga mengakibatkan penggelupasan dan

erosi lapisan epidermal yang luas.


Epidemiologi: Selulitis bukan satu penyakit tetapi kumpulan gejala, sehingga membuat
sulit untuk mendeskripsikan sebuah pola epidemologinya

Gejala Klinis:

Gambar :
11.A

Gambar 11:

Gambar :
11.B

Selulitis,

(Sumber : Fitzs Patrick)

14

Tampak lesi yang kemerahan, bengkak, dan lembut dengan batas yang tidak jelas,
pitting edema tampak jelas, kadang kulit dapat tampak pucat karena bengkak. Ketika
mulai terjadi nekrosis, jarang tampak di permukaan, yang menjadi tanda umum adalah
-

abses dan ulkus yang baru terbentuk.


Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan histopatologi tidak banyak membantu, hanya
menunjukkan edema dan neutrophil. Pada banyak kasus, kultur kuman dapat dilakukan
dengan mengaspirasi dari lesinya
Tabel 2: Perbedaan selulitis dan abses:

Pengobatan: Rekomendasi untuk pengobatan selulitis adalah flucloxacillin 1g qds jika


diberikan intra vena, sedangkan flucloxacilin 500 mg qds apabila ingin diberikan terapi
peroral. Terapi ini diberikan selama 5-7 hari. Pada kondisi yang berat dapat ditambahkan
clindamycin 300-450 mg per oral qds.

2.7.8 Flegmon
- Definisi: Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya saja
ditambah dengan insisi

Gambar : 12. A

Gambar : 12. A

Gambar

12:

Flegmon (Sumber : Fitzs Patrick)


2.7.9 Ulkus Piogenik
- Definisi: Ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas, disertai pus diatasnya.
- Gejala Klinis:

15

Gambar : 13. A

Gambar : 13. B

Gambar 13: Ulkus Piogenik, (Sumber : Fitzs Patrick)


Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus diatasnya.
Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram negative sehingga perlu
-

dilakukan kultur.
Pemeriksaan Penunjang: Dengan dilakukan kultur untuk membedakan dengan ulkus

yang lain, terutama ulkus yang disebabkan oleh kuman Gram negatif
Pengobatan: Antibiotik yang disarankan untuk pengobatan secara sistemik adalah
penisilin 600.000 - 1,2 juta IU intramuskular selama 5 - 7 hari; eritromisin 4 x 500 mg

selama 7 hari. Siprofloksasin atau sefalosporin memberi hasil yang baik.


2.7.10 Abses Multipel Kelenjar Keringat
- Definisi : Merupakan infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada
-

kelenjar keringat, berupa abses multiple tidak nyeri dan berbentuk kubah.
Etiologi: Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Patogenesa: Bakteri Staphylococcus Aureus menginfeksi kelenjar keringat ekrin akibat
hygiene seseorang yang buruk dan system imun yang kurang. Bakteri yang masuk
direspon oleh tubuh sebagai benda asing, sehingga terjadi peradangan pada daerah yang
terinfeksi. Rasa gatal merupakan alarm yang menandakan adanya respon imun terhadap
pathogen. Rasa gatal ini yang memicu seseorang untuk menggaruk, sehingga
memperparah jaringan kulit disekitarnya yang mana hal ini membantu bakteri untuk

berkembang biak.
Gejala Klinis

Gambar 14.A

Gambar 14.A

16

Gambar 14: Abses Multipel Kelenjar Keringat, (Sumber : Fitzs Patrick)


Pada anak, faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun contohnya : malnutrisi,
morbili, banyak keringat karena sering bersamaan dengan timbulnya miliaria. Pada
gambaran klinis didapatkan berupa nodus eritematosa, multiple, tak nyeri, berbentuk
kubah, dan lama memecah. Lokasinya terdapat di tempat yang menjadi sumber keringat.
-

Diagnosis Banding: Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri dan berbentuk seperti

krucut dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat pecah.


Pengobatan: Dapat diberikan pengobatan antibiotic yang sistemi dan topikal. Perlu
diperhatikan faktor predisposisi.

2.7.11 Hidradenitis
- Definisi : Hidraadenitis merupakan infeksi kelenjar apokrin, yang biasanya disebabkan
-

oleh bakteri Staphylococcus aureus.


Etiologi : Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Staphylococcus aureus
Epidemilogi: Infeksi hidraadenitis terjadi pada sesudah akil balik (masa pubertas)

sampai dewasa muda


Gejala Klinis :

Gambar : 15.A

Gambar : 15.B

Gambar 15: Hidradenitis (Sumber : Fitzs Patrick)


Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil balik
samapai dewasa muda. Sering diketahui oleh trauma atau mikrotrauma, contohnya :
banyak kringat, pemakaina deodorant tau rambut ketiak yang di guntung.
Penyakit ini desertai gejala konstitusi, antara lain : demam, malaise. Raum berupa nodus
dengna kelima tanda radang akut. Kemudian melunak menjadi babses dan memecah
membentuh fistel dan disebut hidradenitis supurativa. Pada yang menahun atau kronis
17

dapat berbentuk absses, fistel dan sinus yang multiple. Banyak berlokasi di ketiak dan
juga perineum. Di tempat yang banyak kelenjar apokrin. Terdapat leukositosis.
-

Diagnosis Banding : Skrofuloderma. Dimana persamaannya terdapat nodus, abses dan


fistel. Perbedaanya, pada hidraadenitis supurativa pada permulaan desertai tanda-tanda
radang akut dan terdapat gejala konstitusi. Sebaliknya pada skrofulderma tidak

didapatkan tanda-tanda radang akut dan tidak ada leukositosis.


Pemeriksaan Penunjang: Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat leukositosis
Pengobatan : Antibiotic seistemik. Jika telah terbentuk abses dapat diinsisi. Kalau
belum melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik dan residitif, kelenjar

apokrin dieksisi.
2.7.12 S4 (Staphylococcal Scaleded Skin Syndrome)
- Definisi : S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri
-

yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.


Etiologi : Etiologinya ialah Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71`
Epidemiologi: Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan penyakit pada
neonatus dan anak-anak. S4 jarang terjadi pada dewasa kecuali dengan gangguan ginjal,
defisiensi imun dan penyakit kronik. Prevalensi pada anak kurang dari 2 tahun sebesar

62% dan hampir seluruh kasus terjadi pada anak kurang dari 6 tahun (98%).
Anak-anak merupakan faktor resiko pada SSSS karena kekurangan imunitas dan
kemampuan renal imatur dalam pembersihan toksin (toksin exfoliative). Antibodi
maternal dapat ditransfer kepada infant melalui ASI tetapi SSSS masih dapat terjadi

karena inadekuat imunitas dan imatur ginjal.


Patogenesis : Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok, dan
telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin, eksofoliatin)
yang beredar di seluruh tubuh sampai pada epidermis dan menyebabkan kerusakan. Pada
kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab. Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk
mengekskresikan eksofoliatin, pada bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga

penyakit ini terjadi pada golongan usia tersebut


Gejala Klinis :

18

Gambar : 16. A

Gambar : 16. B

Gambar 16: S4 (Staphylococcal Scaleded Skin Syndrome),


(Sumber : Fitzs Patrick)
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas bagian atas.
Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul mendadak pada muka,
leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 12 hari akan muncul bula-bula berdinding kendur, tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari
terjadi pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga
tanpak daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip dengan
kambustio. Daerah-daerah tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi
deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai
sikatriks
-

Pemeriksaan Penunjang:
o Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan Gram
o Kultur (mata, tenggrorok) untuk mengetahui S. Aureus.
o Pemeriksaan darah (WBC, ESR)
o Pemeriksaan PCR
o Pemeriksaan Histologi: Pemeriksaan pada tepi bula untuk melihat lapisan kulit
(epidermis) sehingga dapat mengetahui aktivitas epidermolitik kulit.
o Biopsi kulit: Pemeriksaan biopsi pada daerah kulit yang terinfeksi akan terlihat
gambaran pemisahan epidermis pada lapisan granular.

Diagnosis Banding : Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal Toksik, bahkan
pada awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter). Perbedaannya S4
umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit didaerah
muka, leher, dan lipat paha, mukosa umumnya tidak diserang dan angka kematian lebih
rendah (meskipun begitu penyakit ini adalah pioderma penyebab kematian paling
19

mungkin). Kedua penyakit ini sulit dibedakan sehingga ada baiknya dilakukan
pemeriksaan histopatologi secara frozen section agar hasilnya cepat diketahui, karena
prinsip pengobatan keduanya berbeda. Perbedaan terletak pada celah, S4 di stratum
granulosum, N.E.T di sub epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T terdapat nekrosis
-

disekitar celah dan terdapat sel radang.


Komplikasi : Komplikasi paling berat yang dapat terjadi pada pasien SSSS adalah
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Komplikasi lain yang sering terjadi berupa
dehidrasi, infeksi sekunder, dan sepsis. Kasus SSSS pada anak jarang menyebabkan
sepsis sehingga angka kematiannya lebih rendah (1-5%). Angka kematian pada dewasa
lebih besar (mencapai 50-60%) karena diikuti beberapa faktor penyebab kematian

lainnya dan peningkatan kejadian sepsis


Pengobatan : Pengobatan dapat dengan pemberian antibiotic jika dipilih dengan derivate
penisislin yang efektif bagi Staphylococcus aureus yang membentuk penisilinase,
contohnya kloksasilin dengan dosis 3 X 250 mg /hari/os untuk dewasa. Pada neonates
atau dengan penyakit ritter dosisnya 3 X 50mg/hari/os. Obat lain yang dapat diberikan
antara lain adalah klindamisin dan sefosporin generasi 1. Pemberian topical dapat
diberikan sufratulle atau krim antibiotic. Diperlukannya memperhatikan keseimbangan

carian serta elektrolit.


Prognosis : Kematian dapat terjadi, terutama pada bayi berusia di bawah setahun, yang
berkisar antara 1-10%. Dimana penyebab utama kematian adalah tidak adanya

keseimbangan cairan ataupun elektrolit dan sepsis.


Pencegahan: Pengenalan potensi epidemik SSSS pada neonatal intensive care unit
(NICU) sangat penting meliputi:
a. Identifikasi pekerja kesehatan yang terinfeksi Staphylococcus Aureus sehingga tidak
melakukan penularan pada neonatal melalui prosedur perawatan umbilkus
(nosokomial infeksi).
b. Prosedur pemakaian chlorhexidine hand washing pada pekerja kesehatan.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang kronis
dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya
bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat
menyokong, invivo tidak selalu sesuai dengan in vitro. Terdapat leukositosis pada
pemeriksaan lab. Pada kasus yang sulit sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi.
20

Ada kemungkinan penyebabnya buka kedua bakteri penyebab pioderma yang sering
terjadi.1

2.9 Pengobatan Umum


Sistemik
Contoh obat untuk pengobatan pioderma
a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai
lagi karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan
-

syok anafilaktik
Ampisillin, dosis 4500 mg, ante cunam
Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam dan

absorbsinya lebih cepat sehingga kadar dalam plasma lebih tinggi.


Golongan obat penisilin resisten-penisillinase, contohnya adalah oksasillin,
kloksasillin, dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis 3250 mg/hari antecunam.

Kelebihan

obat

ini

adalah

juga

berkashiat

pada Staphylococcus yang telah membentuk penisilinase.


b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin, 3500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih banyak
karenanya dosisnya lebih kecil yaitu 4150 mg/hari/os, pada infeksi berat
dosisnya 4300-450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan
digantikan oleh Klindamisin karena potensial antibakterinya lebih besar dan
efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu terhambat oleh adanya
makanan dalam lambung.
c. Eritromisin
Dosis
4500
mg/hari/os.

Efektivitasnya

kurang

dibandingkan

Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisillinase.


Cepat menyebabkan resistensi dan kadang terjadi tak enak di lambung.
d. Sefalosporin
Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan hasil
maka dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk
kuman gram positif yaitu generasi I juga generasi IV. Contohnya adalah
sefadoksil dari generasi I dengan dosis dewasa, 2500 mg atau 21000
mg/hari
Topikal
21

Bermacam obat topical dapat digunakan untuk pioderma, contohnya basitrasin,


neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri gram negative,
Neomisin dituliskan sering mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan
kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering dipakai karenanya
harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk salep atau krim.
Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan
permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 %
yang dilarutkan 10 kali.

22

BAB III
KESIMPULAN
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,
atau oleh kedua-duanya. Pioderma merupakan penyakt yang sering dijumpai. Dibagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, insidennya
menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi. Faktor
Predisposisi adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, telah ada penyakit
lain di kulit.
Karena disebabkan oleh bakteri, terapi yang diberikan menggunakan antibiotik yang
harus sesuai. Pioderma erat kaitannya dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan salah
satu faktor predisposisinya adalah kurang hygiene. Ini merupakan masalah yang penting
untuk Negara yang berkembang seperti Indonesia. Sehingga diperlukan peningkatan menjaga
kebersihan untuk pencegahan terhadap penyakit pioderma.

23

DAFTAR ISI

1. Djuanda A. Pioderma. Dalam Djuanda A., Hamzah M.Aisah S. Ilmu penyakit kulit
dan kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2015.
hal 71-77
2. Martodihardjo. Sunarko dkk, 2005. Impitigo dan Furunkel/Karbunkel. Dalam
Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga.
Surabaya: Airlangga University Press, hal 94-97
3. Mansjoer A, Suprohaita dkk, 2000. Pioderma. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 76-85
4. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Seven Edition. Mc Graw Hill; 2008.
5. Siregar, RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC: Jakarta
6. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

24

Anda mungkin juga menyukai