Pada kulit yang normal bakteri tidak mampu untuk melakukan penetrasi dikarenakan, terjadi
proses maserasi dan oklusi di kulit
Yang mana akan meningkatkan PH, karbon dioksida, epidermal water content (mencegah
kekerigan kulit)
Kekeringan kulit yang bersifat minimal akan menyebabkan pertumbuhan bakteri menjadi
terhambat terutama bakteri gram (-)
Lemak yang terdapat pada permukaan kulit memiliki fungsi sebagai anti bakterial
Asam lemak bebas,linolenik, dan linoleik memiliki fungsi antimikroba terutama pada S.aureus
daripada S. group a beta hemolitikus
Kulit memiliki peptida antimikroba yang dibentuk di keratinosit lalu di salurkan ke permukaan
kulit.
PIODERMA
Merupakan radang kulit yang disebabkan oleh bakteri pembuat nanah, seperti Streptococcus β
hemolitycus, Staphylococcus aureus/albus, Corynebacterium minutissimum, dan bakteri gram
negatif lainnya
Pada umumnya, sebanyak 60 % individu normal ditemukan S. aureus yang tumbuh intermiten
pada kulit dan mukosa
Pada umumnya bakteri ini akan bertumbuh pada kulit yang lembab seperti area inguinal, aksila
dan perirektal, begitupun pada mukosa nasal, faring dan rektal.
Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan bertumbuhnya bakteri tersebut termasuk dermatitis
atopi, diabetes melitus, kelainan ginjal pada pasien hemodialisa, pengguna obat intravena,
disfungsi liver, dan penyakit genetik atau yang berhubungan dengan menurunnya daya tahan
tubuh termasuk didalamnya HIV, kekurangan gizi, anemia dan keganasan.
Kebersihan individu yang kurang dapat menjadi salah satu faktor resiko.
Penularan penyakit ini dapat terjadi akibat kontak langsung dengan penderita atau udara
Klasifikasi :
1) Pioderma Primer
Infeksi yang mengenai kulit yang normal
2) Pioderma Sekunder
Infeksi pada kulit yang sudah ada penyakit kulit lain sebelumnya.
Sehingga dalam pioderma sekunder disebut impetigenisata
Misal eczema vulgaris impetigenisata, prurigo impetigenisata, varisela impetigenisata,
hidradenitis supurativa, intertrigo, ulkus
Patogenesis
Stratum korneum yang intak merupakan salah satu pertahanan kulit terhadap bakteri patogen
penyebab pioderma
Beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya pioderma adalah gigitan serangga, trauma
lokal, kelainan kulit (terutama dermatitis atopik), higiene buruk, suhu dan kelembaban
tinggi, usia pasien, riwayat pemakaian antibiotik, dan pemukiman padat
Beberapa penelitian di Indonesia mendapatkan kelompok usia tertinggi yang menderita
pioderma adalah kelompok usia di bawah lima tahun,kemungkinan karena sistem imunitas
yang masih lemah
Toksin ekfoliatif (ETs) terdiri atas ETA dan ETB. ETs adalah protease sering yang berikatan
dengan molekul sel adesi desmoglein-1 pada epidermis dan memecah epidermis sehingga sel
kehilangan daya adesinya
Biasanya epidermolisis terjadi di antara stratum spinosum dan granulosum sehingga lepuh
yang timbul berdinding tipis dan kendur dengan tanda Nickolsky positif
ETA menyebabkan impetigo bulosa dan ETB menyebabkan Staphylococcal scalded skin
syndrome
Enterotoksin Staphylococcus aureus yang disebut toxic shock syndrome toksin-1 (TSST-1)
dikenal sebagai superantigen toksin pirogenik akan mengaktifkan sel T dan menyebabkan
produksi sitokin lalu inflamasi
Gempuran sitokin ini menyebabkan sindrom kebocoran kapiler dan dapat menjelaskan
sebagian besar manifestasi klinis penyakit
Edukasi
Menjaga higiene untuk mencegah infeksi berulang
Membatasi kontak dengan prang lain untuk mencegah penularan
Tidak boleh menggaruk lesi
Menghindari pencetus
Mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan keringat yang dapat memicu gatal
Mengendalikan faktor risiko yang dapat dimodifikasi, misalnya kontrol gula darah pada
pasien diabetes melitus
Pasien diedukasi mengenai penggunaan antibiotik untuk menghindari resistensi antibiotik
IMPERTIGO
Merupakan pioderma superfisialis dimana infeksi berbatas pada epidermis
Impetigo diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: Impetigo Krustosa, Impetigo Bulosa dan Impetigo
Neonatorum
A. Impertigo Krustosa
Penyakit ini disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus
Predileksi dari penyakit ini pada daerah wajah, area sekitar hidung dan mulut dimana
hal ini dikarenakan daerah tersebut merupakan sumber infeksi
Kelainan kulit dimulai dengan papul eritem yang menjadi vesikel atau pustul dengan
dasar eritem yang dengan mudah pecah sehingga meninggalkan bekas krusta tebal
bewarna kuning seperti madu
Apabila krusta tersebut di angkat tampak erosi dibawahnya.
B. Impertigo Bulosa
Penyakit ini paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus , dengan predileksi di
aksila, dada, dan punggung
Kelainan kulit yang tampak adalah eritema, bula berdinding tipis berisikan cairan
bewarna kuning jernih yang semakin lama menjadi kuning tua dan keruh, hipopion
yang apabila pecah meninggalkan bekas erosi dan koleret
Bila dilakukan pemeriksaan Nikolsky memberikan hasil negatif
Bula terjadi akibat toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut yang bersifat
eksfoliatif → toksin tersebut mengakibatkan terpecahnya desmoglein 1 pada epidermis
yang mengakibatkan terbentuknya bula intraepitel
Bila toksin tersebut disekresikan secara lokal ke kulit akan memberikan gambaran
impetigo bulosa, tetapi bila disekresikan secara sistemik akan menjadi staphylococcal
scalded-skin syndrome.
C. Impertigo Neonatorum
Merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat hanya pada neonatus
Kelainan ini dapat ditemukan menyeluruh
Pemeriksaan Fisik
1) Impetigo Krustosa
Lesi dimulai sebagai vesikel kecil atau pustula yang pecah dan digantikan oleh
krusta tebal berwarna seperti madu, biasanya berukuran kurang dari 2 cm
Beberapa lesi umumnya terjadi di situs yang sama, sering bersatu.
Dapat terlihat daerah ekskoriasi karena garukan
Tampak eritema
Lesi biasanya terletak di wajah (di sekitar mulut dan hidung) dan bagian tubuh
yang terbuka (misalnya, lengan, kaki)
Limfadenopati regional hadir pada 90% pasien. Pasien tidak sakit tenggorokan.
Ketika lesi sembuh baik secara spontan atau pasca pemakaian antibiotik. Maka
krusta akan terkelupas dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
2) Impetigo Bulosa
Bullae beratap tipis, lembek, dan transparan biasanya berukuran kurang dari 3 cm
Bullae utuh biasanya tidak hadir karena sangat rapuh
Bullae awalnya mengandung cairan kuning bening yang kemudian berubah
menjadi kuning keruh dan gelap
Bullae pecah dengan mudah, dalam 1-3 hari, dan apabila pecah akan meninggalkan
bekas berupa kolaret
Sering terjadi di leher, axillary dan lipatan crural, dan area popok
Impetigo bullous yang dapat melibatkan selaput lendir buccal dan adenopati
regional jarang terjadi dalam impetigo bullous
Selain itu, bullous impetigo dianggap kurang menular daripada impetigo
nonbullous
Pemeriksaan penunjang : pengambilan sediaan dapat diambil dari pus atau eksudat.
Dari hasi sediaan akan tampak bakteri gram positif tersusun seperti rantai
(Streptococcus spp.) atau bergerombol (S.aureus) atau kombinasi keduanya.
Tatalaksana
Pilihan terapi utama topikal terapi yang dapat diberikan pada penderita
Impetigo adalah mupirocin ointment 2% yang memiliki pH5,5 mendekati pH
kulit normal sebanyak dua kali sehari selama lima hari dengan membersihkan
krustanya terlebih dahulu
Pilihan pertama antibiotik sistemik pioderma yang disebabkan oleh S. aureus
adalah diklosaksilin 250-500 mg 4 kali sehari selama 7 hari, sedangkan yang
disebabkan oleh Streptococcus spp. dapat diberikan penicillin selam 10 hari
Tatalaksana
FOLIKULITIS
Peradangan yang mengenai folikel rambut
Penyakit ini disebabkan oleh Staphylococcus aureus
Folikulitis dibagi menjadi 2 berdasarkan kedalaman infeksi, yaitu folikulitis superfisialis dan
folikulitis profunda
1) Folikulitis Superfisialis
Dapat disebut juga sebagai Bockhart impetigo
Kelainan kulit berupa papul eritem atau pustul berbentuk kubah yang ditengahnya
terdapat rambut
2) Folikulitis Profunda
Tempat predileksi di bibir atas dan dagu bilateral
Kelainan kulit berupa papul eritem atau pustul disertai infiltrat subkutan yang dapat
diraba
Terapi
Prognosis
Folikulitis superfisialis mempunyai prognosis yang cukup baik karena infeksinya ringan dan
superfisial, sedangkan folikulitis profunda lebih sulit diatasi karena infeksinya lebih dalam
dan lebih parah
Dengan penatalaksanaan yang baik termasuk memberikan tata laksana terhadap faktor
risikonya akan memberikan prognosis yang baik
EKTIMA
FURUNKEL
ERISIPELAS
A. DEFINISI
Merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Streptococcus
Pada umumnya didahului oleh gejala konstitusi seperti demam, malese dan didahului oleh
trauma
Epidermis dan dermis merupakan lapisan kulit yang diserang
Erisipelas dapat melibatkan pembuluh limfatik dermal, yang tersering disebabkan oleh β-
hemolytic Streptococcus grup A
B. ETIOLOGI
Erisipelas sering disebabkan oleh β-hemolytic Streptococcus grup A, sangat jarang
disebabkan oleh Streptococcus grup C atau G; serta dapat juga disebabkan oleh
Staphylococcus aureus
Faktor risiko terjadinya erisipelas di antaranya adalah lympedema, venous stasis, intertrigo,
obesitas, luka operasi, fisura atau abrasi (pada hidung, lubang telinga, sela-sela jari kaki,
anus, atau penis), dan ulkus kaki kronis
C. PATOGENESIS
Kulit yang intak berperan penting pada pertahanan tubuh terhadap patogen
Interaksi pejamu-patogen bergantung pada fungsi barier kulit, faktor bakteri, dan faktor
pejamu
Status imunitas yang rendah, seperti pada diabetes, kanker, gagal ginjal, neutropenia, atau
infeksi HIV akan meningkatkan frekuensi erisipelas dan selulitis
Apabila Staphylococcus aureus dan Streptococcus group A dapat mengalahkan sistem
imunitas tubuh, maka akan dapat menimbulkan infeksi
Streptococcus group A dapat menginaktivasi cathelidin LL-37, yang akan menyebabkan
resistansi terhadap sistem imunitas alamiah
Walaupun Streptococcus group A merupakan patogen ekstraselular, Streptococcus group A
dapat menghindari deteksi sistem imunitas serta terapi antibiotik dengan memasuki
makrofag dan sel endotel
Streptococcus group A dan Staphylococcus aureus dapat memproduksi eksotoksin yang
menyebabkan reaksi toksin sistemik, termasuk toxin shock syndrome
Panton Valentine Leukocidin (PVL) merupakan β-pore forming toxin yang diproduksi oleh
beberapa strain Staphylococcus aureus yang akan merusak leukosit dan menjadi faktor
predisposisi timbulnya SSTI yang parah
D. MANIFESTASI KLINIS
Erisipelas biasanya dimulai dari wajah atau ekstremitas bawah, disertai dengan nyeri,
muncul makula eritematosa superfisial dan plaquelike edema dengan batas yang tegas →
Gambaran itu seringkali disebut peau d’orange appearance
Makula eritematosa berwarna merah cerah dengan infiltrat di tepi; dan dapat disertai vesikel
atau bula di atasnya
Adanya antecendent edema atau kelainan anatomi lainnya, batas antara kulit sehat dengan
kulit yang mengalami soft tissue infection menjadi kabur, yaitu ditemukan pada selulitis
primer
Erisipelas di wajah lebih jarang terjadi daripada di ektremitas bawah, terjadi secara
unilateral, tetapi dapat menyebar melalui kulit nasal dan dapat mengenai simetris kedua sisi
wajah
Orofaring dapat menjadi port d’entry
Edema inflamasi dapat meluas di kelopak mata, tetapi jarang menimbulkan komplikasi di
mata
Erisipelas di ektremitas bawah dapat diawali dengan nyeri gluteal yang disebabkan oleh
pembengkakan pembuluh limfa femoralis
Limfangitis dan abses sangat jarang terjadi, tetapi penyebaran lesi dapat terjadi
Bula dapat terjadi pada area lesi
Erisipelas berulang (rekuren) berhubungan dengan saphenous vein harvest (seringkali
dihubungkan dengan tinea pedis), dan lymphedema sebagai komplikasi mastektomi dengan
diseksi pembuluh limfe aksila
Pada kedua kasus ini, erisipelas akan terjadi di area yang sesuai dengan perjalanan vena dan
pembuluh limfe tersebut
E. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan penunjang pada erisipelas dan selulitis berupa pemeriksaan Gram dari pus,
eksudat, atau cairan aspirat, serta pemeriksaan resistansi kuman terhadap antibiotik
Pemeriksaan elemen jamur dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
Pengambilan sediaan di area yang paling mengalami inflamasi (lebih dangkal daripada di
pinggir lesi) akan meningkatkan sensitivitas pemeriksaan
Lesi terbuka, seperti pada luka paskaoperasi, lesi traumatik, dapat mengandung bermacam-
macam organisme, walaupun seringkali merupakan organisme kontaminan
Pewarnaan Gram sangat membantu dalam identifikasi morfologi bakteri
Pemeriksaan imaging secara rutin biasanya tidak diperlukan pada kasus tanpa komplikasi
Infeksi dengan organisme anaerob, terutama Clostridia dan Bacteroides dapat menyebabkan
pembentukan udara, yang akan tampak pada pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan X-ray pada selulitis anaerob akan didapatkan kantongkantong udara (pocket of
gas) pada jaringan superfisial dan biasanya akan tampak pada pemeriksaan palpasi
F. TERAPI
SELULITIS-FLAGMON
A. DEFINISI
Selulitis merupakan pioderma profunda di lapisan dermis dan jaringan subkutan
Disebabkan oleh Streptococcus, memiliki gejala konstitusi, predileksi dan hasil pemeriksaan
laboratorium yang sama dengan eriseplas, yang membedakan adalah gejala klinisnya
B. ETIOLOGI
Selulitis tersering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus grup A, tetapi
beberapa bakteri juga ditemukan pada kultur, seperti Streptococcus grup B pada bayi baru
lahir, pneumococcus, basil Gram negatif pada pasien imunokompromais, serta
mikroorganisme lain
Pada usia yang sangat muda atau sangat tua, rawat inap yang lama, diabetes, status
imunokompromais, dan penggunaan kortikosteroid; Escheria coli dan Enterobacteriaceae
dapat menjadi penyebab selulitis
C. PATOGENESIS
Sama dengan erisipelas
D. MANIFESTASI KLINIS
Selulitis bermanifestasi klinis berupa makula eritematosa disertai nyeri seperti pada
erisipelas, tetapi pada selulitis makula eritematosa tidak berbatas tegas antara lesi dan kulit
normal
Lesi mengenai area yang lebih dalam, disertai indurasi, fluktuasi, dan seringkali juga
didapatkan krepitasi pada palpasi
Pada beberapa kasus selulitis, dapat terjadi bula atau nekrosis yang akan menimbulkan
pelepasan epidermal dan erosi superfisial
Limfadenopati regional dapat terjadi pada selulitis di ekstremitas
Pada orang yang tua dapat terjadi komplikasi berupa tromboflebitis dari selulitis di
ekstremitas inferior
Sama dengan erisipelas, selulitis rekuren dilaporkan dapat terjadi setelah mastektomi
Selulitis di ekstremitas ipsilateral dapat terjadi setelah diseksi kelenjar limfe aksila dan
iradiasi